Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan jiwa merupakan permasalahan kesehatan yang disebabkan oleh
gangguan biologis, sosial, psikilogis, genetik, fisik atau kimiawi dengan jumlah
penderita yang terus meningkat dari tahun ketahun (WHO, 2015)
Gangguan jiwa mencapai 13% dari penyakit secara keseluruhan dan
kemungkinan akan berkembang menjadi 25% di tahun 2030, gangguan jiwa juga
berhubungan dengan bunuh diri, lebih dari 90% dari satu juta kasus bunuh diri
setiap tahunnya akibat gangguan jiwa (WHO,2015).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang menyebutkan
bahwa gangguan jiwa mencapai 1,7% meningkat dari tahun 2007 sebesar 0,46%.
wilayah paling banyak dengan kasus gangguan jiwa Daerah Istimewa Yogyakarta,
Aceh, Sulawesi Selatan, Bali dan Jawa Tengah (Kemenkes RI, 2014). Hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas) Kemenkes tahun (2018), presentasi gangguan mental
emosional yang ditunjukkkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk
usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah
penduduk Indonesia. Sedangkan prevelensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 7% per 1.000
penduduk. Menurut data Riskesdas Provinsi Kalimantan Timur (2018) didapat
prevelensi kasus skizofrenia atau psikosis 5%.
Berdasarkan data Nasional di Indonesia meningkat antara 10-20%.
Gangguan yang dimaksud adalah gangguan jiwa ringan dan sedang, sedangkan
gangguan skizofrenia dengan prilaku kekerasan osekitar 0.8% atau 10.000 orang
terdapat 8 penderita gangguan jiwa atau kegilaan (syamsul hadi, 2010).
Menurut data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam pada tahun 2016 terdapat pasien sebanyak 249 orang,
jumlah pasien rata-rata pasien IGD pada tahun 2016 sebanyak 2,57 orang, dengan
presentase 38% yang mengalami halusinasi, 5% yang mengalami harga diri
rendah, 15% yang isolasi sosial, 1% mengalami waham, 35% yang mengalami

1
perilaku kekerasan, dan 6% yang mengalami defisit perawatan diri. Dan pada
bulan Januari sampai bulam Mei tahun 2017 mencatat rata-rata pasien rawat inap
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda mencapai 168
orang, jumlah rata-rata pasien IGD bulan Januari sampai bulan Juni tahun 2017
sebanyak 2,27 orang dengan presentase 36% halusinasi, 4% yang mengalami
harga diri rendah, 13% yang mengalami isolasi sosial, 1% yang mengalami
waham, 32% yang mengalami perilaku kekerasan, dan 5% yang mengalami defisit
perawatan diri. Menurut data yang diatas didapatkan bahwa perilaku kekerasan
adalah gangguan jiwa terbanyak ke dua setelah halusinasi.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis bisa dilakukan secara verbal,
diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Ketidakmampuan yang
terjadi pada klien gangguan jiwa dikaitkan dengan disabilitas akibat gangguan
jiwa berat yang dialami.
Dari latar belakang di atas maka penulis tertarik membuat Laporan Asuhan
Keperawatan Pada Tn. R dengan Risiko Perilaku kekerasan di Ruang Belibis
RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda”.

B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah penerapan secara nyata asuhan keperawatan pada pasien
Risiko Perilaku kekerasan di Ruang Belibis RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda

C. Tujuan Penulisan:
1. Tujuan Umum
Mendapatkan gambaran nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
pada Tn. R dengan Risiko Perilaku kekerasan di Ruang Belibis RSJD Atma
Husada Mahakam Samarinda”.

