Anda di halaman 1dari 11

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kesehatan jiwa bisa dikatakan sebagai suatu kondisi sehat baik emosional,
psikologis, dan juga sosial yang ditunjukkan dalam hubungan interpersonal yang
memuaskan antara individu dengan individu lainnya, memiliki koping yang efektif,
konsep diri positif dan emosi yang stabil (Videbeck, 2010). Kesehatan jiwa seseorang
dipengaruhi oleh keseimbangan dan ketidakseimbangan antar sistem. Sistem tersebut
berfungsi sebagai salah satu kesatuan yang holistik dan bukan semata-mata
merupakan penjumlahan elemen-elemenya. Sehingga kesehatan jiwa merupakan
kondisi seseorang yang merasa sehat dan bahagia, mampu menerima orang lain
sebagaimana adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang
lain. (Mangindaan, 2010).
Tidak berkembangnya koping individu secara baik dapat menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa pada seseorang. Menurut Purnama, Yani, & Titin (2016) mengatakan
gangguan jiwa adalah seseorang yang terganggu dari segi mental dan tidak bisa
menggunakan pikirannya secara normal. Gangguan jiwa merupakan manifestasi dari
bentuk penyimpangan perilaku akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan
ketidakwajaran dalam bertingkah laku. Sedangkan menurut Nasir & Muhith (2011),
mengatakan bahwa gangguan jiwa adalah keadaan adanya gangguan pada fungsi
kejiwaan, fungsi kejiwaan meliputi proses berpikir, emosi, kemauan dan perilaku
psikotomotor, termasuk bicara. Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila
ditemukan adanya gangguan pada fungsi mental yang meliputi: emosi, pikiran,
perilaku, perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya tilik diri dan persepsi sehingga
mengganggu dalam proses hidup di masyarakat.
Laporan nasional menurut Kemenkes (2013) hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia 1,7%, artinya ada sekitar
1,7 kasus gangguan jiwa berat di antara 1000 orang penduduk Indonesia. Sedangkan
hasil Riskesdas (Kemenkes, 2018), prevalensi gangguan jiwa berat menurut provinsi
(per mil) sebanyak 6,7 per 1000 orang. Artinya, dari 1.000 orang terdapat 6,7% yang
mengidap gangguan jiwa berat.
Menurut Undang – Undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2014 tentang
Kesehatan Jiwa pada pasal 8, salah satu upaya promotif dan preventif dalam
penanganan kasus gangguan jiwa adalah keterlibatan keluarga. Upaya promotif
dilingkungan keluarga dilaksanakan dalam bentuk pola asuh dan pola komunikasi
dalam keluarga yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa yang sehat.
Sedangkan untuk upaya preventif menurut pasal 13 dilaksanakan dalam bentuk
pengembangan pola asuh yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan jiwa,
komunikasi, informasi dan edukasi dalam keluarga dan kegiatan lain sesuai dengan
perkembangan masyarakat.Upaya kesehatan jiwa tentunya tidak terlepas dari peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan berkolaborasi
bersama keluarga dalam merawat pasien. Keluarga merupakan lingkungan terdekat
yang mempengaruhi kesembuhan pasien, terutama dukungan keluarga selama di
rumah sangat dibutuhkan agar pasien termotivasi untuk sembuh dan tidak kambuh
lagi. Peran perawat juga sangat dibutuhkan untuk melakukan pendidikan kesehatan
kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang efektif bagi pasien
skizofrenia baik dirumah sakit maupun dirumah (Keliat, 2011).
Keluarga sebagai orang terdekat yang mendampingi pasien dan support sistem sangat
berperan agar pasien tetap dalam kondisi stabil setelah perawatan, sehingga keluarga
perlu mengetahui dan memehami tentang cara perawatan pasien dirumah. Oleh karena
itu, sebagai satu indikator keluarga sehat adalah keluarga harus mampu merawat pasien
gangguan jiwa. Salah satu pendidikan kesehatan keluarga dalam masalah gangguan jiwa
adalah pemberian informasi dasar, yang disebut dengan psikoedukasi keluarga
(Videbeck, 2008).
Psikoeduasi keluarga merupakan salah satu bentuk dari program perawatan kesehatan
jiwa keluarga yang termasuk dari bagian terapi psikososial, dengan cara pemberian
informasi, edukasi melalui komunikasi yang terapeutik.

