Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Kesehatan jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja produktif dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Dengan pengertian tersebut maka
dapat dipahami bahwa setiap individu yang “tidak dapat berkembang” secara
fisik, mental, spiritual dan sosial maka dapat dikatakan orang yang memiliki
masalah kejiwaan, atau sering disebut Orang Dengan Masalah Kejiwaan
(ODMK). Setiap individu ODMK berpotensi mengalami gangguan jiwa atau
disabilitas psikososial yang berpengaruh pada gangguan dalam pikiran, perilaku
dan perasaan seperti depresi, bipolar disorder , skizofrenia dan katatonia. Orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) adalah orang yang mengalami gangguan dalam
pikiran , perilaku dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan
gejala dan atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.1

Upaya kesehatan jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat


kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga , dan masyarakat
dengan pendekatan promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif yang
diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu,dan berkesinambungan oleh
pemerintah, Pemerintah daerah dan / atau masyarakat. Upaya Kesehatan jiwa
berdasarkan UU no 18 tahun 2014 dengan berazaskan keadilan, perikemanusiaan,
manfaat, transparansi, akuntabilitas, komprehensif , perlindungan dan non
diskriminasi dan Penyelenggaraan kesehatan jiwa dengan menerapkan prinsip-
prinsip keterjangkauan, keadilan, perlindungan hak asasi manusia, terpadu,

1
UU no 18 tahun 2014
1
terkoordinasi, berkelanjutan dan efektif, membina hubungan lintas sektor,
melakukan pembagian wilayah pelayanan dan bertanggung jawab terhadap
kondisi kesehatan jiwa diseluruh wilayah kerjanya.2 Pengelolaan dan
penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa bertujuan :

1. Menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik ,


menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari tekanan dan
ketakutan lain yang dapat mengganggu kesehatan Jiwa.
2. Menjamin setiap orang dapat mengembangkan potensi kecerdasan
3. Memberikan perlindungan dan menjamin pelayanan kesehatan jiwa bagi
ODMK dan ODGJ berdasarkan hak asasi manusia.
4. Memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif dan
berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif bagi penderita ODGJ dan ODMK
5. Menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam upaya
kesehatan Jiwa.
6. Meningkatkan mutu upaya kesehatan jiwa sesuai dengan perkembangan
ilmu dan teknologi; dan
7. Memberikan kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk dapat
memperoleh haknya sebagai Warga Negara Indonesia.

Menurut data WHO (2016) , terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi,
60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena
demensia. Di Indonesia , dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial
dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus
bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan
produktivitas manusia untuk jangka panjang3

Kesehatan jiwa masih menjadi masalah yang serius di Indonesia.


Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 disebutkan bahwa angka

2
UU no 18 tahun 2014
3
Infokesonline.com
2
gangguan jiwa mencapai 0,17% dari jumlah penduduk dengan proporsi rumah
tangga yang pernah memasung anggota keluarga yang gangguan jiwa berat
sebesar 14,3% dan terbanyak di lingkungan pedesaan. Tindakan pemasungan
dilakukan secara tradisional dengan menggunakan kayu atau rantai pada kaki,
tetapi juga tindakan pengekangan yang membatasi gerak, pengisolasian termasuk
mengurung dan penelantaran. Menteri sosial Khofifah Indar parawansa
menyampaikan bahwa target “ hingga Desember 2017 Indonesia akan bebas kasus
pemasungan orang sakit jiwa” . semua dinas di kawasan yang terdata banyak
kasus pemasungan sudah diperintahkan untk menggiatkan upaya ini. 4

Pada tahun 2013 di kabupaten Mojokerto dengan luas wilayah 969,36


kilometer persegi dengan jumlah penduduk 1.162.630 jiwa, estimasi ODGJ
sebanyak 1976 jiwa (0,17% x 1.162.630) dan estimasi pasung sebanyak 282 kasus
pasung (14,3% x ODGJ) . Pada tahun 2013 dinas kesehatan kabupaten Mojokerto
belum ada data Riil tentang jumlah ODGJ , termasuk kasus pasung.5

Berdasarkan data kesehatan di kecamatan puri pada tahun 2013 jumlah


penduduk 70.158 orang dengan penderita ODMK tahun 2013 sebanyak 109 jiwa
dengan jumlah kasus ODGJ 22 orang. Data tersebut bertambah setiap tahun dan
pada tahun 2016 dilaporkan terdapat 50 orang penderita ODGJ dengan 5 kasus
pasung yang terdapat pada 2 desa.

