Anda di halaman 1dari 23

UJIAN TENGAH SEMESTER

METODELOGI PENELITIAN ADMINISTRASI (MPA)

OLEH :

HIJRAHTUL ASWAD
M012022043

PROGRAM MAGISTER TERAPAN


ADMINISTRASI PEMBANGUNAN NEGARA
POLITEKNIK STIA LAN MAKASSAR
2023
3 Judul Penelitain yang akan kami usulkan antara lain:

1. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Pada


Keluarga Dan Masyarakat Yang Terdapat Pasien Pasca Pasung Di wilayah
kerja Puskesmas Galesong Utara
2. Stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)di wilayah kerja
puskesmas Galesong Utara
3. Analisis penggunaan sistem rujukan terintegrasi ( SISRUTE ) pada RS Khusus
Ibu dan Anak Zainab Takalar

1. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Pada


Keluarga Dan Masyarakat Yang Terdapat Pasien Pasca Pasung Di
wilayah kerja Puskesmas Galesong Utara
Di wilayah kerja puskesmas Galesong Utara Takalar angka orang dengan
gangguan jiwa semakin hari semakin bertambah dan tingkat keparahanya pula
meningkat.sering sekali kita jumpai bebera orang ODGJ berkeliaran jalan tak
tentu arah,bahkan ada pula yang berbuat onar atau keributan dan mengganggu
aktifitas masyarakat sekitar.salah satu penyebab kurangnya kualitas hidup
ODGJ karna dukungan keluarga yang kurang.ini disebabkan karna latar
belakang pendidikan yang rendah berakibat kurangnya pengetahuan bagaimana
merawat atau mendampingi orang dengan gangguan jiwa. Faktor ekonomi pun
tak luput memperparah keadaan ODGJ dan keluarga.selain itu dukungan lintas
sektor yang kurang.menganggap bahwa yang bertanggung jawab terhadap
ODGJ hanya orang orang kesehatan dan dinas sosial.masyarakat sekitar
enggang bekerjasama dalam proses pemulihan mereka.Jalan pintas yang
dilakukan keluarga dengan memasung ODGJ.Keluarga berharap agar ODGJ
tidak mengganggu masyarakat sekitar dan tidak berkeliaran demi kenyamanan
masyarakat dan keamanan pasienya sendiri.
2. Stigma terhadap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ)di wilayah kerja
puskesmas Galesong Utara
ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan kejiwaan.orang yang
masuk kategori ODGJ adalah mereka yang memiliki gangguan
kejiwaan,kecemasan,hingga kepribadian.mereka sering menerima perlakuan
diskriminasi di masyarakat umum.Seseorang dengan ODGJ artinya memiliki
pola pikir ,cara mengekspresikan perasaan,dan prilaku yang
menyimpang.Mereka berbeda dengan orang pada umumnya .sehingga ODGJ
cenderung disisihkan dalam kehidupan sosial. Adapun stigma masyarakat
terhadap ODGJ antara lain :
a. ODGJ desebabkan karena guna guna atau sihir
b. Keluarga yang memiliki anggota keluarga penderita ODGJ menganggap
bahwa mereka adalah Aib
c. Mereka dianggap sampah masyarakat yang tidak ada gunanya
d. Adanya perasaan malu apa bila memiliki anggota keluarga ODGJ
Stigma diatas apabila tidak secepatnya di hilangkan maka akan berdampak
akan semakin banyak diperoleh kasus ODGJ baru .karna keluarga enggan
memeriksakan anggota kelurganya ke fasyankes .padahal ODGJ bisa diobati
dengan obat khusus serta perlu dukungan orang sekitar.ketika ODGJ berobat
dengan teratur,mereka bisa seperti masyarakat biasa dan bisa diberdayakan
dalam kehidupan sosial,tapi tetap perlu pendampingan dan pengawasan
keluarga dan puskesmas terkait.
3. Analisis penggunaan sistem rujukan terintegrasi ( SISRUTE ) pada RS
Khusus Ibu dan Anak Zainab Takalar
Di RSKIA Zainab Takalar implentasi penggunaan Sistem Rujukan belum
maksimal.ini disebabkan karna SDM yang kurang.petugas SISRUTE belum
pernah dilatih,fasilitas elektronik pendukung yang tidak memadai,tidak ada
petugas khusus yang bertanggung jawab pada sistem rujukan.sisrute masih
dikerjakan oleh perawat atau bidan yang bertugas shift pada saat itu serta
sosialisasi ke masyarakat belum baik.Masyarakat banyak tidak mengetahui ada
sistem rujukan berjenjang di RS. Pasien tidak boleh dirujuk sesui permintaan
keluarga,rumah sakit yang dituju harus sesuai pilihan BPJS berdasarkan tipe
dan Zona.serta ketersediaan tempat tidur ke RS yang akan dituju.ketika RS
yang akan dituju full maka petugas sisrute harus menunggu konfirmasi
dulu,kapan pasien tersebut boleh diantar. Untuk merujuk pula pasie harus
dalam keadaan stabil,sehingga perlu diberi pelayanan dasar sebelum
dirujuk.hal inilah yang menyebabkan imlementasi SISRUTE di RSKIA Zainab
tidak berjalan dengan maksimal.sehingga perlu diteliti dan dicarikan solusi
yang tepat.agar sitem tersebut berjalan sesuai prosedur dan bermanfaat guna
melayani pasien dengan cepat dan tepat.yang berdampak pada kepuasan
pelanggan atau pengguna layanan kesehatan.