Tujuan dari program psikoedukasi adalah menambah pengetahuan tentang gangguan


jiwa anggota keluarga sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kambuh dan
meningkatkan fungsi keluarga. Penderita gangguan jiwa membutuhkan lingkungan
yang adekuat dalam proses pengobatannya dengan cara meningkatkan pemahaman
keluarga penderita risiko perilaku kekerasan mengenai gejala sakit, memberikan
dukungan dan dapat melakukan pemecahan masalah (Stuart & Laraia, 2008).
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memfokuskan studi pustaka pengaruh
pemberian terapi psikoedukasi pada keluarga pasien dengan gangguan jiwa.
Diharapkan dengan psikoedukasi keluarga ini pengetahuan dan kemampuan keluarga
dalam merawat pasien dapat meningkat, dan keluarga menjadi faktor yang sangat
penting dalam proses kesembuhan pasien yang mengalami gangguan jiwa, sebagai
pemberi perawatan lanjutan tidak mengalami stress bahkan depresi karena kehadiran
pasien dengan masalah gangguan jiwa dalam keluarga
Psikoedukasi keluarga adalah salah satu pengembangan dari terapi keluarga.
Pengembangan ini sebagai suatu metode edukasi bagi keluarga dengan salah satu
anggota keluarganya menderita gangguan jiwa. Psikoedukasi keluarga ini bertujuan
untuk memberikan informasi yang diperlukan serta pelatihan dalam merawat orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) (Bhattacharjee, et al., 2011).
Terapi psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan kemampuan kognitif dan
psikomotor secara bermakna dalam merawat ODGJ, dengan memberikan intervensi
yang sesuai dengan tahapan pemberian terapi psikoedukasi keluarga. Terapi
psikoedukasi keluarga dapat meningkatkan kemampuan kognitif karena dalam terapi
mengandung unsur untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang penyakit,
mengajarkan teknik yang dapat membantu keluarga untuk mengetahui gejala–gejala
penyimpangan perilaku, serta peningkatan dukungan bagi anggota keluarga itu
sendiri (Minddisorders, 2009).
Anak jalanan adalah istilah yang sudah sangat akrab bagi kita. Manakala
menyebut anak jalanan, perhatian kita akan tertuju pada sosok-sosok kumuh, dekil, liar,
nakal dan selalu hadir di perempatan jalan, tumpukan sampah, pusat-pusat hiburan,
keramaian atau terminal-terminal. Sosok anak jalanan, hingga kini merupakan manusia
yang menempati kedudukan sangat hina di mata masyarakat umum. Penampilannya
yang jorok, ekonomi keluarganya yang miskin, lingkungan pemukimannya di daerah-
daerah kumuh atau bahkan sama sekali tidak mempunyai tempat tinggal tetap,
perangainya yang liar dan sering melakukan kejahatan dan kekerasan lain anak jalanan,
menyebabkan pandangan masyarakat terhadapnya sangat rendah. Ironisnya lagi,
masyarakat bahkan tidak menganggap mereka sebagai manusia lazimnya. Sebab dalam
anggapan mereka, anak jalanan adalah sampah yang tidak lagi mempunyai masa depan,
tidak bisa diharapkan sebagai generasi penerus pembangunan dan tidak mempunyai
manfaat bagi masyarakat (Frans van Dijk, 1993;11).
Kota Makassar merupakan salah satu kota yang tak lepas dari keberadaan anak
jalanan, disetiap pemberhentian kendaraan di lampu merah, kita dapat menyaksikan
kerumunan anak jalanan yang sedang menjual koran, menjual makanan atau pun
sekedar meminta sedekah.
Hidup di bawah garis kemiskinan menyebabkan mereka harus menghabiskan
sebagian besar waktunya di jalanan, menjajakan minuman, berjualan koran, ataupun
menjadi seorang tukang parkir untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka juga
sangat rentan terhadap berbagai jenis kejahatan, seperti kekerasan, penculikan, maupun
pelecehan seksual. Perilaku atau kebiasaan lain yang muncul pada anak-anak jalanan
ialah berusaha mencari uang dengan cara apa saja sehingga sering berganti pekerjaan,
(termasuk pekerjaan yang tidak terpuji, misalnya : mencopet, merampas, menodong, dan
sebagainya), rawan terhadap obat-obatan terlarang, minuman keras, dan zat-zat adiktif
lainnya. Semua hal ini akan berdampak pada kemerosotan moral pada anak.
Pemerintah melalui berbagai usaha telah berupaya untuk mengatasi masalah-
masalah yang berkaitan dengan anak jalanan, diantaranya melalui program rumah
singgah, mobil sahabat, dan pondokan (boarding house).
Salah satu upaya yang membawa dampak positif adalah program rumah singgah
bagi anak-anak jalanan. Dalam salah satu berita yang dimuat pada Koran Jakarta,
Minggu, 18 Juli 2010, dengan judul Bersandar pada “Rumah Singgah”, dituliskan tentang
Rumah Singgah sebagai salah satu upaya untuk mengurangi jumlah anak jalanan
dengan cara memberikan fasilitas pendidikan, dan hunian secara gratis kepada anak
jalanan dan mendidik mereka menjadi anak mandiri, sehingga setelah itu mereka dapat
memperoleh tingkat kehidupan yang lebih baik.