B. TUJUAN

4
http://www.dw.com/id/indonesia-canangkan -bebas-pemasungan-orang-sakit-jiwa
5
RISKESDAS tahun 2013
3
1. Tujuan jangka panjang : Tercapainya derajad kesehatan jiwa masyarakat puri
secara optimal

2. Tujuan jangka pendek

a. Menjadikan kecamatan Puri bebas Pasung

b. Seluruh penderita ODGJ mendapatkan penanganan yang tepat

c. Tercapainya angka penemuan gangguan jiwa/ gangguan perilaku sesuai


target.

d. Meningkatnya pemahaman dan pengetahuan tenaga kesehatan di desa


tentang penatalaksanaan dan penanganan ODMK

e. Meningkatkan pemahaman, penerimaan dan peran serta masyarakat


terhadap Kesehatan Jiwa

Bab II
4
ISI

1. DATA PERMASALAHAN
1. Dari hasil pendataan yang dilakukan di Wilayah Puskesmas Puri
kabupaten Mojokerto terdapat 22 orang dengan gangguan jiwa berat
( skizofrenia ) pada tahun 2013 dan meningkat 27 orang pada tahun 2015
serta tetap pada tahun 2016 sebanyak 50 orang dan 5 kasus pasung yang
terjadi di dua desa yaitu desa M dan B

grafi k 1
60

50

40

30

20

10

0
2015 2016 2017

skizofrenia dan gangguan psikotik kronik gangguan psikotik akut


Gangguan bipolar

Grafik 1 menggambarkan peningkatan kasus ODGJ dari tahun 2015


sampai tahun 2017. Angka 50 kasus masih dibawah angka RISKESDAS tahun
2013 yaitu 0,17% dari jumlah penduduk. Tahun 2016 jumlah penduduk
kecamatan puri sebesar 66.125 jiwa. Dan angka kejadian pasung dibawah 14,3%
dari jumlah ODGJ. Akan tetapi kasus pasung yang terjadi di kecamatan puri
bervariasi lama waktu kejadiannnya mulai dari setahun sampai 32 tahun.

2. Pendataan penderita ODGJ ini dilakukan secara pasif setiap bulan oleh
pemegang program jiwa dengan cara merekap kunjungan pasien yang
mengambil obat di puskesmas, pasien yang meminta pelayanan rujukan
5
di puskesmas dan laporan berkala dari bidan desa, perawat desa atau
kader kesehatan tiap bulan.
3. Sebelum ada inovasi, masalah kesehatan jiwa merupakan sebuah
program jiwa yang bersifat pasif. Stigma masyarakat bahwa sakit jiwa
tidak dapat disembuhkan dan merupakan penyakit keturunan sangat kuat.
Keterbatasan ekonomi, rendahnya pendidikan dan pengetahuan sehingga
menjadikan penanganan yang salah yaitu dengan pasung sebagai pilihan
termudah dan termurah bagi keluarga. Dengan memasung penderita
maka keluarga tidak terbebani secara ekonomi , tidak terganggu aktifitas
kesehariannya dan merasa aman karena orang dengan gangguan jiwa
( ODGJ) tidak keluyuran dan membahayakan diri sendiri dan atau
menyakiti orang lain di sekitarnya.
4. Keterbatasan akses pelayanan kesehatan di puskesmas. Keterbatasan
pengetahuan dan ketrampilan sehingga pelayanan yang diberikan hanya
berupa pelayanan rujukan atau pengobatan rawat jalan jika penderita
ODGJ telah mendapat terapi dokter spesialis kejiwaan dengan catatan
jika obat tersebut tersedia di puskesmas. Penderita ODGJ setelah
penanganan di Rumah sakit jiwa banyak yang tidak berobat teratur
karena latar belakang keluarga pasien yang mengalami gangguan jiwa
berat memiliki ekonomi menengah ke bawah dengan tingkat pendidikan
dan tingkat pengetahuan rendah sehingga faktor biaya dan kesulitan
akses sehingga saat pulang berpotensi kambuh dan terjadi pemasungan
kembali sehingga hak Orang dengan Masalah kejiwaan ( ODMK) dan
Orang Dengan gangguan Jiwa ( ODGJ) sering terabaikan secara sosial.
5. Deteksi dini yang dilakukan oleh petugas kesehatan dan kader kesehatan
mengenai kasus Orang dengan masalah kejiwaan masih kurang. Hal ini
disebabkan karena Kurangnya pengetahuan kader kesehatan dan Petugas
Kesehatan mengenali Orang dengan Masalah Kejiwaan dan jenis –
jenisnya yang perlu dilaporkan tiap bulan.