Dari ke tiga contoh penelitian diatas saya mengangkat tema Pengaruh


Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap Pada Keluarga
Dan Masyarakat Yang Terdapat Pasien Pasca Pasung Di wilayah kerja
Puskesmas Galesong Utara.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa atau juga disebut skizofrenia yaitu kumpulan dari beberapa
sindrom klinik, yang bersifat menggangu, gangguan proses berpikir, gangguan
perilaku, gangguan emosi dan gangguan persepsi (Sadock, 2007). Menurut
Lestari, dkk (2014) gangguan jiwa adalah suatu kondisi dimana mental dan
fisiologiknya tidak berfungsi dengan baik sehingga menghambat kegiatan
aktivitas sehari-hari.
Hasil survei data World Health Organization tahun 2012 (WHO) sekitar 450
juta penduduk di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa dan sebanyak 8
dari 10 penderita gangguan jiwa tidak mendapatkan perawatan secara intensif.
Maka dari data tersebut dapat dianggap menjadi masalah yang serius (Hendry,
2012). Berdasarkan prevalensi masalah kesehatan gangguan jiwa dari laporan
Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 terdapat gangguan jiwa berat sebanyak 1,7 /
1000 orang. Data penderita gangguan jiwa berat terbanyak pada 6 daerah yaitu
di Sulawesi Selatan, Yogyakarta, Bali, Aceh, dan Jawa Tengah. Diperkiran
sekitar 20.000 hingga 30.000 jiwa, adapun penderita gangguan jiwa terdapat
perlakukan secara tidak berperikemanusiaan salah satunya dengan cara
dipasung (Purwoko, 2010).
Terdapat 10 orang dengan gangguan jiwa berat yang tersebar di 6 desa di
wilayah kerja puskesmas Galesong utara.Antara lain kelurahan
Bontolebang,Desa Sampulungan,Desa Tamalate,Desa Tamasaju,Desa Maccini
Sombala, Desa Bonto Sunggu.
Menurut Euis (2014), beberapa orang menilai gangguan jiwa merupakan
salah satu penyakit yang memalukan, sebagai aib keluarga, bahkan ada yang
berpendapat sebagai sampah sosial. Sehingga sebagian masyarkat
memerlakukan orang dengan gangguan jiwa secara diskriminatif, perlakukan
yang kasar, pemasungan dan terkadang dilempari batu serta diejek oleh anak-
anak, fenomena yang sering terjadi dimasyarakat saat ini adalah pemasungan.
Hal ini menyebabkan memperparah kondisi penderita gangguan jiwa tersebut,
karena pada lingkungan sekitar mengucilkan, menghina bahkan menolak para
penderita gangguan jiwa (Kartono, 2009).
Apabila mengamati pandangan masyarakat saat ini tentang permasalahan
penderita gangguan jiwa identik dengan sebutan “orang gila”. Secara tidak
langsung hal ini merupakan mindset yang salah, sehingga banyak orang
memandang bahwa penyakit ini masalah yang negatif dan mengancam. Label
negatif dengan sebutan orang gila inilah yang secara tidak disadari merupakan
stigma yang diciptakan sendiri, maka dampaknya keluarga ataupun masyarakat
sekitar penderita gangguan jiwa tidak mau mengurusnya sehingga apabila
dibiarkan terus menerus hak-hak penderita gangguan jiwa akan terabaikan
misalnya hak sosial dan hak untuk pengobatan (Suharto, 2014).
Tidak hanya keluarga saja yang mempunyai peranan penting dalam proses
penyembuhan penderita gangguan jiwa melainkan masayarakat juga ikut serta
dalam proses tersebut. Sikap yang acuh atau tidak peduli, memandang rendah
dan penolakan pada penderita gangguan jiwa merupakan masalah yang sulit
untuk diluruskan. Tidak dapat dipungkiri bahwa sikap dan penerimaan dari
masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap proses penyembuhan (Lestari. dkk, 2014).
Selain pentingnya peran keluarga dan masyarakat, peran dari pemerintah
yaitu lembaga terkait seperti Pemerintah Daerah, Rumah Sakit, dinas–dinas
terkait, lembaga swadaya masyarakat dan Puskesmas juga diperlukan untuk
penanganan penderita gangguan jiwa, program tentang penanganan penderita
gangguan jiwa harus dimaksimalkan, sehingga masalah gangguan jiwa dapat
diminimalkan 4 (Suharto, 2014).
Pasung menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sebuah metode
penghukuman orang dengan menghambat atau membatasi pergerakan
