Anda di halaman 1dari 164

LAPORAN KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn. II DENGAN


GOUT ARTRITIS DI WISMA DAHLIA BALAI PELAYANAN DAN
PENYANTUNAN LANJUT USIA (BPPLU) KOTA BENGKULU
BENGKULU TAHUN 2017

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh


Gelar Ahli Madya Keperawatan

DISUSUN OLEH :

ANDI APRIADI
NIM. P05120214032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BENGKULU
PRODI DIII KEPERAWATAN BENGKULU
JURUSAN KEPERAWATAN
BENGKULU 2017
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
kasih dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal Studi Kasus dengan
Judul ” Asuhan Keperawatan Gerontik Pada Pasien Dengan Artritis Rheumatoid Di
Balai Pelayanan Dan Penyantunan Lanjut Usia (BPPLU) Kota Bengkulu Tahun
2016”.
Dalam penyusunan proposal Studi Kasus ini penulis mendapatkan bimbingan
dan bantuan baik materi maupun nasehat dari berbagai pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan proposal studi kasus ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Darwis, S.Kp, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Bengkulu yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Bengkulu.
2. Bapak Dahrizal, S.Kp, MPH, selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Bengkulu yang sudah banyak membantu memberikan dukungan
selama penyusunan proposal Studi Kasus ini.
3. Ibu Ns. Mardiani, S.Kep., MM selaku ketua program studi DIII keperawatan
Bengkulu, yang sudah banyak memberi dukungan selama penyusunan proposal
studi kasus ini.
4. Bapak Ns.Agung riyadi,S.kep.M.kep selaku pembimbing,dalam penyusunan karya
tulis ilmiah ini yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingn,
arahan, dan masukan sehingga laporan karya tulis ilmiah ini bias terselesaikan
dengan baik.
5. Seluruh dosen dan staf Prodi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Bengkulu.
6. Orang tua, keluarga tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi
kepada penulis.

v
7. Seluruh mahasiswa-mahasiswi Poltekkes Kemenkes Bengkulu Prodi Keperawatan
Bengkulu.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini
masih banyak terdapat kekeliruan dan kekhilafan baik dari segi penulisan maupun
penyusunan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan bimbingan dari
berbagai pihak agar penulis dapat berkarya lebih baik dan optimal lagi di masa yang
akan datang.
Penulis berharap semoga proposal Studi Kasus yang telah penulis susun ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak serta dapat membawa perubahan positif
terutama bagi penulis sendiri dan mahasiswa Prodi Keperawatan Bengkulu
lainnya

Bengkulu, 2017

Penulis

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………. v
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………… viii
DAFTAR BAGAN……………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL………………………………………………………. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………… 1
B. Batasan Masalah…………………………………………… 8
C. Tujuan………………………………………………….. 8
D. Manfaat…………………………………………………….. 9
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi…………………………………………… 10
B. Konsep Dasar Penyakit…………………………………….. 12
1. Pengertian………………………………………………… 12
2. Klasifikasi……………………………………………….. 13
3. Etiologi…………………………………………………… 15
4. Patofisiologi……………………………………………… 17
5. WOC…………………………………………………….. 18
6. Manifestasi Klinis……………………………………….. 19
7. Komplikasi………………………………………………. 19
8. Pemeriksaan Diagnostik/ Penunjang…………………….. 20
9. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan………………. 24
C. Konsep Asuhan Keperawatan……………………………. 27
1. Pengkajian……………………………………………….. 32

vii
2. Diagnosa Keperawatan………………………………….. 40
3. Perencanaan Keperawatan………………………………. 41
4. Implementasi Keperawatan……………………………… 58
5. Evaluasi Keperawatan…………………………………… 58
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian Kasus…………………………………………… 60
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………… 70
C. Perencanaan Keperawatan………………………………….. 71
D. Implementasi Keperawatan………………………………… 77
E. Evaluasi Keperawatan……………………………………… 92
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengkajian Kasus…………………………………………… 97
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………… 99
C. Perencanaan Keperawatan…………………………………. 100
D. Implementasi Keperawatan………………………………… 101
E. Evaluasi Keperawatan……………………………………… 103
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………. 105
B. Saran………………………………………………………… 107
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 109
LAMPIRAN

viii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran
1. Indeks Barthel
2. MMSE (Mini Mental Status Exam)
3. Inventaris Depresi Beck
4. Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Nama Gambar Halaman


4.1 Pain Numerical Rating Scale (PNRS) 33

x
DAFTAR BAGAN

Bagan Nama Bagan Halaman


2.1 W.O.C Gout Arthritis 18

xi
DAFTAR TABEL

Tabel Nama Tabel Halaman


2.2 Perencanaan Keperawatan 41
3.3 Analisa Data 69
3.4 Diagnosa Keperawatan 70
3.5 Perencanaan Keperawatan 71
3.6 Implementasi Keperawatan Hari Pertama 77
3.7 Implementasi Keperawatan Hari Kedua 82
3.8 Implementasi Keperawatan Hari Ketiga 86
3.9 Implementasi Keperawatan Hari Keempat 89
3.10 Evaluasi Keperawatan Hari Pertama 92
3.11 Evaluasi Keperawatan Hari Kedua 98
3.12 Evaluasi Keperawatan Hari Ketiga 100
3.13 Evaluasi Keperawatan Hari Keempat 102

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pengaruh globalisasi di segala bidang, perkembangan teknologi dan industri

telah banyak membawa perubahan pada prilaku dan gaya hidup masyarakat serta

situasi lingkunganya, misalnya prubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

aktivitas fisik, dan meningkatkan pencemaran lingkungn. Perubahan tersebut

tanpa di sadari telah memberi konstribusi terhadap terjadinya transisi

epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular

seperti gout atritis (Bustan,2009).

Gout merupakan suatu keadaan yang terjadi gangguan metabolisme purin di

dalam tubuh. Dimana akan terjadi peningkatan produksi asam urat dan

penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga menyebabkan penumpukan

kadar asam urat di sendi dan saluran ginjal. Gout adalah hasil dari metabolisme

tubuh oleh salah satu protein (purin) dalam ginjal. Dalam hal ini, ginjal berfungsi

mengatur kestabilan kadar asam urat dalam tubuh dimana sebagian sisa asam urat

dibuang melalui air seni (urin), (Brunner & Suddarth,2009).

Umumnya yang terserang asam urat adalah pria yang telah lanjut usia,

sedangkan pada perempuan didapati hingga memasuki menopause. Perjalanan

penyakit biasanya mulai dengan suatu serangan atau seseorang memiliki riwayat

1
2

pernah memeriksakan kadar asam uratnya yang nilai kadar asam urat darahnya

lebih dari 7 mg/dl, dan makin lama makin tinggi (Tamher,Noorkasiani, 2009).

Gout atritis sering di sebut sebagai masalah utama yang pada umumnya di

alami oleh lansia. Penyakit ini sering menampakan gejala seperti, nyeri sendi,

pembengkakkan pada sendi, sulit bergerak dan kekakuan pada otot-otot

(Armilawaty,2007).

Gout arthritis masih tetap menjadi masalah karena beberapa hal, antara lain

meningkatnya prevalensi gout atritis, masih banyaknya pasien gout atritis yang

belum menjadi target pengobatan, serta adanya penyakit penyerta dan komplikasi

yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Sudoyo dkk,2007).

Berdasarkan data WHO dalam Depkes RI (2013) di kawasan Asia Tenggara

populasi lansia sebesar (8%) atau sekitar 14,2 juta jiwa. Pada tahun 2000 jumlah

lansia sekitar 15,3, sedangkan pada tahun 2010-2015 jumlah lansia bisa sama

dengan jumlah anak balita, yaitu sekitar 19,3 (±9%) juta jiwa dari total populasi.

Dan pada tahun 2020 diperkirakan jumlah lansia mencapai 28,8 juta jiwa

(11,34%) dari total populasi. Di Indonesia akan menduduki peringkat negara

dengan struktur dan jumlah penduduk lanjut usia setelah RRC, India, dan

Amerika serikat dengan harapan hidup di atas 70 tahun (Nugroho, 2014).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2013,

prevalensi penyakit sendi adalah 11,9% dan kecenderungan prevalensi penyakit

sendi/rematik/encok (24,7%) lebih rendah dibanding tahun 2007 (30,3%).


3

Kecenderungan penurunan prevalensi diasumsikan kemungkinan perilaku

penduduk yang sudah lebih baik, seperti berolahraga dan pola makan.

Prevalensi berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di kota Bengkulu penyakit

Gout artritis merupakan sepuluh penyakit terbesar dan jumlah penderita Gout

artritis cenderung meningkat di kota Bengkulu. Pada tahun 2013 adalah 2.706

orang menjadi tahun 2014 adalah 3.406 orang menjadi tahun 2015 adalah 3.915

orang (Dinkes Bengkulu, 2016). Berdasarkan data di BPPLU (Badan Pelayanan

Penyantunan Usia Lanjut) pada tahun 2015 terdapat jumlah pasien dengan Gout

artritis berjumlah 20 orang. Pada tahun 2016 di dapatkan jumlah pasien 28 orang

(BPPLU,2016).

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) adanya

obat-obatan yang dapat menyembuhkan Gout arthritis. Namun penanganannya

secara non farmakologis juga banyak di minati oleh masyarakat karena mudah

untuk dipraktikan, tidak mengeluarkan banyak biaya dan efek sampingnya juga

tidak terlalu bahaaya (Zulhafni, 2011). Terapi komplementer bersifat terapi

biologi dengan menggunakan herbal, energy terapi metode manipulasi tubuh,

akupuntur. Terapi herbal banyak di gunakan oleh masyarakat untuk menangani

penyakit gout arthritis karena memiliki efek samping yang sedikit (Rahmawati,

2012).

Sehingga dengan peningkatan kasus Gout arthritis, komplikasi yang dapat

terjadi jika Gout arthritis tidak ditangani dengan tepat, maka perlunya pendidikan

kesehatan dan cara merawat untuk mengatasi Gout arthritis. Karena tindakan
4

mendidik untuk mencegah timbulnya penyakit yang sering muncul seperti Gout

arthritis perlunya melibatkan peran serta keluarga dalam memberikan perawatan

pada anggota keluarga yang mempunyai penyakit Gout arthritis (Ardiyansyah,

2012).

Dalam konsep asuhan keperawatan lansia, kegiatan ini di maksutkan untuk

memberikan bantuan, bimbingan, pengawasan, perlindungan dan pertolongan

pada lanjut usia secara induvidu maupun secara kelompok, seperti di rumah atau

di lingkungan keluarga, panti werda atau pokesmas, yang di berikan perawat.

Untuk asuhan keperawatan yang masih dapat dilakukan oleh anggota keluarga

atau petugas social yang bukan tenaga keperawatan, di perluakan latihan

sebelumnya atau bimbingan langsung pada waktu tenaga keperawatan

melakukan asuhan keperawatan dirumah atau dipanti (Depkes,1993).

Bila tidak diatasi dapat menimbulkan efek yang membahayakan yang akan

mengganggu proses penyembuhan dan dapat meningkatkan angka morbiditas

dan mortalitas, untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk

meminimalkan nyeri yang dialami oleh pasien. Secara garis besar ada dua

manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen farmakologi dan manajemen

non farmakologi. Salah satu cara untuk menurunkan nyeri pada pasien gout

secara non farmakologi adalah diberikan kompres hangat pada area nyeri.

Sehingga Perawat harus yakin bahwa tindakan mengatasi nyeri dengan kompres

hangat dilakukan dengan cara yang aman (Brunner, 2013).


5

Apabila kadar asam urat berlebihan dan ginjal tidak mampu mengatur

keseimbangannya, maka akan menumpuk pada jaringan dan sendi. Pada saat

kadar asam urat tinggi dan tidak segera diobati dapat menyebabkan penyakit batu

ginjal. Menurut Prince dan Wilson, 2005 tanda dan gejala Asam urat adalah

terjadinya peningkatan asam urat serum, nyeri hebat yang datang tibatiba,

pergerakan kaku, mudah merasa letih dan lesu, kemerahan di kulit, sakit

tenggorokan, nafsu makan berkurang, lidah berwarna merah (gusi berdarah).

Penyakit Gout yang berkaitan dengan peninggian asam urat tidak begitu dikenal

masyarakat, sebagian besar masyarakat menyebutnya penyakit asam urat.

Faktor yang menyebabkan penyakit asam urat yaitu pola makan, faktor

kegemukan dan lain lain. Diagnosis penyakit asam urat dapat ditegakkan

berdasarkan gejala yang khas dan ditemukannya kadar asam urat yang tinggi 12

di dalam darah. Selain itu pengobatan asam urat dapat dilakukan dengan

meningkatkan ekskresi melalui ginjal. Ginjal adalah organ yang memiliki fungsi

utama untuk menyaring darah dan membuang racun hasil metabolisme maupun

racun yang dikonsumsi secara tidak sengaja. Pada lansia sehat,ginjalakan tetap

berfungsi baik. Namun bila ginjal mengalami kerusakan yang diakibatkan

terutama oleh hipertensi, kencing manis, infeksi berulang,atau batu ginjal, akan

terjadi perubahan dalam struktur dan fungsinya. Jaringan akan menumpuk

sebagai respon dari perbaikan kerusakan sehingga filter yang ada akan tidak

berfungsi. Akibat dari gagal ginjal adalah sesak,muntah hebat hingga kejang
6

yang mengharuskan untuk dilakukan cuci darah(Wahyudi Nugroho, Silvana E.

Linda, 2012).

Kadar asam urat darah dipengaruhi oleh herediter, jenis kelamin, kelainan

enzim spesifik, idiopatik, faktor lingkungan, penyakit tertentu, kegiatan dan diet.

Prevalensi hiperurisemia lebih banyak pada laki-laki dibandingkan pada

perempuan, terutama pada laki-laki dengan usia di atas 40 tahun, sedangkan pada

perempuan terutama saat menopause (Hendri, 2008).

Diet merupakan salah satu faktor yang paling berperan dalam meningkatkan

kadar asam urat. Beberapa contoh diet tersebut adalah daging merah, jeroan,

makanan laut, melinjo, kacang-kacangan, sayuran dan bahan makanan lainnya.

Salah satu diet yang paling dihindari oleh penderita hiperurisemia adalah

melinjo, antara lain bentuk olahannya adalah emping. Konsumsi emping goreng

berlebihan dikhawatirkan dapat meningkatkan kadar asam urat darah (Siswono,

2008).

Peran dan pungsi perawat Gerontik terhadap pasien Gout arthritis yaitu

sebagai care giver dengan cara memberiakan asuhan keperawatan kepada lansia.

Sebagai pendidik lansia dengan cara memberiakan pendidikan kesehatan kepada

lansia yang berisiko tinggi, kadar kesehatan, dan lain sebagainya. Sebagai

motivator dan inovator lansia dengan cara memberiakan motivasi kepada lansia.

Sebagai advocator lansia dengan cara membantu memahami semua informasi

dan upaya kesehatan yang di berikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan

tradisional dan professional. Dan sebagai konselor lansia dengan cara


7

memberikan bimbingan kepada lansia tentang masalah keperawatan sesuai

prioritas (Yuli, 2014).

Berdasarkan survey awal di Balai pelayanan dan penyantunan Lanjut Usia

tahun 2015 sebanyak 63 lansia terdiri dari 40 laki-laki dan 23 perempuan, pada

tahun 2015 penderita Gout arthritis sebanyak 28 orang. Berdasarkan hasil

pencatatan daftar urutan penyakit terbanyak pada Lanjut Usia di BPPLU Pagar

Dewa Bengkulu pada tahun 2015 di dapatkan data bahwa gout arthritis adalah

urutan empat penyakit terbanyak di Balai pelayanan dan penyantunan Lanjut

Usia. (BPPLU,2016). Dari 6 Lansia yang menderita goutatritis mengatakan

sering mengalami nyeri pada pesendian-persendian dalam satu minggu bisa 5

hari nyerinya. Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh pasien secara mandiri,

perawat BPPLU belum pernah datang untuk memberikan asuhan keperawatan

untuk mengatasi masalah-masalah yang muncul akibat penyakit Goutatritis

lansia. Petugas BPPLU mengatakan ada perawat dan dokter dari RSUD M.

Yunus Kota Bengkulu yang bertugas di BPPLU setiap dua kali dalam seminggu

sehingga klinilk dapat optimal pada waktu tersebut.

Berdasarkan Latar Belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian “Bagai mana gambaran pemberian asuhan keperawatan lansia pada

pasien dengan Gout arthritis di wisma Balai Pelayanan dan Penyantunan Lanjut

Usia (BPPLU) Pagar Dewa Bengkulu pada tahun 2016.


8

B. BATASAN MASALAH

Agar penelitian ini terarah, terpokus dan tidak meluas, peneliti membatasi

penelitian pada asuhan keperawatan pada pasien dengan Gout atritis meliputi

tahap pengkajian, penegakan diagnosa, perecanaan, implementasi, dan evaluasi.

Penelitian ini di pokuskan pada pasien dengan Gout atritis di BPPLU Kota

Bengkulu pada tahun 2016.

C. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan Umum

Mendeskripsikan, menjelaskan, memaparkan, dan melakukan Asuhan

keperawatan pada pasien dengan Gout athritis di BPPLU Kota Bengkulu

tahun 2016.

2. Tujuan Khusus

a) Mendeskripsikan pengkajian pada klien dengan masalah Gout arthitis di

BPPLU Bengkulu tahun 2016.

b) Mendeskripsikan Diagnosa keperawatan pada klien dengan masalah Gout

arthitis di BPPLU Bengkulu tahun 2016.

c) Mendeskripsikan intervensi asuahan keperawatan pada klien dengan

masalah Gout atritis di BPPLU Bengkulu tahun 2016.

d) Mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatan pada klien dengan

maslah Gout atritis di BPPLU Bengkulu tahun 2016.


9

e) Mendeskripsikan evaluasi asuhan keperawatn pada klien dengan maslah

Gout atritis di BPPLU Bengkulu tahun 2016.

D. Manfaat penulisan

1. Bagi Penulis

a) Dapat memahami dan menerapkan asuhan keperwatan pada pasien dengan

Gout atritis

b) Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penerapan asuhan

keperawatan Gout atritis.

c) Menambah keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan Gout

atritis

2. Bagi Institusi Pendidikkan

Sebagai sumber bacaan atau referensi untuk meningkatkan kualitas

pendidikan keperawatan, khususnya pada klien dengan Gout atritis dan

menambah pengetahuan bagi para pembaca

3. Bagi klien dan keluarga

a) Bahan masukan bagi klien dalam menghadapi permasalahanya.

b) Diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan pada keluarga tentang

perawatan pada anggota keluarga yang mengalami Gout atritis


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Sendi

Gambar 2.1 Anatomi sendi

Sendi merupakan suatu engsel yang membuat anggota tubuh dapat

bergerak dengan baik, juga merupakan suatu penghubung antara ruas tulang

yang satu dengan ruas tulang lainnya, sehingga kedua tulang tersebut dapat

digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya. Sendi

merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi

menjadi tiga tipe, yaitu:

1. Sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang

dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe

yaitu sutura dan sindemosis;

2. Sendi kartilago dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong

oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu

sinkondrosis dan simpisis; dan

10
3. Sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami

pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh

kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi

sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium

menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak

membeku, dan mengandung lekosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab

atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan

sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi.

Jenis sendi sinovial :

a) Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis

b) Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila

c) Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi axial

d) Trochoid : rotasi, mono aksis

e) Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis

Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat bergerak

terjadi tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke tekanan yang lebih

kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan, cairan bergeser mendahului beban

ketika tekanan berkurang cairan kembali ke belakang.


cairan sinovial untuk “meminyaki” sendi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh

ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di

tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan.

Rawan sendi yang melapisi ujung-ujung tulang mempunyai mempunyai

fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan

memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus/licin, serta sebagai penahan

beban dan peredam benturan. Agar rawan berfungsi baik, maka diperlukan:

matriks rawan yang baik pula. Matriks terdiri dari 2 tipe makromolekul, yaitu:

a) Proteoglikan : yang meliputi 10% berat kering rawan sendi, mengandung

70-80% air, hal inilah yang menyebabkan tahan terhadap tekanan dan

memungkinkan rawan sendi elastic

b) Kolagen : komponen ini meliputi 50% berat kering rawan sendi, sangat

tahan terhadap tarikan. Makin kearah ujung rawan sendi makin tebal,

sehingga rawan sendi yang tebal kolagennya akan tahan terhadap tarikan.

Disamping itu matriks juga mengandung mineral, air, dan zat organik lain

seperti enzim. (Evelyn Pearce, 2014)

B. Konsep Gout Atritis

1. Definisi

Gout Artrihitis merupakan suatu keadaan yang terjadi gangguan

metabolisme purin di dalam tubuh. Dimana akan terjadi peningkatan produksi

asam urat dan penurunan ekskresi asam urat oleh ginjal sehingga
menyebabkan penumpukan kadar asam urat di sendi dan saluran ginjal. Gout

adalah hasil dari metabolisme tubuh oleh salah satu protein (purin) dalam

ginjal. Dalam hal ini, ginjal berfungsi mengatur kestabilan kadar asam urat

dalam tubuh dimana sebagian sisa asam urat dibuang melalui air seni (urin),

(Brunner & Suddarth,2009).

Penyakit Pirai (gout) atau Arthritis Gout adalah penyakit yang disebabkan

oleh tumpukan asam/kristal urat pada jaringan, terutama pada jaringan sendi.

Gout berhubungan erat dengan gangguan metabolisme purin yang memicu

peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia), yaitu jika kadar

asam urat dalam darah lebih dari 7,5 mg/dl. (Catatan: kadar normal asam urat

dalam darah untuk pria adalah 8 mg/dl, sedangkan untuk wanita adalah 7

mg/dl) (Junaidi, 2013).