6
6. Pendataan riil Orang Dengan Gangguan Jiwa ( ODGJ) tidak mudah
dilakukan karena faktor sosial yaitu keluarga merasa malu dan
disembunyikan keluarga karena masih kuatnya stigma dan diskriminasi
terhadap ODGJ sehingga penanganan ODGJ jika hanya ODGJ bersifat
berat dan membahayakan. Hal ini juga karena kurangnya pengetahuan
masyarakat, keluarga pasien dan aparat pemerintahan desa mengenai
penanganan Orang Dengan gangguan Jiwa dan perlunya pendampingan
dan pengawasan lagi saat mereka kembali setelah menjalani pengobatan
di Rumah sakit Jiwa atau Pondok Jiwa.
2. KARYA INOVASI YANG DILAKUKAN
Berdasarkan hasil analisa selama 2 tahun terakhir (tahun 2015 dan tahun
2016) maka perlu dilakukan perbaikan pelayanan kesehatan jiwa di
puskesmas dengan membuat inovasi yang melibatkan komponen masyarakat
sehingga pelayanan kesehatan jiwa dapat diwujudkan secara optimal. Inovasi
yang dilakukan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan jiwa ini meliputi
hal sebagai berikut :
1. Tahap persiapan
 Dokter puskesmas melakukan advokasi mengenai permasalahan
ODGJ di kecamatan Puri dan mengajukan usulan rencana alur
pelayanan kesehatan jiwa . Kepala puskesmas menyetujui dan
menerbitkan Surat keputusan kepala Puskesmas.
 Dokter puskesmas bersama pemegang program jiwa membuat tata
laksana awal atau Standar operasional prosedur penanganan pasien
pasien gangguan kesehatan jiwa baru atau pasien lama yang
mengamuk di desa.
 Kepala puskesmas melakukan sosialisasi dan advokasi kepada lintas
sektor saat rapat mini lokakarya lintas sektor bulan Maret tahun 2017