seseorang (penderita ganggguan jiwa) menggunakan alat yang berbentuk kayu
berlubang atau kayu yang diapit, besi, kain biasanya dipasang di tangan, kaki,
dan leher. Pada tahun 2014 pemerintah mengeluarkan peraturan larangan untuk
memasung penderita gangguan jiwa yang tercantum di UU no. 18 tahun 2014
BAB IX ketentuan pidana pasal 86 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan
sengaja melakukan pemasungan, penelantaran, kekerasan dan/atau menyuruh
orang lain untuk melakukan pemasungan, penelantaran, dan/atau kekerasan
terhadap ODMK dan ODGJ atau tindakan lainnya yang melanggar hak asasi
ODMK dan ODGJ, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan”. Peran serta pemerintah guna mengupayakan penyembuhan pada
penderita gangguan jiwa dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
wewenang ditempat dan tetap menghormati Hak Asasi Manusia, sesuai dengan
ketentuan pasal 147 tahun 2014. Dalam pasal tersebut jelas bahwa pemasungan
bertentangan dengan ketentuan yang 5 sudah diatur oleh pemerintah, tindakan
pemasungan bukan merupakan sebuah solusi penyembuhan.
Maka dari uraian latar belakang diatas, peneliti tertarik ingin meniliti
tentang “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Dan Sikap
Pada Keluarga Dan Masyarakat Yang Terdapat Pasien Pasca Pasung Di
wilayah kerja Puskesmas Galesong Utara“.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang diuraikan diatas dapat disimpulkan
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah pengaruh Pendidikan
Kesehatan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap keluargan serta masyarakat
sebelum dan sesudah dilakukan pendidikan kesehatan.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap pengetahuan
dan sikap keluargan serta masyarakat pada pasien pasca pasung di Wilayah
kerja Puskesmas Galesong Utara.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan keluargan serta masyarakat sebelum penkes pada
pasienpasca pasung di wilayah kerja puskesmas Galesong Utara
b. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
pengetahuan keluargan serta masyarakat sesudah penkes pada pasien
pasca pasung di wilayah kerja Puskesmas Galesong Utara
c. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap
keluargan serta masyarakat sebelum penkes pada pasien pasca pasung di
wilayah kerja Puskesmas Galesong Utara
d. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap sikap
keluargan serta masyarakat sesudah penkes pada pasien pasca pasung di
wilayah kerja Puskesmas Galesong Utara
D. Manfaat Penilitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan berupa manfaat:
1. Secara keilmuan atau teori
a. Bagi peneliti Untuk mengetahui dan menambah wawasan, diharapkan
hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai kontribusi
yang nyata guna memperkaya khasanah keilmuan khususnya bidang ilmu
kesehatan jiwa
b. Bagi Institusi Pendidikan Untuk menambah literature dan informasi bagi
mahasiswa khusunya ilmu keperawatan tentang penderita gangguan jiwa
pasca pasung, serta hasil dari penelitian ini dapat digunakan menjadi 8
sumber informasi guna pengembangan ilmu pengetahuan penelitian
selanjutnya.
2. Secara praktis
a. Bagi keluarga Untuk dapat dijadikan sebagai masukan guna membantu
proses penyembuhan pasien
b. Bagi masyarakat Untuk dapat dijadikan sebagai masukan dan evaluasi
guna meningkat derajat kesehatan terutama pada kesehatan jiwa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gangguan Jiwa
a. Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku
akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam hal
bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi
kejiwaan(Akemat, Helena, Keliat, Nurhaeni (2011). Sedangkan menurut
Undang-Undang RI No. 18 Tahun 2014, orang dengan gangguan jiwa yang
disingkat ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran,
perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala
dan perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia.
Tabel 1. Rentang sehat – sakit jiwa (Akemat, Helena, Keliat, Nurhaeni)