Arthritis gout adalah penyakit yang terjadi akibat adanya peningkatan

kronis konsentrasi asam urat di dalam plasma (Stepan, 2012). Gout

merupakan terjadinya penumpukan asam urat dalam tubuh dan terjadi

kelainan metabolisme purin. Gout merupakan kelompok keadaan

heterogenous yang berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme

purin (hiperurisemia) (Brunner dan Suddarth, 2012).

2. Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan manifestasi klinik:

a) Stadium artritis gout akut


Pada tahap ini penderita akan mengalami serangan artritis yang khas

dan serangan tersebut akan menghilang tanpa pengobatan dalam waktu 5-7

hari. Karena cepat menghilang, maka sering penderita menduga kakinya

keseleo atau kena infeksi sehingga tidak menduga terkena penyakit gout

dan tidak melakukan pemeriksaan lanjutan. Pada serangan akut yang tidak

berat, keluhan-keluhan dapat hilang dalam beberapa jam atau hari. Pada

serangan akut berat dapat sembuh dalam beberapa hari sampai beberapa

minggu.Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet

tinggi purin, kelelahan fisik, stres, tindakan operasi, pemakaian obat

diuretik atau penurunan dan peningkatan asam.

b) Stadium interkritikal

Pada keadaan ini penderita dalam keadaan sehat selama jangka waktu

tertentu. Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya berbeda. Ada

yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10 tahun, tetapi rata-rata

berkisar 1 – 2 tahun. Panjangnya jangka waktu tahap ini menyebabkan

seseorang lupa bahwa ia pernah menderita serangan artritis gout atau

menyangka serangan pertama kali dahulu tak ada hubungannya dengan

penyakit gout. Walaupun secara klinik tidak didapatkan tanda-tanda akut,

namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini menunjukkan

bahwa proses peradangan tetap berlanjut, walaupun tanpa keluhan. Dengan

manajemen yang tidak baik, maka keadaan interkritik akan berlajut

menjadi stadium dengan pembentukan tofi.


c) Stadium artritis gout menahun (kronik)

Tahap ketiga disebut sebagai tahap artritis gout kronik bertofus. Tahap

ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10 tahun atau lebih.

Pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar sendi yang sering

meradang yang disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa benjolan keras yang

berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit dari kristal

monosodium urat. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan pada sendi dan

tulang di sekitarnya. Pada stadium ini kadang-kadang disertai batu saluran

kemih. pirai menahun dan berat, yang menyebabkan terjadinya kelainan

bentuk sendi. Pengendapan kristal urat di dalam sendi dan tendon terus

berlanjut dan menyebabkan kerusakan yang akan membatasi pergerakan

sendi. Benjolan keras dari kristal urat (tofi) diendapkan di bawah kulit di

sekitar sendi. Tofi juga bisa terbentuk di dalam ginjal dan organ lainnya,

dibawah kulit telinga atau di sekitar sikut. Jika tidak diobati, tofi pada

tangan dan kaki bisa pecah dan mengeluarkan massa kristal yang

menyerupai kapur (Departemen Ilmu Penyakit Dalam, 2007)

3. Etiologi

Arthritis gout ditandai dengan serangan-serangan nyeri hebat dan

kemerahan pada bagian bawah sendi dari ibu jari kaki, yang terjadi pada

waktu tengah malam. Serangan berkurang dalam beberapa hari tetapi berulang

kembali. Lama kelamaan, sendi dirusak oleh endapan kristal asam urat
didalam sinovia dan tulang rawan. Asam urat didalam serum meningkat.

Penyakit ini dianggap sebagai suatu penyakit orang berada yang memakan

makanan yang kaya akan DNA, yang memproduksi banyak asam urat (Sibuea,

2009).

Faktor-faktor yang berpengaruh sebagai penyebab gout adalah:

Faktor keturunan dengan adanya riwayat gout dalam silsilah keluarga.

a) Meningkatnya kadar asam urat karena diet tinggi protein dan makanan

kaya senyawa purin lainnya. Purin adalah senyawa yang akan dirombak

menjadi asam urat dalam tubuh.

b) Konsumsi alkohol berlebih, karena alkohol merupakan salah satu sumber

purin yang juga dapat menghambat pembuangan urin melalui ginjal.

c) Hambatan dari pembuangan asam urat karena penyakit tertentu, terutama

gangguan ginjal. Pasien disarankan meminum cairan dalam jumlah banyak

.minum air sebanyak 2 liter atau lebih tiap harinya membantu pembuangan

urat, dan meminimalkan pengendapan urat dalam saluran kemih.

d) Penggunaan obat tertentu yang meningkatkan kadar asam urat, terutama

diuretika ( furosemid dan hidroklorotiazida )

e) Penggunaan antibiotika berlebihan yang menyebabkan berkembangnya

jamur, bakteri dan virus yang lebih ganas.

f) Penyakit tertentu dalam darah ( anemia kronis ) yang menyebabkan

terjadinya gangguan metabolism tubuh, missal berupa gejala polisitomia

dan leukemia.
g) Faktor lain seperti stress, diet ketat, cidera sendi, darah tinggi dan olahraga

berlebihan ( VitaHealth, 2013 )

4. Patofisiologi

Untuk menjadi gout arthritis, asam urat harus melalui tahapan-tahapan

tertentu yang menandai perjalanan penyakit ini. Gejala awal ditandai oleh

hiperurisemia kemudian berkembang menjadi gout dan komplikasi yang

ditimbulkannya. Prosesnya berjalan cukup lama tergantung kuat atau

lemahnya faktor resiko yang dialami oleh seorang penderita hiperurisemia.

Jika hiperurisemia tidak ditangani dengan baik, cepat atau lambat penderita

akan mengalami serangan gout akut. Jika kadar asam urat tetap tinggi selama

beberapa tahun, penderita tersebut akan mengalami stadium interkritikal.

Setelah memasuki fase ini, tidak butuh waktu lama untuk menuju fase akhir

yang dinamakan dengan stadium gout kronis (Lingga,2012).


5. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala arthritis gout secara umum adalah sebagai berikut:

a) Nyeri hebat yang tiba-tiba menyerang sendi pada saat tengah malam,

biasanya pada ibu jari kaki (sendi metatarsofalangeal pertama) atau jari

kaki (sendi tarsal)

b) Jumlah sendi yang meradang kurang dari empat (oligoartritis) dan

serangannya pada satu sisi (unilateral)

c) Kulit berwarna kemerahan, terasa panas, bengkak, dan sangat nyeri

d) Pembengkakan sendi umumnya terjadi secara asimetris (satu sisi tubuh)

e) Demam, dengan suhu tubuh 38,30C atau lebih, tidak menurun lebih dari

tiga hari walau telah dilakukan perawatan

f) Ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah berwarna merah atau gusi berdarah

g) Bengkak pada kaki dan peningkatan berat badan yang tiba-tiba

h) Diare atau muntah.

(VitaHealth, 2013)

6. Komplikasi

Komplikasi yang muncul akibat gout artritis antara lain:

a) Gout kronik bertophus

Merupakan serangan gout yang disertai benjolan-benjolan (tofi) di sekitar

sendi yang sering meradang. Tofi adalah timbunan kristal monosodium

urat di sekitar persendian seperti di tulang rawan sendi, sinovial, bursa atau
tendon. Tofi bisa juga ditemukan di jaringan lunak dan otot jantung, katub

mitral jantung, retina mata, pangkal tenggorokan.

b) Nefropati gout kronik

Penyakit tersering yang ditimbulkan karena hiperurisemia. terjadi akibat

dari pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal. Pada jaringan

ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang menyumbat dan merusak glomerulus.

c) Nefrolitiasi asam urat (batu ginjal)

Terjadi pembentukan massa keras seperti batu di dalam ginjal, bisa

menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.

Air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu seperti

kalsium, asam urat, sistin dan mineral struvit (campuran magnesium,

ammonium, fosfat).

d) Persendian menjadi rusak hingga menyebabkan pincang

e) Peradangan tulang, kerusakan ligament dan tendon

f) Batu ginjal (kencing batu) serta gagal ginjal

(Emir Afif, 2013)

7. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto Konvensional (X-Ray)

a) ditemukan pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi (tophus)

berbentuk seperti topi terutama di sekitar sendi ibu jari kaki.


b) tampak pembengkakan sendi yang asimetris dan kista arthritis erosif.

c) peradangan dan efusi sendi.

b. Pemeriksaan laboratorium

1) Asam Urat (Serum)

a) dijalankan untuk memantau asam urat serum selama pengobatan

gout.

b) 3-5 ml darah vena dikumpulkan dalam tabung tabung berpenutup

merah. Diusahakan supaya tidak terjadi hemolisis.

c) elakkan dari memakan makanan tinggi purin seperti jeroan (hati,

ginjal, otak, jantung), remis, sarden selama 34 jam sebelum uji

dilakukan.

d) nilai normal : Pria Dewasa : 3,5 – 8,0 mg/dL, Perempuan Dewasa :

2,8 – 6,8 mg/dL

e) peningkatan kadar asam urat serum sering terjadi pada kasus gout,

alkoholisme, leukimia, limfoma, diabetes mellitus (berat), gagal

jantung kongestif, stress, gagal ginjal, pengaruh obat : asam askorbat,

diuretic, tiazid, levodopa, furosemid, fenotiazin, 6-merkaptopurin,

teofilin, salisilat.

2) Asam Urat (Urine 24 jam)

a) Untuk mendeteksi dan/atau mengonformasi diagnosis gout atau

penyakit ginjal.
b) sampel urine 24 jam ditampung dalam wadah besar, ditambahkan

pengawet dan didinginkan.

c) pengambilan diet makanan yang mengandung purin ditangguhkan

selama penampungan.

d) tidak terdapat pembatasan minuman.

e) nilai normal :250 – 750 mg/24 jam

f) Peningkatan terjadi pada kasus gout, diet tinggi purin, leukemia,

sindrom Fanconi, terapi sinar–X, penyakit demam, hepattis virus,

pengaruh obat: kortikosteroid, agens sitotoksik (pengobatan kanker),

probenesid (Benemid), salisilat (dosis tinggi).

g) Kadar pH urine diperiksa jika terdapet hiperuremia. Batu urat terjadi

pada pH urine rendah (asam).

c. Pemeriksaan cairan sendi

1. Tes makroskopik

a) Warna dan kejernihan

1) Normal : tidak berwarna dan jernih

2) Seperti susu : gout

3) Kuning keruh : inflamasi spesifik dan nonspesifik karena

leukositosis

4) Kuning jernih : arthritis reumatoid ringan, osteo arthritis

b) Bekuan

1) Normal : tidak ada bekuan


2) Jika terdapat bekuan menunjukkan adanya peradangan. Makin

besar bekuan makin berat peradangan

c) Viskositas

1) Normal : viskositas tinggi (panjangnya tanpa pututs 4-6 cm)

2) Menurun (kurang dari 4 cm : inflamatorik akut dan septik)

3) Bervariasi : hemoragik

d) Tes mucin

1) Normal : terlihat stu bekuan kenyal dalam cairan jernih

2) Mucin sedang : bekuan kurang kuat dan tidak ada batas tegas :

rheumatoid arthritis

3) Mucin jelek : bekuan berkeping-keping : infeksi

2) Tes mikroskopik

a) Jumlah leukosit

1) Jumlah normal leukosit : kurang 200/mm3

2) 200 – 500/mm3 → penyakit non inflamatorik

3) 2000 – 100 000/mm3 → penyakit inflamatorik akut. Contoh : arthritis

gout, arthritis rheumatoid

4) 20 000 – 200 000/mm3 → kelompok septik (infeksi). Contoh :

arthritis TB, arthritis gonore

5) 200 – 1000/mm3 → kelompok hemoragik

b) Hitung jenis sel

1) Jumlah normal neutrofil : kurang dari 25%


2) Jumlah neutrofil pada akut inflamatorik: Arthritis gout akut : rata-rata

83%

3) Faktor rematoid : rata-rata 46%, Artrhritis rematoid : rata-rata 65%

c) Kristal-kristal

1) Normal : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi

2) Arthritis gout : ditemukan kristal monosodium urat (MSU) berbentuk

jarum memiliki sifat birefringen ketika disinari cahaya polarisasi

3) Arthritis rematoid : ditemukan kristal kolestrol

d) Tes kimia

1) Tes glukosa dan mikrobiologi

2) Laktat Dehidrogenase

(Joyce LeFever, 2008 )

9. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Diet, dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk.

Hindari makanan tinggi purin (hati, ikan sarden, daging kambing, dan

sebagainya), termasuk roti manis. Meningkatkan asupan cairan (banyak

minum).

2) Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hiperurisemia seperti tiazid,

diuretic, aspirin, dan asam nikotinat yang menghambat ekskresi asam

urat dari ginjal.


3) Mengurangi konsumsi alcohol (bagi peminum alkohol).

4) Tirah baring

Merupakan suatu keharusan dan diteruskan selama 24 jam setelah

serangan menghilang. Arthritis gout dapat kambuh bila terlalu cepat

bergerak.

5) Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat

sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan

menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es dapat diletakkan pada

tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Sementara terapi panas

mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan

kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat

penyembuhan.

6) Relaksasi

adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari

ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi nyeri.

Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan

frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan

bernafas dengan perlahan dan nyaman. Periode relaksasi yang teratur

dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang

terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan

nyeri(Anarmoyo,2013).
b. Penatalaksanaan medik

Obat-obat yang diberikan pada serangan akut antara lain:

1) Kolkisin

Efek samping yang ditemui diantaranya sakit perut, diare, mual atau

muntah-muntah. Kolkisin bekerja pada peradangan terhadap kristal urat

dengan menghambat kemotaksis sel radang. Dosis oral 0,5-0,6 mg per

jam sampai nyeri, mual, atau diare hilang. Kemudian obat dihentikan

biasanya pada dosis 4-6 mg, maksimal 8 mg.

2) OAINS

OAINS yang paling sering digunakan adalah indometasin. Dosis

awal 25-50 mg setiap 8 jam, diteruskan sampai gejala menghilang (5-10

hari). Kontraindikasinya jika terdapat ulkus peptikum aktif, gangguan

fungsi ginjal dan riwayat alergi terhadap OAINS (obat anti inflamasi

non steroid).

3) Kortikosteroid

Jika sendi yang terserang monoartikular, pemberian intraartikular

sangat efektif, contohnya triamsinolon 10-40 mg intraartikular. Untk

gout poliartikuar, dapat diberikan secara intravena (metilprednisolon 40

mg/hair) atau oral (prednisone 40-60 mg/hari).


4) Analgesik

Diberikan bila rasa nyeri sangat hebat. Jangan diberikan aspirin

karena dalam dosis rendah akan menghambat ekskresi asam uratdari

ginjal dan memperberat hiperurisemia.

5) Preparat colchicin (oral atau parenteral) atau NSAID

Digunakan untuk meredakan serangan akut gout. Penatalaksanaan

medis hiperurisemia, tofus, penghancuran sendi dan masalah renal

biasanya dimulai setelah proses inflamasi akut mereda. Preparat

urikosurik seperti probenesid akan memperbaiki keadaan hiperurisemia

dan melarutkan endapan urat. Allopurinol juga merupakan obat yang

efektif tetapi penggunaannya terbatas karena terdapat resiko toksisitas.

Kalau diperlukan penurunan kadar asam urat dalam serum, preparat

urikosurik merupakan obat pilihan. Kalau pasiennya beresiko untuk

mengalami insufiensi renal atau batu ginjal (kalkuli renal), allopurinol

merupakan obat pilihan (Smeltzer, 20014)

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. konsep pengkajian gerontik/lansia

Pengkajian Status Fungsional, Kognitif, Afektif, Psikologis dan Sosial


Pengkajian Status Fungsional

INDEKS KATZ

SKO KRITERIA

RE

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil, berpakaian dan

mandi

B Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut

C Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi dan satu fungsi

tambahan

D Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian dan satu

fungsi tambahan

E Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian,ke kamar

kecil dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam semua aktifitas hidup sehari-hari, kecuali mandi, berpakaian,

berpindah, dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut

Lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi, tidak dapat diklasifikasikan sebagai C,

-lain D, E, F dan G

Berdasarkan data, maka memperoleh skor A. Maka lansia tsb mempunyai

Kemandirian dalam aktivitas sehari-hari.


b. Pengkajian Status Kognitif dan Afektif

Short Portable Mentol Status Questionnaire (SPMSQ)

Skor No. Pertanyaan Jawaban

+ -

1. Tanggal berapa hari ini? -

+ 2. Hari apa sekarang ini? (hari, tanggal, tahun) -

+ 3. Apa nama tempat ini? -

4. Berapa nomor telpon Anda? -

4a. Dimana alamat Anda? (tanyakan hanya bila klien -

tidak mempunyai telepon)

+ 5. Berapa umur Anda? -

6. Kapan Anda lahir? -

7. Siapa presiden Indonesia sekarang? -

8. Siapa presiden sebelumnya? -

9. Siapa nama kecil ibu Anda? -

10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari -

setiap angka baru, semua secara menurun

Jumlah kesalahan total -

Penilaian SPMSQ

Kesalahan 5 - 7 : fungsi intelektual sedang


c. Pengkajian Status Psikologis

Skala Depresi Yessavage

Skala Depresi geriatrik Yesavage, bentuk singkat

1. Apakah pada dasarnya Anda puas dengan kehidupan Anda?(tidak)(ya)

2. Sudahkah Anda mengeluarkan aktifitas dan minat Anda? (ya) (tidak)

3. Apakah Anda merasa bahwa hidup Anda kosong?(ya)(tidak)

4. Apakah Anda sering bosan?(ya)(tidak

5. Apakah Anda mempunyai semangat yang baik setiap waktu?(tidak)(ya)

6. Apakah Anda takut sesuatu akan terjadi pada Anda?(ya)(tidak)

7. Apakah Anda merasa bahagia di setiap waktu?(tidak)(ya)

8. Apakah Anda lebih suka tinggal di rumah, daripada pergi dan melakukan sesuatu yang baru? (ya/t)

9. Apakah Anda merasa bahwa mempunyai lebih banyak masalah dengan ingatan Anda daripada yang

lainnya?(ya) (tidak)

10. Apakah Anda berfikir sangat menyenangkan hidup sekarang ini?(tidak)(ya)

11. Apakah Anda merasa saya sangat tidak berguna dengan keadaan Anda sekarang? (tidak)

12. Apakah Anda merasa penuh berenergi? (tidak)(ya)

13. Apakah Anda berfikir bahwa situasi Anda tak ada harapan?(ya)(tidak)

14. Apakah Anda berfikir bahwa banyak orang yang lebih baik daripada Anda? (ya)

Analisa hasil :

Jika jawaban pertanyaan sesuai indikasi dinilai poin 1. (nilai poin 1 untuk setiap

respons yang cocok dengan jawaban ya atau tidak setelah pertanyaan)


Nilai 5 atau lebih dapat menandakan depresi.

d. Pengkajian Status Sosial

APGAR keluarga

No Fungsi Uraian Sko

. re

1. Adaptasi Saya puas bahwa saya dapat kembali pada keluarga (teman-teman) saya 1

untuk membantu pada waktu sesuatu menyusahkan saya

2. Hubungan Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya membicarakan 2

sesuatu dengan saya dan mengungkapkan masalah dengan saya

3. Pertumbuhan Saya puas bahwa keluarga (teman-teman) saya menerima dan 2

mendukung keinginan saya untuk melakukan aktivitas atau arah baru

4. Afeksi Saya puas dengan cara keluarga (teman-teman) saya mengekspresikan 1

afek dan berespon terhadap emosi-emosi saya, seperti marah, sedih atau

mencintai

5. Pemecahan Saya puas dengan cara teman-teman saya dan saya menyediakan waktu 2

bersama-sama

Analisa hasil :

Skor : 8-10 : fungsi sosial normal

Skor : 5-7 : fungsi sosial cukup

Skor : 0-4 : fungsi sosial kurang/suka menyendiri


2. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien (Nursalam,

2008).

Menurut (Yuli, 2014) pengkajian yang perlu dilakukan pada lansia dengan

gout arthritisadalah sebagai berikut:

2. Identitas

Identitas klien yang bisa dikaji pada penyakit sistem muskuloskeletal

adalah usia, karena ada beberapa penyakit muskuloskeletal banyak terjadi

pada klien di atas usia 60 tahun.

3. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit

muskuloskeletal seperti: arthritis rheumatoid, gout artritis, osteoatritis,

dan osteoporosis adalah klien mengeluh nyeri pada persendian tulang yang

terkena, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan

mobilitas. Berdasarkan pengkajian karakteristik nyeri P (Provokative) :

faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri, Q (quality):seperti

apa-> tajam, tumpul, atau tersayat, R (region) : daerah perjalanan nyeri, S

(severity/skala nyeri) : keparahan / intensitas nyeri, T (time) : lama/waktu

serangan atau frekuensi nyeri.


Bagan 2.2 skala nyeri

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan

Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan

baik.

4-6 : Nyeri sedang

Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,

dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat

Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri tidak dapat mendeskripsikannya.

10 : Nyeri sangat berat

Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi.


4. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita

oleh khalayan dari mulai keluhan yang dirasakan sampai khalayan dibawa

ke Rumah Sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ke tempat lain

seperti Rumah Sakit Umumserta pengobatan apa yang pernah diberikan

dan bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.

5. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit muskuloskeletal

sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan

adanya riwayat penyakit muskuloskeletal, penggunaan obat-obatan, riwayat

mengkonsumsi alkohol dan merokok.

6. Riwayat penyakit keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit

yang sama karena faktor genetik/keturunan.

7. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan muskuloskeletal

bisaanya lemah, pembengkakkan pada sendi, kekakuan pada oto-otot.

