PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja produktif dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Dengan pengertian tersebut maka
dapat dipahami bahwa setiap individu yang “tidak dapat berkembang” secara
fisik, mental, spiritual dan sosial maka dapat dikatakan orang yang memiliki
masalah kejiwaan, atau sering disebut Orang Dengan Masalah Kejiwaan
(ODMK). Setiap individu ODMK berpotensi mengalami gangguan jiwa atau
disabilitas psikososial yang berpengaruh pada gangguan dalam pikiran, perilaku
dan perasaan seperti depresi, bipolar disorder , skizofrenia dan katatonia. Orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam
pikiran , perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan
gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.1
1
UU no 18 tahun 2014
1
terkoordinasi, berkelanjutan dan efektif, membina hubungan lintas sektor,
melakukan pembagian wilayah pelayanan dan bertanggung jawab terhadap
kondisi kesehatan jiwa diseluruh wilayah kerjanya.2 Pengelolaan dan
penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa bertujuan :
Menurut data WHO (2016) , terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi,
60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
demensia. Di Indonesia , dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial
dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang3
2
UU no 18 tahun 2014
3
Infokesonline.com
2
gangguan jiwa mencapai 0,17% dari jumlah penduduk dengan proporsi rumah
tangga yang pernah memasung anggota keluarga yang gangguan jiwa berat
sebesar 14,3% dan terbanyak di lingkungan pedesaan. Tindakan pemasungan
dilakukan secara tradisional dengan menggunakan kayu atau rantai pada kaki,
tetapi juga tindakan pengekangan yang membatasi gerak, pengisolasian termasuk
mengurung dan penelantaran. Menteri sosial Khofifah Indar parawansa
menyampaikan bahwa target “ hingga Desember 2017 Indonesia akan bebas kasus
pemasungan orang sakit jiwa” . semua dinas di kawasan yang terdata banyak
kasus pemasungan sudah diperintahkan untk menggiatkan upaya ini. 4
B. TUJUAN
4
http://www.dw.com/id/indonesia-canangkan -bebas-pemasungan-orang-sakit-jiwa
5
RISKESDAS tahun 2013
3
1. Tujuan jangka panjang : Tercapainya derajad kesehatan jiwa masyarakat puri
secara optimal
Bab II
4
ISI
1. DATA PERMASALAHAN
1. Dari hasil pendataan yang dilakukan di Wilayah Puskesmas Puri
kabupaten Mojokerto terdapat 22 orang dengan gangguan jiwa berat
( skizofrenia ) pada tahun 2013 dan meningkat 27 orang pada tahun 2015
serta tetap pada tahun 2016 sebanyak 50 orang dan 5 kasus pasung yang
terjadi di dua desa yaitu desa M dan B
grafi k 1
60
50
40
30
20
10
0
2015 2016 2017
2. Pendataan penderita ODGJ ini dilakukan secara pasif setiap bulan oleh
pemegang program jiwa dengan cara merekap kunjungan pasien yang
mengambil obat di puskesmas, pasien yang meminta pelayanan rujukan
5
di puskesmas dan laporan berkala dari bidan desa, perawat desa atau
kader kesehatan tiap bulan.
3. Sebelum ada inovasi, masalah kesehatan jiwa merupakan sebuah
program jiwa yang bersifat pasif. Stigma masyarakat bahwa sakit jiwa
tidak dapat disembuhkan dan merupakan penyakit keturunan sangat kuat.
Keterbatasan ekonomi, rendahnya pendidikan dan pengetahuan sehingga
menjadikan penanganan yang salah yaitu dengan pasung sebagai pilihan
termudah dan termurah bagi keluarga. Dengan memasung penderita
maka keluarga tidak terbebani secara ekonomi , tidak terganggu aktifitas
kesehariannya dan merasa aman karena orang dengan gangguan jiwa
( ODGJ) tidak keluyuran dan membahayakan diri sendiri dan atau
menyakiti orang lain di sekitarnya.
4. Keterbatasan akses pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan
pengetahuan dan ketrampilan sehingga pelayanan yang diberikan hanya
berupa pelayanan rujukan atau pengobatan rawat jalan jika penderita
ODGJ telah mendapat terapi dokter spesialis kejiwaan dengan catatan
jika obat tersebut tersedia di puskesmas. Penderita ODGJ setelah
penanganan di Rumah sakit jiwa banyak yang tidak berobat teratur
karena latar belakang keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa
berat memiliki ekonomi menengah ke bawah dengan tingkat pendidikan
dan tingkat pengetahuan rendah sehingga faktor biaya dan kesulitan
akses sehingga saat pulang berpotensi kambuh dan terjadi pemasungan
kembali sehingga hak Orang dengan Masalah kejiwaan ( ODMK) dan
Orang Dengan gangguan Jiwa ( ODGJ) sering terabaikan secara sosial.
5. Deteksi dini yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan kader kesehatan
mengenai kasus Orang dengan masalah kejiwaan masih kurang. Hal ini
disebabkan karena Kurangnya pengetahuan kader kesehatan dan Petugas
Kesehatan mengenali Orang dengan Masalah Kejiwaan dan jenis –
jenisnya yang perlu dilaporkan tiap bulan.
