PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa dalam pandangan masyarakat masih identik dengan “gila” (psikotik) sementara kelompok
gangguan jiwa lain seperti ansietas, depresi dan gangguan jiwa yang tampil dalam bentuk berbagai keluhan
fisik kurang dikenal. Kelompok gangguan jiwa inilah yang banyak ditemukan di masyarakat. Mereka ini
datang ke pelaynan kesehatan umum dengan keluhan fisiknya, sehingga petugas kesehatan sering kali
terfokus pada keluhan fisik, melakukan berbagai pemeriksaan dan memberikan berbagai jenis obat untuk
mengatasinya. Masalah kesehatan jiwa yang melatarbelakangi keluhan fisik tersebut sering kali terabaikan,
sehingga pengobatan menjadi tidak efektif.
Masalah kesehatan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung, namun akan menyebabkan
penderitaan berkepanjangan baik bagi individu, keluarga, masyarakat dan negara karena penderitanya
menjadi tidak produktif dan bergantung pada orang lain. Masalah kesehatan jiwa juga menimbulkan
dampak sosial antara lain meningkatnya angka kekerasan, kriminalitas, bunuh diri, penganiayaan anak,
perceraian, kenakalan remaja, penyalahgunaan zat, HIV/AIDS, perjudian, pengangguran dan lain-lain. Oleh
karena itu masalah kesehatan jiwa perlu ditangani secara serius.
Masalah kesehatan jiwa di masyarakat semakin kompleks dan semakin meningkat, maka diperlukan
pendekatan dan pemecahan masalah dengan persiapan dan langkah-langkah yang tepat. Masalah ini tidak
dapat dan tidak mungkin diatasi oleh pihak/sektor kesehatan saja, tetapi membutuhkan suatu kerja sama
yang luas secara lintas program dan lintas sektor, termasuk peran serta masyarakat dan kemitraan swasta.
Pendekatan yang bersifat multidisipliner dengan pelaksanaan yang bersifat lintas sektor melalui
perkembangan upaya kesehatan jiwa di Indonesia, khususnya sejak diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Jiwa.
Pelaksanaan upaya pencegahan dan penanggulangan permasalahan kesehatan jiwa di masyarakat,
dilakukan dengan persiapan dan langkah-langkah yang tepat, untuk itu perlu adanya suatu pedoman program
pelayanan kesehatan jiwa masyarakat.
B. Tujuan Program
Pedoman ini disusun dengan tujuan :
1. sebagai acuan bagi petugas dalam pelaksanaan dan pengembangan program/kegiatan kesehatan jiwa
masyarakat di wilayah kerja Puskesmas,
2. agar program pelayanan kesehatan jiwa masyarakat dapat dikelola dengan baik dari aspek manajemen di
tingkat Puskesmas maupun aspek pelayanan kepada masyarakatyang meliputi promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif.
c. Sasaran Program
sasaran dari program ini adalah petugas mampu untuk menangani kegiatan – kegiatan program kesehatan
jiwa
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Ruang lingkup pelayanan adalah Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) klinis bagi
penderita jiwa di Puskesmas, dan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Pelayanan
Jiwa Masyarakat melalui deteksi dini secara aktif, pengobatan/psikoterapi,
pemantauan pengobatan, rujukan /rujukan balik dan rehabilitasi sosial berbasis
pemberdayaan masyarakat serta kerja sama lintas program dan lintas sektor
terkait. Lingkup masalah jiwa yang ditangani secara garis besar dibedakan
menjadi :
1. Masalah kejiwaan yang terkait dengan makna dan nilai kehidupan manusia :
a. Masalah kesehatan jiwa yang berkaitan dengan life cycle kehidupan manusia mulai
dari persiapan pranikah, anak dalam kandungan, balita, anak, remaja, dewasa, dan
usia lanjut.
b. Dampak dari menderita penyakit menahun yang menimbulkan disabilitas.
c. Pemukiman yang sehat
d. Pemindahan tempat tinggal
2. Masalah Psikososial yaitu masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat
terjadinya perubahan sosial :
a. Psikotik gelandangan
b. Pemasungan penderita gangguan jiwa
c. Masalah anak jalanan
d. Masalah kenakalan remaja
e. Penyalahgunaan NAPZA
f. Tindak kekerasan sosial
g. Stress pasca trauma
h. Pengungsi/migrasi
i. Masalah usia lanjut
j. Masalah kesehatan kerja : kesehatan jiwa di tempat kerja, penurunan produktivitas,
stress di tempat kerja, dan lain-lain.