2) Kesadaran

Kesadaran klien bisaanya composmentis atau apatis.

3) Tanda-tanda vital:
a) Suhu menngkat (>370 C).

b) Nadi meningkat (N : 70-80x/menit).

c) Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal.

d) Pernafasan bisaanya mengalami normal atau meningkat.

8. Pemeriksaan Review Of System (ROS)

a) Sistem Pernafasan (B1: Breathing)

Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas

normal.

b) Sistem Sirkulasi (B2: Bleeding)

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical sirkulasi perifer,

warna, dan kehangatan.

Gejala: fenomena raynaud jari tangan/kaki (mis., pucat intermiten,

sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.

c) Sistem Persyarafan (B3: Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat

kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat, dilatasi

pupil. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).

Gejala : kebas / kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi

pada jari tangan. Pembengkakan sendi simetris.

d) Sistem Perkemihan (B4: Bleder)

Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, dysuria, distensi

kandung kemih,warna dan bau urin, dan kebersihan.


e) Sistem Pencernaan (B5: Bowel)

Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus,

anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.

f) Sistem Muskuloskletal (B6: Bone)

Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area

jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan otot, kontraktur,

atrofi otot,laserasi kulit dan perubahan warna.

Gejala : fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan

jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama

pada pagi hari).

9. Pola Fungsi kesehatan

Yang perlu dikaji adanya aktivitas apa saja yang bisa dilakukan

sehubungan dengan adanya nyeri pada persendian, ketidakmampuan

mobilisasi.

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan.

Gejala : riwayat Gout pada keluarga (pada awitan ramaja). penggunaan

makanan kesehatan, vitHuda, penyembuhan artritis tanpa pengujian.

Riwayat pericarditis, lesi katup : vibrosis pulmonal, pleuritis. DRG

menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari


Pertimbangan Rencana Pulang : Mungkin membutuhkan bantuan pada

transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/pemeliharaan rumah

tangga.

2) Pola nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu

makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan

kesukaan.Gejala:Ketidakmampuanuntuk menghasilkan/mengkonsumsi

makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia, kesulitan mengunyah

(keterlibatan TMJ). Tanda: penurunan BB, kekeringan pada membran

mukosa.

3) Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada

tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter.

Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktiftas perawatan

pribadi. Ketergantungan pada orang lain.

4) Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhdapa energi,

jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan insomnia.

5) Pola aktivitas dan istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi,

riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan.

Pengkajian indeks KATZ.


Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan

stress pasa sendi, kekakuan pada pagi hari, bisaanya terjadi secara

bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya

hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan

Tanda: Malaise, keterbatasan rentang gerak : atropi otot, kulit :

kontraktur/kelainan pada sendi dan otot

6) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan perak kelayan terhadap

anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya

rumah, dan masalah keuangan. Pengkajian APGAR keluarga (Tabel

APGAR keluarga). Gejala: kerusakan interaksi dengan keluarga atau

orang lain, perubahan peran, isolasi.

7) Pola sensori dan kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori

meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran,perasaan, dan pembau.

Pola klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer,

kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan

tandanya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil,

peningkatan air mata. Pengkajian Status Mental menggunakan Tabel

Short Portable Mental Status Quesionare (SPMSQ).

8) Pola persepsi dan konsep diri


Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap

kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri,

harga diri, peran, identtas diri. Manusia sebaga sistem terbuka dan

makhluk bio-psiko-sosio-kultural-spritual, kecemasan, takutan, dan

dampak terhadap sakit. Pengkajian tingkat Depresi menggunakan Tabel

Inventaris Depresi Back. Gejala: faktor faktor stress akut/kronis : mis.,

finansial, pekerjan , ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.

Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).

Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (mis.,

ketergantunagn pada orang lain).

9) Pola seksual dan reproduksi

Menggunakan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.

10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan untuk mengurangi stress.

Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus

kaki. Kesulitan dalam menangani tugas, pemeliharaan rumah tangga.

Demam ringan menetap. Kekeringan pada mata dan membran mukosa

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk

spiritual
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons

manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau

kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan

menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito, 2000).

Diagnosa yang muncul pada kasus gout arthritis antara lain:

a) Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan sekunder

b) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian

c) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit, cidera

d) Difisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman

pengobatan dan perawatan di rumah

e) Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

f) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

(Sumber : Nurarif, 2013


PERENCANAAN KEPERAWATAN

INTERVENSI
DIAGNOSA
RASIONAL
NOC NIC

Nyeri NOC NIC


berhubungan 1. Level nyeri : Manajemen nyeri
dengan a. Nyeri hebat 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengetahui perkembangan nyeri dan tanda-tanda
kerusakan b. Nyeri berat secara komprehensif termasuk nyeri sehingga dapat menentukan intervensi
integritas c. Nyeri sedang lokasi, karakteristik, durasi, selanjutnya
jaringan d. Nyeri ringan frekuensi, kualitas dan faktor
sekunder (sendi e. Tidak ada nyeri presipitasi.
sinovial) 2. Control nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal 2. Mengetahui respon pasien terhadap nyeri
a. Tidak pernah dari ketidaknyamanan.
b. Kadang-kadang
c. Sewaktu-waktu 3. Gunakan terapi komunikasi 3. Pasien dapat percaya dan mempercepat
d. Sering untuk mengetahui pengalaman penyembuhan
e. Selalu nyeri.
 Dengan kriteria hasil :
1. Pasien mampu 4. Evaluasi pengalaman nyeri 4. Mengontrol perubahan status nyeri
mengontrol nyeri, masa lampau..
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
2. teknik 5. Kontrol lingkungan yang dapat 5. Menurunkan rasa nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mempengaruhi nyeri seperti
mengurangi nyeri, suhu ruangan, pencahayaan
mencari bantuan). dan kebisingan
3. Melaporkan bahwa 6. Kurangi faktor presipitasi 6. Dapat menurunkan tingkat nyeri pasien
nyeri berkurang nyeri
dengan menggunakan Seperti presipitasi kristal
manajemen nyeri monosodium urat 7. Mengetahui perkembangan nyeri dan menentukan
4. Mampu mengenali 7. Kaji tipe dan sumber nyeri lokasi intervensi selanjutnya
nyeri (skala, intensitas, untuk melakukan intervensi.
frekuensi dan tanda
nyeri). 8. Ajarkan tentang tekpnik 8. Menurunkan ketegangan otot, sendi dan
5. Menyatakan rasa nonfarmakologi : napas dalam, melancarkan peredaran darah sehingga dapat
nyaman setelah nyeri relaksasi, distraksi, kompres mengurangi nyeri
berkurang. hangat/dingin.
6. Tanda vital dalam 9. Berikan analgetik untuk m
rentang normal 10. 9. Analgetik berfungsi sebagai depresan system syaraf
7. Tidak mengalami 11. engurangi nyeri pusat sehingga mengurangi atau menghilangkan
gangguan tidur nyeri
12. Tingkatkan istirahat
10. Istirahat yang cukup dapat mengurangi rasa nyeri
Pemberian Analgesik
13. Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri 11. Dengan mengetahui tipe nyeri maka akan
sebelum pemberian obat. membantu memilih tindakan yang tepat
14. Cek instruksi dokter tentang
jenis obat, dosis, dan frekuensi 12. Dengan mengetahuinya lokasi, karakteristik,
kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian, dapat
dijadikan acuan untuk tindakan penghilang nyeri
15. Cek riwayat alergi setelah pemberian obat
13. Mengetahui bahwa tindakan yang diberikan adalah
16. Pilih analgesik yang benar
diperlukan atau kombinasi dari 14. Mengetahui adanya riwayat alergi terhadap obat
analgesik ketika pemberian untuk mempermudah pemberian obat selanjutnya
lebih dari satu
17. Tentukan pilihan analgesik 15. Analgesik yang tepat membantu mempercepat
tergantung tipe dan beratnya penurunan nyeri
nyeri
18. Monitor vital sign sebelum dan 16. Dengan memonitor vital sign sebelum dan sesudah
sesudah pemberian analgesik pemberian obat dapat memberikan perbandingan
pertama kali tentang tingkat nyeri sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan
19. Berikan analgesik tepat waktu 17. Pasien tidak merasa cemas dan mengerti sebab-
terutama saat nyeri hebat sebab nyeri
20. Evaluasi efektivitas analgesik, 18. Mengetahui perubahan status kesehatan setelah
tanda dan gejala (efek pemberian obat
samping).
Hambatan NOC NIC
Mobilitas Fisik  Gerakan bersama : Exercise therapy : ambulation
berhubungan aktif 1. Monitoring vital sign 1. Adaanya perbedaan ttv sebelum dan sesudah
dengan nyeri Dengan Level : sebelum/sesudah latihan dan menandakan gangguan fisik pada pasien.
persendian 1. Tidak ada gerakan lihat respon pasien saat latihan
2. gerakan terbatas
3. gerakan cukup 2. Konsultasikan dengan terapi 2. Terapi ambulasi yang tepat mempercepat proses
4. gerakan baik fisik tentang rencana ambulasi penyembuhan
5. gerakan sangat baik sesuai dengan kebutuhan
Nilai yang diharapkan 4
sampai 5 3. Bantu klien untuk 3. Hal ini membantu pasien dalam beradaptasi
menggunakan tongkat saat dengan kondisinya
 Tingkat mobilitas berjalan dan cegah terhadap
Dengan Level : cidera
1. Tergantung, tidak bisa 4. Ajarkan pasien atau tenaga 4. Hal ini bertujuan untuk membantu tenaga
berpartisipasi kesehatan lain tentang teknik kesehatan dalam pemberian terapi pada pasien
2. memerlukan bantuan ambulasi
dan penjagaan
3. Memerlukan bantuan 5. Kaji kemampuan pasien dalam 5. Untuk mengetahui perkembangan mobilisasi
4. Sedikit mandiri mobilisasi pasien
dengan penjagaan
5. Mandiri 6. Latih pasien dalam pemenuhan 6. Untuk melatih kemampuan pasien sesuai dengan
Nilai yang diharapkan kebutuhan ADLs secara kemampuannya
4 sampai 5 mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien 7. Membantu pasien dalam meningkatkan kegiatan
 Perawatan diri: saat mobilisasi dan bantu sehari-hari
aktifitas sehari-hari penuhi kebutuhan ADLs
Dengan Level : pasien
1. Tergantung,tidak bisa 8. Berikan alat bantu jika pasien 8. Alat bantu seperti kursi roda, dll sangat membantu
berpartisipasi memerlukan jika pasien kesulitan dalam mobilisasi
2. Memerlukan bantuan
dan penjagaan
3. Memerlukan bantuan 9. Ajarkan pasien bagaimana 9. Merubah posisi bertujuan agar otot tidak
4. Sedikit mandiri merubah posisi dan berikan tegang/kaku
dengan penjagaan bantuan jika diperlukan
5. Mandiri 10. Menerapkan/ menyediakan
Nilai yang diharapkan perangkat bantu (tongkat, 10. Membantu pasien melakukan gerak secara
4 sampai 5 walker, atau weelcheir) untuk mandiri
ambulation, jika pasien tidak
 Kinerja transfer : stabil
Dengan Level :
1. Tergantung, tidak bisa
berpartisipasi
2. Memerlukan bantuan
dan penjagaan
3. Memerlukan bantuan
4. Sedikit mandiri
dengan penjagaan
5. Mandiri.
Nilai yang diharapkan
4 sampai 5

Kriteria Hasil :
 Klien meningkat
dalam aktivitas fisik.
 Mengerti tujuan dari
peningkatan
mobilitas.
 Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah.
Memperagakan
penggunaan alat
Bantu untuk
mobilisasi.
Defesiensi NOC NIC
pengetahuan  Pengetahuan proses Program penyuluhan
berhubungan penyakit pengetahuan proses penyakit
dengan Dengan Level : 1. Kaji tingkat kemampuan 1. Menentukan informasi yang diberikan.
kurangnya 1. Tidak ada klien tentang penyakitnya.
pemahaman 2. Terbatas 2. Berikan kesempatan pada 2. Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi apa
pengobatan dan 3. Cukup klien untuk mengungkapkan yang dirasakan dan cara menghadapinya secara
perawatan di 4. Sedang perasaannya. langsung.
rumah . 5. Banyak Nilai yang
diharapkan 3 3. Pilih berbagai strategi belajar. 3. Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses
sampai 5 informasi, meningkatkan penerapan pada individu
yang belajar.
4. Tinjau tujuan dan persiapan 4. Ansietas karena ketidaktauan akan meningkatkan
 Pengetahuan diagnostik. stres dan akhirnya akan meningkatkan beban kerja
prilaku kesehatan jantung.
Dengan Level :
1. Tidak ada 5. Diskusikan tentang rencana 5. Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan
2. Terbatas diet. membantu pasien dalam merencanakan
3. Cukup makan/mentaati program.
4. Sedang 6. Diskusikan tentang proses 6. Diskusikan faktor-faktor yang memegang peranan
5. Banyak Nilai yang penyakit, efek, tanda dan dalam kontrol Artritis rheumatoid.
diharapkan 3 gejala dan faktor-faktor yang
sampai 5 memegang peranan dalam
kontrol arhtritis rheumatoid.
Kriteria Hasil : 7. Diskusikan tentang komplikasi 7. Dapat meningkatkan keinginan pasien untuk
 Pasien dan keluarga yang akan terjadi bila pasien mematuhi program diet dan aktivitas sesuai jadwal.
menyatakan tidak mematuhi program diet
pemahaman tentang dan aktivitas serta pencegahan
penyakit, kondisi, komplikasi.
prognosis dan 8. Berikan dukungan secara 8. Meningkatkan mekanisme koping keluarga
program pengobatan moril dan spiritual pada
 Pasien dan keluarga keluarga.
mampu
melaksanakan
prosedur yang
dijelaskan secara
benar
Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan
perawat/tim kesehatan
lainnya
Gangguan citra NOC NIC
tubuh  Citra tubuh Peningkatan citra tubuh
berhubungan Dengan Level : 1. Kaji dan dokumentasikan 1. Dapat menunjukan depresi atau keputusasaan.
dengan 1. Tidak pernah positif respon verbal dan nonverbal
penyakit, 2. Jarang positif pasien terhadap tubuh pasien.
deformitas sendi 3. Kadang-kadang 2. Indentifikasi mekanisme 2. Meningkatkan perasaan kompetensi atau harga diri,
positif koping yang biasa digunakan mendorong kemndirian partisipasi dalam terapi.
4. Sering pasien.
5. Selalu
Nilai yang diharapkan 3. Tentukan harapan pasien 3. Memberi kesempatan untuk mendiskusikan
4 sampai 5 terhadap citra tubuh persepsi pasienterhadap diri atau gambaran diri dan
berdasarkan tahap kenyataan situasi individu.
 Harga diri perkembangan.
Dengan Level :
1. Tidak pernah positif 4. Tentukan apakah persepsi 4. Menunjukan perasaan isolasi dan takut terhadap
2. Jarang positif ketidaksukaan terhadap penolakan dan penilaian orang lain.
3. Kadang-kadang karakteristik tertentu membuat
positif diskusi paralisis sosial bagi
4. Sering remaja dan pada kelompok
5. Selalu Nilai yang resiko tinggi lainnya.
diharapkan 4 sampai 5. Tentukan apakah perubahan 5. Dapat menunjukan emosional ataupun metode
5 fisik saat ini telah dikaitkan koping maladataif.
kedalam citra tubuh pasien.
Kriteria Hasil : 6. Identifikasi terhadap pengaruh 6. Perubahan fisik dan psikologis seringkali
 Body image positif budaya, agama, ras, jenis menimbulkan stresor dalam hubungan keluarga
 Mampu kelamin, dan usia pasien yang mempengaruhui peran atau harapan semula.
mengidentifikasi menyangkut citra tubuh.
kekuatan personal
 Mendiskripsikan 7. Pantau frekuensi penyakit 7. Mengidentifikasi bagaimana penyakit
secara factual kritik diri. mempengaruhi persepsi diri.
peubahan fungsi
tubuh 8. Ajarkan tentang cara merawat 8. Ketergantungan pada perawatan diri membantu
 Mempertahankan dan perawatan diri, termasuk untuk memperbaiki kepercayaan diri dan
interaksi sosial komplikasi kondisi medis. penerimaan situasi.
 Kesesuaian antara
realitas tubuh, ideal 9. Rujuk ke pelayanan sosial 9. Pendekatan penyeluruhan diperlukan untuk
tubuh, perwujudan untuk merencanakan membantu pasien untuk menghadapi rehabilitas dan
tubuh. perawatan dengan pasien dan kesehatan.
 Gambaran internal keluarga.
diri 10. Dengarkan pasien dan 10. Bantu pasien atau orang terdekat untu menerima
 Deskripsi yang keluarga secara aktif dan akui perubahan dan merasakan baik tentang diri sendiri.
terkena dampak. realitas kekhawatiran terhadap
Keinginan untuk perawatan, kemajuan, dam
menyentuh bagian prognosis.
tubuh yang 11. Beri dorongan kepada pasien 11. Mendemonstrasikan penerimaan atau membantu
mengalami gangguan. dan keluarga untuk pasien untuk mengenal dan mulai perasaan ini.
mengungkapkan perasaan dan
untuk berduka jika perlu.
12. Bantu pasien dan keluarga 12. Membantu pasien atau keluarga untuk
utuk mengidentifikasi dan mempertahankan kontrol diri, yang dapat
mengunakan mekanisme meningkatkan perasaan harga diri.
koping.
13. Mempertahankan penampilan yang dapat
13. Berikan perawatan dengan meningkatkan citra diri.
cara yang tidak menghakimi,
jaga privasi, dan martabat
pasien.
Risiko cedera NOC NIC
berhubungan  Kontrol risiko Manajemen lingkungan
dengan Dengan Level : 1. Identifikasi faktor yang 1. Mengidentifikasi bantuan dan dukungan yang
hilangnya 1. Tidak pernah mempengaruhi kebutuhan diperlukan.
kekuatan otot 2. Jarang keamanan, misalnya
3. Kadang-kadang perubahan status mental,
4. Sering derajat keracunan, keletihan,
5. Selalu Nilai yang usia kematangan, pengobatan,
diharapkan 4 sampai dan defisit motorik dan
5 sensorik (misalnya
keseimbangan dan berjalan
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi faktor lingkungan 2. Mengidentifikasi lingkungan yang aman untuk
 Klien terbebas dari yang memungkinkan resiko pasien
cedera terjatuh (mis, lantai licin,
 Klien mampu karpet yang sobek, anak
menjelaskan tangga tanpa pengaman,
cara/metode untuk jendela, kolam renang).
mencegah 3. Bantu ambulasi pasien jika
injury/cedera perlu. 3. Mencegah jatuh dengan cedera
4. Orientasi kembali pasien
terhadap realitas dan 4. Memperkenalkan lingkungan baru kepada pasien
lingkungan saat ini bila
dibutuhkan.
5. Sediakan alat bantu berjalan.
5. Membantu pasien dalam berjalan dan mengurangi
6. Sediakan lingkungan aman resiko jatuh.
untuk pasien. 6. Mengurangi cidera yang tidak disengaja yang dapat
7. Memasang side rail tempat menyebabkan pendarahan.
tidur. 7. Mengurangi resiko jatuh.

8. Menyediakan tempat tidur


yang nyaman dan bersih. 8. Memberikan kenyamanan dan mengurangi
gangguan tidur.
9. Menganjurkan keluarga
menemani pasien. 9. Keluarga sangat dibutuhkan dalam proses
penyembuhan.
Gangguan Pola NOC NIC
Tidur  Anxiety reduction Sleep Enhancement
berhubungan  Comfort level 1. Determinasi efek-efek 1. Mengetahui efek yang terjadi bila pola tidur tidak
dengan nyeri  Pain level medikasi terhadap pola tidur teratur
 Rest : Extent and
Pattern 2. Jelaskan pentingnya tidur yang 2. Kualitas tidur sangat penting untuk kesehatan
Kriteria Hasil : adekuat
 Jumlah jam tidur 3. Fasilitas untuk 3. Dapat membuat otot-otot lebih relaks sebelum
dalam batas normal mempertahankan aktivitas tidur
6-8 jam/hari sebelum tidur (membaca)
 Pola tidur, kualitas 4. Ciptakan lingkungan yang 4. Lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan
dalam batas normal nyaman kualitas tidur
 Perasaan segar
sesudah tidur atau 5. Diskusikan dengan pasien dan 5. Mengetahui teknik mendapatkan tidur yang
istirahat keluarga tentang teknik tidur berkualitas
Mampu pasien
mengidentifikasi hal-
hal yang 6. Instruksikan untuk memonitor 6. Mengontrol waktu tidur pasien
meningkatkan tidur tidur pasien
7. Monitor waktu makan dan 7. Memgetahui batasan antara waktu makan dan
minum dengan waktu tidur waktu tidur pasien
8. Monitor/ catat kebutuhan tidur 8. Mengetahui kualitas tidur pasien setiap harinya
pasien setiap hari dan jam
9. Kolaborasi pemberian obat 9. Obat tidur yang sesuai dapat membuat tidur lebih
tidur berkualitas

(Sumber : Nurarif, A. H, 2013; Sue, 2013; Gloria, 2013)


4. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah

kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk

mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan

dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu

atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan arahan

perawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien dan mengevaluasi

kerja anggota staf dan mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang

relevan dengan perawatan kesehatan berkelanjutan dari klien. Implementasi

meluangkan rencana asuhan ke dalam tindakan. Setelah rencana di

kembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan

intervensi keperawatan spesifik, yang mencakup tindakan perawat dan

tindakan (Potter & Perry, 2005).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap

tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan. Tahap

akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan dengan

melihat perkembangan klien. Evaluasi klien gout artritis dilakukan

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan (Potter &

Perry, 2014).
3. Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan

yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna

untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan

pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara

tertulis dengan tanggung jawab perawat (Hidayat, 2008).