2. Tahap pelaksanaan

7
 Dokter Puskesmas melakukan sosialisasi kepada pemegang program
jiwa dan seluruh tenaga kesehatan yang ada di desa dan sasaran
awalnya terutama dititikberatkan terutama pada desa M karena pada
awal 2017 terdata 18 orang penderita ODGJ dari 50 orang penderita
ODGJ d kecamatan Puri.
 Perubahan sistem pelayanan pengobatan yang awalnya terpusat di
puskesmas dan pemantauan minum obat yang awalnya dilakukan
keluarga beralih dilakukan oleh kader dan petugas kesehatan yang
ada di desa
 Dokter puskesmas memberikan delegasi wewenang dalam
menangani pasien gangguan jiwa kepada petugas kesehatan di desa
dengan cara pendelegasian pemberian pengobatan kepada petugas
kesehatan di desa dengan mengacu resep yang sudah dokter
puskesmas buat. Dengan demikian obat dapat diambil di pos
kesehatan desa atau puskesmas pembantu. Jika keluarga tidak
mengambil obat maka perawat desa atau bidan desa akan melakukan
kunjungan rumah serta mengantarkan langsung obat ke rumah
pasien.
 Penyediaan obat yang cukup di Puskesmas. Obat – obat yang
tersedia di puskesmas merupakan obat yang diberikan gratis dari
pemerintah. Obat obat ini merupakan obat daftar G sehingga dalam
peresepan harus melalui dokter puskesmas. Obat – obat ini dapat
diberikan baik pada pasien kepesertaan jaminan Kesehatan Nasional,
Pasien dengan Jaminan kesehatan daerah ataupun Pasien umum.
 Pelatihan kader jiwa untuk pembentukan posyandu jiwa telah
dilakukan dan pemegang program jiwa secara aktif melakukan
sosialisasi dan koordinasi dengan jejaring petugas kesehatan di desa
untuk melakukan kunjungan rumah berkala untuk menilai kepatuhan

8
minum obat dan proses rehabilitasi dan melakukan deteksi dini kasus
ODMK
 Menugaskan 18 petugas kesehatan di desa untuk mengikuti pelatihan
pelayanan kesehatan jiwa.
 Peningkatan dan penguatan Kerja sama lintas sektor meliputi
kecamatan, polsek, koramil, dinas sosial dan aparat pemerintahan
desa dalam evakuasi pasung dan pengobatan pasien ODGJ ke
puskesmas atau ke rumah sakit
3. Tahap monitoring dan evaluasi
 Pemegang program jiwa melakukan pengawasan berkala tiap bulan
terutama pada kasus ODGJ berat
 Bidan desa dan perawat desa melakukan kunjungan rumah penderita
ODGJ untuk melihat kepatuhan minum obat dan respon pengobatan
dan melaporkan kepada pemegang program jiwa untuk diteruskan
kepada dokter puskesmas.
 Sosialisasi dan penyuluhan terus dilakukan agar seluruh petugas
puskesmas mengerti dan paham mengenai tata laksana dan alur
penanganan kasus baru Orang dengan gangguan jiwa atau kasus
lama yang mengamuk sehingga Petugas kesehatan di desa akan
cepat tanggap menangani jika ada pasien baru atau pasien lama yang
mengamuk atau jika ada kasus pemasungan
 Kegiatan ini akan di awasi terus dan di follow up oleh dokter
puskesmas setiap 3 bulan.

Dengan pengobatan dan pengawasan minum obat yang optimal,


komprehensif dan berkesinambungan maka kondisi pasien gangguan jiwa
akan membaik, stabil dan bisa kembali ke tengah masyarakat menjadi
pribadi yang produktif dan tidak ada pemasungan kembali sehingga bisa
terwujud mojokerto bebas pasung tahun 2018.

9
Bagan Tata Laksana Penanganan ODGJ

Penderita ODGJ di desa Kader / masyarakat Bidan desa / perawat


desa

Rujuk RS atau evakuasi ke RSJ Dokter Puskesmas


( evaluasi )

3. HASIL YANG DICAPAI


Hasil yang dicapai setelah dilakukan perubahan sistem ini adalah pada
tahun 2017 Angka kasus pasung dari 5 kasus menjadi puri bebas pasung
dengan kerja sama lintas sektor dalam proses advokasi dan evakuasi serta
pembiayaan ke Rumah sakit. 2 orang pasien ODGJ setelah 1 bulan di Rumah
sakit jiwa malang setelah kembali ke keluarga bisa bekerja serabutan sebagai
buruh tani dan mengambil obat mandiri dan rutin rutin ke puskesmas. Selain
itu pasien ODGJ bisa mendapatkan pengobatan yang baik dan teratur serta
mendapat pengawasan berkala oleh petugas dan kader kesehatan di desa.

