Anda di halaman 1dari 50

i

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT LAPORAN KASUS


& ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS MARET 2019

PERILAKU PENGGUNAAN KOMPUTER PADA PEKERJA KOMPUTER


DENGAN KEJADIAN CTS (CARPAL TUNNEL SYNDROM)

Oleh :

1. Wa Ode Siti Rahayu Fathanah, S.Ked (K1A1 15 123)


2. Ananto Windha Pratiwi, S.Ked (K1A1 15 051)
3. Muh. Thaufiqul Hidayat, S.Ked (K1A1 15 085)
4. Annisa Muhtar S.Ked (K1A1 15 103)
5. Rahmawati (K1A1 15 145)

Pembimbing

dr. Indria Hafizah, M.Biomed

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN


MASYARAKAT & ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:


Nama anggota kelompok :
1. Wa Ode Siti Rahayu Fathanah, S.Ked (K1A1 15 123)
2. Ananto Windha Pratiwi, S.Ked (K1A1 15 051)
3. Muh. Thaufiqul Hidayat, S.Ked (K1A1 15 085)
4. Annisa Muhtar S.Ked (K1A1 15 103)
5. Rahmawati (K1A1 15 145)
Judul Laporan : Perilaku Penggunaan Komputer Pada Pekerja
Komputer Dengan Kejadian CTS (Carpal Tunnel
Syndrom)

Telah menyelesaikan laporan kasus okupasi dalam rangka kepanitraan klinik pada
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Fakultas
Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, April 2019

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Indria Hafizah, M.Biomed

ii
ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulisan referat yang berjudul “PERILAKU PENGGUNAAN

KOMPUTER PADA PEKERJA KOMPUTER DENGAN KEJADIAN CTS

(CARPAL TUNNEL SYNDROM)” dapat dirampungkan dengan baik. Shalawat

dan salam juga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Penulisan

referat ini disusun untuk melengkapi tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu

Kesehatan Masyarakat & Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran

Universitas Halu Oleo. Melalui kesempatan ini secara khusus penulis

persembahkan ucapan terima kasih kepada dr. Patma Ayunita sebagai kepala

Puskesmas PERUMNAS sekaligus pembimbing saya di Puskesmmas dan dr.

Indria Hafizah, M.Biomed sebagai pembimbing okupasi kami. Dengan segala

kerendahan hati penulis sadar bahwa dalam penulisan tugas ini masih banyak

kekurangan dan ketidaksempurnaan.Penulis mengharapkan masukan, kritik dan

saran yang bersifat membangun kearah perbaikan dan penyempurnaan tugas ini.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Kendari, 29 April
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL............................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Tujuan ................................................................................... 3
C. Manfaat ................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Carpal Tunnel Syndrome ...................................................... 4
B. Perilaku Penggunaan Komputer ............................................ 20
BAB III. METODE PENGUMPULAN DATA
A. Data yang Dikumpulkan ....................................................... 25
B. Cara Pengumpulan Data ........................................................ 25
BAB IV. HASIL KEGIATAN PUSKESMAS DAN HASIL PENGUMPULAN
DATA
A. Gambaran Singkat Tentang Pekerjaan yang Menggunakan
Komputer .............................................................................. 26
B. Data Penderita CTS pada Pegawai yang Bekerja Menggunakan
Komputer .............................................................................. 26
C. 7 langkah diagnosis PAK pada pengguna komputer............. 27
BAB V. MASALAH KESEHATAN
A. Identifikasi Masalah .............................................................. 31
B. Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Masalah dan Penyebab Masalah
Dominan ................................................................................ 32
BAB VI. PEMECAHAN MASALAH PRIORITAS DAN USUSLAN
KEGIATAN
A. Alternatif Pemecahan Masalah ............................................. 34
B. Pengambilan Keputusan ....................................................... 34

iii
C. Rencana Usulan Kegiatan .................................................... 34
BAB VII. PENUTUP
A. Simpulan ............................................................................... 35
B. Saran ...................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 36
LAMPIRAN ............................................................................................ 37

iv
v
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor yang

berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan dengan

pekerjaan. Dengan demikian status kesehatan masyarakat pekerja dipengaruhi

tidak hanya oleh bahaya kesehatan ditempat kerja dan lingkungan kerja tetapi

juga oleh faktor pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor lainnya

(Salawati & syahrul 2014).

Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi

masalah-masalah akibat kerja. Setiap tahun terdapat 270 juta pekerja yang

mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta yang terkena penyakit akibat

kerja. Di seluruh Negara Uni Eropa, Muskuloskeletal Disosders (MSDs)

merupakan penyakit akibat kerja yang paling umum terjadi. Gangguan

kesehatan yang dialami pekerjadi Indonesia, menurut penelitian yang

dilakukan terhadap 9482 pekerja di 12 Kabupaten dan Kota, umumnya berupa

penyakit musculoskeletal disorder (16%), kardiovaskuler (8%), gangguan saraf

(3%) dan gangguan THT (1,5%). Salah satu jenis musculoskeletal disorders

adalah Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Carpal Tunnel Syndrome merupakan

gangguan umum yang berhubungan dengan pekerjaan yang disebabkan

gerakan berulang dan posisi yang menetap pada jangka waktu yang lama yang

dapat mempengaruhi saraf, suplai darah ke tangan dan pergelangan tangan

(Lazuardi, 2016).
Berbagai aktivitas yang banyak menggunakan tangan dalam waktu

yang lama sering dihubungkan dengan terjadinya CTS. Carpal Tunnel

Syndrome berhubungan dengan pekerjaan yang menggunakan pekerjaan

kombinasi antara kekuatan dan pengulangan gerakan yang lama pada jari-jari

selama periode yang lama (Suherman, dkk., 2012).

Carpal Tunnel Syndrome merupakan neuropati terhadap nervus

medianus di dalam Carpal Tunnel pada pergelangan tepatnya di bawah fleksor

retinakulum. Sindrom ini terjadi akibat kenaikan tekanan dalam terowongan

yang sempit yang dibatasi oleh tulang-tulang carpal serta ligament carpi

tranversum yang kaku sehingga menekan nervus median.. Carpal Tunnel

Syndrome disebabkan oleh trauma secara akumulatif yaitu ketika tangan

digerakkan berulang-ulang pada periodesasi waktu yang lama dengan jumlah

gerakan pada jari-jari dan tangan yang berlebihan. Hal tersebut menyebabkan

otot atau ligamen dapat menjadi meradang sebagai akibat dari penekanan otot

dan ligamen serta pembendungan terowongan karpal. Pada awalnya gejala

yang sering dijumpai adalah rasa nyeri, tebal (numbness) dan rasa seperti aliran

listrik (tingling) pada daerah yang diinnervasi oleh nervus medianus. Seringkali

gejala pertama timbul saat malam hari yang menyebabkan penderita terbangun

dari tidurnya (Lazuardi, 2016).

Penggunaan perangkat elektronik secara statis dalam waktu yang lama

terutama komputer dapat memengaruhi muskuloskeletal pekerja kantor akibat

posisi tangan yang salah pada saat menggunakan mouse atau keyboard dan

pekerjaan yang berulang (repetitive work).

2
Penggunaan keyboard lebih dari empat jam per hari merupakan faktor

risiko keluhan nyeri pada ekstremitas atas. Bagian tubuh yang paling sering

mengalami keluhan adalah bahu, pergelangan tangan, serta tangan. South

Texas Veterans Health Care System di San Antonio, Texas, Amerika Serikat

mengemukakan bahwa CTS itu merupakan penyakit yang berhubungan dengan

komputer pada sebagian besar populasi di Amerika. Penelitian pada operator

komputer perempuan yang melaksanakan pekerjaan pemasukan data selama

enam jam sehari didapatkan prevalensi CTS yang tinggi. Sebuah survei

terhadap para karyawan yang sering menggunakan komputer, 29,6%

mengeluhkan paraestesia pada tangan dan 10,5% memenuhi kriteria klinis CTS

(Nafasa, 2019).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan komputer dengan

masa kerja lebih dari empat tahun dan durasi kerja menggunakan komputer

lebih dari delapan jam per hari ditemukan sebagai faktor risiko CTS. Karyawan

di bidang administrasi 2,4 kali berisiko mengalami CTS bila dibanding dengan

pekerja komputer lainnya. Pergelangan tangan dalam posisi fleksi atau ekstensi

dalam waktu yang lama juga ditemukan sebagai faktor risiko CTS. Penelitian

sebelumnya oleh Saerang dkk.8 pada karyawan bank di Kota Bitung yang

menggunakan komputer menunjukkan prevalensi CTS sebesar 28% (Nafasa,

2019).

Berdasarkan pernyataan diatas, mahasiswa tertarik untuk melakukan

laporan kasus mengenai pengaruh pekerja computer dengan kejadian CTS .