BAB III
TINJAUAN KASUS

Bab ini menjelaskan tentang ringkasan asuhan keperawatan yang dilakukan pada

Tn.I dengan gout artritis, dilaksanakan pada tanggal 12-18 Februari 2017. Asuhan

keperawatan dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementas

i dan evaluasi. Pengkajian ini dilakukan dengan metode auto anamnesa (metode waw

ancara dengan klien langsung), pengamatan, observasi langsung, dan pemeriksaaan

fisik

1. Pengkajian

A. Identitas Klien

Klien bernama Tn.I umur 64 tahun berjenis kelamin laki-laki, agama Islam,

pendidikan terakhir SD, pekerjaan nelayan, alamat Pagar Dewa. Klien tinggal

di Ruang Dahlia BPPLU Kota Bengkulu sejak tanggal 08 Agustus 2016.

Penanggung jawab klien adalah Tn.W, hubungan dengan klien adalah anak,

alamat Pagar Dewa. Diagnosa medis yang diderita Tn. I sekarang adalah gout

arthrtitis.

B. Keluhan Utama

Dari pengkajian keluhan utama didapatkan hasil Tn. I mengatakan nyeri

sendi pada bagian lutut dan bagian bawah kaki yang ia rasakan ketika tengah

60
malam hari. Nyeri dirasakan panas, kemerahan, berdenyut-denyut, dan sulit

bergerak.

C. Riwayat Kesehatan Sekarang

Dari pengkajian didapatkan hasil Tn. I mengatakan nyeri sendi pada bagian

lutut dan bagian bawah kaki yang ia rasakan ketika tengah malam hari.

Berdasarkan pengkajian PQRST yakni P (Provokatif/ Paliatif) : pasien

mengatakan nyeri sendi pada bagian lutut dan bawah kaki, Q

61
61

(Quality/Quantitas) : nyeri dirasakan panas, kemerahan dan berdenyut-


denyut, R (Region/ Radiasi) : di lutut dan menyebar ke bawah kaki, S
(Skala) : skala nyeri = 7, T (Timing) : nyeri dirasakan pada tengah malam
sehingga membuat klien tidak bisa melanjutkan tidurnya kembali.
Klien mengatakan sudah menerima obat dari klinik namun hasilnya
masih belum memuaskan, nyeri sendi masih tetap ada. Faktor pencetus
munculnya nyeri yang diderita pasien adalah makanan yang mengandung
tinggi purin yakni pasien mengatakan sebelumnya memakan jeroan. Pasien
mengatakan ketika nyeri datang pada malam hari, nyeri hanya diusap-usap
dengan air hangat di bagian lutut. Nyeri hanya berkurang beberapa saat
setelah itu datang lagi.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan pernah mengalami nyeri sendi sebelumnya seperti
yang ia rasakan sekarang kurang lebih 2 tahun yang lalu akibat dari kerja
yang terlalu
berat sebagai nelayan. Klien mengatakan pernah mendapatkan terapi pengob
atan dari klinik namun hasilnya hanya sembuh beberapa saat kemudian
terulang kembali. Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi, stroke
ringan dan asam urat yang dideritanya sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat
penyakit stroke yang pernah diderita membuat klien merasakan agak kaku
dan lemah dibagian kanan tubuhnya.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga, tidak ada anggota keluarga yang
menderita sakit seperti klien. Anak klien yang laki-laki sekarang tinggal di
Pagar Dewa sedangkan anak klien yang perempuan sudah menikah dan ikut
bersama suaminya. Di wisma Dahlia tempat tinggal klien sekarang, tidak
ada penyakit yang menular yang diderita oleh lansia lain.
F. Pemeriksaan fisik
Dari pengkajian fisik didapatkan data bahwa keadaan umum klien
compos mentis, berat badan 43 Kg, tinggi badan 147 cm, Indeks Massa
62

Tubuh= 19,9. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital menunjukkan tekanan


darah 170/90 mmHg, nadi 88 x/menit, suhu 36,7 ºC, dan RR 24 x/menit.
Pada pengkajian sistem pernafasan didapatkan frekuensi pernafasan 24
x/menit. Bentuk dada normo chest, tidak ada pernafasan cuping hidung,
gerakan dada simetris kiri dan kanan, irama nafas teratur. Ekspansi dada
simetris kiri dan kanan.
Pengkajian sistem kardiovaskuler pada sirkulasi perifer didapatkan
frekuensi nadi 88 x/m, tekanan darah 160/90 mmHg, tidak ada distensi vena
jugularis. Temperatur kulit hangat, tidak ada edema, capillary refill time
kembali kurang dari 3 detik. Bunyi jantung tidak ada bunyi tambahan, tidak
ada nyeri dada. Pada sirkulasi jantung, kecepatan denyut jantung teratur,
irama teratur.
Pada pengkajian sistem syaraf fungsi serebral didapatkan status mental
pasien baik, tingkat kesadaran compos mentis, GCS 15, orientasi orang
baik, orientasi tempat dan waktu baik, fungsi intelektual baik (pasien
mampu mengingat dan membedakan sesuatu hal dengan baik), tidak ada
gangguan daya fikir, dan pasien mampu mengerti dan berkomunikasi
dengan baik. Pada pengkajian saraf kranial, pada N I didapatkan fungsi
penciuman pasien masih bagus, pada N II didapatkan ketajaman penglihatan
mata berkurang, lapang pandang terbatas. Pada N III, NIV, dan N VI
didapatkan tidak ada edema pada mata, pupil bereaksi terhadap cahaya,
pergerakan bola mata terbatas. Pada N V didapatkan pasien dapat
merasakan sensasi nyeri pada tangan jika dicubit, merasakan panas jika
terkena air panas, dapat merasakan dingin jika menyentuh air es. Pada N VII
fungsi sensorik, pasien mampu mengidentifikasi rasa yang sedangkan pada
fungsi motorik didapatkan menurunnya kekuatan otot wajah. Pada N VIII
didapatkan pendengaran pasien sudah terganggu dan pasien tidak dapat
mempertahankan keseimbangan posisi berdiri. Pada N IX dan N X
didapatkan keadaan ovula terletak di tengah dan sedikit terangkat, tidak ada
kesulitan menelan, terdapat getaran pita suara saat pasien berbicara. Pada N
XI
63

didapatkan menurunnya kekuatan otot trapezius dan otot sternocleidomastoi


deus. Pada N XII didapatkan tidak ada gangguan pada lidah.
Pada pemeriksaan motorik didapatkan pasien kesukaran dalam berjalan
dan pasien tidak dapat seimbang ketika berdiri tanpa menggunakan tongkat.
Pada pemeriksaan sensorik didapatkan pasien mampu merasakan stimulus
sentuhan yang diberikan di bagian tubuh. Pada pemeriksaan reflek biceps
didapatkan respon fleksi lengan pada sendi siku, pada refleks triceps
didapatkan ekstensi lengan bawah pada sendi siku.
Pada sistem perkemihan didapatkan hasil tidak ada keluhan BAK, tidak
terdapat distensi kandung kemih, pola BAK ± 5 x/hari. Pada sistem
percernaan didapatkan keadaan mulut baik, pada gigi terdapat caries,
stomatitis tidak ada, lidah agak kotor, muntah tidak ada, nyeri di daerah
perut tidak ada. Bising usus terdengar 10 – 15 x/m, tidak ada konstipasi,
hepar tidak teraba, pola BAB pasien ± 1 x/hari. Abdomen tidak ada nyeri
tekan dan nyeri lepas.
Pada pengkajian sistem integumen didapatkan elastisitas kulit kurang
baik karena proses penuaan, warna kulit sawo matang, temperature 36,7° C.
Tidak ada luka biasa maupun luka bekas operasi, tidak ada kelainan kulit,
tidak ada tanda dehidrasi, kuku pendek dan bersih, bisa merasakan sensasi
panas dan dingin dengan baik, dekubitus tidak ada. Keadaan rambut tekstur
agak kasar, kebersihan bersih.
Pada pengkajian sistem endokrin didapatkan tidak ada kelainan bentuk
wajah, ekspresi wajah normal, leher simetris kiri dan kanan, tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri di leher, tidak ada
hiperpigmentasi dan hipopigmentasi.
Pada pengkajian sistem musculoskeletal didapatkan bahwa pasien
mengalami kesulitan dalam pergerakan, pasien juga mengalami stroke
ringan pada daerah sebelah kanan tubuhnya, keadaan tonus otot agak kaku,
replek patela positif, kekuatan otot tangan dan kaki kurang baik. Pasien
berjalan dengan menggunakan tongkat dan pasien tampak kaku ketika
berjalan, tidak ada kelainan bentuk tulang. Pada pengkajian Range Of
64

Motion didapatkan nilai kekuatan otot 3, pasien masih bisa menggunakan


ROM aktif dalam pergerakan.
G. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
1. Psikososial
Klien mengatakan senang bila tinggal di wisma Dahlia BPPLU Kota
Bengkulu karena tidak mau merepotkan kedua orang anaknya. Pasien
mengatakan sudah bercerai dengan istrinya, anak pertamanya perempuan
sudah menikah sedangkan anak keduanya laki-laki masih bujangan.
Pasien mengatakan lebih senang bila tiinggal di BPPLU Kota Bengkulu
karena disana selalu ada kegiatan yang bisa dilakukan.
2. Spiritual
Klien beragama Islam, rajin beribadah, sholat berjamaah, klien selalu
mengikuti kegiatan yang ada di panti. Klien berharap akhir kehidupannya
khusnul khotimah.
H. Pengkajian Fungsional Klien
1. KATZ Indeks : Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB BAK), menggu
nakan pakaian, pergi toilet, berpindah dan mandi.
2. Modifikasi dari Bartel Indeks

Tabel 3.1 Modifikasi dari Bartel Indeks


NO KRITERIA DENGAN MANDIRI KETERANGAN
BANTUA
N
1. Makan 5 10 √ Pasien pergi mengambil maka
nan sendirian ke da ur tanpa b
antuan Frekuensi : 3x/sehari
2. Minum 5 10 √ Pasien bisa mengambil minum
sendiri
3. Berpindah dari kursi roda ke 5 – 10 15 √
tempat tidur, sebaliknya
4. Personal toilet ( cuci muka, 0 5√ Frekuensi : 3x/ sehari
menyisir rambut, gosok gigi) Pasien bisa cuci muka,
menyisir rambut dan
menggosok gigi mandiri
5. Keluar masuk toilet (mencuci 5 10 √ Pasien mandiri dalam
pakaian, menyeka tubuh, mencuci, menyeka tubuh
menyiram)
6. Mandi 5
65

7. Jalan di permukaan datar 0 5√ Pasien dapat berjalan di


permukaan datar tanpa bantua
n orang lain
8. Naik turun tangga 5 10 √ Pasien dapat naik turun tangga
sendiri
9. Mengenakan pakaian 5 10 √ Pasien dapat menggunakan
pakaian sendiri
10. Kontrol Bowel (BAB) 5 10 √ Frekuensi : 1x/ sehari
Konsistensi : lunak
Pasien BAB mandiri
11. Kontrol Blader (BAK) 5 10 √ Frekuensi : 5- 6x/ sehari
Warna : Jernih
Pasien BAK mandiri
12. Olah Raga 5√ 10 Frekuensi : -
13. Rekreasi/ pemanfaatan waktu 5√ 10 Frekuensi : -
Total Nilai 110

Keterangan :
a. 130 : Mandiri
b. 65- 125 : Ketergantungan sebagian
c. 60 : Ketergantungan Total
I. Pengkajian Status Mental Gerontik
a. Identifikasi Tingkat Kerusakan Intelektual dengan Menggunakan Short
Portable Mental Status Quesioner (SPMSQ).
Tabel 3.2 Short Portable Mental Status Quesioner (SPMSQ)
BENAR SALAH NO PERTANYAAN
√ 01 Tanggal berapa hari ini ?
√ 02 Hari apa sekarang ?
√ 03 Apa nama tempat ini ?
√ 04 Di mana alamat anda ?
√ 05 Berapa umur anda ?
√ 06 Kapan anda lahir ? ( minimal tahun)
√ 07 Siapa nama Presiden/ Bupati/ Wali Kota sekarang ?
√ 08 Siapa Presiden Indonesia sebelumnya ?
√ 09 Siapa nama ibu anda ?
√ 10 Kurangi 3 dari 10 dan tetap pengurangan dari 3 setiap angka
baru, semua secara menurun.
Σ= 9 Σ= 1

Score total : 1
Interprestasi :
66

a. Salah 0- 3 : Fungsi intelektual utuh


b. Salah 4- 5 : Kerusakan intelektual ringan
c. Salah 6- 8 : Kerusakan intelektual sedang
d. Salah 9- 10 : Kerusakan intelektual berat

b. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan


MMSE (Mini Mental Status Exam).
Tabel 3.3 Mini Mental Status Exam (MMSE)
NO ASPEK NILAI NILAI KRITERIA
KOGNITIF MAKS KLIEN
1. Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar
Tahun (2017)
Musim (Hujan)
Tanggal (pasien lupa)
Hari (Jumat)
Bulan (Februari)

Orientasi 5 5 Dimana kita sekarang berada ?


Negara (Indonesia)
Provinsi (Bengkulu)
Kota (Bengkulu)
BPPLU
Wisma (Dahlia)
2. Registrasi 3 3 Sebutkan nama objek ( oleh pemeriksa ) 1 detik
untuk mengatakan masing masing objek, kemudia
n tanyakan pada klien ketiga objek tadi ( untuk
disebutkan )
Objek piring
Objek buku
Objek gelas
3. Perhatian dan 5 5 Minta klien untuk mulai dari angka 100 kemudian
kalkulasi dikurangi 7 sampai 5 kali / tingakt
97
94
91
88
85
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi ketiga objek pada
nomor 2 ( registrasi ) tadi. Bila benar, 1 point
untuk masing masing objek.
5. Bahasa 9 9 Tunjukan pada klien suatu benda dan tanyakan
namanya pada klien
( Jam tangan )
( Pensil )
67

Minta klien untuk mengulang kata berikut “ Tak


ada jika, dan, atau tetapi “. Bila benar nilai 1
point.
Pernyataan benar 2 buah : Tak ada, tetapi

Minta klien untuk mengikuti perintah berikut


yang terdiri dari 3 langkah :
“ Ambil kertas ditangan anda, lipat dua dan taruh
dilantai “.
Ambil kertas ditangan anda
Lipat dua
Taruh dilantai

Perintahkan pada klien untuk hal berikut ( Bila


aktivitas sesuai peintah nilai 1 point )
“ Tutup mata anda “.

Perintahkan pada klien untuk menulis satu


kalimat dan menyalin gambar.
Tulis satu kalimat
Menyalin gambar
Total nilai 29

Interprestasi Hasil:
a. > 23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik
b. 18-22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
c. ≤ 17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental
berat

J. Riwayat Obat-obatan
Riwayat obat-obatan yang pernah didapatkan Tn. I adalah :
1) Amlodipine 3 x 1 tablet (5mg)
2) Nutralix 3 x 1 tablet
3) Ranitidine 2 x 1 tablet sebelum makan (150mg)
4) Piroxicam 1 x 1 tablet (20mg)
5) Pct 3x1
68

K. Data penunjang yang didapatkan dari hasil pemeriksaan asam urat pada Tn.
I adalah :
Tabel 3.4 hasil pemeriksaan asam urat
No Yang diperiksa Hasil Normal Satuan
1. Asam Urat 9,0 Wanita 3,5 – 6,0 mg/dl, laki- mg/dl
laki 3,5 – 7,0 mg/dl
69

L. ANALISA DATA

Nama : Tn.I Dx. Medis : Gout Artritis


Ruangan : Dahlia No.Reg : 00519

Tabel 3.5 analisa data


No. Data Senjang Masalah Etiologi
1. DS : Nyeri Proses peradanga
a. Pasien mengatakan nyeri sendi saat malam hari n sendi
b. Pasien mengatakan nyeri terasa panas, kemeraha
n dan berdenyut-denyut,dan sulit bergerak
c. Pasien mengatakan tidak bisa melanjutkan tidur k
arena nyeri

DO :
a. Klien tampak ekspresi wajah menahan nyeri
b. Tampak pasien memegang lutut dan kakinya
karena nyeri
c. Skala nyeri : 7
d. RR : 24 x/ menit
e. TD : 160/90 mmHg
f. N : 88 x/ menit
g. S : 36, 7 ºC
h. Kadar gout arthritis dalam darah 9,0 mg/dl
2. DS : Hambatan mobilitas Nyeri persendian
a. Pasien menyebutkan nyeri sendi pada bagian fisik
lutut dan bawah kakinya
b. Pasien menyebutkan bagian kanan tubuhnya
terasa lemah dan agak kaku karena struk
DO :
a. Pasien tampak memakai tongkat kalau berjalan
dan beraktivitas
b. Pasien tampak berhati-hati dalam berjalan
c. Pasien tampak sedikit kaku dalam berjalan
d. Pasien tampak berpegangan saat akan menaiki
tangga
e. Tingkat mobilitas dengan level 3 : memerlukan
bantuan
f. Tanda – tanda vital :
TD : 160/90 mmHg
P : 24 x/m
N : 88 x/m
3. DS : Kelemahan Resiko cidera
a. Pasien menyebutkan tubuhnya sebelah kanan
terasa lemah dan agak kaku untuk digerakkan
karena ada riwayat struk
70

DO :
a. Pasien tampak lemah
b. Pasien tampak agak kaku saat menggerakkan tan
gan dan kakinya yang sebelah kanan
c. Tanda – tanda vital :
TD : 160/90 mmHg
P : 24 x/m
N : 88 x/m

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan sendi
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian
c. Resiko cidera berhubungan dengan kelemahan
71

3. Perencanaan Keperawatan
Nama : Tn.I Dx. Medis : Gout Artritis
Ruangan : Dahlia No.Reg : 00519

Tabel 3.6 perencanaan asuhan keperawatan gout arthritis


Diagnosa
No. Tujuan dan kriteria
keperawata Intervensi Rasional
hasil (NOC)
n
1 Nyeri berhub NOC NIC
ungan denga 1. Level nyeri : Manajemen nyeri
n proses pera a. Nyeri hebat 1. Kaji TTV 1. Untuk mengetahu keadaan pasien
dangan sendi b. Nyeri berat 2. Mengetahui perkembangan nyeri dan
c. Nyeri sedang 2. Lakukan pengkajian nyeri secara k tanda tanda nyeri sehingga dapat
d. Nyeri ringan omprehensif termasuk lokasi, karak
e. Tidak ada nyeri teristik, durasi, frekuensi, 3. Menentukan intervensi selanjutnya
2. Control nyeri kualitas dan faktor presipitasi.
a. Tidak pernah 3. Observasi reaksi non 4. Mengetahui responpasien terhadap n
b. Kadang-kadang verbal dari ketidaknyamanan. yeri
c. Sewaktu-waktu
d. Sering 4. Gunakan terapi komunikasi untuk 5. Pasien dapat percaya dan
e. Selalu mengetahui pengalaman nyeri. mempercepat penyembnhan
Setelah dilakukan
perawatan selama..x 24 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa 6. Mengontrol perubahan status nyeri
jam diharapkan nyeri lampau..
pasien teratasi dengan 7. Menurunkan rasa nyeri pasien
 Kriteria hasil : 6. Kontrol lingkungan yang
1. Pasien mampu dapat mempengaruhi nyeri seperti s
mengontrol nyeri, uhu ruangan, pencahayaan dan kebi
(tahu penyebab nyeri, singan 8. Dapat menurunkan tingkat nyeri pasi
72

mampu menggunakan t 7. Kurangi faktor presipitasi en


eknik nonfarmakologi nyeri Seperti
untuk mengurangi presipitasi Kristal monosodium
nyeri, mencari urat 9. Mengetahui perkembangan nyeri dan
bantuan). 8. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk m menentukan
2. Melaporkan bahwa elakukan intervensi. lokasi intervensi selanjutnya
nyeri berkurang denga
n menggunakan manaj 10. Menurunkan ketegangan
emen nyeri 9. Ajarkan tentang teknik otot, sendi dan melancarkan peredara
3. Mampu mengenali nonfarmakologi : napas n darah sehingga dapat mengurangi
nyeri (skala, intensitas, dalam,relaksasi,distraksi, kompres nyeri
frekuensi dan tanda hangat/dingin.
nyeri). 11. Analgetik berfungsi sebagai depresa
4. Menyatakan rasa nyam n system syaraf pusat sehingga meng
an setelah nyeri 10. Berikan analgetik untuk urangi atau menghilangkan nyeri
berkurang. mengurangi nyeri
5. Tanda vital dalam 12. Istirahat yang cukup dapat menguran
rentang normal gi rasa nyeri
6. Tidak mengalami
gangguan tidur
11. Tingkatkan istirahat Pemberian
Analgesik 13. Dengan mengetahui tipenyeri maka a
kan membantu memilih tindakan ya
ng tepat

12. Tentukanlokasi,karakteristik, 14. Dengan mengetahuinya lokasi, karak


kualitas, dan derajat nyeri sebelum teristik, kualitas dan derajat nyeri seb
pembeian obat. elum pemberian, dapat dijadikan acu
an untuk tindakan penghilang nyeri s
13. Cek instruksi dokter tentang jenis etelah pemberian obat
obat, dosis, dan frekuensi
15. Mengetahui bahwa tindakan yang di
73

berikan adalah benar

16. Mengetahui adanya riwayat alergi ter


14. Cek riwayat alergi hadap obat untuk pemberian obat sel
anjutnya

17. Analgesik yang tepat membantu me


mpercepat penurunan nyeri
15. Pilih analgesik yang diperlukan
atau komb inasi
dari analgesik ke tika pemberian le 18. Dengan memonitor vital sign sebelu
bih dari satu m dan sesudah pemberian obat dapat
memberikan perbandingan tentang ti
16. Tentukan pilihanana lgesik tergant ngkat nyeri sebelum dan sesudah dil
ung tipe dan beratnya nyeri akukan tindakan
19. Pasien tidak merasa cemas dan meng
erti sebabsebab nyeri
17. Monitor vital sign sebelum dan ses
udah pemberian analgesik pertama
kali

18. Berikan analgesik tepat


waktu terutama saat nyeri hebat

19. Evaluasi efektivitas analgesik, tand


74

a dan gejala (efek samping).