1.2 PENGERTIAN JUDUL


Rumah Singgah untuk Orang dengan ganguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Biak
Numfor adalah tempat penampungan dan penanganan masalah pada kesehatan jiwa
dari orang dengan gangguan jiwa yang bersifat sementara dan juga memberikan
suasana yang aman dan nyaman di lingkungan masyarakat.
Rumah singgah ini juga adalah merupakan perhatian Pemerintah Daerah
Kabupaten Biak Numfor yang nyata dalam mewujudkan Biak yang Religius dan
berkarakter serta berbudaya dalam visi Bupati Kabupaten Biak Numfor., yang artinya
dengan melakukan pendampingan serta mendapatkan pengobatan harapan kita orang
dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Biak Numfor dapat teratasi dan dapat
menurunkan angka kesakitan orang dengan gangguan jiwa yang ada.

1.3 RUMUSAN MASALAH


1.3.1 Umum
Rumusan masalah secara umum mencakup:
a. Model Penampungan, Pendampingan dan pengobatan yang adekuat serta
melukan rujukan lanjutan ke Rumah Sakit Jiwa Abe pura Jayapura bagi ODGJ
yang tidak dapat di tangani berdasarkan klasifikasi yang sangat berat.
b. Kriteria anak ODGJ yang akan ditampung di dalam Rumah Singgah.
c. Sumber dana dan pengelola Rumah Singgah.
d. ….
1.3.2 Arsitektur
Rumusan masalah dalam lingkup Arsitektur mencakup beberapa hal, yaitu:
a. Menentukan lokasi dan tapak yang sesuai untuk pembangunan Rumah
Singgah yang diperuntukkan bagi orang dengan gangguan jiwa di kabupaten
Biak Numfor, dengan pertimbangan keberadaan ODGJ di tempat tertentu,
sehingga nantinya bangunan ini akan mudah dicapai oleh pihak keluarga.
b. Menganalisa program dan kebutuhan ruang yang menunjang terciptanya
Rumah Singgah yang layak dan bermanfaat bagi pemenuhan kebutuhan
penampungan, pendampingan dan pengobatan sementara.
c. Menganalisa pola hubungan ruang yang menciptakan suatu pola perilaku
positif, dimana ODGJ akan mudah dalam pengawasan, dan mendapatkan
perhatian serta perlindungan yang juga disesuaikan dengan karakteristik
tingkat masalah.
d. Mendesain bangunan Rumah Singgah dengan konsep arsitektur
berkelanjutan (Sustainable Architecture), sehingga bangunan bukan hanya
bermanfaat bagi lingkungan sosial, tapi juga bermanfaat bagi lingkungan
alam. Konsep ini juga dapat melatih ODGJ untuk lebih mencintai lingkungan
dan oarng-orang yang ada di sekitarnya.