2011) adalah : Respon Maladaptif


Masalah Psikososial Gangguan Jiwa
Respon Pikiran kadang menyimpang Waham
Adaptif Ilusi
Sehat Jiwa Reaksi emosional Halusinasi
Pikiran logis Ketidakmampuan
Persepsi akurat Perilaku kadang tidak sesuai
mengendalikan emosi
Emosi konsisten
Perilaku sesuai Menarik diri Perilaku kacau
Isolasi sosial
Hubungan
sosial
memuaskan
Ciri- ciri gangguan jiwa Akemat, Helena, Keliat & Nurhaeni (2011) adalah:

1) Sedih bekepanjangan
2) Tidak semangat dan cenderung malas
3) Marah tanpa sebab
4) Mengurung diri
5) Tidak mengenali orang
6) Bicara kacau
7) Bicara sendiri
8) Tidak mampu merawat diri

b. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa


Menurut Hartono & Kusumawati (2010) terdapat beberapa tanda dan
gejala gangguan jiwa antara lain:
1) Gangguan kognisi
Kognisi adalah suatu proses mental di mana seseorang menyadari
dan mempertahankan hubungan dengan lingkungannya baik lingkungan
dalam maupun lingkungan luarnya.
a) Gangguan sensasi
Seseorang yang mengalami gangguan kesadaran akan suatu
rangsangan.
b) Gangguan persepsi
Kesadaran akan suatu rangsang yang dimengerti atau bisa juga
diartikan sebagai sensasi yang didapat dari proses interaksi dan
asosiasi macam-macam rangsang yang masuk.
c) Gangguan Asosiasi
Asosiasi adalah proses mental di mana perasaan, kesan, atau
gambaran ingatan cenderung menimbulkan kesan atau gambaran
ingatan respon atau konsep lain, yang sebelumnya berkaitan
dengannya.
d) Gangguan perhatian
Perhatian adalah suatu proses kognitf yaitu pemusatan atau
konsentrasi.
e) Gangguan ingatan
Ingatan adalah kesanggupan untuk mencatat,menyimpan, serta
memproduksi isi dan tanda-tanda kesadaran. Proses ingatan terdiri
atas tiga unsur yaitu pencatatan, penyimpanan, pemanggilan data.
f) Gangguan psikomotor
Psikomotor adalah gerakan badan yang dipengaruhi oleh keadaan jiwa
meliputi kondisi perilaku motorik, atau aspek motorik dari suatu
perilaku. Bentuk gangguan psikomotor dapat berupa aktivitas yang
meningkat, aktivitas yang menurun, aktivitas yang terganggu atau
tidak sesuai, aktivitas yang berulang-ulang, otomatisme perintah tanpa
disadari, negativisme dan aversi (reaksi agresif).
g) Gangguan kemauan
Kemauan adalah proses dimana keinginan-keinganan
dipertimbangkan lalu diputuskan untuk dilaksanakan sampai
mencapai tujuan.
h) Gangguan emosi dan afek
Emosi adalah pengalaman yang sadar dan memberikan pengaruh pada
aktivitas tubuh dan menghasilkan sensasi organik. Sedangkan, afek
adalah perasaan emosional seseorang yang menyenangkan atau tidak
yang menyertai suatu pikiran yang berlangsung lama. Emosi
merupakan manifestasi afek yang keluar disertai oleh banyak
komponen fisiologik yang berlangsung singkat.
c. Penyebab gangguan jiwa
Hal-hal yang dapat memengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan
konstitusi, umur dan jenis kelamin, keadaan badaniah, keadaan psikologik,
keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan
dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintiai, agresi, rasa
permusuhan, hubungan antar manusia dan sebagainya. Meskipun gejala
umum atau gejala yang meninjil itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi
penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial
(sosiogenik), ataupun dipsike (psikogenik). Beberapa penyebab tersebut
terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa (Yosep,
2010).
Sebaliknya seorang dengan penyakit badaniah apabila mengalami
kelemahan, daya tahan psikologiknya pun menurun sehingga ia mungkin
mengalami depresi, karena modern ini diketahui bahwa penyakit pada otak
sering mengakibatkan gangguan jiwa.
Sumber penyebab gangguan jiwa dipengaruhi oleh faktor-faktor pada
ketiga unsur itu yang terus menerus saling mempengaruhi (Yosep,2010)
yaitu:
a. Faktor somatik atau organobiologis
1) Neroanatomi
2) Nerofisiologis
3) Nerokimia
4) Tingkat kematangan dan perkembangan organik
b. Faktor pre dan peri-natal
c. Faktor psikologis
1) Interaksi ibu – anak dan peranan ayah
2) Persaingan anatara saudara kandung
3) Intelegensi
4) Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat
5) Kehilangan, konsep diri, pola adaptasi
6) Tingkat perkembangan emosi
d. Faktor sosio-budaya atau sosiokultural
1) Kestabilan keluarga
2) Pola mengasuh anak
3) Tingkat ekonomi
4) Perumahan, perkotaan lawan pedesaan
B. Desa Siaga Sehat Jiwa
Desa siaga sehat jiwa (DSSJ) adalah bentuk layanan keperawatan
kesehatan jiwa komunitas mempunyai visi “ meningkatkan kesehatan jiwa
masyarakat, mencegah masalah kesehatan jiwa masyarakat, memelihara