Hambatan NOC NIC


2.
mobilitas fisi  Gerakan bersama : Exercise therapy :
k aktif ambulation 1. Adaanya perbedaan
berhubungan Dengan Level : 1. Monitoring vital sign ttv sebelum dan sesudah menandak
dengan nyeri 1. Tidak ada gerakan sebelum/sesudah latihan dan lihat an gangguan fisik pada pasien.
persendian 2. gerakan terbatas respon pasien saat latihan
3. gerakan cukup
4. gerakan baik 2. Konsultasikan dengan 2. Terapi ambulasi yang
5. gerakan sangat baik terapi fisik tentang rencana ambula tepat mempercepat proses
Nilai yang diharapkan 4 si sesuai dengan kebutuhan penyembuhan
sampai 5
3. Bantu klien untuk menggunakan to
 Tingkat mobilitas ngkat saat berjalan dan cegah 3. Hal ini membantu pasien dalam ber
Dengan Level : terhadap cidera adaptasi dengan kondisinya
1. Tergantung, tidak bisa 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehat
berpartisipasi an lain tentang teknik ambulasi 4. Hal ini bertujuan untuk membantu t
2. memerlukan bantuan enaga kese
dan penjagaan 5. Kaji kemampuan pasien dalam hatan dalam pemberian terapi pada
3. Memerlukan bantuan mobilisasi pasien
4. Sedikit mandiri 5. Untuk mengetahui perkembangan
dengan penjagaan 6. Latihpasien dalam pemenuhan mobilisasi pasien
5. Mandiri kebutuhan ADLs 6. Untukmelatih kemampuan pasien s
Nilai yang diharapkan secara mandiri sesuai kemampuan esuai dengan kemampuannya
4 sampai 5 7. Dampingi dan bantu pasien saat m
obilisasi dan bantu penuhi 7. Membantu pasiendalam meningkat
 Perawatan diri: kebutuhan ADLs pasien kan kegiatan sehari-hari
aktifitas sehari-hari 8. Berikan alat bantu jika pasien
Dengan Level : memerlukan 8. Alat bantu seperti kursi
1. Tergantung,tidak bisa roda, dll sangat membantu jika pasi
berpartisipasi en kesulitan dalam mobilisasi
75

2. Memerlukan bantuan 9. Ajarkan pasien bagaimana meruba 9. Merubah posisi bertujuan agar otot
dan penjagaan h posisi dan tidak tegang/kaku
3. Memerlukan bantuan berikan bantuan jika diperlukan
4. Sedikit mandiri
dengan penjagaan 10. Menerapkan/menyediakan perangk 10. Membantu pasien melakukan gerak
5. Mandiri at bantu (tongkat, walker, atau wee secara mandiri
Nilai yang diharapkan lcheir) untuk ambulation, jika pasie
4 sampai 5 n tidak stabil
 Kinerja transfer :
Dengan Level :
1. Tergantung, tidak bisa
berpartisipasi
2. Memerlukan bantuan
dan penjagaan
3. Memerlukan bantuan
4. Sedikit mandiri
dengan penjagaan
5. Mandiri.
Nilai yang diharapkan
4 sampai 5
Setelah dilakukan
perawatan selama..x 24
jam diharapkan hambatan
mobilitas fisik pada
pasien teratasi dengan
Kriteria Hasil :
 Klien meningkat
dalam aktivitas fisik.
 Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas.
 Memverbalisasikan
perasaan dalam
76

meningkatkan
kekuatan dan kemamp
uan berpindah. Memp
eragakan penggunaan
alat Bantu untuk
mobilisasi.
3. Resiko ceder NOC NIC
a  Kontrol risiko Manajemen lingkungan
berhubungan Dengan Level : 1. Identifikasi faktor yang 1. Mengidentifikasi bantuan dan dukun
dengan kele 1. Tidak pernah mempengaruhi kebutuhan keaman gan yang diperlukan.
mahan 2. Jarang an, misalnya perubahan status
3. Kadang-kadang mental,
4. Sering derajat keracunan, keletihan, usia k
5. Selalu ematangan, pengobatan, dan defisit
Nilai yang motorik dan sensorik (misalnya ke
diharapkan 4 sampai simbangan dan berjalan).
5 2. Identifikasifaktor lingkungan yang
memungkinkan resikoterjatuh (mis, 2. Mengidentifikasi lingkungan yang a
Setelah dilakukan lantai licin, karpetyang sobek, anak man untuk pasien
perawatan selama..x 24 tangga tanpa pengaman, jendela, k
jam diharapkan cidera olam renang).
pada pasien dapat dicegah 3. Bantu ambulasi pasien jika perlu.
dengan 4. Orientasi kembali pasien
Kriteria Hasil : terhadap realitas dan lingkungan sa 3. Mencegah jatuh dengan cedera
 Klien terbebas dari at ini bila dibutuhkan. 4. Memperkenalkan lingkungan baru ke
cedera 5. Sediakan alat bantu berjalan. pada pasien
Klien mampu
menjelaskan 6. Sediakan lingkungan aman untuk
cara/metode untuk pasien. 5. Membantu pasien dalam berjalan da
mencegah injury/cedera n mengurangi resiko jatuh.
6. Mengurangi cidera yang
7. Memasang karet pada ujung tidak disengaja yang dapat menyeba
77

tongkat. bkan pendarahan.


7. Untuk membuat tongkat lebih kuat
dan melekat di lantai saat digunakan.
8. Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih. 8. Memberikan kenyamanan dan meng
urangi gangguan tidur.
78

4. IMPLEMENTASI
IMPLEMENTASI HARI KE-1

Nama : Tn.I Dx. Medis : Gout Arthritis


Ruangan : Dahlia No.Reg : 00519

Tabel 3.7 implementasi asuhan keperawatan gout arthritis


Hari,
No.
No Tanggal Implementasi Respon Hasil Paraf
Dx
dan Jam
1. Senin 1
15-02-17 1. Mengobservasi TTV pasien 1. T : 160/90 mmHg
P : 24 x/menit
14.00 wib N : 88 x/menit
s/d 14.50 S : 36,7 0C
wib 2. Melakukan pengkajian nyeri 2. P (Provocative/paliatif) : pasien menyebutkan
secara komprehensif termasuk nyeri pada bagian lutut dan bawah kaki, Q
lokasi, karakteristik, durasi, (Quality/Qualitas) : nyeri terasa panas dan
frekuensi, kualitas, dan faktor berdenyut-denyut, R (Region) : di lutut dan
presipitasi menyebar ke bawah kaki, S (Skala) : skala nyeri 7,
T (Timing) : nyeri timbul pada malam hari
3. Pasien tampak meringis menahan sakit nyeri

3. Mengbservasi ekspresi wajah 4. Pasien mengerti dan percaya dengan perawat


pasien
5. Pasien menyebutkan nyeri sendi dideritanya sejak
2 tahun yang lalu
79

4. Menggunakan teknik komunika 6. Lingkungan aman, tidak bising dan suhu normal
si terapeutik

5. Mengevaluasi pengalaman nyeri 7. Pasien mengerti dan melakukan apa yang diajarkan
masa lampau oleh perawat

6. Mengidentifikasi lingkungan ya 8. Pasien menerima anjuran perawat


ng dapat mempengaruhi nyeri s
eperti suhu dan kebisingan
7. Mengajarkan tentang teknik
nonfarmakologi : napas dalam,
relaksasi, kompres hangat
8. Menganjurkan pasien untuk
banyak istirahat
80

2 15.00 wib 2
s/d 15.50 1. Mengobservasi TTV pasien 1. T : 160/90 mmHg
wib P : 24 x/mnt
N : 88 x/mnt
S : 36, 7 0C
2. Mengkaji kemampuan pasien 2. Pasien tampak agak lemah dan kaku dalam
dalam mobilisasi. mobilisasi berjalan
3. Pasien tampak masih kaku dalam mengikuti ajaran
3. Mengajarkan pasien bagaimana perawat
cara berjalan yang benar dengan
menggunakan tongkat dan tanpa
meggunakan alat bantu 4. Pasien tampak masih kaku
(tongkat)
4. Melatih pasien keluar rumah
tanpa menggunakan tongkat,
Mendampingi dan membantu
pasien saat mobilisasi ke luar 5. Pasien merasa senang didampingi oleh perawat
rumah
5. Menyiapkan alat bantu tongkat 6. Alat bantu (tongkat) tersedia di dekat pasien
untuk pasien, jika pasien tidak
stabil 7. Pasien memegang tangan perawat saat naik turun
6. Melatih kemampuan pasien tangga karena takut jatuh
dalam naik turun tangga
8. T : 150/90 mmHg
7. Memonitor vital sign dan N : 98 x/mnt
mengkaji respon klien saat S : 36, 9 0C
selesai latihan P : 26 x/mnt

8. Menganjurkan pasien untuk 9. Pasien menyebutkan akan melakukan anjuran


olahraga ringan setiap pagi, perawat
seperti menggerak-gerakkan
tangan dan kaki
81
82

3 16.00 wib 3
s/d 16.50 1. Mengobservasi TTV pasien 1. T : 150/90 mmHg
wib P : 21 x/menit
N : 80 x/menit
S : 36, 4 0C
2. Mengidentifikasi faktor yang 2. Pasien tampak agak lemah dan kaku dalam berjalan
mempengaruhi kebutuhan karena stroke ringan yang dideritanya
keamanan, keseimbangan dan
berjalan 3. Lingkungan terhindar dari lantai yang licin, karpet
yang sobek, dan anak tangga tanpa pengaman.
3. Mengidentifikasi faktor
lingkungan yang memungkinkan
resiko terjatuh ( lantai licin, 4. Barang-barang yang yang mengganggu berjalan
karpet yang sobek, anak tangga ditata rapi dan aman
tanpa pengaman).
5. Pasien berpegangan dengan perawar saat ke kamar
4. Menyediakan kamar yang mandi
nyaman, terhindar dari barang-
barang yang membuat terpleset
6. Pasien tampak senang dibantu oleh perawat
5. Membantu pasien berjalan ke
kamar mandi 7. Lingkungan bebas dari cahaya yang terlalu
6. Membantu pasien dalam ADLs redup/menyilaukan
sehari-hari memarut timun untuk
obat hipertensinya 8. Pasien mengangguk dan mengerti dengan penjelasan
7. Mengatur lingkungan yang aman, perawat
menghindari lampu yang terlalu
redup/menyilaukan

8. Memberikan pendidikan
kesehatan tentang pencegahan
injury di rumah
83

IMPLEMENTASI HARI KE-2

Nama : Tn.I Dx. Medis : Gout Arthritis


Ruangan : Dahlia No.Reg : 00519

Tabel 3.8 implementasi asuhan keperawatan gout arthrtitis


Hari,
No.
No Tanggal Implementasi Respon Hasil Paraf
Dx
dan Jam
1. Selasa 1
16-02-17 1. Mengobservasi TTV pasien 1. T : 180/100 mmHg
P : 25 x/menit
14.00 wib N : 89x/menit
s/d 14.30 S : 36, 5 0C
wib
2. Melakukan pengkajian 2. P (Provocative/paliatif) : pasien menyebutkan nyeri
nyeri secara komprehensif pada bagian lutut dan bawah kaki, Q
termasuk lokasi, (Quality/Quantitas/) : nyeri terasa panas dan
karakteristik, durasi, berdenyut-denyut, R (Region) : di lutut dan
frekuensi, kualitas, dan menyebar ke bawah kaki, S (Skala) : skala nyeri 5, T
faktor presipitasi (Timing) : nyeri timbul pada malam hari

3. Pasien masih tampak meringis


4. Pasien mengerti dan percaya dengan perawat

5. Lingkungan aman, tidak bising dan suhu normal


84

3. Mengbservasi ekspresi
wajah pasien 6. Pasien telah melakukan larangan untuk makan
4. Menggunakan teknik komu makanan yang tinggi purin seperti jeroan, kol,
nikasi terapeutik kacang-kacangan, dll.
7. Pasien mengerti dan telah melakukan apa yang
5. Mengidentifikasi diajarkan oleh perawat
lingkungan
yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu, dan kebi
singan

6. Memberikan penkes
tentang
larangan makan makanan ti
nggi purin

7. Mengajarkan tentang
teknik nonfarmakologi :
napas dalam dan kompres
hangat
2 14.30 wib 2
s/d 15.00 1. Mengobservasi TTV pasien 1. T : 180/100 mmHg
wib N : 90 x/mnt
P : 25x/mnt
S : 36,7 0C
2. Mengkaji kemampuan 2. Pasien tampak agak lemah dan kaku dalam
pasien dalam mobilisasi. mobilisasi berjalan
3. Pasien aktif dalam mengikuti ajaran perawat
3. Mengajarkan pasien bagai
mana cara berjalan yang be
85

nar dengan menggunakan t


ongkat dan tanpa megguna 4. Pasien mulai lancar berjalan meskipun masih agak
kan alat bantu (tongkat) kaku
4. Melatih pasien berjalan kel
uar rumah tanpa mengguna 5. Pasien merasa senang didampingi oleh perawat
kan tongkat
5. Mendampingi dan 6. Alat bantu (tongkat) tersedia di dekat perawat
membantu pasien saat
mobilisasi ke luar rumah 7. Pasien tampak berpegangan pada pegangan di dekat
6. Menyiapkan alat bantu ton anak tangga
gkat untuk pasien, jika pasi
en tidak stabil 8. Pasien menyebutkan Akan melakukan anjuran
7. Melatih kemampuan pasien perawat
dalam naik turun tangga

8. Menganjurkan pasien
untuk olahraga ringan
setiap pagi, seperti
menggerak-gerakkan
tangan dan kaki
86

3 15.30 wib 3
s/d 16.00 1. Mengobservasi TTV pasien 1. T : 170/110mmHg
wib P : 24 x/menit
N : 88 x/menit
S : 36,4 0C
2. Mengidentifikasi faktor lin 2. Lingkungan terhindar dari
gkungan yang memungkin lantai yang licin, karpet yang sobek, dan anak tangga
kan resiko terjatuh (lantai li tanpa pengaman.
cin, kar, anak tangga tanpa
pengaman). 3. Pasien tampak senang dibantu oleh perawat

3. Membantu pasien dalam A 4. Lingkungan bebas dari cahaya yang terlalu redup/me
DL sehari hari memarut ti nyilaukan
mun untuk obat hipertensin
a 5. Pasien mengangguk danmengerti dengan penjelasan
perawat
4. Mengatur lingkungan yang
aman, menghindari lampu
yang terlalu redup/menyila
un

5. Memberikan pendidikan ke
sehatan tentang injury di
rumah
87

IMPLEMENTASI HARI KE-3

Nama : Tn.I Dx. Medis : Gout Arthritis


Ruangan : Dahlia No.Reg : 00519

Tabel 3.9 implementasi asuhan keperawatan gout arthritis


Hari,
No.
No Tanggal Implementasi Respon Hasil Paraf
Dx
dan Jam
1. Rabu, 1
17-02-17 1. Mengobservasi TTV pasien 1. T : 150/100 mmHg
P : 22 x/menit
14.00 wib N : 82 x/menit
s/d 14.30 S : 36,2 0C
wib 2. Melakukan pengkajian 2. P (Provocative/paliatif) : pasien menyebutkan
nyeri secara komprehensif nyeri pada bagian lutut dan bawah kaki, Q
termasuk lokasi, (Quality/Qualitas) : nyeri terasa panas dan
karakteristik, durasi, berdenyut-denyut, R (Region) : di lutut dan
frekuensi, kualitas, dan menyebar ke bawah kaki, S (Skala) : skala nyeri 3,
faktor presipitasi T (Timing) : nyeri timbul pada malam hari

3. Pasien tampak agak rileks berbicara dengan


perawat
4. Pasien mengerti dan percaya dengan perawat
5. Lingkungan aman, tidak bising dan suhu normal

6. Pasien menyebutkan sudah melakukan larangan


88

3. Mengbservasi ekspresi untuk makan makanan yang tinggi purin seperti


wajah pasien jeroan, kol, kacang-kacangan, dll.
4. Menggunakan teknik komu 7. Pasien telah melakukan ajaran perawat pada saat
nikasi teraupetik nyeri datang
5. Mengontrol lingkungan
yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu, dan
kebisingan
6. Memberikan penkes
tentang laran gan makan
makanan tinggi purin

7. Mengajarkan tentang
teknik nonfarmakologi:
napas dalam, kompres
hangat

2 14.30 wib 2
s/d 15.00 1. Mengkaji kemampuan 1. Pasien tampak rileks dan lancar dalam berjalan
wib pasien dalam mobilisasi. 2. Pasien tampak mengikuti ajaran perawat dengn
2. Mengajarkan pasienbagaim benar dan lancar
ana caraberjalan yang bena
r dengan meng gunakan ton 3. Pasien tampak sudah lancar
gkat dan akan alatbantu berjalan tanpa alat bantu tongkat
(tongkat) 4. Pasien merasa senang didampingi oleh perawat
3. Melatih pasien berjalan ke l
uar rumah tanpa mengguna 5. Alat bantu (tongkat) tersedia di dekat perawat
kan tongkat
4. Mendampingi dan 6. Pasien memegang pegangan yang di dekat anak
membantu pasien saat tangga
mobilisasi ke luar rumah 7. T : 140/100 mmHg
89

5. Menyiapkan alat bantu ton N : 94 x/mnt


gkat untuk pasien, jika pasi S : 36, 8 0C
en tidak stabil P : 25 x/mnt
6. Melatih kemampuan pasien 8. Pasien menyebutkan telah melakukan anjuran
dalam naik turun tangga perawat
7. Memonitor vital sign dan
mengkaji respon klien saat
selesai latihan

8. Menganjurkan pasien
untuk olahraga ringan
setiap pagi, seperti
menggerak-gerakkan
tangan dan kaki

3 15.00 wib 3
s/d 15.00 1. Mengidentifikasi faktor 1. Lingkungan terhindar dari lantai yang licin, karpet
wib lingkungan yang memungk yang sobek, dan anak tangga yang tampak
inkan resiko terjatuh ( pengaman.
lantai licin, karpet yang
sobek, anak tangga tanpa 2. Lingkungan bebas dari cahaya yang terlalu redup/m
pengaman). enyilaukan
2. Mengatur lingkungan yang
aman, menghindari lampu 3. Pasien mengangguk dan mengerti dengan penjelasa
yang terlalu n perawat
redup/menyilaukan

3. Memberikan pendidikan ke
sehatan tentang pencegaha
n injury di rumah
90

IMPLEMENTASI HARI KE-4

Nama : Tn.I Dx. Medis : Gout Arthritis


Ruangan : Dahlia No.Reg : 00519

Tabel 3.10 implementasi asuhan keperawatan gout arthrtitis


Hari,
No.
No Tanggal Implementasi Respon Hasil Paraf
Dx
dan Jam
1. Kamis 1
18-02-17 1. Mengobservasi TTV pasien 1. T : 140/90 mmHg
N : 88 x/menit
14.00 wib P : 22 x/menit
s/d 14.30 S : 36,2 0C
wib 2. Melakukan pengkajian 2. P (Provocative/paliatif) : pasien mengatakan
nyeri secara komprehensif nyeri pada bagian lutut dan bawah kaki, Q
termasuk (Quality/Quantitas) : nyeri terasa panas dan
lokasi, karakteristik, durasi, berdenyut-denyut, R (Region) : di lutut dan
frekuensi, kualitas, dan fak bawah kaki, S (Skala) : skala nyeri 3, T
tor (Timing) : nyeri timbul pada malam hari.
presipitasi Respon objektif : pasien tampak rileks, nyeri
berkurang

3. Pasien tampak rileks berbicara dengan perawat,


ekspresi wajah ceria
4. Pasien mengerti dan percaya dengan perawat
91

5. Pasien menyebutkan sudah melakukan larangan


untuk makan makanan yang tinggi purin seperti
3. Mengbservasi ekspresi jeroan, kol, kacang-kacangan, dll.
wajah pasien

4. Menggunakan teknik komu


nikasi terapeutik

5. Memberikan penkes tentan


g larangan makan makanan
tinggi purin

2 14.30 wib 2
s/d 15.00 1. Mengkaji kemampuan 1. Pasien tampak rileks dan lancar dalam berjalan
wib pasien dalam mobilisasi.
2. Pasien mengatakan telah melakukan anjuran
2. Menganjurkan pasien untu perawat
k
olahraga ringan setiap pagi,
seperti menggerak gerakka
n tangan dan kaki
92

3 15.00 wib 3
s/d 15.30 1. Memberikan pendidikan ke 1. Pasien menganggu dan mengerti dengan penjela
wib shatan tentang pencegahan san perawat
injury di rumah
93

5. EVALUASI

Nama : Tn.I Dx. Medis : Gout Arthritis


Ruangan : Dahlia No.Reg : 00519

Tabel 3.11 evaluasi asuhan keperawatan gout arthritis

Hari, No.
No. Evaluasi Paraf
tanggaljam Dx
1 Selasa, 1 S:
16-02-17  Pasien menyebutkan nyeri sudah berkurang dari sebelumnya
 Pasien menyebutkan nyeri sudah berkurang saat dilakukan kompres hangat dan
13.45 wib s/d nafas dalam
15.00 wib  Pasien menyebutkan bisa melanjutkan tidurnya pada malam hari