1.4 TUJUAN DAN SASARAN PEMBAHASAN


1.4.1 Tujuan
Rumah singgah merupakan suatu upaya positif untuk membina dan mengarahkan anak-
anak jalanan. Secara umum tujuan dibentuknya rumah singgah adalah membantu anak-
anak jalanan mengatasi masalah-masalahnya dan menemukan alternatif untuk
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Sedangkan secara khusus tujuan rumah singgah
adalah (Retno LSM Seroja, 2009) :
a. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma
yang berlaku di masyarakat.
b. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau ke panti dan
lembaga pengganti jika diperlukan.
c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan
menyiapkan masa depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.

1.4.2 Sasaran
Rumah singgah ditujukan kepada anak-anak berusia 6 sampai 15 tahun yang setiap
harinya bekerja di jalanan, baik itu sebagai penjual koran, pengemis, dan sebagainya.
Mereka adalah anak-anak yang sebagian besar tidak terpenuhi haknya, karena harus
melakoni aktifitas yang tidak seharusnya sebagai seorang anak.

1.5 MANFAAT
Perencanaan dan perancangan Rumah Singgah yang berada di kota Makassar ini
akan bermanfaat bagi banyak pihak diantaranya:
a. Anak-anak jalanan khususnya akan merasakan manfaat dari keberadaan rumah
singgah ini, mereka akan terbantu dan terpenuhi haknya sebagai anak yang berhak
mendapatkan pendidikan dan keterampilan yang layak. Selain itu bagi orang tua anak
jalanan juga akan memudahkan mereka sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya yang
besar untuk menyekolahkan dan memberikan bimbingan keterampilan bagi anaknya.
b. Pemerintah sendiri akan merasakan manfaat dari keberadaan rumah singgah ini,
program ini akan membantu upaya pemerintah untuk mengurangi anak jalanan dan
menjadikan mereka sebagai generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mandiri,
selain itu juga akan berdampak pada berkurangnya kemiskinan.
c. Manfaat lain bagi masyarakat adalah mereka tidak akan merasa terganggu lagi dengan
keberadaan anak-anak ini dijalanan, selain itu rumah singgah juga dapat menjadi tempat
yang baik bagi masyarakat yang peduli terhadap anak jalanan, di rumah singgah mereka
dapat mengabdikan diri sebagai pekerja sosial maupun sebagai donatur.

1.6 LINGKUP PEMBAHASAN


Pembahasan ditekankan pada :
1. Pola hubungan ruang dengan tinjauan arsitektur, yaitu bangunan dengan fungsi
pendidikan non-formal dan unit hunian, seingga tercipta hubungan yang positif antara
sesama penghuni bangunan dan antara penghuni dan lingkungannya.
2. Konsep bangunan dan material yang digunakan sesuai dengan konsep arsitektur
berkelanjutan (Sustainable Architecture), yang menciptakan sebuah bangunan yang
aman dan nyaman bagi penghuninya.
3. Bentuk bangunan berkaitan dengan penerapan tema, sehingga memunculkan
semangat dan filosofi bangunan.

Pembahasan dibatasi pada :


1. Menghasilkan acuan perancangan fisik sesuai dengan yang ingin dicapai.
2. Prioritas pembahasan ditekankan pada pemenuhan kebutuhan fasilitas dan fungsi.