6
6. Pendataan riil Orang Dengan Gangguan Jiwa ( ODGJ) tidak mudah
dilakukan karena faktor sosial yaitu keluarga merasa malu dan
disembunyikan keluarga karena masih kuatnya stigma dan diskriminasi
terhadap ODGJ sehingga penanganan ODGJ jika hanya ODGJ bersifat
berat dan membahayakan. Hal ini juga karena kurangnya pengetahuan
masyarakat, keluarga pasien dan aparat pemerintahan desa mengenai
penanganan Orang Dengan gangguan Jiwa dan perlunya pendampingan
dan pengawasan lagi saat mereka kembali setelah menjalani pengobatan
di Rumah sakit Jiwa atau Pondok Jiwa.
2. KARYA INOVASI YANG DILAKUKAN
Berdasarkan hasil analisa selama 2 tahun terakhir (tahun 2015 dan tahun
2016) maka perlu dilakukan perbaikan pelayanan kesehatan jiwa di
puskesmas dengan membuat inovasi yang melibatkan komponen masyarakat
sehingga pelayanan kesehatan jiwa dapat diwujudkan secara optimal. Inovasi
yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa ini meliputi
hal sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
Dokter puskesmas melakukan advokasi mengenai permasalahan
ODGJ di kecamatan Puri dan mengajukan usulan rencana alur
pelayanan kesehatan jiwa . Kepala puskesmas menyetujui dan
menerbitkan Surat keputusan kepala Puskesmas.
Dokter puskesmas bersama pemegang program jiwa membuat tata
laksana awal atau Standar operasional prosedur penanganan pasien
pasien gangguan kesehatan jiwa baru atau pasien lama yang
mengamuk di desa.
Kepala puskesmas melakukan sosialisasi dan advokasi kepada lintas
sektor saat rapat mini lokakarya lintas sektor bulan Maret tahun 2017
2. Tahap pelaksanaan
7
Dokter Puskesmas melakukan sosialisasi kepada pemegang program
jiwa dan seluruh tenaga kesehatan yang ada di desa dan sasaran
awalnya terutama dititikberatkan terutama pada desa M karena pada
awal 2017 terdata 18 orang penderita ODGJ dari 50 orang penderita
ODGJ d kecamatan Puri.
Perubahan sistem pelayanan pengobatan yang awalnya terpusat di
puskesmas dan pemantauan minum obat yang awalnya dilakukan
keluarga beralih dilakukan oleh kader dan petugas kesehatan yang
ada di desa
Dokter puskesmas memberikan delegasi wewenang dalam
menangani pasien gangguan jiwa kepada petugas kesehatan di desa
dengan cara pendelegasian pemberian pengobatan kepada petugas
kesehatan di desa dengan mengacu resep yang sudah dokter
puskesmas buat. Dengan demikian obat dapat diambil di pos
kesehatan desa atau puskesmas pembantu. Jika keluarga tidak
mengambil obat maka perawat desa atau bidan desa akan melakukan
kunjungan rumah serta mengantarkan langsung obat ke rumah
pasien.
Penyediaan obat yang cukup di Puskesmas. Obat – obat yang
tersedia di puskesmas merupakan obat yang diberikan gratis dari
pemerintah. Obat obat ini merupakan obat daftar G sehingga dalam
peresepan harus melalui dokter puskesmas. Obat – obat ini dapat
diberikan baik pada pasien kepesertaan jaminan Kesehatan Nasional,
Pasien dengan Jaminan kesehatan daerah ataupun Pasien umum.
Pelatihan kader jiwa untuk pembentukan posyandu jiwa telah
dilakukan dan pemegang program jiwa secara aktif melakukan
sosialisasi dan koordinasi dengan jejaring petugas kesehatan di desa
untuk melakukan kunjungan rumah berkala untuk menilai kepatuhan
8
minum obat dan proses rehabilitasi dan melakukan deteksi dini kasus
ODMK
Menugaskan 18 petugas kesehatan di desa untuk mengikuti pelatihan
pelayanan kesehatan jiwa.
Peningkatan dan penguatan Kerja sama lintas sektor meliputi
kecamatan, polsek, koramil, dinas sosial dan aparat pemerintahan
desa dalam evakuasi pasung dan pengobatan pasien ODGJ ke
puskesmas atau ke rumah sakit
3. Tahap monitoring dan evaluasi
Pemegang program jiwa melakukan pengawasan berkala tiap bulan
terutama pada kasus ODGJ berat
Bidan desa dan perawat desa melakukan kunjungan rumah penderita
ODGJ untuk melihat kepatuhan minum obat dan respon pengobatan
dan melaporkan kepada pemegang program jiwa untuk diteruskan
kepada dokter puskesmas.
Sosialisasi dan penyuluhan terus dilakukan agar seluruh petugas
puskesmas mengerti dan paham mengenai tata laksana dan alur
penanganan kasus baru Orang dengan gangguan jiwa atau kasus
lama yang mengamuk sehingga Petugas kesehatan di desa akan
cepat tanggap menangani jika ada pasien baru atau pasien lama yang
mengamuk atau jika ada kasus pemasungan
Kegiatan ini akan di awasi terus dan di follow up oleh dokter
puskesmas setiap 3 bulan.
9
Bagan Tata Laksana Penanganan ODGJ
10
BAB III
11
BAB IV
KESIMPULAN
SARAN
12
BAB V
PENUTUP
Demikianlah makalah karya tulis dengan tema peran dokter umum dalam
mendukung program indonesia sehat dengan pendekatan keluarga yaitu dengan
gesang jiwa puri ( gerakan sayang jiwa puri) saya buat. Tentu saja makalah ini
banyak keterbatasan karena kurangnya pengetahuan penulis dan referensi yang
kurang. Saya berharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan sistem
dan penulisan makalah ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.
13
DAFTAR PUSTAKA
14