kesehatan jiwa masyarakat, dan mengoptimalkan kemampuan hidup pasien
gangguan jiwa yang ada di masyaarkat sesuai dengan kemampuannya dengan
memberdayakan keluarga dan masyarakat. Desa siaga sehat jiwa akan
menggambarkan pendekatan manajemen dalam menerapkan layanan kesehatan
jiwa bagi seluruh masyarakat yang bermukim di desa tersebut. Pendekatan
yang digunakan adalah empat fungsi manajemen, yaitu perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian (Keliat, Panjaitan &
Riasmini, 2010).
Keterlibatan masyarakat desa setempat sangat diperlukan dalam upaya
mengembangkan dan mencapai tujuan DSSJ, yaitu meningkatkan derajat
kesehatan jiwa komunitas. Strategi pemberdayaan masyarakat bermanfaat
untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah serta mempertahankan
kesehatan jiwa masyarakat. Struktur organisasi DSSJ menggunakan
pendekatan lintas sektor dan lintas program. DSSJ dipimpin oleh perawat yang
bertugas dipelayanan kesehatan jiwa di puskesmas yang bertanggung jawab
terhadap 2 desa atau lebih. Tokoh masyarakat (TOMA) di desa berperan
sebagai penasehat atau pelindung kader kesehatan jiwa. Tiap kader kesehatan
jiwa bertanggung jawab terhadap 10 sampai 20 keluarga di desa tempat
tinggalnya, yaitu Desa Siaga Sehat Jiwa (Keliat,Panjaitan & Riasmini, 2010).
C. Peran
1) Konsep peran
Peran adalah suatu kumpulan norma untuk perilaku seseorang dalam
suatu posisi khusus. Istilah peran dapat berlaku untuk kedudukan yang
diraih, seperti jabatan (Maramis, 2009). Istilah peran memiliki makna
sebagai seperangkat tindakan yang diharapkan dan dimiliki oleh seseorang
yang berkedudukan di masyarakat. Kata peran selanjutnya menjadi peranan
yang berarti “bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan
(Narmoatmojo, 2015).
Peran terdiri atas harapan-harapan yang melekat pada ciri-ciri perilaku
tertentu yang seharusnya dilaksanakan oleh seseorang yang menduduki
posisi atau status sosial tertentu dalam masyarakat. Setiap peran memiliki
fungsi tertentu dan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pengemban
peran. (Bruce JC dalam Muiawanthi, 2017). Peranan dibagi menjadi 3
antara lain (Thoha, 2007) :
a. Peranan sebagai figurehead
Suatu peranan yang di lakukan untuk mewakili organisasi yang
dipimpinnya dalam setiap kesemapatan dan persoalan yang timbul
secara formal.
b. Peranan sebagai pemimpin
Peranan ini seseorang bertindak sebagai pemimpin. Seseorang
melakukan hubungan interpersonal dengan yang dipimpin, dengan
melakukan fungsi-fungsi pokoknya diantaranya memimpin,
memotivasi, mengembangkan, dan mengendalikan.
c. Peranan sebagai pejabat perantara
Seseorang melakukan peranan yang berinteraksi dengan teman
sejawat, staf dan orang-orang lain yang berada diluar organisasinya,
untuk mendapatkan informasi.
Sebagai individu yang menjalankan peran, perlu memiliki gaya
kepemimpinan yang didasarkan atas hubungan antara kadar bimbingan dan
perilaku tugas yang diberikan, kadar dukungan sosioemosional yang
disediakan, tingkat kesiapan yang diperlihatkan dalam pelaksanaan fungsi,
tugas, atau tujuan tertentu (Sulaeman, 2009).
2) Fungsi dan Tugas
Fungsi berasal dari kata dalam Bahasa Inggris function, yang berarti
sesuatu yang mengandung kegunaan atau manfaat (Admosudirjo, 2009).
Fungsi adalah rincian tugas yang sejenis atau erat hubungannya satu sama
lain untuk dilakukan oleh seorang pegawai tertentu yang masing-masing
berdasarkan sekelompok aktivitas sejenis menurut sifat atau pelaksanaannya
(Sutarto dalam Zainal, 2008). Sedangkan pengertian singkat dari definisi
fungsi yaitu fungsi adalah sebagai suatu aspek khusus dari suatu tugas
tertentu (Moekijat dalam Zainal, 2008).
Adapun fungsi dalam menjadi seorang pemimpin yang mencakup 2
dimensi, yaitu dimensi yang berhubungan dengan kemampuan
mengarahkan ke arah tindakan dan dimensi yang berhubungan dukungan
atau keikutsertaan anggota dalam melaksanakan tugas-tugas. Tugas adalah
suatu kesatuan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan dalam sebuah
organisasi yang memberikan gambaran tentang ruang lingkupatau
kompleksitas jabatan demi mencapai tujuan tertentu. Tugas juga berarti
sasaran yang dibebankan kepada organisasi untuk dicapai, sedangkan fungsi
artinya adalah pekerjaan yang dilakukan (Farantika, 2010).
D. Kader Kesehatan Jiwa
Kader kesehatan jiwa (KKJ) merupakan sumber daya masyarakat yang
perlu dikembangkan di Desa Siaga Sehat Jiwa (DSSJ). Pemberdayaan kader
kesehatan jiwa sebagai tenaga potensial yang ada di masyarakat diharapkan