2. Tujuan Khusus
Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
Pada Tn. R dengan Risiko Perilaku kekerasan di Ruang Belibis RSJD Atma

2
Husada Mahakam Samarinda, dan menganalisa kesenjangan-kesenjangan
antara teori dan kasus khususnya dalam hal ini:
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan RPK
b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan RPK
c. Menyusun perencanaan asuhan keperawatan
d. Melaksanakan implementasi keperawatan
e. Melakukan evaluasi pada klien dengan RPK

D. Metode Penulisan
Dalam penyusunan laporan kasus ini penulis menggunakan metode
deskriptif dengan studi kasus yaitu pengelolaan asuhan Keperawatan secara
komperehensif pada klien dengan RPK. Adapun data – data yang terhimpun
dalam penyusunan Laporan kasus ini penulis peroleh dengan cara:
1. Wawancara
Menanyakan tentang kondisi kesehatan pada pasien
2. Observasi
Melakukan pengamatan langsung tentang kondisi pasien.
3. Studi Dokumentasi
Didapatkan dari rekam medik baik berupa catatan perawat maupun instruksi
dokter sebagai penunjang pelengkap data – data yang ada.
4. Studi Kepustakaan
Meliputi literatur – literatur yang berkaitan atau berhubungan dengan
Laporan kasus ini.

E. Sistematika Penulisan
Dalam menyusun laporan kasus ini penulis membagi daerah dalam lima
bab, yaitu: BAB I terdiri dari pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan
masalah, Tujuan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan.
BAB II berisikan dasar teoritis yang meliputi dua bagian, yaitu bagian
pertama konsep dasar penyakit yang terdiri dari pengertian, etiologi, patofisiologi,
tanda dan gejala, penatalaksanaan dan komplikasi. Bagian kedua adalah Asuhan

3
Keperawatan yang terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi secara teoritis.
BAB III tinjauan kasus, yang menerangkan tentang kasus yang terjadi dan
dilakukan pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien dengan RPK dengan
penerapan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, tindakan perawatan dan evaluasi hasil dari apa yang diharapkan.
BAB IV penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran – saran mengenai
Asuhan keperawatan pada klien dengan RPK.

4
BAB II
TELAAH PUSTAKA

A. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psiklogis. Berdasarkan definisi tersebut
maka perilaku kekerasan dapat dilakukakn secara verbal, diarahkan pada diri
sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua
bentuk yaitu sedang berlangsung kekerasan atau perilaku kekerasan terdahulu
(riwayat perilaku kekerasan).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain dan lingkungan yang dirasakan sebagai ancaman (Kartika Sari,
2015:137).

B. Tanda dan gejala


Perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan gejala
perilaku kkekerasan: (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97)
a. Muka merah dan tegang
b. Mata melotot atau pandangan tajam
c. Tangan mengepal
d. Rahang mengatup

C. Rentang Respon
Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif PK

Klien mampu Klien gagal Klien merasa Klien Perasaan


mengungkapka menapai tidak dapat mengeks- marah dan
n rasa marah tujuan mengungkapka presikan bermusuhan
tanpa kepuasan n perasaannya, secara fisik, yang kuat
menyalahkan saat marah tidak berdaya tapi masih dan hilang

5
orang lain dan dan tidak dn menyerah. terkontrol, kontrol
memberikan dapat mendorong disertai
kelegaan. menemukan orang lain amuk,
alternatifnya dengan merusak
. ancaman lingkungan

Gambar Rentang Respon Marah

a. Respon adaptif
Respon adaprif adalah respon yang dapat diterima norma-norma sosial budaya
yang berlaku. Dengan kata lain, individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut, respon
adaptif (Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 96):
1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari
pengalaman
4) Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas
kewajaran
5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan
lingkungan
b. Respon Maladaptif
1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan
kenyataan sosial
2) Perilaku kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasiakn dalam bentuk fisik
3) Kerusakan proses emosi adalah perubahan status yang timbul dari hati
4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu perilaku yang tidak teratur
(Mukripah Damaiyanti, 2012: hal 97).