3. Masalah gangguan jiwa :
a. Gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan NAPZA
b. Skizofrenia
c. Gangguan afektif (depresi, mania)
d. Ansietas/kecemasan, gangguan somatoform (psikosomatik)
e. Gangguan mental organik (demensia/alzheimer, delirium, epilepsi, pasca stroke, dll)
f. Gangguan jiwa anak dan remaja (gangguan perkembangan belajar, autisme,
gangguan tingkah laku, hiperaktifitas, gangguan cemas dan depresi)
g. Retardasi mental
D. Batasan Operasional
Batasan operasional yang digunakan dalam Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa
Masyarakat sebagai berikut :
1. Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara
fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan
sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu
memberikan kontribusi untuk komunitasnya.
2. Gangguan Jiwa (Mental Disorder) adalah suatu perubahan pada fungsi jiwa seseorang
yang menunjukkan sindrom dan atau perubahan perilaku yang berlebihan terjadi
tanpa alasan masuk akal secara klinik bermakna dan dapat menimbulkan
penderitaan atau hambatan di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari
manusia.
3. Orang Dengan Masalah Kejiwaan yang selanjutnya disingkat ODMK adalah orang
yang mempunyai masalah fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan,
dan/atau kualitas hidup sehingga memiliki risiko mengalami gangguan jiwa.
4. Orang Dengan Gangguan Jiwa yang selanjutnya disingkat ODGJ adalah orang yang
mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi
dalam bentuk sekumpulan gejala dan/atau perubahan perilaku yang bermakna,
serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi
orang sebagai manusia.
5. Upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan
jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan
secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/ atau masyarakat.
6. Anamnesis adalah upaya mengumpulkan data mengenai penderita dan
penderitaannya, mengenai keluhan-keluhannya, riwayat perjalanan penyakit, latar
belakang keluarga, kejadian sekarang dan terdahulu, yang didapat melalui
pengamatan dan wawancara. Data yang terkumpul dijadikan bahan untuk
mendapatkan suatu diagnosis penyakit/masalah.
7. Sikap mental merupakan kondisi kejiwaan, perasaan dan keinginan seseorang, yang
mempengaruhi perilaku diwujudkan dalam perbuatan seseorang, dan tumbuh
sebagai hasil dari proses tumbuh kembang individu sejak masa bayi/anak dan
berkembang melalui pendidikan dan pengalaman hidup.
8. Kesehatan Jiwa Masyarakat adalah suatu orientasi kesehatan jiwa yang mencakup
semua kegiatan kesehatan jiwa, yang dilaksanakan di masyarakat dengan
menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif tanpa melupakan upaya kuratif
dan rehabilitatif.
9. Lintas Sektor Terkait adalah komponen sektor baik kelompok masyarakat, lembaga
pemerintah atau non pemerintah, organisasi (Ormas/LSM) yang mempunyai
perhatian / ketertarikan terhadap kesehatan khususnya kesehatan jiwa
masyarakat.
10. Psikososial adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang
bersifat psikologik maupun sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.
11. Masalah Psikososial adalah masalah sosial yang mempunyai dampak dan
berpengaruh terhadap kondisi mental seseorang yang bermanifestasi dalam
gangguan kesehatan, termasuk gangguan kesehatan jiwa.
12. Psikotik Gelandangan adalah penderita gangguan jiwa kronis yang keluyuran di
jalan-jalan umum, dapat mengganggu ketertiban umum dan merusak keindahan
lingkungan.
13. Pemasungan penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap
penderita gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung, dirantai
kakinya, dimasukkan ke dalam balok kayu, dan lain-lain sehingga kebebasannya
menjadi hilang.
14. Anak Jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk
bekerja di jalanan kawasan urban.