mampu mendukung program CMHN yang diterapkan di masyarakat. Seorang
kader akan mampu melakukan kegiatan apabila kader tersebut telah diberikan
pembekalan sejak awal. Adapun kriteria kader desa siaga sehat jiwa sebagai
berikut:
1. Bertempat tinggal di Desa Siaga Sehat Jiwa
2. Sehat jasmani dan rohani
3. Mampu membaca dan menulis dengan lancar menggunakan bahasa
Indonesia
4. Bersedia menjadi kader kesehatan jiwa sebagai tenaga suka rela
5. Mempunyai komitmen untuk melaksanakan program kesehatan jiwa
komunitas
6. Menyediakan waktu untuk kegiatan CMHN
7. Mendapat izin dari suami atau istri atau keluarga
Pengembangan KKJ digambarkan sebagai suatu proses pengelolaan
motivasi kader sehingga mereka dapat melaksanakan kegiatan dengan baik, hal
ini juga merupakan penghargaan bagi kader karena melalui manajemen sumber
daya manusia (SDM) yang baik, kader akan mendapatkan kompensasi berupa
penghargaan sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya.
Pengembangan kemampuan KKJ merupakan salah satu proses yang
berhubungan dengan manajemen SDM. Tujuan pengembangan tenaga KKJ
akan membantu masing-masing kader mencapai kinerja sesuai dengan
posisinya dan sebagai penghargaan terhadap kinerja yang telah dicapai. KKJ
berperan serta dalam meningkatkan, memelihara, dan mempertahankan
kesehatan jiwa masyarakat.
Tugas pokok yang dilakukan oleh KKJ adalah sebagai berikut :
a. Deteksi dini
Mendeteksi keluarga sehat, keluarga yang beresiko mengalami gangguan
jiwa, dan keluarga yang menderita gangguan jiwa (Keliat, 2010). Kader
kesehatan jiwa selalu melaporkan hasil deteksinya kepada pihak puskesmas
untuk di follow up (Sutini & Hidayati, 2017). Dalam melakukan deteksi dini
klien diberikan bebrapa item pertanyaan yang isinya terkait tanda dan gejala
gangguan jiwa, dari data yang didapat dapat membantu menganalisa apakah
klien beresiko atau gangguan. Selain itu meningkatkan kesadaran diri
seseorang untuk selalu peduli terhadap masalah psikologis yang diahadapi.
Deteksi dini yang bisa dilakukan ialah mengelai gejala-gejala abnormalitas
(ketidakwajaran) pada jiwa. Gejala-gejala yang bisa dideteksi melalui gejala
kejiwaan yaitu melalui pikiran, perasaan, emosi, kehendak, sikap dan
tingkah laku (Yani, 2018).
b. Supervisi / kunjungan rumah
Supervisi pasien gangguan jiwa dilakukan melalui kunjungan rumah.
Kasus pasien gangguan jiwa yang akan dipantau perkembangannya oleh
kader kesehatan jiwa adalah: perilaku kekerasan, halusinasi, isolasi sosial,
harga diri rendah, dan defisit perawatan diri. Pasien dan keluarga yang akan
dipantau perkembangnnya oleh KKJ adalah pasien dan keluarga yang
mandiri. Pengertian mandiri adalah jika pasien mampu melakukan semua
kegiatan yang telah dilatih sesuai dengan jadwal kegiatan harian secara
mandiri (M) selama dua minggu berturut-turut. Kader Kesehatan Jiwa akan
melakukan serah terima dengan perawat CMHN, dan akan memantau
perkembangan pasien dengan menggunakan buku supervisi pasien (Keliat,
2010).
Peran kader kesehatan dalam melakukan kunjungan rumah adalah
kegiatan melakukan cara merawat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Kegiatan kader kesehatan jiwa dalam kunjungan rumah
meliputi: pendekatan terlebih dahulu kemudian meminta ijin kepada
keluarganya (Hapsari, Iswanti & Lestari, 2018).
Kunjungan rumah dilakukan 1 bulan sekali untuk memperoleh informasi
terkini tentang keadaan pasien, kemampuan pasien mengatasi masalahnya
dan keterlibatan keluarga dalam perawatan pasien di rumah terkait
kepatuhan minum obat dan rutinitas kontrol ke puskesmas atau Rumah
Sakit Jiwa (RSJ). Kader kesehatan jiwa akan melakukan serah terima
dengan perawat CMHN dan kader kesehatan jiwa akan memantau
perkembangan pasien dengan menggunakan buku supervisi pasien (Hapsari,
Iswanti & Lestari, 2018).
Pendekatan kader melalui kunjungan rumah bisa juga dalam bentuk
bantuan untuk merujuk ke pelayanan kesehatan apabila anggota keluarga
mengalami gejala-gejala kambuh, serta pengupayaan jaminan kesehatan dan
bantuan sosial menunjukkan bahwa kader memudahkan akses terhadap
sumber daya yang terkait dengan perawatan orang dengan gangguan jiwa
(Surahmiyati, 2017).
c. Menggerakkan keluarga melalui penyuluhan kesehatan jiwa
Kegiatan penyuluhan antara lain yaitu: melakukan pendataan keluarga
yang mengalami gangguan jiwa, melaporkan dan melakukan penyuluhan
saat kegiatan posyandu, di arisan Pemberdayaan Kesehatan Keluarga
(PKK) dan penyuluhan dengan kerjasama dengan pihak RSJ. (Hapsari,
Iswanti, Lestari, 2018).