1.7 METODE PEMBAHASAN


1.7.1 Tahap Perumusan Masalah
Mengidentifikasi masalah melalui studi literatur dan observasi berdasarkan kenyataan
yang ada, data-data diperlukan untuk menunjang proses perencanaan dan
pembangunan adalah:
a. Data Lapangan
Data lapangan adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan dengan
metode pengamatan dan wawancara, data yang diperlukan adalah:
1) Data mengenai konsidi fisik dan non fisik lokasi
2) Data mengenai kondisi perilaku anak jalanan melalui pengamatan langsung
3) Data mengenai keterampilan-keterampilan yang dimiliki dan diminati oleh anak-anak
jalanan
b. Data Literatur
Data literatur yaitu data yang mencakup teori-teori, pendapat para ahli dan pengamat di
bidangnya yang didapat dari literatur acuan dan tinjauan pustaka. Data-data literatur yang
diperlukan antara lain:
1) Data-data tentang masalah anak jalanan dan penanganannya
2) Data-data tentang tempat pelatihan termasuk konsep arsitektur yang digunakan
3) Data-data tentang perilaku dan karakter anak jalanan
4) Data-data tentang standarisasi rumah singgah
c. Data Pembanding
Data Pembanding adalah data yang membahas tentang perbandingan desain bangunan
yang telah ada dengan desain bangunan yang akan direncanakan, data-data tersebut
meliputi struktur organisasi, usia pengguna, waktu operasional, fasilitas bangunan,
kebutuhan ruang, dan tata ruang. Diharapkan dari perbandingan data tersebut dapat
diambil kekurangan dan kelebihan sebagai pertimbangan atau referensi dalam
perancangan.

1.7.2 Metode Pengumpulan Data


Metode yang digunakan dalam proses pengumpulan data adalah :
a. Studi pustaka, yaitu dengan melakukan studi data-data pustaka untuk mendapatkan
data sebagai landasan teori, baik melalui artikel, jurnal ilmiah, buku, maupun internet.
b. Studi lapangan, yaitu dengan mengadakan penelitian pada beberapa rumah singgah
untuk mendapatkan data lapangan melalui pengamatan dan wawancara dengan pihak
LSM yang mengelola rumah singgah ataupun pada anak-anak jalanan itu sendiri.

1.7.3 Metode Pengolahan Data


Data-data yang telah didapat dan terkumpul akan diolah sebagaimana data yang
diperlukan akan dicantumkan pada laporan dan data yang tidak perlu sebagai pelengkap
dan wawasan bagi penulis, sehingga laporan dapat dibuat sesempurna mungkin sesuai
kemampuan penulis. Kemudian data yang diambil akan dibagi menjadi beberapa bagian
sebagai sub-sub pembahasan berdasarkan judul, perencanaan, utilitas, serta elemen
penunjang (Aswar, Saifuddin. Rehabilitasi dan Validasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
1997)

1.7.4 Metode Analisa Data


Data yang telah di dapatkan akan diolah dan kemudian akan menjadi alternatif
pemecahan dalam desain bangunan, sehingga desain akan dapat diperbandingkan
dengan keadaan sebenarnya dan dapat dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhannya.
1.8 SISTEMATIKA PEMBAHASAN
BAB 1 PENDAHULUAN
Menyajikan tentang : Pengertian Judul, Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan
Sasaran Pembahasan, Manfaat, Lingkup Pembahasan, Metode Pembahasan, dan
Sistematika Pembahasan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Tinjauan tentang anak jalanan. Tinjauan tentang bentuk dan kegiatan yang ada di dalam
Rumah Singgah. Studi banding terhadap beberapa Rumah Singgah yang telah ada.

BAB 3 GAMBARAN UMUM


Gambaran umum mengenai kondisi Kota Makassar dan populasi anak jalanan di Kota
Makassar. Gambaran umum mengenai rumah singgah, terkait pelaku, aktifitas,
kebutuhan ruang serta sarana dan prasarana di dalamnya.

BAB 4 KESIMPULAN
Berisi kesimpulan dan rekomendasi yang berkaitan
dengan studi literatur dan studi kasus pada pembahasan terdahulu yang dijadikan
sebagai titik tolak dan konsep perancangan.

BAB 5 ACUAN DASAR PERANCANGAN


Berisi analisis konsep makro dan mikro dengan penekanan pada konsep arsitektur dan
mengemukakan gagasan-gagasan yang akan diwujudkan dalam gambar teknis. Analisa
berdasarkan permasalahan untuk merumuskan perencanaan bangunan sesuai dengan
fungsi sasaran dan kaitannya dengan sistem struktur, utilitas, dan landscape.

Anda mungkin juga menyukai