Anda di halaman 1dari 4

Stigma Negatif Masyarakat Terhadap Gangguan Mental di Indonesia dan

Bagaimana Mahasiswa Dapat Mengatasinya

Topik mengenai kesehatan mental di Indonesia masih belum mendapat perhatian


yang cukup dari masyarakat. Masih banyak orang awam yang tidak
mengindahkan dan menganggap remeh tentang kesehatan mental. Padahal
kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, kedua hal tersebut pun
saling berkaitan dan saling mempengaruhi.

Mahasiswa sebagai agent of change diharapkan dapat mengubah mindset negatif


masyarakat tentang gangguan mental dan meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya kesehatan mental.

Kesehatan mental merupakan kondisi dimana individu terbebas dari segala bentuk
gejala-gejala gangguan mental. Sedangkan, gangguan mental adalah kondisi
dimana individu menderita gangguan psikologis dan emosional yang berlebihan
dan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

Menurut data Riskesdas 2013, prevalensi gangguan mental emosional dengan


gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta
orang, sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat mencapai 400.000 orang.
Walaupun jumlahnya tidak mencapai 10% dari jumlah penduduk Indonesia, hal
ini patut menjadi perhatian umum dan penderita dapat mengakses kebutuhan
medis dengan mudah.

Stigma negatif masyarakat terhadap gangguan mental inilah yang menyebabkan


sulitnya kesehatan mental dianggap penting di Indonesia. Perspektif masyarakat
yang negatif dan masih mengkaitkan gangguan mental dengan hal gaib
menyebabkan banyak orang yang berobat kepada oknum yang tidak seharusnya,
seperti dukun atau orang pintar. Padahal akses pengobatan untuk penderita
gangguan mental sudah mudah diakses bagi masyarakat umum.
Keluarga atau kerabat penderita meyakini bahwa orang yang menderita gangguan
mental adalah orang yang aneh dan memalukan, aib, dan layak dikucilkan.
Mereka juga bisa jadi beranggapan kalau penderita gangguan mental tidak akan
sembuh, dan karena itu mereka tidak mencoba menyembuhkan penderita dan
penderita malah dipasung dan diasingkan di rumahnya sendiri.

Perlakuan tidak menyenangkan dari pihak keluarga pada penderita gangguan


mental dapat menghambat penyembuhan dan malah memperparah keadaan mental
dan fisik penderita. Perlakuan tidak menyenangkan ini pun, jika dilakukan, telah
melanggar hak asasi manusia si penderita. Penderita gangguan jiwa layak hidup
dan mendapat fasilitas seperti orang yang sehat.

Stigma negatif ini dapat dihilangkan dengan penanaman wawasan kepada


masyarakat secara bertahap. Karena, jika dilakukan hanya sekali saja, masyarakat
tidak akan mengindahkan informasi tersebut, dan perspektif mereka tidak akan
berubah. Perlu proses panjang yang berbobot agar perspektif masyarakat dapat
berubah dan stigma negatif tentang penderita gangguan mental dapat beralih
positif.

Pengubahan perspektif ini bukanlah cara yang instan dan mudah direalisasi,
namun cara ini menjanjikan hasil yang memuaskan dan akan membawa manfaat
dalam jangka panjang. Perspektif masyarakat Indonesia yang cenderung
tradisional, menjunjung tinggi adat istiadat nenek moyang dan kepercayaan gaib
akan sulit berubah jika dihadapkan langsung dengan hal yang bertentangan
dengan apa yang mereka percayai.

Mahasiswa dapat melakukan edukasi dan penyebaran informasi secara bertahap


kepada masyarakat melalui media sosial atau secara langsung. Cara tatap muka
langsung akan lebih efektif menjangkau berbagai lapisan dalam masyarakat dan
masyarakat bisa dipandu agar lebih mengerti dan paham akan masalah mental.
Cara tatap muka ini dapat dilakukan dengan cara:

1. Melakukan Sosialisasi ke Balai Kota


Sosialisasi ini merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan mahasiswa
untuk mengedukasi masyarakat mengenai masalah kesehatan mental. Acara ini
dapat dibuat semenarik mungkin dan sebermanfaat mungkin agar acara berjalan
lancar dan efektif, juga supaya masyarakat dapat mengambil faedah dan ilmu
dalam acara ini.

2. Melakukan Kunjungan Edukasi ke Berbagai Komunitas


Melakukan kunjungan dengan tujuan edukasi yang diarahkan pada berbagai
komunitas dapat membangkitkan kepedulian masyarakat terhadap masalah
kesehatan mental. Dengan jangkauan masyarakat yang lebih luas dan terperinci
maka penyebaran informasi mengenai masalah kesehatan mental pun menjadi
lebih menyeluruh dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

Kesehatan mental adalah hal yang harus diperhatikan oleh semua orang dan
gangguan mental merupakan hal yang perlu diobati. Seseorang dengan gangguan
mental bukanlah orang yang pantas dijauhi dan orang yang menakutkan.
Pentingnya edukasi masalah kesehatan mental yang dapat dilakukan mahasiswa
kepada seluruh lapisan masyarakat dapat mengubah stigma negatif terhadap
penderita gangguan mental di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peran Keluarga Dukung


Kesehatan Jiwa Masyarakat. Diakses 19 September 2018, dari
http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-dukung-
kesehatan-jiwa-masyarakat.html.

Lubis, N., Krisnani, H., & Fedryansyah, M. (2014). Pemahaman Masyarakat


Mengenai Gangguan Jiwa dan Keterbelakangan Mental. Jurnal Universitas
Padjajaran, 4, 137-142. Diakses dari
jurnal.unpad.ac.id/share/article/download/13073/5958.

Putri, A. W., Wibhawa, B., & Gutama, A. S. (2015). Kesehatan Mental


Masyarakat Indonesia (Pengetahuan, dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap
Gangguan Kesehatan Mental). Jurnal Universitas Padjajaran, 2, 252-257.
Diakses dari http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/viewFile/13535/6321.

Anda mungkin juga menyukai