3
B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Untuk mengindentifikasi masalah penyakit Perilaku Penggunaan
Komputer Pada Pekerja Komputer Dengan Kejadian Cts (Carpal Tunnel
Syndrom)
2. Tujuan Khusus.
a. Untuk mengetahui tentang penyakit CTS (Carpal Tunnel Syndrom)
b. Untuk mengetahui cara melakukan pencegahan low back pain (LBP)
pada pekerja tenaga kerja bongkar muat (TKBM) di pelabuhan.Laporan

kasus ini bertujuan mengetahui hubungan antara masa kerja dan keluhan

CTS pada pekerja computer.

C. Manfaat

Sebagai media pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek kedokteran

okupasi dalam menangani serta mencegah kasus penyakit khusunya CTS pada

pekerja pengguna komputer

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Carpal Tunnel Syndrome

1. Anatomi Carpal Tunnel Syndrome

Canalis carpi atau terowongan karpal adalah suatu daerah di

pergelangan tangan yang merupakan terowongan yang keras dan tidak

elastis. Terowongan ini dibatasi pada ketiga sisinya oleh tulang dan

ligamentum fibrosa pada satu sisi. Setelah melewati canalis carpi nervus

medianus mempercabangkan nervi digitales palmares communis. Saraf ini

bercabang lagi menjadi nervi digitales palmares proprii. Daerah

persarafan nervus medianus mencapai bagian dorsal phalanx terakhir jari-

jari dan bagian palmar pada ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah. Nervus

medianus membawa informasi tentang temperatur, rasa sakit dan sentuhan

dari tangan ke otak serta mengontrol tangan untuk berkeringat. Di dalam

terowongan karpal terdapat tendon flexor yang mengeliling nervus

medianus. Jika terjadi pembengkakan pada tendon flexor maka akan

5
mengurangi ruang yang ada di dalam terowongan yang akan memberikan

tekanan pada nervus medianus dan mengakibatkan terjepitnya nervus

medianus. Nervus medianus yang mengalami gangguan akan

menimbulkan rasa kesemutan, nyeri dan tangan kaku. Gangguan

penekanan pada nervus medianus ini disebut dengan Carpal Tunnel

Syndrome (Musarrofah, 2017).

Gambar 1. Anatomi Nervus Medianus (Sumber : google)

2. Definisi Carpal Tunnel Syndrome


Carpal Tunnel Syndrome sebagai sindroma yang ditandai dengan

nyeri, parestesia, dan sakit pada area distribusi nervus medianus pada

tangan, terjadi karena tekanan pada nervus medianus yang berada pada

terowongan karpal di pergelangan tangan (Mukhlisa, 2014).

Hal yang hampir serupa dikemukakan Viera bahwa Carpal Tunnel

Syndrome (CTS) atau Sindroma terowongan karpal adalah salah satu

gangguan pada lengan tangan karena terjadi penyempitan pada

6
terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada terowongan tersebut

maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil tangan sehingga terjadi

penekanan terhadap nervus medianus di pergelangan tangan. CTS

diartikan sebagai kelemahan pada tangan yang disertai nyeri pada daerah

distribusi nervus medianus (Mukhlisa, 2014).

Terowongan karpal merupakan suatu celah yang terdapat

pergelangan tangan. Dinding terowongan tersebut terdiri dari dinding

bagian bawah, kanan, dan kiri yang dibentuk oleh tulang-tulang karpal

sedangkan bagian atas dibentuk oleh jalinan ligamen yang lebar dan kuat.

Di dalam terowongan tersebut terdapat saraf medianus yang berfungsi

menyalurkan sensori ke ibu jari, telunjuk dan jari manis serta

mempersarafi fungsi otot-otot dasar sisi dari ibu jari (otot tenar). Selain

saraf medianus, di dalam terowongan tersebut terdapat pula tendon-tendon

yang berfungsi untuk menggerakkan jari-jari (Mukhlisa, 2014).

Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan

tangan di mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan

sempit yang dilalui oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-

tulang karpalia membentuk dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan

kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinakulum (transverse

carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung

di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang

mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur

yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus (Mukhlisa, 2014).