15. Penganiayaan Anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua
dengan menggunakan kekerasan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang
seharusnya menjadi tanggung jawab/pengasuhannya, yang berakibat penderitaan,
kesengsaraan, cacat atau kematian.
16. Tawuran adalah kegiatan “sampingan pelajar” yang beraninya hanya kalau
bergerombol/kelompok dan sama sekali tidak ada gunanya, bahkan dapat dibilang
merupakan tindakan pengecut.
17. Kenakalan Remaja adalah tingkah laku yang melampaui batas toleransi orang
lain dan lingkungannya, yang dapat melanggar hak asasi manusia sampai
melanggar hukum.
18. Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan
pengobatan atau yang digunakan tanpa mengikuti aturan atau pengawasan dokter,
digunakan secara berkali-kali, kadang-kadang atau terus menerus, seringkali
menyebabkan ketagihan atau ketergantungan baik secara fisik/jasmani, maupun
mental emosional sehingga menimbulkan gangguan fisik, mental-emosional dan
fungsi sosial.
19. Kekerasan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang
terhadap orang lain dalam lingkup masyarakat dengan menggunakan anggota
tubuhnya atau alat bantu lainnya/benda yang berakibat penderitaan secara fisik,
seksual atau psikologis bahkan kematian.
20. Kekerasan pada perempuan adalah setiap perbuatan berdasarkan pembedaan
kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan dan penderitaan
perempuan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan
tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik
yang terjadi di depan umum atau dlam kehidupan pribadi.
21. Stress Pasca Trauma adalah reaksi normal dari individu terhadap kejadian yang
luar biasa.
22. Pengungsi/migrasi adalah orang atau sekelompok orang warga negara
Indonesia yang meninggalkan tempat tinggal akibat tekanan berupa kekerasan fisik
dan atau mental akibat ulah manusia dan bencana alam guna mencari
perlindungan maupun kehidupan yang baru.
23. Usia Lanjut adalah makhluk sosial yang akan mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh lingkungan keluarga dan masyarakat, dimana setiap perubahan psikososial
baik yang datang dari dalam dirinya, keluarga maupun lingkungan masyarakat
akan membawa dampak bagi derajat kesehatan jiwa usia lanjut yang bersangkutan.
E. Landasan Hukum
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 220/Menkes/SK/III/2002
tanggal 25 Maret 2002 tentang Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim
Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TP-KJM)
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/Menkes/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 406/Menkes/SK/VI/2009
tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Jiwa Komunitas
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat
9. Surat Edaran Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
868/Menkes/E/VII/2002 tentang Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim
Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TP-KJM)
10. KeputusanGubernurJawa Tengah Nomor 440.05/125/2008 tentang
Pembentukan Tim PengarahKesehatanJiwaMasyarakat (TP-KJM) ProvinsiJawa
Tengah.
11. PeraturanGubernurJawa TengahNomor 1 Tahun 2012 tentang
PenanggulanganPasung di ProvinsiJawa Tengah.
12. KeputusanBupatiPurworejoNomor 188.4/381/2013 tanggal 26 Juni 2013
tentangPembentukan Tim PelaksanaKesehatanJiwaMasyarakatKabupatenPurworejo
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
R. Koseling
Rumah Dinas
TB, GIZI
Parkir
R. VCT Gudang umum
R Lab
R Tunggu R. PONED
R. Poli Umum
B. Standar fasilitas
Standar sarana-prasarana promosi kesehatan puskesmas minimal sebagai berikut:
1. Flipcharts & stand
2. LCD Projector
3. Amplifier & wireless microphone
4. Kamera foto
5. Megaphon/Public Address System
6. Portable Generator
7. Tape/casset recorder/player
8. Papan Informasi
Pada unsur pendanaan promosi kesehatan puskesmas memang tidak ditentukan standarnya,
tetapi puskesmas/dinas kesehatan diharapkan menyediakan anggaran yang cukup untuk
melaksanakan kegiatan promosi kesehatan di puskesmas
BAB IV
A. Lingkup Kegiatan
1. Perencanaan
Secara terinci uraian ruang lingkup kegiatan perencanaan promosi kesehatan
yaitu:
a. Kajian perilaku tentang masalah kesehatan yang dilakukan oleh lintas program
di puskesmas
b. Kajian kebijakan publik berwawasan kesehatan yang sudah ada maupun yang
perlu dibuat dalam mengatasi masalah kesehatan yang ada di wilayah kerja
puskesmas.