10
BAB III

RENCANA TINDAK LANJUT

Rencana Tindak Lanjut Gerakan Sayang Jiwa Puri ini adalah :

1. Mengaktifkan posyandu jiwa atau paguyupan jiwa dengan tujuan


mendukung proses rehabilitasi dan fokus awal di desa M ( tahun 2018)
dengan pertimbangan jumlah penderita ODGJ terbanyak. Kegiatan yang
dilakukan pada paguyupan jiwa atau posyandu jiwa ini selain pemeriksaan
kesehatan, pengambilan obat juga pemberian ketrampilan yang mudah agar
paenderita ODGJ dapat melakukan kerja mandiri dan pikirannya tidak
melamun.
2. Advokasi dan sosialisasi ke tingkat kecamatan untuk dibentuk tim reaksi
cepat dan pemantau penderita ODGJ dengan melibatkan aparat
pemerintahan kecamatan dan aparat pemerintahan desa dan penerbitan SK
oleh Camat.
3. Dokter puskesmas secara berkala melakukan kunjungan rumah penderita
ODGJ tiap bulan per desa untuk menilai respon pengobatan dan
perencanaan pengelolaan selanjutnya.
4. Peningkatan mutu layanan primer dengan pelatihan singkat dan
berkelanjutan mengenai tata laksana penanganan Orang Dengan Gangguan
Jiwa baik oleh dokter pusesmas ( intern) maupun mengundang narasumber
dokter spesialis Kejiwaan.
5. Penguatan jejaring Puskesmas seperti klinik swasta, Bidan praktek mandiri
untuk secar aktif dalam melakukan deteksi dini Orang Dengan Masalah
Kejiwaan

11
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

1. Melalui sistem ini diharapkan pengawasan pengobatan jiwa berjalan dengan


baik dan mempermudah akses Orang dengan gangguan jiwa atau
keluarganya untuk memperoleh pengobatan
2. Deteksi dini jika ada penemuan pasien baru dapat terdata dengan cepat
untuk dilakukan penanganan awal
3. Sistim dapat terlaksana dengan baik dengan dukungan dan penguatan lintas
sektor dan kerja tim
4. Peran serta masyarakat merupakan aspek penting dalam mendung
keberhasilan program ini

SARAN

1. Penyuluhan secara berkelanjutan untuk meningkatkan pengetahuan


masyarakat tentang Masalah Kejiwaan
2. Pendekatan persuasif kepada Tokoh masyarakat agar membantu
menghilangkan stigma ODGJ dan diskriminasi
3. Penguatan tim jejaring lintas sektor dalam penanganan ODGJ dan ODMK
melalui Mou bersama dalam mini lokakarya tribulan puskesmas.

12
BAB V

PENUTUP

Demikianlah makalah karya tulis dengan tema peran dokter umum dalam
mendukung program indonesia sehat dengan pendekatan keluarga yaitu dengan
gesang jiwa puri ( gerakan sayang jiwa puri) saya buat. Tentu saja makalah ini
banyak keterbatasan karena kurangnya pengetahuan penulis dan referensi yang
kurang. Saya berharap kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan sistem
dan penulisan makalah ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anonim .2016. Pemerintah indonesia canangkan bebas pemasungan orang sakit


jiwa 2017 , 30 maret 2016 diakses melalui http://www.dw.com/id/indonesia-
canangkan -bebas- pemasungan-orang-saki-jiwa pada tanggal 19 februari 2018.
Anonim.2016. Informasi dan artikel kesehatan.SPM:10. Pelayanan kesehatan orang
dengan Gangguan jiwa (ODGJ) berat, 30 oktober 2016 diakses melalui
http://infokesonline.com/spm-10-pelayanan-kesehatan-orang-dengan-gangguan-
jiwa-odgj-berat pada tanggal 19 februari 2018
Kementrian kesehatan RI.2013. Riset kesehatan dasar (riskesdas) 2013 , 1 Desember
2013 diakses melalui www.depkes.go.id/download/general/hasil riskesdas
2013.pdf pada tanggal 19 februari 2018
Undang-undang no 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa

14

Anda mungkin juga menyukai