Kader menggerakkan masyarakat untuk ikut serta dalam penyuluhan
kelompok sehat, resiko dan gangguan. Memotivasi pasien dan keluarga
untuk mengikuti kegiatan kelompok maupun penyuluhan kesehatan serta
menganjurkan pasien untuk teratur melakukan pemeriksaan ke puskesmas
(Himawan, Rosiana,Sukesih, 2015).
Kader menunjukkan empatinya pada keluarga dengan anggota keluarga
gangguan jiwa, membantu hubungan yang akrab dengan orang gangguan
jiwa dan memfasilitasi penerimaan sosial oleh masyarakat, meningkatkan
rasa percaya diri keluarga dan pasien. Rasa percaya diri merupakan faktor
penting dalam proses pemulihan dari kondisi mengalami gangguan mental.
Kader memudahkan akses informasi dengan memberikan sosialisasi
mengenai gangguan jiwa di masyarakat dan menyampaikan informasi
tentang pelayanan kesehatan jiwa (Surahmiyati, 2017).
d. Menggerakkan pasien untuk melakukan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
dan rehabilitasi (Keliat, 2010).
Rehabilitasi merupakan aktivitas yang dilakukan pada pencegahan tersier
yang bertujuan mengembalikan fungsi pasien secara optimal, sehingga
tingkat kecacatan pasien tersebut dapat berkurang. Dalam kegiatan ini
diawali dengan mengkaji potensi yang masih dimiliki pasien dan melatihnya
sehingga pasien dapat melakukan kegiatan sesuai dengan kemampuannya
yang dimiliki (Keliat, Wiyono & Herni, 2012).
Pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dalam menggerakkan kelompok
pasien gangguan jiwa untuk mengikuti TAK dan rehabilitasi adalah kader
mengumpulkan peserta TAK dan rehabilitasi serta memotivasi peserta
untuk aktif dan kader mendampingi perawat CMHN yang melakukan
kegiatan TAK dan rehabilitasi. Kader juga yang mengumpulkan pasien dan
mencari tempat untuk pelaksanaan kegiatan TAK dan rehabilitasi, sehingga
kader dapat mengevaluasi proses pelaksanaan dari TAK (Hapsari, Iswanti &
Lestari, 2018).
e. Perujukan kasus
Menurut Keliat (2010) kasus atau pasien yang dirujuk oleh KKJ kepada
perawat CMHN adalah sebagai berikut :
1) Pasien yang dirawat oleh KKJ dan hasil evaluasi kemampuan pasien dan
keluarga kurang dari 50 %.
2) Ditemukan tanda dan gejala yang kritis
3) Perilaku kekerasan : pasien melukai orang lain, merusak barang-barang
4) Halusinasi : pasien mengikuti halusinasinya
5) Isolasi sosial : pasien selalu mengatakan dirinya negatif / tidak berguna
6) Defisit perawatan diri : pasien tidak mau melakukan aktivitas mandi,
berhias, makan, bab/bak.
Peran kader kesehatan jiwa dalam rujukan adalah mendata pasien yang
mengalami gangguan jiwa dengan gejala marah-marah, kemudian kader
lapor ke Puskesmas dan yang merujuk ke RSJ adalah dari pihak Puskesmas.
Kader harus mengetahui rentang dari yang sehat hingga mengalami
gangguan. Sehingga kader dapat mengetahui mana saja yang dianggap
untuk bisa dilakukan rujukan ke RSJ. Kader harus menghubungi pihak
Puskesmas untuk mendapatkan pendampingan (Hapsari, Iswanti & Lestari,
2018)
f. Mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan
Peran kader kesehatan jiwa dalam dokumentasi adalah melakukan
pencatatan kegiatan dengan menggunakan formulir yang sudah diberikan
oleh pihak Puskesmas atau RSJ (Hapsari, Iswanti, & Lestari, 2018).
Dokumentasi kegiatan yang dilakukan oleh kader kesehatan jiwa menurut
Keliat (2010) adalah sebagai berikut :
1) Hasil deteksi keluarga ditulis pada buku deteksi keluarga.
2) Hasil partisipasi masyarakat dalam penyuluhan kesehatan jiwa ditulis
pada buku penyuluhan kesehatan jiwa.
3) Hasil partisipasi pasien gangguan jiwa dalam kegiatan TAK dan
rehabilitasi ditulis pada buku TAK dan rehabilitasi.
4) Hasil supervisi pasien melalui kunjungan rumah ditulis di buku supervisi.
5) Hasil perujukan kasus ditulis di format perujukan kasus
E. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan adalah upaya memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh
individu, kelompok, dan masyarakat luas agar mereka memiliki kemampuan
untuk melakukan pilihan dan mengontrol lingkungannya agar dapat memenuhi
keinginan-keinginannya, termasuk aksesibilitasnya terhadap sumber daya yang
terkait dengan pekerjaannya, aktivitas sosialnya, dan lain-lain (Mardikanto,
2010). Dalam hal ini berarti bahwa pemberdayaan masyarakat tidak dilakukan
dengan memberi sesuatu, melainkan dengan memotivasi, mendorong, dan
membangkitkan kesadaran akan keberadaan (eksistensi diri) dan potensi yang
dimiliki disertai dengan penciptaan iklim yang kondusif (Sulaeman, 2012).
Pemberdayaan masyarakat dibidang kesehatan sebagai satu sub sistem