O:
 Pasien masih tampak meringis
 Skala nyeri : 5
 TTV
T : 150/100 mmHg N : 84 x/menit
P : 22 x/menit S : 36,3 0C

A :
 Level nyeri 3 (sedang)
 Level control 4 (sering)
P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3,4,6,7,8
94

2 2 S:
 Pasien menyebutkan sudah melakukan olahraga ringan setiap pagi
 Pasien menyebutkan masih agak kaku dalam berjalan
O:
 Pasien masih tampak kaku ketika berjalan
 Pasien tampak menggunakan tongkat dalam mobilisasi

A :
 Pergerakan sendi aktif (joint movement active) 2 gerakan terbatas
 Tingkat mobilitas (mobility level) 3 memerlukan bantuan
 Perawatan diri (self care) 4 yaitu sedikit mandiri dengan penjagaan
 Kinerja transfer (transfer performance) 3 memerlukan bantuan

P : Intervensi dilanjutkan

3 3 S:
 Pasien menyebutkan sudah bisa mobilisasi dengan baik tanpa hambatan dan
rintangan
O:
 Pasien tampak melakukan mobilisasi tanpa hambatan
 Lingkungan teridentifikasi aman dari lantai yang licin, karpet yang sobek, dan
anak tangga tanpa pengaman
 Ruangan bebas dari cahaya yang redup/menyilaukan
 TTV
95

T : 150/100 mmHg N : 84 x/menit


P : 22 x/menit S : 36,3 0C

A:
 Kontrol resiko 4 (sering)

P : Intervensi dilanjutkan 1,3,7,8,9

1 Rabu, 17-02- 1 S:
17  Pasien menyebutkan sudah tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi purin
 Pasien menyebutkan nyeri sudah berkurang
13.45 wib s/d  Pasien menyebutkan bisa melanjutkan tidurnya pada malam hari
15.00 wib
O:
 Pasien tampak merasa rileks saat berbicara dengan perawat
 Pasien tampak senang karena bisa melajutkan tidurnya kembali
 Skala nyeri : 3
 TTV
T : 150/100mmHg N : 82 x/menit
P : 22 x/menit S : 36,20C

A :
 Level nyeri 2 (ringan)
 Level control 3 (kadang-kadang)
P : Intervensi dilanjutkan 1,2,3,4,6
96

2 2 S:
 Pasien menyebutkan sudah mampu menerapakan teknik berjalan yang diajarkan
perawat
 Pasien menyebutkan sudah bisa berjalan tanpa menggunakan tongkat ke luar
rumah
O:
 Pasien tampak menggunakan teknik mobilisasi yang diajarkan perawat
 Pasien tampak berjalan ke depan rumah tanpa menggunakan tongkat
A :
 Pergerakan sendi aktif (joint movement active) 3 yaitu gerakan cukup
 Tingkat mobilitas (mobility level) 4 (sedikit mandiri dengan penjagaan)
 Perawatan diri (self care) 5 (mandiri)
 Kinerja transfer (transfer performance) 4 (sedikit mandiri dengan penjagaan
P : Intervensi dilanjutkan 2,9
3 3 S:
 Pasien menyebutkan sudah bisa mobilisasi dengan baik tanpa hambatan dan
rintangan
O:
 Pasien tampak melakukan mobilisasi tanpa hambatan
 Lingkungan terkontrol aman
 Ruangan bebas dari cahaya yang redup/menyilaukan
 TTV
T : 150/100 mmHg N : 82x/menit
P : 22 x/menit S : 36,20C

A:
 Kontrol resiko 3 (kadang-kadang)

P : Intervensi dilanjutkan no.9


1 Kamis, 18-02- 1 S:
17  Pasien menyebutkan sudah tidak mengkonsumsi makanan yang tinggi purin
97

 Pasien menyebutkan nyeri sudah berkurang


13.45 wib s/d  Pasien menyebutkan bisa melanjutkan tidurnya pada malam hari
15.00 wib
O:
 Pasien tampak merasa rileks saat berbicara dengan perawat
 Pasien tampak senang karena bisa melajutkan tidurnya kembali
 Ekspresi wajah ceria
 TTV
T : 140/90 mmHg N : 88 x/menit
P : 22 x/menit S : 36,3 0C

A :
 Level nyeri 2 (ringan)
P : Intervensi dihentikan
2 2 S:
 Pasien menyebutkan sudah mampu menerapakan teknik berjalan yang diajarkan
perawat
 Pasien menyebutkan sudah melakukan olahraga ringan setiap pagi hari

O:
 Pasien tampak menggunakan teknik mobilisasi yang diajarkan perawat
 Pasien tampak senang didampingi perawat
A :
 Pergerakan sendi aktif (joint movement active) 4 yaitu gerakan baik
 Tingkat mobilitas (mobility level) 5 (mandiri)
 Perawatan diri (self care) 5 (mandiri)
 Kinerja transfer (transfer performance) 4 (sedikit mandiri dengan penjagaan

P : Intervensi dihentikan
98

3 3 S:
 Pasien menyebutkan sudah bisa mobilisasi dengan baik tanpa hambatan dan
rintangan
O:
 Pasien tampak melakukan mobilisasi tanpa hambatan
 Lingkungan terkontrol aman
 Pasien tampak menggunakan tongkat dalam berjalan
 TTV
T : 140/90 mmHg N : 88 x/menit
P : 22 x/menit S : 36,3 0C

A:
 Kontrol resiko 3 (kadang-kadang)

P : Intervensi dihentikan
99
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab IV ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan

anatara konsep dasar teori dan kasus nyata pada Tn.I di wisma Dahlia Balai

pelayanan dan penyatunan Lanjut Usia (BPPLU). Pembahasan yang penulis

lakukan meliputi Pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan, implementasi

dan evaluasi keperawatan.

a. Pengkajian

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 12 Febuari 2017 yang merupakan

hari pertama pengkajian Tn.I. pasien masuk kepanti pada tahun 2016 dan tinggal

di Wisma Dahlia. Pada tahap pengkajian penulis mengumpulkan data dengan

metode observasi langsung, wawancara dengan pasien dan bagian pengolahan

BPPLU, pemeriksaan fisik head to toe, catatan medis, catatan keperawatan, dan

informasi perawat yang berjaga di BPPLU sehingga penulis mengelompokan

menjadi data subjektif dan objektif.

Pada tahap pengkajian awal, data penting yang harus di temukan pada klien

dengan Gout Arthritis adalah keluhan utama. Gejala khas yang di temukan pada

penderita Gout arthritis adalah nyeri lutut bagian bawah kaki, pembengkakan pada

sendi, kulit memerah, sulit bergerak, nyeri pada malam hari. Sedangkan pada teori

96
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit

muskuloskeletal seperti:, gout artritis, adalah klien mengeluh nyeri pada

persendian tulang yang terkena, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan

keterbatasan mobilitas. Berdasarkan pengkajian karakteristik nyeri P (Provokative)

: faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri, Q (quality):seperti apa->

tajam, tumpul, atau tersayat, R (region) : daerah perjalanan nyeri, S (severity/skala

nyeri) : keparahan / intensitas nyeri, T (time) : lama/waktu serangan atau frekuensi

nyeri. (yuli,2014).

97
97

Pada riwayat keperawatan tidak ada perbedaan antara tinjauann teori dan

tinjauan kasus, keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit

ini adalah klien mengeluh nyeri pada persendian tulang yang terkena, adanya

keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan mobilitas (Yuli, 2014), dan

pada tinjauan kasus pasien mengeluh P: pasien mengatakan nyeri dan kaku pada

sendi-sendi saat keadaan/cuaca dingin, nyeri akan berkurang jika diberikan Balsam

Otot Geliga pada sendi yang nyeri dan kaku, Q: pasien mengatakan nyeri pada

sendinya seperti tertekan, R: pasien mengatakan nyeri pada sebelah bagian sendi

bagian lutut, pergelangan tangan dan jari tangan, S: menggunakan Pain Numerical

Rating Scale (PNRS) pasien mengatakan skala nyeri pada sendi 4 dari skor 1

sampai 10, T: pasien mengatakan nyeri dan kaku muncul pada malam hari dan

nyeri bertahan lebih dari satu jam.

Pada penatalaksaan terdapat perbedan. Tinjauan teori menjelaskan beberapa

jenis obat analgesic yang diberikan pada pasien Arthritis Rheumatoid, namun pada

tinjauan kasus pasien diberikan Paracetamol (3x1) pada 2 minggu lalu saat pasien

mengeluh nyeri pada sendi dan magh (riwayat berobat di klinik BPPLU). Pada

beberapa pasien rematik lainnya di BPPLU obat yang tersedia yaitu Piroxicam

(jenis Obat Anti Infamasi Non Steroid), hal ini dikarenakan Piroxicam di indikasi

untuk terapi simtomatik pada rematoid artritis, osteoartritis, ankilosing

spondilitis, gangguan muskuloskeletal akut dan gout akut, namun piroxicam

memiliki kontra indikasi untuk penderita yang mempunyai riwayat tukak lambung

atau pendarahan lambung (Hoan, 2007).


98

Tn. I menderita gastritis sehingga jenis analgesic lemah yang aman adalah

Paracetamol (Wilmana & Gan, 2007). Mekanisme kerja paracetamol terutama

adalah penghambatan sintesis prostaglandin, akibat penghambatan ini, maka ada

dua aksi utama; yaitu analgesik, karena penurunan prostaglandin E2 akan

menyebabkan penurunan sensitisasi akhiran saraf nosiseptif terhadap mediator pro

inflamasi, dan antipiretik karena penurunan prostaglandin E2 yang

bertanggungjawab terhadap peningkatan set point pengaturan suhu di hipotalamus

(Hoan, 2007), namun karena menurut pasien mengkonsumsi obat dalam jangka

panjang dapat menyebabkan penurunan pendengaran dan saat ini pasien merasa

bahwa fungsi pendengarannya semakin menurun karena sudah sering berdenging.

Pemberian analgesik dalam dosis tinggi dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf

pusat yang diikuti dengan depresi; selain itu dapat juga timbul konfusi, dizziness,

tinnitus, gangguan pendengaran nada tinggi, delirium, psikosis, stupor bahkan

koma. Tinnitus dan gangguan pendengaran pada intoksikasi ini terjadi karena

peningkatan tekanan dalam labirin dan pengaruh sel‐sel rambut di cochlea, diduga

akibat vasokonstriksi dalam mikrosirkulasi di telinga dalam. Selain tinnitus, efek

ototoksik adalah kehilangan fungsi pendengaran dan kadang‐kadang disertai

dengan disfungsi vestibular (Hoan, 2007). Pemberian parasetamol yang berlebihan

akan menyebabkan hepatotoksik dan nefropati analgesik (Wilmana & Gan, 2007)

sehingga pasien memutuskan untuk menggunakan Balsem Otot Geliga sebagai

obat penanganan nyeri ringan sampai sedang, dan jika nyeri menjadi berat barulah
99

pasien ingin berobat ke klinik BPPLU. Penggunaan Balsem Otot Geliga sangat

tepat dikarenakan pada saat keadaan dingin maka pembuluh darah pada area

ekstremitas dalam keadaan vasokontriksi/ mengecil. Balsam Otot Geliga yang

diberikan pasien akan memberikan rasa hangat, karena panas mengakibatkan

pelebaran pembuluh darah yang dapat mengurangi spasme otot sehingga nyeri

yang dirasakan akan berkurang (Potter & Perry, 2005).

a. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan beberapa manifestasi pasien

dengan gout arthritis yang ditegakkan menggunakan taksonomi NANDA NOC-

NIC ( Kozier et al.1995 ),

Diagnose yang sering timbul pada klien dengan Gout arthritis :

1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan sekunder (sendi

sinovial),

2. Mobilitas Fisik berhubungan dengan nyeri persendian,

3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit, deformitas sendi,

4. Risiko cedera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot,

5. Gangguan Pola Tidur berhubungan dengan nyeri.

Dari hasil pengkajian yang di lakukan penulis, penulis mengankat tiga

diagnose yaitu :

a. Nyeri : berhubungan dengan proses peradangan sendi

b. Hambatan mobilitas fisik : berhubungan dengan nyeri persendian


100

c. Resiko cidera : berhubungan dengan kelemahan

Dari semua diagnose maka hampir dari beberapa diagnose yang ditemukan

pada kasus pasien sudah sesuai dengan teori. Nyeri berhubungan dengan

peruses pradangan sendi merupakan diagnose prioritas pada pasien dengan

Gout arthritis.

Pada pasien di dapat kan beberapa diagnose yang tidak ada seperti yang

ada dalam teori, yaitu diagnose gangguan citra tubuh dan gangguan pola tidur

karena dari data pengkajian yang di dapatkan pasien tidak didapatkan data-data

untuk menunjang untuk diangkatnya diagnose gangguan citra tubuh dan

gangguan pola tidur, paien tidak mengalami gangguan citra tubuh yang terlalu

parah dan pasien masih bias tidur dengan nyenyak.

C. Perencanaan keperawatan

Pada kasus Tn.I, penulis mealakukan rencana tindakan keperawatan selama

3x24 jam. Penulis merencanankan mengtasi masalah nyeri terlebih dahulu

(potter,2006) dan kreteria hasil yang ditulis penulis yaitu pasien mengatakan

tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal, elastisitas turgor kulit baik,

dan membran mukosa lembab.

Rencana tindakan diagnose pertama untuk mengurangi nyeri lakukan

pengkajian nyeri secara konfrehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,

frekuensi, kualitas, dan factor presipitasi, control lingkungan yang dapat

mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan, dan

ajarkan teknik non farmakologi, berikan analgetik untuk mengurangi nyeri,


101

tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan drajat nyeri sebelom pemberian obat,

tentukan analgesik pilihan, rute, pemberian, dan dosis optimal, monitor vital sign

sebelom dan sesudah pemberian analgesik pertama kali, berikan analgesik tepat

waktu pada saat nyeri hebat.

Pada diognosa kedua untuk mengatasi hambatan mobilitas fisik dilakukan

rencana tindakan kaji tanda vital pasien, konsulkan tentang terapi fisik tentang

rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan, bantu klien menggunakan tongkat saat

berjalan dan mencegah terhadap cidera, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi,

ajarkan pasien dan tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi.

Pada diagnose ketiga untuk mengatasi resiko cidera pada pasien dilakukan

rencana tindakan identifikasi factor yang mempengaruhi kebutuhan, keamanan

missalnya perubahan setatus mental, keletihan, usia kematangan, pengobatan dan

deficit motorik dan sensorik, identifikasi lingkungan yang memungkinkan resiko

terjatuh, bantu ambulasi pasien, sediakan lingkungan yang aman untuk pasien,

menyediakan tempat tidur yang aman dan bersih untuk pasien.

Perencanaan yang dibuat pada pasien dibuat berdasarkan diagnose yang

sudah dirumuskan sebelomnya. Pada diagnose nyeri sendi, hambatan mobilitas

fisik, dan resiko cidera, perencanaan dibuat berdasarkan konsep perencanaan

terhadap pasien sudah disesuaikan berdasarkan hasil pengkajian yang sudah di

dapat, khususnya penatalaksanaaan obat yang diberikan pada pasien.


102

D. Implementasi keperaawatan

Implementasi merupakan kompones proses keperawatan adalah katogori dari

prilaku keperawatan dimana tindakan yang di perlukan untuk mencapai tujuan dan

hasil yang di perkirakan dari asuhan keperawatan dilakuakan dan diselesaikan

(potter dan perry, 2007).

Implementasi menuangkan rencana asuhan keperawatan kedalam tindakan

setelan rencana dikembangkan, sesuai dengan kebutuhan dan pioritas pasien,

perawat melakukan intervensi intervensi keperawatan spesifik, yang mencangkup

tindakan keperawatan (potter dan perry, 2007).

Implementasi pada pasien dilakuakan sesuai dengan masing-masing diagnose

yang telah direncanakan tindakan keperawatan, dalam melakukan tindakan

keperawatan, penulis tidak mengalami kesulitan karena pasien kooperatif. Pada

tanggal 2 febuary 2017 penulis melakukan tindakan keperawatan yang pertama

mengkaji tanda-tanda vital, ini mencakup untuk semua diagnose tersebut, didapat

kan hasil TD:140/90 mmHg, N:88x/m, p:22x/m, S:36,3 C, kemudian untuk

mengkaji nyeri, tindakan yang dilakuakan mengkaji nyeri scara

komprehensif,mengontrol lingkungan yang dapat mengurangi nyeri, mengajarkan

teknik non farmakologi yaitu tekni napas dalam dan kompres hangat, untuk

diagnose kedua yaitu hambatan mobilitas fisik, tindakan yang dilakuakan kaji

tanda vital pasien, konsulkan tentang terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai

dengan kebutuhan, bantu klien menggunakan tongkat saat berjalan dan mencegah

terhadap cidera, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, ajarkan pasien dan
103

tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi. Untuk diagnose ke tiga yaitu resiko

cidera penunulis menganjurakan identifikasi factor yang mempengaruhi

kebutuhan, keamanan missalnya perubahan setatus mental, keletihan, usia

kematangan, pengobatan dan deficit motorik dan sensorik, identifikasi lingkungan

yang memungkinkan resiko terjatuh, bantu ambulasi pasien, sediakan lingkungan

yang aman untuk pasien, menyediakan tempat tidur yang aman dan bersih untuk

pasien.

E. Evaluasi

Evaluasi keperawatan adalah proses kelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau

pormatif yang dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi hasil atau

sumatif yang dilakukan antara respon klien dan tujuan khusus serta umum yang

telah di tentukan (Nurjanah,2006).

Hasil evaluasi pada tanggal 18 februari 2016 pada diagnosa utama yakni nyeri

berhubungan dengan proses peradangan sendi adalah Tn.I mengatakan nyeri sudah

berkurang dan bisa melanjutkan tidurnya kembali pada malam hari. Pasien tampak

rileks saat berbicara dengan perawat, ekspresi wajah ceria, level nyeri 2 (ringan).

Hasil evaluasi ini sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan pada diagnosa nyeri

yakni pasien mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri sudah berkurang,

mampu menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang, tidak mengalami

gangguan tidur.
104

Hasil evaluasi pada diagnosa kedua yakni hambatan mobilitas fisik adalah

pasien mengatakan sudah mampu menerapkan teknik berjalan yang diajarkan

perawat dan sudah melakukan olahraga ringan setiap pagi. Pasien tampak

menggunakan teknik mobilisasi yang diajarkan perawat, pasien tampak senang

didampingi perawat. Pergerakan sendi aktif (joint movement active) 4 yaitu

gerakan baik, tingkat mobilitas (mobility level) 5 yakni mandiri, perawatan diri

(self care) 5 yakni mandiri, kinerja trasnfer (transfer performance) 4 yaitu sedikit

mandiri dengan penjagaan. Hasil evaluasi ini sesuai dengan kriteria hasil yang

diharapkan pada diagnosa hambatan mobilitas fisik yakni pasien meningkat dalam

aktivitas fisik, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah.

Hasil evaluasi pada diagnosa ketiga yakni resiko cidera adalah pasien

mengatakan sudah bisa mobilisasi dengan baik tanpa hambatan dan rintangan.

Pasien tampak melakukan mobilisasi tanpa hambatan, lingkungan terkontrol aman,

pasien tampak menggunakan tongkat ketika berjalan. Hasil evaluasi ini sesuai

dengan kriteria hasil yang diharapkan pada diagnosa resiko cidera yakni pasien

terbebas dari cidera, pasien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah

injury/cidera.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari uraian bab pembahasan, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai

berikut:

a. Pengkajian yang dilakukan pada pasien didapatkan data subyektif dan obyektif.

Dari data subyektif pasien mengatakan nyeri sendi pada bagian lutut dan bawah

kaki yang terjadi pada tengah malam, nyeri dirasakan panas dan berdenyut-

denyut dari data obyektif didapatkan hasil pasien tampak meringis, ekspresi

wajah menahan sakit.

b. Diagnosa keperawatan utama yang muncul saat dilakukan pengkajian pada

pasien adalah nyeri berhubungan dengan proses peradangan sendi serta

diagnosa yang lain adalah hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

persendian dan resiko cidera berhubungan dengan hilangnya kekuatan otot.

c. Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa nyeri

berhubungan dengan proses peradangan sendi adalah dengan tujuan kriteria

hasil yang ingin dicapai yakni setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24 jam, diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil : pasien mampu

mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri sudah berkurang, menyatakan rasa

nyaman setelah nyeri berkurang, dan tidak mengalami gangguan tidur.

103
Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik kriteria hasil yang diharapkan adalah

klien meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan

mobilitas, memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan

kemampuan berpindah, dan memperagakan penggunaan alat bantu untuk

mobilisasi. Sedangkan pada diagnosa resiko cidera kriteria hasil yang

diharapkan adalah klien terbebas dari cidera, klien mampu menjelaskan

cara/metode untuk mencegah injury/cidera.

104
104

d. Implementasi keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan nyeri

berhubungan dengan proses peradangan sendi adalah mengobservasi vital sign

dan melakukan pengkajian nyeri, mengevaluasi pengalaman nyeri masa

lampau, mengontrol lingkungan, mengurangi makan makanan tinggi purin,

mengajarkan pasien teknik nafas dalam dan tindakan kompres hangat, dan

menganjurkan pasien untuk banyak istirahat. Implementasi dilakukan

modifikasi sesuai kondisi pasien tanpa meninggalkan prinsip dan konsep

keperawatan. Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik implementasi yang

dilakukan yakni mengkaji kemampuan pasien mobilisasi, mengajarkan pasien

teknik berjalan dengan benar dengan menggunakan tongkat dan tanpa

menggunakan tongkat, melatih pasien berjalan ke luar rumah tanpa

menggunakan tongkat, mendampingi dan membantu pasien saat mobilisasi

keluar rumah, menyiapkan alat bantu (tongkat) untuk pasien jika pasien tidak

stabil, melatih kemampuan pasien dalam naik turun tangga, memonitor vital

sign dan mengkaji respon pasien saat selesai latihan, menganjurkan pasien

untuk olahraga ringan setiap pagi, seperti menggerak-gerakkan tangan dan kaki.