6
D. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan
faktor predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi
perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis
Menurut Townsend (1996, dalam jurnal penelitian) Faktor
psikologi perilaku kekerasan meliputi:
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah.
Agresif dan kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan perilaku
yang dipelajarai, individu yang memiliki pengaruh biologik
terhadap perilaku kekerasan lebih cenderung untuk
dipengaruhioleh peran eksternal (Nuraenah, 2012: 31).
2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar
rumah, semua aspek ini menstiumulasi individu mengadopsi
perilaku kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 142).
3) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi
informasi memberikan dampak terhadap nilai-niali sosial dan
budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang
mempunyai kemampuan yang sama untuk mnyesuaikan dengan
berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stress (Nuraenah,
2012: 31).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan (Eko Prabowo,
2014: hal 143).

7
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa
terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman knsep
diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai
berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang, merasa
terancam baik internal dari permasalahan diri klien sendiri maupun
eksternal dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising

E. Sumber Koping
Menurut Yosep (2011) mengungkapkan bahwa sumber koping
dibagai menjadi 4, yaitu sebagai berikut:
a. Personal Ability meliputi: kemampuan untuk mencari informasi terkait
masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan
alternatife, kemampuan mengungkapkan/konfrontasi perasaan marah.,
tidak semangat untuk menyelesaikan masalah, kemampuan
mempertahankan hubungan interpersonal, mempunyai pegetahuan
dalam pemecahan masalah secara asertif, intelegensi kurang dalam
menghadapi stressor., identitas ego tidak adekuat.
b. Sosial Support meliputi: dukungan dari keluarga dan masyarakat,
keterlibatan atau perkumpulan di masyarakat dan pertentangan nilai
budaya
c. Material Assets meliputi: penghasilan yang layak, tidak ada benda atau
barang yang biasa dijadikan asset, tidak mempunyai tabungan untuk
mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan kesehatan.

8
d. Positive Belief meliputi: distress spiritua, adanya motivasi, penilaian
terhadap pelayanan kesehatan.
F. Mekanisme Koping
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah
untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi
Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya dimata
masyarakat unutk suatu dorongan yang megalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada objek lain seperti meremas remas
adona kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa amarah (Mukhripah Damaiyanti,
2012: hal 103).
b. Proyeksi
Menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang
tidak baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terdadap rekan sekerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).
c. Represi
Mencegah pikiran yang menyakitkan atau bahayakan masuk
kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang
tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakanya (Mukhripah
Damaiyanti, 2012: hal 103).
d. Reaksi formasi
Mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekspresika dengan
melebih lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakan sebagai rintangan misalnya sesorangan yang tertarik pada

9
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat
(Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 103).

e. Deplacement
Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu, misalnya: timmy berusia 4 tahun marah
karena ia baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena
menggambar didinding kamarnya. Dia mulai bermai perang-perangan
dengan temanya (Mukhripah Damaiyanti, 2012: hal 104).

G. Pohon Masalah

Resiko Mencederai diri sendiri dan orang lain

effect

Perilaku Kekerasan

Core problem

Halusinasi

Cause

H. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul


1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan / amuk
3. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah

10
I. Data Yang Perlu Dikaji
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit,
memukul diri sendiri/orang lain.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
2. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
 Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
 Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya
jika sedang kesal atau marah.
 Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif
 Mata merah, wajah agak merah.
 Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
 Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.
 Merusak dan melempar barang-barang.
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Data subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa,
tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.

11
Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin
mengakhiri hidup.

J. Diagnosa Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

K. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1: perilaku kekerasan
TujuanUmum: Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan Khusus:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, empati, sebut nama
perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
4.2. Observasi tanda perilaku kekerasan.
4.3. Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang dialami
klien.

12
4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan
yang biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan:
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat. Secara fisik: tarik nafas dalam jika
sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal: katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
6.4. Secara spiritual: berdo'a, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel / marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.

13
Tindakan:
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi, efek
dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama klien,
obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.