c. Lokakarya mini di puskesmas yang membahas upaya promosi kesehatan yang
terintegrasi secara lintas program maupun lintas sektor.
d. Komunikasi, informasi dan edukasi tentang kesehatan di masyarakat, melalui
kegiatan di dalam gedung dan di luar gedung puskesmas dalam upaya
meningkatka pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatan serta meningkatkan status kesehatannya.
e. Advokasi kesehatan pada pengambil keputusan di tingkat desa dan kecamatan
untuk mendapatkan dukungan kebijakan publik berwawaskan kesehatan dalam
mengatasi masalah kesehatan termasuk penanganan kejadian luar biasa, dengan
mengoptimalkan potensi dan peran jejaring kemitraan.
f. Penggerakan peran serta masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat
dalam pengembangan, pembinaan dan peningkatan kualitas desa siaga aktif,
peningkatan pencapaian PHBS di rumah tangga, PHBS di institusi pendidikan,
serta PHBS di tempat-tempat umum yang ada di wilayah kerja puskesmas.
g. Pengembangan dan pembinaan berbagai jenis upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat (UKBM) di tingkat desa dalam mengatasi
masalah kesehatan serta meningkatkan status kesehatan masyarakat.
2. PENYUSUNAN RENCANA USULAN KEGIATAN (RUK)
5. PEMANTAUAN
Dilakukan untuk :
LOGISTIK
Kinerja pelaksanaan Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakat dimonitor dan dievaluasi dengan
menggunakan indikator sebagai berikut:
1. Ketepatan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan jadual
2. Kesesuaian petugas yang melaksanakan kegiatan
3. Ketepatan metoda yang digunakan
4. Angka kepatuhan petugas terhadap SOP minimal 80% untuk kegiatan UKM dan 100% untuk
pelayanan UKP.
5. ----dst
Monitoring dilakukan oleh Penanggung Jawab UKM Pengembangan dan Kepala Puskesmas setiap
bulan melalui pertemuan lokakarya mini. Sedangkan pembahasan permasalahan indikator yang
belum tercapai dan memerlukan peran lintas sektor terkait akan dibahas dalam pertemuan lokakarya
mini lintas sektor tiap tribulan.
PENUTUP
Pedoman ini sebagai acuan bagi karyawan puskesmas dan lintas sektor terkait dalam
pelaksanaan dan pembinaan Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakatdengan tetap memperhatikan
prinsip proses pembelajaran dan manfaat.
Keberhasilan kegiatan Pelayanan Kesehatan Jiwa Masyarakattergantung pada komitmen
yang kuat dari semua pihak terkait.
PEDOMAN PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN JIWA
PPK BLUD PUSKESMAS PURABAYA
No. DOKUMEN / / /2022
TANGGAL TERBIT : 2022
No. REVISI
DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUKABUMI
PUSKESMAS PURABAYA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan yang maha esa,
karena atas rahmat dan karuniannya akhirnya penyusunan pedoman pelayanan jiwa PPK BLUD
PUSKESMAS PURABAYA kabupaten sukabumi dapat di selesaikan dengan baik. Pedoman ini
di susun agar tersedia acuan bagi tenaga jiwa dalam melakukan pelayanan program jiwa di
puskesmas purabaya sehingga terlaksana pelayan jiwa yang berkualitas.
Pedoman pelayan jiwa di puskesmas purabaya ini mencakup pelayanan jiwa dalam
gedung dan di luar gedung, kewenangan tenaga kesehatan jiwa dalam proses asuhan kesehatan
jiwa, serta pengawan dan pengendalian mutu asuhan kesehatan jiwa pada fasilitas pelayan
kesehatan jiwa pertama. Ucapkan terimakasih disertai penghargaaan yang tinggi kami sampaikan
kepada semua pihak yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik dalam penyusunan
pedoman dan penggunaan buku ini. Wa billlahi taufik wal hidayah, wassalamualaikum Wr.Wb.
Asep ramdani