Pada diagnosa keperawatan yang ketiga resiko cidera implementasi yang

dilakukan adalah mengobservasi vital sign, mengidentifikasi faktor yang

mempengaruhi kebutuhan keamanan, keseimbangan, dan berjalan,

mengidentifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko terjatuh,

menyediakan kamar yang nyaman terhindar dari barang-barang yang membuat

terpleset, membantu pasien berjalan ke kamar mandi, memasang karet pada


105

pegangan pisau, membantu pasien dalam ADLs sehari-hari memarut timun

untuk obat hipertensinya, mengatur lingkungan yang aman terhindar dari lampu

yang terlalu redup/menyilaukan, memberikan pendidikan kesehatan tentang

pencegahan injury di rumah.

e. Evaluasi keperawatan pada pasien dengan nyeri berhubungan dengan proses

peradangan sendi adalah menunjukkan perbaikan dan peningkatan kesehatan

pasien, pada hari ketiga nyeri pasien sudah berkurang. Klien tampak lebih

nyaman, intervensi pada diagnosa pertama dilanjutkan mandiri tanpa kehadiran

perawat yaitu menganjurkan pasien untuk menghindari memakan makanan

yang tinggi purin. Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik, didapatkan pasien

tampak sudah mampu menggunakan teknik mobilisasi yang diajarkan perawat,

tingkat mobilitas pasien berada di level 5 (mandiri). Sedangkan pada diagnosa

resiko cidera, pasien mengatakan sudah bisa mobilisasi tanpa hambatan dan

rintangan.

1. Saran

a) Bagi pasien

Gout arthritis sangat umum terjadi pada masyarakat di Indonesia

khususnya pada laki-laki. Ketidak tahuan akan penyakit menyebabkan

seseorang akan tidak sadar akan komplikasi yang disebabkan oleh gout arthritis.

Oleh sebab itu pemeriksaan kesehatan rutin perlu dilakukan pada pasien agar

membantu proses pertumbuhan dan perkembangn pasien untuk mematuhi terapi

yang telah di buat sehingga proses kesembuhan dapat di capai sesuai tujuan.
106

b) Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat

Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam

memberikan asuhan keperawatan yang tidak hanya dilakukan di rumah sakit

melainkan juga disekitar tempat tinggal, khususnya pada klien dengan gout

arthritis. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan professional dan

komprehensif.

Bagi (BPPLU)

BPPLU sebagai pelayanan umum khusus lansia seharusnya mampu

mempasilitasi sarana dan prasarana dalam pemeriksaan penunjang pada pasien

dengan Gout arthritis yaitu pemerisaan laboratorium yang rutin untuk

mengrtahui perkembangan setatus kesehatan pasien. BPPLU juga diharapkan

sering melakukan penyuluhan kesehatan oleh tim perawat yang bertujuan untuk

meningkatkan pengetahuan lansia tentang penyakit. BPPLU juga diharap kan

membuka klinik pengobatan setiap hari agar lansia dapat memmanfaatkan

fasilitas yang ada tanpa harus berobat ketempat yang lain. Menyediakan media

informasi seperti promotif seperti penyuluhan pada ruang klinik pada saat

pasien datang untuk memeriksakan kesehatan, sehingga dapat menamba

informasi, sehingga dapat menambah informasi pasien di BPPLU tentang Gout

arthritis dan penyakit lainnya.

a. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan hasil laporan karya tulis ilmiah ini dapat di jadikan Msukan

bagi mahasiswa untuk menambah wawasan pengetahuan tentang pengetahuan


107

akan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gout arthritis dan

menambah/melengkapi buku-buku referensi tentang asuhan keperawatan pada

pasien dengan Gout arthritis untuk dapat menunjang penyusan karya tulis

ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Anarmoyo, S. (2013). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Jogjakarta: Ar-Ruzz.


Andry, S, Arif S. 2009. Analisis Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kadar Asam
Urat pada Pekerja Kantor di Desa Karang Turi Kecamatan Bumiayu,
Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal
of Nursing), Volume 4 No.1 Maret 2009.
Aziz A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Cerezo C, Ruilope LM. 2012. Uric acid and cardiovascular risk considered: an
update. E-journal of the ESC Council for cardiology Practice, Volume No. 10
(21) Maret 2012.
Dinas Kesehatan. 2015. Penyakit Radang Sendi Di Kota Bengkulu Tahun 2012.
Bengkulu : SP2TP Puskesmas.
______________.2015. Penyakit Radang Sendi Di Kota Bengkulu Tahun 2013.
Bengkulu : SP2TP Puskesmas.
______________.2015. Penyakit Radang Sendi Di Kota Bengkulu Tahun 2014.
Bengkulu : SP2TP Puskesmas.
Dufton J. 2011. The Pathophysiology and Pharmaceutical Treatment of Gout.
Pharmaceutical Education Consultants. Inc: Maryland.
Edward S. 2010.Artritis Pirai (Artritis Gout) dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.Hal.1218-1220
Helmi, Zairin Helmi. 2011. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Cetakan kedua.
Jakarta : Salemba Medika.

Junaidi, I. 2013. Rematik dan Asam Urat. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer
Pearce, Evelyn C. 2010. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Internapublishing.
Potter , P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta :
EGC. 2005.
Pranaji, Diah Krisnatuti, dkk. 2007. Perencanaan Menu untuk Penderita Asam Urat.
Jakarta: Niaga Swadaya.
Pratiwi VF. 2013. Gambaran Kejadian Asam Urat (Gout) Berdasarkan Kegemukan
dan Konsumsi Makanan (Studi di Wilayah Kerja Puskesmas Kalisat
Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember).Skripsi. Bagian Gizi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember: Jember.
Price A. 1994. Patofisiologi Buku II. Jakarta : EGC
Price SA, Wilson LM. Patafisiologi; konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6;
Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kodokteran EGC. 2006. Hal 1402

Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi 3. Cetakan kelima.Jakarta :


Yarsif Watampone.

Riset Kesehatan Dasar. 2013. http: Digilib.unimus.ac.id, 28 Januari 2016 (10:39)

Sibuea, H., 2009. Ilmu Penyakit Dalam .Penerbit Rineka Cipta, Jakarta
Smeltzer, Suzanne C. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.

Yuli, R. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi NANDA, NIC dan
NOC, Jilid I. Jakarta : CV. TRANS INFO MEDIA

Syamsuhidayat dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta:EGC.
18
5. WOC
Makanan : tinggi purin Jenis kelamin Gout primer Obesitas Gout sekunder
(daging, jeroan, emping,
alkohol, dll Konsumsi obat-obat diuretik
Pada pria kadar asam Adanya metabolisme asam Kelebihan berat badan akan
urat tinggi urat bawaan (faktor genetik dan adanya penyakit ginjal
menghambat eksresi asam urat karena
dan hormonal) (gangguan pada ginjal)
Kadar purin dalam metabolisme lemak
darah
Kelebihan enzim HGPRT pada RNA dan DNA Produksi dan sintesis asam
urat terganggu
Pembentukan asam urat yang dihasilkan oleh tubuh
Menghambat eksresi asam
urat ditubulus ginjal
Kadar purin bawaan

Pengendapan cairan didalam sendi Peningkatan asam urat dalam


Dirangsang oleh hipothalamus,
darah (Hiperuresemia) menstimulasi saraf nociceptor Eritema,
Penimbunan pada membran sinovial dan tulang panas
rawan artikular Pengendapan kristal monosodium urat
Mekanisme nyeri MK : Nyeri
Erosi tulang rawan, ploriferasi cairan sinovial Menimbulkan reaksi fagositosis oleh leukosit

MK : Gangguan pola tidur


Terbentuknya tofus/tofi Leukosit memakan kristal monosodium
urat (fagositosis kristal monosodium urat)

Fibrosis, akilosis pada tulang


Kerusakan pada jaringan sendi

Perubahan bentuk tubuh pada tulang dan sendi


Mekanisme peradangan

Pembentukan tukak sendi MK : Gangguan citra tubuh Pelepasan mediator kimia prostagladin,
histamia dan bradikinin
Tofus mengering Bagan 2.1

Sumber : (Kombinasi Lingga, 2012)


Kekakuan pada sendi (membatasi pergerakan)

MK : Hambatan mobilitas fisik Penurunan kekuatan otot MK : Resiko Cidera


19

1. Manifestasi klinis

Tanda dan gejala arthritis gout secara umum adalah sebagai berikut:

a. Nyeri hebat yang tiba-tiba menyerang sendi pada saat tengah malam,

biasanya pada ibu jari kaki (sendi metatarsofalangeal pertama) atau jari

kaki (sendi tarsal)

b. Jumlah sendi yang meradang kurang dari empat (oligoartritis) dan

serangannya pada satu sisi (unilateral)

c. Kulit berwarna kemerahan, terasa panas, bengkak, dan sangat nyeri

d. Pembengkakan sendi umumnya terjadi secara asimetris (satu sisi tubuh)

e. Demam, dengan suhu tubuh 38,30C atau lebih, tidak menurun lebih dari

tiga hari walau telah dilakukan perawatan

f. Ruam kulit, sakit tenggorokan, lidah berwarna merah atau gusi berdarah

g. Bengkak pada kaki dan peningkatan berat badan yang tiba-tiba

h. Diare atau muntah.

(VitaHealth, 2013)

2. Komplikasi

Komplikasi yang muncul akibat gout artritis antara lain:

a. Gout kronik bertophus

Merupakan serangan gout yang disertai benjolan-benjolan (tofi) di sekitar

sendi yang sering meradang. Tofi adalah timbunan kristal monosodium


20

urat di sekitar persendian seperti di tulang rawan sendi, sinovial, bursa atau

tendon. Tofi bisa juga ditemukan di jaringan lunak dan otot jantung, katub

mitral jantung, retina mata, pangkal tenggorokan.

b. Nefropati gout kronik

Penyakit tersering yang ditimbulkan karena hiperurisemia. terjadi akibat

dari pengendapan kristal asam urat dalam tubulus ginjal. Pada jaringan

ginjal bisa terbentuk mikrotofi yang menyumbat dan merusak glomerulus.

c. Nefrolitiasi asam urat (batu ginjal)

Terjadi pembentukan massa keras seperti batu di dalam ginjal, bisa

menyebabkan nyeri, pendarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.

Air kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu seperti

kalsium, asam urat, sistin dan mineral struvit (campuran magnesium,

ammonium, fosfat).

d. Persendian menjadi rusak hingga menyebabkan pincang

e. Peradangan tulang, kerusakan ligament dan tendon

f. Batu ginjal (kencing batu) serta gagal ginjal

(Emir Afif, 2013)

3. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Radiologi

1) Foto Konvensional (X-Ray)


21

a) ditemukan pembengkakan jaringan lunak dengan kalsifikasi (tophus)

berbentuk seperti topi terutama di sekitar sendi ibu jari kaki.

b) tampak pembengkakan sendi yang asimetris dan kista arthritis erosif.

c) peradangan dan efusi sendi.

b. Pemeriksaan laboratorium

1) Asam Urat (Serum)

a) dijalankan untuk memantau asam urat serum selama pengobatan gout.

b) 3-5 ml darah vena dikumpulkan dalam tabung tabung berpenutup

merah. Diusahakan supaya tidak terjadi hemolisis.

c) elakkan dari memakan makanan tinggi purin seperti jeroan (hati, ginjal,

otak, jantung), remis, sarden selama 34 jam sebelum uji dilakukan.

d) nilai normal : Pria Dewasa : 3,5 – 8,0 mg/dL, Perempuan Dewasa : 2,8 –

6,8 mg/dL

e) peningkatan kadar asam urat serum sering terjadi pada kasus gout,

alkoholisme, leukimia, limfoma, diabetes mellitus (berat), gagal jantung

kongestif, stress, gagal ginjal, pengaruh obat : asam askorbat, diuretic,

tiazid, levodopa, furosemid, fenotiazin, 6-merkaptopurin, teofilin,

salisilat.

2) Asam Urat (Urine 24 jam)

a) Untuk mendeteksi dan/atau mengonformasi diagnosis gout atau penyakit

ginjal.
22

b) sampel urine 24 jam ditampung dalam wadah besar, ditambahkan pengawet

dan didinginkan.

c) pengambilan diet makanan yang mengandung purin ditangguhkan selama

penampungan.

d) tidak terdapat pembatasan minuman.

e) nilai normal :250 – 750 mg/24 jam

f) Peningkatan terjadi pada kasus gout, diet tinggi purin, leukemia, sindrom

Fanconi, terapi sinar–X, penyakit demam, hepattis virus, pengaruh obat:

kortikosteroid, agens sitotoksik (pengobatan kanker), probenesid

(Benemid), salisilat (dosis tinggi).

g) Kadar pH urine diperiksa jika terdapet hiperuremia. Batu urat terjadi pada

pH urine rendah (asam).

c. Pemeriksaan cairan sendi

1. Tes makroskopik

a) Warna dan kejernihan

1) Normal : tidak berwarna dan jernih

2) Seperti susu : gout

3) Kuning keruh : inflamasi spesifik dan nonspesifik karena leukositosis

4) Kuning jernih : arthritis reumatoid ringan, osteo arthritis

b) Bekuan

1) Normal : tidak ada bekuan


23

2) Jika terdapat bekuan menunjukkan adanya peradangan. Makin besar

bekuan makin berat peradangan

c) Viskositas

1) Normal : viskositas tinggi (panjangnya tanpa pututs 4-6 cm)

2) Menurun (kurang dari 4 cm : inflamatorik akut dan septik)

3) Bervariasi : hemoragik

d) Tes mucin

1) Normal : terlihat stu bekuan kenyal dalam cairan jernih

2) Mucin sedang : bekuan kurang kuat dan tidak ada batas tegas :

rheumatoid arthritis

3) Mucin jelek : bekuan berkeping-keping : infeksi

2) Tes mikroskopik

a) Jumlah leukosit

1) Jumlah normal leukosit : kurang 200/mm3

2) 200 – 500/mm3 → penyakit non inflamatorik

3) 2000 – 100 000/mm3 → penyakit inflamatorik akut. Contoh : arthritis

gout, arthritis rheumatoid

4) 20 000 – 200 000/mm3 → kelompok septik (infeksi). Contoh : arthritis

TB, arthritis gonore

5) 200 – 1000/mm3 → kelompok hemoragik

b) Hitung jenis sel

1) Jumlah normal neutrofil : kurang dari 25%


24

2) Jumlah neutrofil pada akut inflamatorik: Arthritis gout akut : rata-rata

83%

3) Faktor rematoid : rata-rata 46%, Artrhritis rematoid : rata-rata 65%

c) Kristal-kristal

1) Normal : tidak ditemukan kristal dalam cairan sendi

2) Arthritis gout : ditemukan kristal monosodium urat (MSU) berbentuk

jarum memiliki sifat birefringen ketika disinari cahaya polarisasi

3) Arthritis rematoid : ditemukan kristal kolestrol

d) Tes kimia

a) Tes glukosa dan mikrobiologi

b) Laktat Dehidrogenase

(Joyce LeFever, 2008 )

9. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Keperawatan

1) Diet, dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk.

Hindari makanan tinggi purin (hati, ikan sarden, daging kambing, dan

sebagainya), termasuk roti manis. Meningkatkan asupan cairan (banyak

minum).

2) Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hiperurisemia seperti tiazid,

diuretic, aspirin, dan asam nikotinat yang menghambat ekskresi asam

urat dari ginjal.


25

3) Mengurangi konsumsi alcohol (bagi peminum alkohol).

4) Tirah baring

Merupakan suatu keharusan dan diteruskan selama 24 jam setelah

serangan menghilang. Arthritis gout dapat kambuh bila terlalu cepat

bergerak.

5) Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat

sensitivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cedera dengan

menghambat proses inflamasi. Agar efektif, es dapat diletakkan pada

tempat cedera segera setelah cedera terjadi. Sementara terapi panas

mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan

kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat

penyembuhan.

6) Relaksasi

adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan fisik dari

ketegangan dan stress sehingga dapat meningkatkan toleransi nyeri.

Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan

frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan

bernafas dengan perlahan dan nyaman. Periode relaksasi yang teratur

dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang

terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan

nyeri(Anarmoyo,2013).
26

b. Penatalaksanaan medik

Obat-obat yang diberikan pada serangan akut antara lain:

1) Kolkisin

Efek samping yang ditemui diantaranya sakit perut, diare, mual atau

muntah-muntah. Kolkisin bekerja pada peradangan terhadap kristal urat

dengan menghambat kemotaksis sel radang. Dosis oral 0,5-0,6 mg per

jam sampai nyeri, mual, atau diare hilang. Kemudian obat dihentikan

biasanya pada dosis 4-6 mg, maksimal 8 mg.

2) OAINS

OAINS yang paling sering digunakan adalah indometasin. Dosis

awal 25-50 mg setiap 8 jam, diteruskan sampai gejala menghilang (5-10

hari). Kontraindikasinya jika terdapat ulkus peptikum aktif, gangguan

fungsi ginjal dan riwayat alergi terhadap OAINS (obat anti inflamasi

non steroid).

3) Kortikosteroid

Jika sendi yang terserang monoartikular, pemberian intraartikular

sangat efektif, contohnya triamsinolon 10-40 mg intraartikular. Untk

gout poliartikuar, dapat diberikan secara intravena (metilprednisolon 40

mg/hair) atau oral (prednisone 40-60 mg/hari).

4) Analgesik
27

Diberikan bila rasa nyeri sangat hebat. Jangan diberikan aspirin

karena dalam dosis rendah akan menghambat ekskresi asam uratdari

ginjal dan memperberat hiperurisemia.

5) Preparat colchicin (oral atau parenteral) atau NSAID

Digunakan untuk meredakan serangan akut gout. Penatalaksanaan

medis hiperurisemia, tofus, penghancuran sendi dan masalah renal

biasanya dimulai setelah proses inflamasi akut mereda. Preparat

urikosurik seperti probenesid akan memperbaiki keadaan hiperurisemia

dan melarutkan endapan urat. Allopurinol juga merupakan obat yang

efektif tetapi penggunaannya terbatas karena terdapat resiko toksisitas.

Kalau diperlukan penurunan kadar asam urat dalam serum, preparat

urikosurik merupakan obat pilihan. Kalau pasiennya beresiko untuk

mengalami insufiensi renal atau batu ginjal (kalkuli renal), allopurinol

merupakan obat pilihan (Smeltzer, 20014).

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistimatis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien (Nursalam,

2008).
28

Menurut (Yuli, 2014) pengkajian yang perlu dilakukan pada lansia dengan

gout arthritisadalah sebagai berikut:

a. Identitas

Identitas klien yang bisa dikaji pada penyakit sistem muskuloskeletal

adalah usia, karena ada beberapa penyakit muskuloskeletal banyak terjadi

pada klien di atas usia 60 tahun.

b. Keluhan utama

Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan penyakit

muskuloskeletal seperti: arthritis rheumatoid, gout artritis, osteoatritis,

dan osteoporosis adalah klien mengeluh nyeri pada persendian tulang yang

terkena, adanya keterbatasan gerak yang menyebabkan keterbatasan

mobilitas. Berdasarkan pengkajian karakteristik nyeri P (Provokative) :

faktor yg mempengaruhi gawat dan ringannya nyeri, Q (quality):seperti

apa-> tajam, tumpul, atau tersayat, R (region) : daerah perjalanan nyeri, S

(severity/skala nyeri) : keparahan / intensitas nyeri, T (time) : lama/waktu

serangan atau frekuensi nyeri.

Bagan 2.2 skala nyeri


29

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan

Secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan

baik.

4-6 : Nyeri sedang

Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,

dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat

Secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat

menunjukkan lokasi nyeri tidak dapat mendeskripsikannya.

10 : Nyeri sangat berat

Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi.

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit yang diderita

oleh khalayan dari mulai keluhan yang dirasakan sampai khalayan dibawa

ke Rumah Sakit, dan apakah pernah memeriksakan diri ke tempat lain

seperti Rumah Sakit Umumserta pengobatan apa yang pernah diberikan

dan bagaimana perubahannya dan data yang didapatkan saat pengkajian.


30

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit muskuloskeletal

sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang berhubungan dengan

adanya riwayat penyakit muskuloskeletal, penggunaan obat-obatan, riwayat

mengkonsumsi alkohol dan merokok.

e. Riwayat penyakit keluarga

Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit

yang sama karena faktor genetik/keturunan.

f. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan muskuloskeletal

bisaanya lemah, pembengkakkan pada sendi, kekakuan pada oto-otot.

2) Kesadaran

Kesadaran klien bisaanya composmentis atau apatis.

3) Tanda-tanda vital:

a) Suhu menngkat (>370 C).

b) Nadi meningkat (N : 70-80x/menit).

c) Tekanan darah meningkat atau dalam batas normal.

d) Pernafasan bisaanya mengalami normal atau meningkat.

g. Pemeriksaan Review Of System (ROS)

a) Sistem Pernafasan (B1: Breathing)


31

Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas

normal.

b) Sistem Sirkulasi (B2: Bleeding)

Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical sirkulasi perifer,

warna, dan kehangatan.

Gejala: fenomena raynaud jari tangan/kaki (mis., pucat intermiten,

sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.

c) Sistem Persyarafan (B3: Brain)

Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat

kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat, dilatasi

pupil. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).

Gejala : kebas / kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi

pada jari tangan. Pembengkakan sendi simetris.

d) Sistem Perkemihan (B4: Bleder)

Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, dysuria, distensi

kandung kemih,warna dan bau urin, dan kebersihan.

e) Sistem Pencernaan (B5: Bowel)

Konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus,

anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.

f) Sistem Muskuloskletal (B6: Bone)


32

Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area

jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan otot, kontraktur,

atrofi otot,laserasi kulit dan perubahan warna.

Gejala : fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan

jaringan lunak pada sendi). Rasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama

pada pagi hari).

h. Pola Fungsi kesehatan

Yang perlu dikaji adanya aktivitas apa saja yang bisa dilakukan

sehubungan dengan adanya nyeri pada persendian, ketidakmampuan

mobilisasi.

1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan kesehatan.

Gejala : riwayat Gout pada keluarga (pada awitan ramaja). penggunaan

makanan kesehatan, vitHuda, penyembuhan artritis tanpa pengujian.

Riwayat pericarditis, lesi katup : vibrosis pulmonal, pleuritis. DRG

menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari

Pertimbangan Rencana Pulang : Mungkin membutuhkan bantuan pada

transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/pemeliharaan rumah

tangga.
33

2) Pola nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu

makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah, dan makanan

kesukaan.

Gejala:Ketidakmampuanuntuk menghasilkan/mengkonsumsi makanan/

cairan adekuat: mual, anoreksia, kesulitan mengunyah (keterlibatan

TMJ). Tanda: penurunan BB, kekeringan pada membran mukosa.

3) Pola eliminasi

Menjelaskan pola fungsi ekskresi, kandung kemih, defekasi, ada

tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan kateter.

Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktiftas perawatan

pribadi. Ketergantungan pada orang lain.

4) Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhdapa energi,

jumlah jam tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan insomnia.

5) Pola aktivitas dan istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan, dan sirkulasi,

riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan kedalaman pernafasan.

Pengkajian indeks KATZ.

Gejala: Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan

stress pasa sendi, kekakuan pada pagi hari, bisaanya terjadi secara
34

bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya

hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan

Tanda: Malaise, keterbatasan rentang gerak : atropi otot, kulit :

kontraktur/kelainan pada sendi dan otot

6) Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan perak kelayan terhadap

anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya

rumah, dan masalah keuangan. Pengkajian APGAR keluarga (Tabel

APGAR keluarga). Gejala: kerusakan interaksi dengan keluarga atau

orang lain, perubahan peran, isolasi.

7) Pola sensori dan kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori

meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran,perasaan, dan pembau.

Pola klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan penglihatan perifer,

kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa diruang gelap. Sedangkan

tandanya adalah tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil,

peningkatan air mata. Pengkajian Status Mental menggunakan Tabel

Short Portable Mental Status Quesionare (SPMSQ).

8) Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap

kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran diri,

harga diri, peran, identtas diri. Manusia sebaga sistem terbuka dan
35

makhluk bio-psiko-sosio-kultural-spritual, kecemasan, takutan, dan

dampak terhadap sakit. Pengkajian tingkat Depresi menggunakan Tabel

Inventaris Depresi Back. Gejala: faktor faktor stress akut/kronis : mis.,

finansial, pekerjan , ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan.

Keputusasaan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan).

Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (mis.,

ketergantunagn pada orang lain).

9) Pola seksual dan reproduksi

Menggunakan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.

10) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan untuk mengurangi stress.

Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus

kaki. Kesulitan dalam menangani tugas, pemeliharaan rumah tangga.

Demam ringan menetap. Kekeringan pada mata dan membran mukosa

11) Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk

spiritual

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons

manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau

kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan


36

memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan

menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito, 2000).

Diagnosa yang muncul pada kasus gout arthritis antara lain:

a. Nyeri berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan sekunder

b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian

c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit, cidera

d. Difisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pemahaman

pengobatan dan perawatan di rumah

e. Resiko cidera berhubungan dengan penurunan kekuatan otot

f. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri

(Sumber : Nurarif, 2013


37

3. Menurut Kozier et al.(1995), perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara mendalam, tahap yang
sistematis dari proses keperawatan meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan masalah. Berikut dibawah ini
adalah perencanaan pada kasus gout arthritis.
PERENCANAAN KEPERAWATAN

INTERVENSI
DIAGNOSA
RASIONAL

NOC NIC

Nyeri berhubungan NOC NIC


dengan kerusakan 1. Level nyeri : Manajemen nyeri
integritas jaringan a. Nyeri hebat 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Mengetahui perkembangan nyeri dan tanda-tanda nyeri
sekunder (sendi b. Nyeri berat komprehensif termasuk lokasi, sehingga dapat menentukan intervensi selanjutnya
sinovial) c. Nyeri sedang karakteristik, durasi, frekuensi,
d. Nyeri ringan kualitas dan faktor presipitasi.
e. Tidak ada nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari 2. Mengetahui respon pasien terhadap nyeri
2. Control nyeri ketidaknyamanan.
a. Tidak pernah
b. Kadang-kadang 3. Gunakan terapi komunikasi untuk 3. Pasien dapat percaya dan mempercepat penyembuhan
c. Sewaktu-waktu mengetahui pengalaman nyeri.
d. Sering
e. Selalu 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa 4. Mengontrol perubahan status nyeri
 Dengan kriteria hasil : lampau..
38

1. Pasien mampu mengontrol


nyeri, (tahu penyebab
nyeri, mampu 5. Kontrol lingkungan yang dapat 5. Menurunkan rasa nyeri pasien
menggunakan mempengaruhi nyeri seperti suhu
2. teknik nonfarmakologi ruangan, pencahayaan dan
untuk mengurangi nyeri, kebisingan
mencari bantuan). 6. Kurangi faktor presipitasi nyeri 6. Dapat menurunkan tingkat nyeri pasien
3. Melaporkan bahwa nyeri Seperti presipitasi kristal
berkurang dengan monosodium urat
menggunakan manajemen 7. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk 7. Mengetahui perkembangan nyeri dan menentukan lokasi
nyeri melakukan intervensi. intervensi selanjutnya
4. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri). 8. Ajarkan tentang tekpnik 8. Menurunkan ketegangan otot, sendi dan melancarkan
5. Menyatakan rasa nyaman nonfarmakologi : napas dalam, peredaran darah sehingga dapat mengurangi nyeri
setelah nyeri berkurang. relaksasi, distraksi, kompres
6. Tanda vital dalam rentang hangat/dingin.
normal 9. Berikan analgetik untuk m 9. Analgetik berfungsi sebagai depresan system syaraf pusat
7. Tidak mengalami 10. sehingga mengurangi atau menghilangkan nyeri
gangguan tidur 11. engurangi nyeri
10. Istirahat yang cukup dapat mengurangi rasa nyeri
12. Tingkatkan istirahat
39

Pemberian Analgesik 11. Dengan mengetahui tipe nyeri maka akan membantu memilih
13. Tentukan lokasi, karakteristik, tindakan yang tepat
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat. 12. Dengan mengetahuinya lokasi, karakteristik, kualitas dan
14. Cek instruksi dokter tentang jenis derajat nyeri sebelum pemberian, dapat dijadikan acuan untuk
obat, dosis, dan frekuensi tindakan penghilang nyeri setelah pemberian obat
13. Mengetahui bahwa tindakan yang diberikan adalah benar
14. Mengetahui adanya riwayat alergi terhadap obat untuk
15. Cek riwayat alergi mempermudah pemberian obat selanjutnya

16. Pilih analgesik yang diperlukan atau 15. Analgesik yang tepat membantu mempercepat penurunan
kombinasi dari analgesik ketika nyeri
pemberian lebih dari satu
17. Tentukan pilihan analgesik 16. Dengan memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
tergantung tipe dan beratnya nyeri obat dapat memberikan perbandingan tentang tingkat nyeri
18. Monitor vital sign sebelum dan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan
sesudah pemberian analgesik 17. Pasien tidak merasa cemas dan mengerti sebab-sebab nyeri
pertama kali 18. Mengetahui perubahan status kesehatan setelah pemberian
obat
19. Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
20. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping).
40

Hambatan NOC NIC


Mobilitas Fisik  Gerakan bersama : aktif Exercise therapy : ambulation
berhubungan Dengan Level : 1. Monitoring vital sign 1. Adaanya perbedaan ttv sebelum dan sesudah menandakan
dengan nyeri 1. Tidak ada gerakan sebelum/sesudah latihan dan lihat gangguan fisik pada pasien.
persendian 2. gerakan terbatas respon pasien saat latihan
3. gerakan cukup
4. gerakan baik 2. Konsultasikan dengan terapi fisik 2. Terapi ambulasi yang tepat mempercepat proses
5. gerakan sangat baik tentang rencana ambulasi sesuai penyembuhan
Nilai yang diharapkan 4 dengan kebutuhan
sampai 5
3. Bantu klien untuk menggunakan 3. Hal ini membantu pasien dalam beradaptasi dengan
 Tingkat mobilitas tongkat saat berjalan dan cegah kondisinya
Dengan Level : terhadap cidera
1. Tergantung, tidak bisa 4. Ajarkan pasien atau tenaga 4. Hal ini bertujuan untuk membantu tenaga kesehatan dalam
41

berpartisipasi kesehatan lain tentang teknik pemberian terapi pada pasien


2. memerlukan bantuan dan ambulasi
penjagaan
3. Memerlukan bantuan
4. Sedikit mandiri dengan 5. Kaji kemampuan pasien dalam 5. Untuk mengetahui perkembangan mobilisasi pasien
penjagaan mobilisasi
5. Mandiri
Nilai yang diharapkan 4 6. Latih pasien dalam pemenuhan 6. Untuk melatih kemampuan pasien sesuai dengan
sampai 5 kebutuhan ADLs secara mandiri kemampuannya
sesuai kemampuan
 Perawatan diri: aktifitas 7. Dampingi dan bantu pasien saat 7. Membantu pasien dalam meningkatkan kegiatan sehari-hari
sehari-hari mobilisasi dan bantu penuhi
Dengan Level : kebutuhan ADLs pasien 8. Alat bantu seperti kursi roda, dll sangat membantu jika
1. Tergantung,tidak bisa 8. Berikan alat bantu jika pasien pasien kesulitan dalam mobilisasi
berpartisipasi memerlukan
2. Memerlukan bantuan dan
penjagaan 9. Merubah posisi bertujuan agar otot tidak tegang/kaku
3. Memerlukan bantuan 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
4. Sedikit mandiri dengan posisi dan berikan bantuan jika
penjagaan diperlukan 10. Membantu pasien melakukan gerak secara mandiri
5. Mandiri 10. Menerapkan/ menyediakan
Nilai yang diharapkan 4 perangkat bantu (tongkat, walker,
sampai 5 atau weelcheir) untuk ambulation,
42

jika pasien tidak stabil


 Kinerja transfer :
Dengan Level :
1. Tergantung, tidak bisa
berpartisipasi
2. Memerlukan bantuan dan
penjagaan
3. Memerlukan bantuan
4. Sedikit mandiri dengan
penjagaan
5. Mandiri.
Nilai yang diharapkan 4
sampai 5

Kriteria Hasil :
 Klien meningkat dalam
aktivitas fisik.
 Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas.
 Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
43

berpindah.
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi.
Defesiensi NOC NIC
pengetahuan  Pengetahuan proses Program penyuluhan pengetahuan
berhubungan penyakit proses penyakit
dengan kurangnya Dengan Level : 1. Kaji tingkat kemampuan klien 1. Menentukan informasi yang diberikan.
pemahaman 1. Tidak ada tentang penyakitnya.
pengobatan dan 2. Terbatas 2. Berikan kesempatan pada klien 2. Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi apa yang
perawatan di rumah 3. Cukup untuk mengungkapkan perasaannya. dirasakan dan cara menghadapinya secara langsung.
. 4. Sedang
5. Banyak
Nilai yang diharapkan 3 3. Pilih berbagai strategi belajar.
sampai 5 3. Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi,
meningkatkan penerapan pada individu yang belajar.
4. Tinjau tujuan dan persiapan 4. Ansietas karena ketidaktauan akan meningkatkan stres dan
 Pengetahuan prilaku diagnostik. akhirnya akan meningkatkan beban kerja jantung.
kesehatan
Dengan Level :
1. Tidak ada
2. Terbatas 5. Diskusikan tentang rencana diet. 5. Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu
3. Cukup pasien dalam merencanakan makan/mentaati program.
44

4. Sedang
5. Banyak 6. Diskusikan faktor-faktor yang memegang peranan dalam
Nilai yang diharapkan 3 6. Diskusikan tentang proses penyakit, kontrol Artritis rheumatoid.
sampai 5 efek, tanda dan gejala dan faktor-
faktor yang memegang peranan
Kriteria Hasil : dalam kontrol arhtritis rheumatoid.
 Pasien dan keluarga 7. Diskusikan tentang komplikasi yang 7. Dapat meningkatkan keinginan pasien untuk mematuhi
menyatakan pemahaman akan terjadi bila pasien tidak program diet dan aktivitas sesuai jadwal.
tentang penyakit, mematuhi program diet dan aktivitas
kondisi, prognosis dan serta pencegahan komplikasi.
program pengobatan 8. Berikan dukungan secara moril dan
 Pasien dan keluarga spiritual pada keluarga. 8. Meningkatkan mekanisme koping keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yang dijelaskan
secara benar
Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa
yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan
lainnya
Gangguan citra NOC NIC
tubuh berhubungan  Citra tubuh Peningkatan citra tubuh
dengan penyakit, Dengan Level : 1. Kaji dan dokumentasikan respon 1. Dapat menunjukan depresi atau keputusasaan.
45

deformitas sendi 1. Tidak pernah positif verbal dan nonverbal pasien terhadap
2. Jarang positif tubuh pasien.
3. Kadang-kadang positif 2. Indentifikasi mekanisme koping 2. Meningkatkan perasaan kompetensi atau harga diri,
4. Sering yang biasa digunakan pasien. mendorong kemndirian partisipasi dalam terapi.
5. Selalu
Nilai yang diharapkan 4 3. Tentukan harapan pasien terhadap 3. Memberi kesempatan untuk mendiskusikan persepsi
sampai 5 citra tubuh berdasarkan tahap pasienterhadap diri atau gambaran diri dan kenyataan situasi
perkembangan. individu.
 Harga diri
Dengan Level :
1. Tidak pernah positif 4. Tentukan apakah persepsi 4. Menunjukan perasaan isolasi dan takut terhadap penolakan
2. Jarang positif ketidaksukaan terhadap karakteristik dan penilaian orang lain.
3. Kadang-kadang positif tertentu membuat diskusi paralisis
4. Sering sosial bagi remaja dan pada
5. Selalu. kelompok resiko tinggi lainnya.
Nilai yang diharapkan 4 5. Tentukan apakah perubahan fisik
sampai 5 saat ini telah dikaitkan kedalam citra 5. Dapat menunjukan emosional ataupun metode koping
tubuh pasien. maladataif.
Kriteria Hasil : 6. Identifikasi terhadap pengaruh
 Body image positif budaya, agama, ras, jenis kelamin, 6. Perubahan fisik dan psikologis seringkali menimbulkan
 Mampu mengidentifikasi dan usia pasien menyangkut citra stresor dalam hubungan keluarga yang mempengaruhui peran
kekuatan personal tubuh. atau harapan semula.
 Mendiskripsikan secara
46

factual peubahan fungsi


tubuh 7. Pantau frekuensi penyakit kritik diri.
 Mempertahankan interaksi 7. Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi
sosial 8. Ajarkan tentang cara merawat dan diri.
 Kesesuaian antara realitas perawatan diri, termasuk komplikasi
tubuh, ideal tubuh, kondisi medis. 8. Ketergantungan pada perawatan diri membantu untuk
perwujudan tubuh. memperbaiki kepercayaan diri dan penerimaan situasi.
 Gambaran internal diri 9. Rujuk ke pelayanan sosial untuk
 Deskripsi yang terkena merencanakan perawatan dengan
dampak. pasien dan keluarga. 9. Pendekatan penyeluruhan diperlukan untuk membantu pasien
Keinginan untuk 10. Dengarkan pasien dan keluarga untuk menghadapi rehabilitas dan kesehatan.
menyentuh bagian tubuh secara aktif dan akui realitas
yang mengalami kekhawatiran terhadap perawatan, 10. Bantu pasien atau orang terdekat untu menerima perubahan
gangguan. kemajuan, dam prognosis. dan merasakan baik tentang diri sendiri.
11. Beri dorongan kepada pasien dan
keluarga untuk mengungkapkan
perasaan dan untuk berduka jika
perlu. 11. Mendemonstrasikan penerimaan atau membantu pasien untuk
12. Bantu pasien dan keluarga utuk mengenal dan mulai perasaan ini.
mengidentifikasi dan mengunakan
mekanisme koping.
12. Membantu pasien atau keluarga untuk mempertahankan
13. Berikan perawatan dengan cara yang kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
47

tidak menghakimi, jaga privasi, dan


martabat pasien. 13. Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra
diri.
Risiko cedera NOC NIC
berhubungan  Kontrol risiko Manajemen lingkungan
dengan hilangnya Dengan Level : 1. Identifikasi faktor yang 1. Mengidentifikasi bantuan dan dukungan yang diperlukan.
kekuatan otot 1. Tidak pernah mempengaruhi kebutuhan keamanan,
2. Jarang misalnya perubahan status mental,
3. Kadang-kadang derajat keracunan, keletihan, usia
4. Sering kematangan, pengobatan, dan defisit
5. Selalu motorik dan sensorik (misalnya
Nilai yang diharapkan 4 kesimbangan dan berjalan).
sampai 5 2. Identifikasi faktor lingkungan yang 2. Mengidentifikasi lingkungan yang aman untuk pasien
memungkinkan resiko terjatuh (mis,
lantai licin, karpet yang sobek, anak
Kriteria Hasil : tangga tanpa pengaman, jendela,
 Klien terbebas dari kolam renang).
cedera 3. Bantu ambulasi pasien jika perlu.
Klien mampu menjelaskan 4. Orientasi kembali pasien terhadap 3. Mencegah jatuh dengan cedera
cara/metode untuk mencegah realitas dan lingkungan saat ini bila 4. Memperkenalkan lingkungan baru kepada pasien
injury/cedera dibutuhkan.
5. Sediakan alat bantu berjalan.
5. Membantu pasien dalam berjalan dan mengurangi resiko
48

6. Sediakan lingkungan aman untuk jatuh.


pasien. 6. Mengurangi cidera yang tidak disengaja yang dapat
7. Memasang side rail tempat tidur. menyebabkan pendarahan.
7. Mengurangi resiko jatuh.
8. Menyediakan tempat tidur yang
nyaman dan bersih. 8. Memberikan kenyamanan dan mengurangi gangguan tidur.

9. Menganjurkan keluarga menemani 9. Keluarga sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan.


pasien.
Gangguan Pola NOC NIC
Tidur berhubungan  Anxiety reduction Sleep Enhancement
dengan nyeri  Comfort level 1. Determinasi efek-efek medikasi 1. Mengetahui efek yang terjadi bila pola tidur tidak teratur
 Pain level terhadap pola tidur
 Rest : Extent and Pattern 2. Kualitas tidur sangat penting untuk kesehatan
Kriteria Hasil : 2. Jelaskan pentingnya tidur yang
 Jumlah jam tidur dalam adekuat 3. Dapat membuat otot-otot lebih relaks sebelum tidur
batas normal 6-8 jam/hari 3. Fasilitas untuk mempertahankan
 Pola tidur, kualitas dalam aktivitas sebelum tidur (membaca)
batas normal 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman 4. Lingkungan yang nyaman dapat meningkatkan kualitas tidur
 Perasaan segar sesudah
tidur atau istirahat
 Mampu mengidentifikasi 5. Diskusikan dengan pasien dan 5. Mengetahui teknik mendapatkan tidur yang berkualitas
hal-hal yang keluarga tentang teknik tidur pasien
49

meningkatkan tidur
6. Instruksikan untuk memonitor tidur
pasien 6. Mengontrol waktu tidur pasien
7. Monitor waktu makan dan minum
dengan waktu tidur 7. Memgetahui batasan antara waktu makan dan waktu tidur
8. Monitor/ catat kebutuhan tidur pasien pasien
setiap hari dan jam 8. Mengetahui kualitas tidur pasien setiap harinya
9. Kolaborasi pemberian obat tidur
9. Obat tidur yang sesuai dapat membuat tidur lebih berkualitas

(Sumber : Nurarif, A. H, 2013; Sue, 2013; Gloria, 2013)


50

4. Implementasi Keperawatan

Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan

adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang

diperlukan untuk mencapai tindakan dan hasil yang diperkirakan dari

asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup

melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan

sehari-hari, memberikan arahan perawatan untuk mencapai tujuan yang

berpusat pada klien dan mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat

serta melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan

kesehatan berkelanjutan dari klien. Implementasi meluangkan rencana

asuhan ke dalam tindakan. Setelah rencana di kembangkan, sesuai

dengan kebutuhan dan prioritas klien, perawat melakukan intervensi

keperawatan spesifik, yang mencakup tindakan perawat dan tindakan

(Potter & Perry, 2005).

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses keperawatan mengukur respon klien terhadap

tindakan keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan.

Tahap akhir yang bertujuan untuk mencapai kemampuan klien dan tujuan

dengan melihat perkembangan klien. Evaluasi klien gout artritis dilakukan

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya pada tujuan (Potter

& Perry, 2014).


51

3. Dokumentasi Keperawatan

Dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan

yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna

untuk kepentingan klien, perawat dan tim kesehatan dalam memberikan

pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap

secara tertulis dengan tanggung jawab perawat (Hidayat, 2008).

Anda mungkin juga menyukai