dalam bentuk dan cara penyelenggaraan berbagai upaya kesehatan, baik
perorangan, kelompok, maupun masyarakat secara terencana, terpadu dan
berkesinambungan guna tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya (Depkes RI, 2009). Tujuan program pemberdayaan
masyarakat dibidang keseahatan adalah meningkatnya kemandirian masyarakat
dan keluarga dalam bidang kesehatan sehingga masyarakat dapat memberikan
andil dalam meningkatkan derajat kesehatannya (Sulaeman, 2012).
Peran serta masyararakat dalam bidang kesehatan diarahkan melalui tiga
kegiatan utama, sebagai berikut (Adisasmito, 2012).
1. Kepemimpinan yaitu melakukan intervensi kepemimpinan yang
berawawasan Kesuma (kesehatan untuk semua).
2. Pengorganisasian yaitu melakukan intervensi “community development”
dibidang keseahtan pada setiap kelompok masyarakat.
3. Pendanaan yaitu mengembangkan sumber dana setempat untuk membiayai
berbagai bentuk kegiatan dibidang kesehatan dari tingkat promotif,
preventif, kuratif, ,maupun rehabilitatif.
Pemberdayaan keluarga adalah proses pemberian kekuatan atau dorongan
sehingga membentuk interaksi transformatif kepada keluarga. Pemberdayaan
dilakukan untuk membantu keluarga dalam kegiatan promosi kesehatan,
preventif, pemulihan kesehatan sehingga berfungsi secara optimal.
Keberhasilan pemberdayaan keluarga dapat dipengaruhi oleh lingkungan baik
dari lingkungan keluarga itu sendiri maupun lingkungan masyarakat, termasuk
kelompok yang diajak bekerjasama, situasi soial politik yang mendukung dan
pengalaman keluarga (Achjar, 2012).
Strategi yang dapat dilakukan dalam upaya pemberdayaan keluarga antara
lain menumbuhkembangkan potensi yang ada dikeluarga seoptimal mungkin
untuk mengatasi masalah keluarga dan meningkatkan status kesehatan
keluarga, berprinsip meningkatkan kontribusi keluarga baik secara fisik
maupun psikis, mengembangkan kegiatan keluarga melalui fasilitas dan
memotivasi dengan memperkuat sumber daya keluarga sehingga nantinya agar
terjadi alih peran antara petugas kesehatan kepada keluarga, memanfaatakan
potensi yang dimiliki keluarga (Achjar, 2012).
F. Keluarga
a. Pengertian keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang terikat oleh hubungan
darah, dengan saling berinteraksi dan memperhatikan serta meningkatkan
perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial setiap anggotanya
(Ratnawati, 2017). Keluarga berperan dalam menentukan cara asuhan yang
diperlukan anggota keluarga yang sakit. (Sulistyo, 2012).
b. Fungsi keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur keluarga
atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarga. Terdapat beberapa
fungsi keluarga menurut Friedman, Setiwati Dermawan dalam Achjar
(2012) yaitu :
1) Fungsi afektif
Merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan pemeliharaan
kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari keluarga
terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga baik
senang maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga
mengekspresikan kasih sayang.
2) Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi tercermin dalam pembinaan sosialisasi pada anak,
membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan
perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai
budaya keluarga.
3) Fungsi perawatan kesehatan
Merupakan fungsi keluarga dalam melindungi keamanan dan kesehatan
seluruh anggota keluarga serta menjamin pemenuhan kebutuhan
perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara memelihara dan
merawat anggota keluarga sertaa mengenali kondisi sakit tiap anggota
keluarga.
4) Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,
pangan , papan dan kebutuhan lainnya melalui kefektifan sumber dana
keluarga, mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan
keluarga, pengaturan pengahasilan keluarga, menabung untuk
memenuhi kebutuhan keluarga.
5) Fungsi biologis
Fungsi biologis bukan hanya ditujkkan untuk meneruskan kturunan
tetapi untuk memlihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan
generasi selanjutnya.
6) Fungsi psikologis
Fungsi psikologis trerlihat bagaimana keluarga memberikan kasih
sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota
keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan
memberikan identitas keluarga
7) Fungsi pendidikan
Diberikan keluarga dalam rangka memberikan pengetahuan
ketrampilan membntuk prilau anak mempersiapkan anak ujtuk
kehidupan dewasa mendidik anak seuai dengan timgkatan
perkembangannya.

Anda mungkin juga menyukai