SDKI: Risiko Perilaku Kekerasan


SIKI: Pencegahan Perilaku Kekerasan (I.14544)
1. Observasi
a. Monitor adanya benda yang berpotensi membahayakan (mis. Benda
tajam, tali)
b. Monitor keamanan barang yang dibawa oleh pengunjung
c. Monitor selama penggunaan barang yang dapat membahayakan (mis,
pisau cukur)
2. Teraupetik
a. Pertahankan lingkungan bebas dari bahaya secara rutin
b. Libatkan keluarga dalam perawatan
3. Edukasi
a. Anjurkan pengunjung dan keluarga untuk mendukung keselamatan
pasien
b. Latih cara mengungkapkan perasaan secara asertif
c. Latih mengurasi kemarahan secara verbal dan nonverbal (mis.
Relaksasi dan bercerita)

14
SIKI: Promosi koping (I.09312)
1. Observasi
a. Identifikasi kegiatan jangka pendek dan panjang sesuai tujuan
b. Identifikasi kemampuan yang dimiliki
c. Identifikasi sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tujuan
d. Identifikasi dampak situasi terhadap peran dan hubungan
e. Identifikasi metode penyelesaian masalah
f. Identifikasi kebutuhan dan keinginan terhadap dukungan social
2. Teraupetik
a. Diskusikan perubahan peran yang dialami
b. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
c. Diskusikan alasan mengkritik diri sendiri
d. Diskusikan hal yang membahayakan diri sendiri
e. Motivasi terlibat dalam kegiatan social
f. Damping saat berduka (penyakit kronis, kecacatan)
g. Perkenalkan dengan orang atau kelompok yang berhasil mengalami
pengalaman sama
h. Kurangi ransangan lingkungan yang mengancam
3. Edukasi
a. Anjurkan menjalin hubungan yang memiliki kepentingan dan tujuan
sama
b. Anjurkan menggunakan sumber spiritual
c. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepi
d. Anjurkan keluarga terlibat
e. Anjurkan membuat tujuan yang lebih spesifik
f. Ajarkan cara memecah masalah secara konstruktif
g. Latih penggunaan teknik relaksasi
h. Latih keterampilan social, sesuai kebutuhan.
i. Latih mengembangkan penilaian objektif.

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi, 2010. Konsep Dasar Keperawatan, Edisi I. Jakarta : EGG

Dermawan, D. & Rusdin, (2013). Keperawatan Jiwa: konsep dan kerangka kerja
asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.

Elshy Pangden Rabba, Dahrianis, S. P. R. (2014). Hubungan Antara Pasien


Halusinasi Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Di Ruang
Kenari RS. Khusus Daerah Provinsi Sul-Sel, 4, 470-475

Gustop Amatiria (2010). Pengaruh Terapi Token Ekonomi Pada Kemampuan


Mengontrol Perilaku Kekerasan Pada Pasien Gangguan Jiwa Di RSJ
Provinsi Lampung

Hadiyanto, H. (2016). Hubungan Antara Terapi Modalitas Dengan Tanda Dan


Gejala Perilaku Kekerasan Pada pasien skizofrenia Di Ruang Rawat Inap
RSJ. Prof. dr. Soerojo Magelang.

Keliat dan akemat, 2010, Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa, Jakarta:
EGC

Riskesdas (2018). Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Http://www.depkes


.go.id (diakses pada 23 November 2018)

Simatupang, M. (2010). Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Perilaku


Kekerasan Dengan Kesiapan Keluarga Dalam Merawat Pasien Di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Provinsi Medan

Sukmadinata, 2006. Metode Penelitian Pendidikan, Remaja Rosdakarya Bandung

Keliat BA, Ria UP, Novy H. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa.Edisi 2.
Jakarta. EGC.

Maramis W. F.1998. Catatan Keperawatan Kesehatan Jiwa, Jakarta : EGC.

16
Residen bagian Psikiatri UCLA. 1990. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: EGC

Stuart & Laraia. 2001. Principles and practice of psychiatric nursing.USA: Mosby
Company.

Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 3.Jakarta : EGC.

Stuart, G. W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa .Edisi 5. Jakarta. EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai