Anda di halaman 1dari 8

KERANGKA ACUAN

PENDAMPINGAN KELUARGA ORANG DENGAN GANGGUAN JIWA

PUSKESMAS KARADENAN
TAHUN 2024
KERANGKA ACUAN KEGIATAN
PENDAMPINGAN KELUARGA ORANG
DENGAN GANGGUAN JIWA PUSKESMAS
KARADENAN

A. Pendahuluan
Kesehatan jiwa di dunia saat ini masih menjadi salah satu masalah
kesehatan yang signifikan, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016),
terdapat sekitar 35 juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena biopolar, 47,5
orang terkena dimensia, serta 21 juta orang terkena skizofrenia. Dengan berbagai
keanekaragaman seperti faktor biologis, psikologis, dan sosial, maka jumlah
kasus gangguan jiwa terus meningkat yang dapat berdampak pada pertambahan
beban negara dan produktivitas manusia dalam jangka panjang (Kemenkes,
2016).
Gangguan jiwa dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu gangguan jiwa
berat dan gangguan jiwa ringan. Yosep (2007) menyatakan bahwa, paling tidak
satu dari empat penduduk di dunia menderita gangguan jiwa, sedangkan saat ini
diperkirakan ada 450 juta penduduk dunia mengalami gangguan jiwa. Menurut
World Health Organizatiaon (WHO) (2016), Indonesia menduduki peringkat ke-
4 dengan penduduk terbanyak di dunia. Dan penderita gangguan jiwa di
Iondonesia yaitu sekitar 26 juta penduduk, mulai dari gangguan jiwa ringan
hingga berat. Prelevensi gangguan jiwa di Jawa Tengah mencapai 3,3 % dari
seluruh populasi yang ada. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan 2 Provinsi
Jawa Tengah tercatat ada 1.091 kasus yang mengalami gangguan jiwa
(Balitbangkes, 2008).
Menurut kementerian sosial pada tahun 2008, dari sekitar 650 penduduk
Indonesia yang mengalami gangguan jiwa berat, sekitar 30 ribu dipasung. Hasil
Riskesdas tahun 2011, bila dilihat menurut provinsi,
prevelensi gangguan jiwa berat paling tinggi ternyata terjadi di Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY) yang menunjukkan sekitar 3 dari setiap 1.000 orang
penduduk DIY mengalami gangguan jiwa berat. Hasil Riskesdas tahun 2011 juga
menunjukkan, prevelensi gangguan jiwa berat atau dalam istilah medis disebut
psikosis atau skizofrenia di daerah peKelurahanan ternyata lebih tinggi
dibandingkan daerah perkotaan. Di daerah peKelurahanan, proporsi rumah
tangga dengan minimal salah satu anggota rumah tangga mengalami gangguan
jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2 persen. Sementara di daerah
perkotaan, proporsinya hanya mencapai 10,7 persen (Depkes RI, 2011).
Pemasungan dilakukan dengan alasan agar tidak membahayakan orang lain dan
tidak menimbulkan aib dalam keluarga. Padahal menurut undang-undang Nomor
18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, pemerintah Indonesia sudah
mencanangkan bebas pemasungan karena pasung adalah tindakan yang
melanggar hukum. Menteri Dalam Negeri 11 November 1977 juga
memerintahkan kepada kepala daerah agar tidak memasung penderita gangguan
jiwa. Hal ini dilakukan untuk mewujudkan “Menuju Indonesia Bebas Pasung
2017”.
Melakukan pendampingan Orang Dengan Gangguan Jiwa memang
bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi orang tersebut adalah suami, istri, anak
atau orangtua. Berbagai reaksi muncul pada keluarga ODGJ seperti rasa marah,
bingung, cemas, merasa bersalah, putus asa dan lain-lain. Reaksi ini merupakan
reaksi alamiah yang wajar dialami oleh keluarga ODGJ sebagai dampak dari
proses pendampingan ODGJ. Akan tetapi yang perlu diperhatikan adalah reaksi
perasaan yang muncul seperti diatas tidak serta merta dapat diungkapkan kepada
ODGJ karena dapat menghambat proses penyembuhannya. Semakin banyak
pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki keluarga akan membantu untuk
mengatasi permasalahan psikologis yang dialami keluarga. Pendampingan
keluarga
ODGJ dirasa penting bagi peningkatan pengetahuan, ketrampilan serta sebagai
fasilitas bagi keluarga untuk mencurahkan perasaannya yang selama ini
dipendam sendiri.

B. Latar Belakang
Peran dan keterlibatan keluarga dalam proses penyembuhan dan perawatan
pasien gangguan jiwa sagat penting, karena peran keluarga sangat mendukung
dalam proses pemulihan penderita gangguan jiwa. Keluarga dapat mempengaruhi
nilai, kepercayaan, sikap, perilaku anggota keluarga. Disamping itu keluarga juga
mempunyai fungsi dasar memberikan kasih sayang, rasa aman, rasa memiliki dan
menyiapkan peran dewasa individu di masyarakat. Apabila terdapat gangguan
jiwa pada salah satu anggota keluarga maka dapat menyebabkan gangguan jiwa
pada anggota keluarga, karena keluarga merupakan suatu sistem yang saling
berkaitan (Nasir & Muhih, 2011).
Caregiver memiliki peran sebagai emotional support, merawat pasien
(memandikan, memakaikan baju, memberi makan, mmempersiapkan obat), 7
mengatur keuangan, membuat keputusan tentang perawatan dan berkomunikasi
dengan pelayanan kesehatan formal (Kung, et.al, 2003). Safarino (2014)
mengungkapkan, caregiver terbanyak pada skizofrenia adalah orang tua (68,6%),
orang dengan profesi caregiver bukan keluarga pasien (17,4%), pasangan (7,4%),
anak (4,1%), dan saudara kandung (2,5%).
Adanya stigma rasa malu, penyalahan lingkungan serta persepsi negatif
keluarga menimbulkan sikap dan perilaku yang menimbulkan ekspresi emosi
pada keluarga. Emosi yang tinggi pada umumnya dimiliki oleh keluarga yang
memiliki anggota keluarga gangguan jiwa, hal ini disebabkan keluarga memiliki
persepsi negatif dan perasaan terbebani oleh keberadaan anggota keluarga
yang menderita gangguan jiwa.
Dengan perasaan malu dan terbebani tersebut biasanya keluarga akan
meunjukkan emosi yang berlebih terhadap pasien, sehingga timbul perlakuan dan
perkataan kasar pada pasien. Hal ini tentu akan menimbulkan stress yang berlebih
pada pasien gangguan jiwa, sehingga tanda dan gejala akan muncul kembali dan
kemudian disebut sebagai kekambuhan atau relaps.
Pendampingan keluarga OGDJ merupakan rangkaian kegiatan dalam
rangka memberikan fasilitas bagi keluarga sebagai caregiver untuk
meningkatkan pengetahuan serta ketrampilannya dalam melakukan
pendampingan terhadap ODGJ. Beberapa rangkaian kegiatan dalam
pendampingan ODGJ ini diantaranya adalah pengetahuan tentang Skizofrenia,
tanda-tanda, faktor penyebab, pengawasan minum dan komunikasi efektif dengan
ODGJ. Kegiatan yang lain adalah family gathering, serta konseling kelompok
Pendampingan keluarga ODGJ merupakan bagian yang integral, yang
tidak dapat dipisahkan dan harus ada dan dilaksanakan, dari program kesehatan
jiwa. Pelaksanaan pendampingan dilakukan oleh perawat jiwa bersama Psikolog.
Kerangka acuan ini dimaksudkan agar petugas kesehatan mampu melaksanakan
pendampingan keluarga ODGJ dengan teknik dan metode yang benar

C. Tata Nilai Puskesmas


Puskesmas memiliki tata nilai yang diterapkan dalam pelaksanaan
kegiatan UKM. Tata Nilai tersebut adalah :
Ramah : Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun (5S) kepada
Masyarakat dan Rekan kerja

Akuntabel : Memberikan pelayanan kesehatan sesuai pedoman,


prosedur, standar pelayanan dan tarif yang ditetapkan,
serta dapat
dipertanggungjawabkan.

Disiplin : Mematuhi Prosedur dan Tepat Waktu dalam memberikan


pelayanan yang terbaik kepada Masyarakat.

Empati : Memahami perasaan penerima layanan

Nyaman : Menciptakan suasana aman dan nyaman bagi pelanggan


dan lingkungan kerja

D. Tujuan
1. Tujuan Umum : Meningkatkan peran keluarga dalam upaya pendampingan
ODGJ pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Karadenan
2. Tujuan Khusus :
a. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan keluarga tentang pelaksanaan
upaya pendampingan keluarga ODGJ.
b. Meningkatkan peran Puskesmas sebagai promotor, advokator, motivator,
pembina dan pelatih dalam perubahan perilaku keluarga menuju perilaku
yang sehat guna mendampingi ODGJ.
c. Menggalang kemitraan dengan lintas sektor dan swasta untuk mendukung
upaya penggerakan dalam perubahan perilaku keluarga dalam upaya
pendampingan ODGJ.

E. Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan


1. Petugas membuat rencana pendampingan keluarga ODGJ yang meliputi
sasaran peserta, lokasi dan target sesuai dengan kebutuhan program.
2. Petugas melakukan koordinasi dengan narasumber untuk dapat
memberikan materi sesuai dengan kompetensi masing-masing.
3. Petugas menyusun rangkaian materi yang akan diberikan dalam satu tahun,
yaitu : manajemen emosi, komunikasi efektif, pendampingan minum obat,
ketrampilan penanganan ketika gaduh
gelisah, melatih ketrampilan sosial pada ODGJ dan kesadaran minum
obat dan kontrol rutin bagi ODGJ.
4. Petugas melakukan konseling kelompok serta relaksasi dalam setiap
pertemuan bagi keluarga ODGJ.

F. Cara Melakukan Kegiatan


1. Petugas melaporkan rencana kegiatan pendampingan keluarga ODGJ
kepada Kepala Puskesmas
2. Petugas mempersiapkan kegiatan pra pendampingan yang meliputi
membuat undangan dan daftar hadir, dan mempersiapkan materi
pendampingan.
3. Pada hari yang telah ditentukan, petugas melaksanakan kegiatan
pendampingan berupa konseling kelompok, materi inti dan relaksasi.
4. Petugas membuat laporan / notulen pertemuan

G. Sasaran
1. Keluarga ODGJ, yaitu pasangan, orangtua, saudara kandung atau saudara
serumah.

H. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan


2024

N
Kegiatan
O
Sept

Nop
Ags

Des
Feb

Mar

Jun
Jan

Apr

Okt
Mei

Jul

1. Pelaksanaan 1x 1x 1x 1x
pendamping an
keluarga ODGJ
I. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Tujuan pendampingan adalah untuk mengetahui tingkat penyerapan dan
penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang diberikan oleh petugas kepada
keluarga dalam merawat ODGJ seperti ketrampilan berkomunikasi,
manajemen emosi serta pemberian obat. Evaluasi dapat dilakukan dengan
pertanyaan terbuka ataupun tertulis bila memungkinkan. Evaluasi dilakukan
setelah selesai pendampingan kesehatan dilakukan.

J. Pencatatan pelaporan dan evaluasi kegiatan


Pencatatan dilakukan setiap kali melakukan kegiatan pelatihan meIiputi
bukti daftar hadir, undangan dan notulen. Evaluasi kegiatan keseluruhan dapat
dilakukan setiap semester (6 bulan) meliputi hasil pelaksanaan, kendala dan
masalah yang ditemukan.

K. Pembiayaan
Anggaran Biaya pelaksanaan kegiatan oleh BOK Puskesmas Karadenan
tahun 2024

Ditetapkan di : Karadenan
Pada tanggal
:..................
KEPALA PUSKESMAS KARADENAN,

dr. Aniest
Pembina
Tk.1

NIP.
197504302007012004

Anda mungkin juga menyukai