7
3. Epidemiologi Carpal Tunnel Syndrome

Berdasarkan laporan American Academy of Orthopaedic Surgeons

tahun 2007, kejadian CTS di Amerika Serikat diperkirakan 1-3 kasus per

1.000 subyek per tahun. Prevalensinya berkisar sekitar 50 kasus per 1000

subyek pada populasi umum. National Health Interview Study (NHIS)

memperkirakan prevalensi CTS 1,55%. Sebagai salah satu dari 3 jenis

penyakit tersering di dalam golongan CTD pada ekstremitas atas,

prevalensi CTS 40%, tendosinovitis yang terdiri dari trigger finger 32%

dan De Quervan’s syndrome 12%, sedangkan epicondilitis 20%. Lebih

dari 50% dari seluruh penyakit akibat kerja di USA adalah Cummulative

Trauma Disorders (CTD), dimana salah satunya adalah CTS (Salawati dan

Syahrul, 2014).

Selama tahun 2003 sampai 2005 terjadi peningkatan kasus CTS

pada karyawan akibat gerakan repetitif pada penggunaan komputer dalam

frekuensi yang sering dan durasi yang lama dari 76 kasus menjadi 112

kasus. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan angka absensi kerja,

produktivitas karyawan dan gangguan kesehatan yang terakumulasi.

Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi yang sangat maju

menuntut para perkerja sering menggunakan komputer untuk membantu

memundahkan pekerjaan (Saerang dkk, 2015).

4. Faktor Risiko Carpal Tunnel Syndrome

Faktor risiko terjadinya CTS oleh Levy et al (2011:349)

dikelompokkan menjadi faktor individu dan faktor fisik terkait pekerjaan.

8
Faktor fisik terkait pekerjaan yaitu pekerjaan tangan dengan gerakan

berulang yang tinggi, pekerjaan menggenggam atau menjepit dengan

kekuatan, postur janggal pada pergelangan tangan dalam waktu yang lama,

dan getaran lengan-tangan. Faktor individu terdiri dari riwayat penyakit

diabetes mellitus, hipotiroidisme, obesitas, arthtritis rheumatoid, umur,

dan jenis kelamin wanita (Mukhlisa, 2014).

Freivaldes (2004) mengemukakan faktor penyebab CTS yang

berhubungan dengan pekerjaan yaitu gerakan berulang, pekerjaan tangan

dengan kekuatan serta posisi janggal pada tangan dapat menyebabkan

kelelahan otot dan ketidaknyamanan pada area karpal. Kondisi ini akan

mereda dengan cepat jika interval antara kegiatan cukup panjang. Namun,

apabila pekerjaan terus berlanjut akan menyebabkan kelelahan, dapat

mengakibatkan munculnya tendinitis dan pembengkakan pada terowongan

karpal, menyebabkan terjadinya tekanan pada terowongan karpal

(Mukhlisa, 2014).

a. Faktor Risiko Terkait Pekerjaan Fisik:

1) Gerakan Tangan Berulang

Seseorang yang bekerja dengan melakukan aktivitas kerja

berulang yang melibatkan gerakan tangan atau pergelangan tangan

atau jari-jari adalah suatu faktor risiko CTS yang memiliki

pengaruh pada faktor beban fisik. Semakin tinggi frekuensi

gerakan berulang semakin tinggi risiko terjadinya CTS (Mukhlisa,

2014).

9
2) Pekerjaan Menggenggam/menjepit dengan Kekuatan

Pekerjaan dengan tenaga/kekuatan pada tangan akan

meningkatkan risiko CTS. Terjadinya tekanan langsung pada

jaringan otot yang lunak. Sebagai contoh, pada saat tangan harus

memegang alat, maka jaringan otot tangan yang lunak akan

menerima tekanan langsung dari pegangan alat, dan apabila hal ini

sering terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang menetap

(Mukhlisa, 2014).

3) Postur Janggal Pada Pergelangan Tangan

Postur daerah tangan/pergelangan tangan termasuk deviasi

ulnar, deviasi radial pergelangan tangan fleksi/ekstensi adalah

postur yang menjadi risiko kejadian CTS. Postur fleksi pada

pergelangan tangan dapat merusak area terowongan karpal yang

dapat meningkatkan risiko CTS (Mukhlisa, 2014).

4) Getaran Lengan-Tangan (Hand-Arm Vibration)

Getaran langsung pada tangan atau penggunaan alat

genggam yang bergetar akan berdampak pada meningkatnya

kontraksi otot. Getaran juga dapat menyebabkan abrasi mekanik

selubung tendon, neurologis dan gangguan peredaran darah.

Getaran dapat langsung melukai saraf perifer, ujung saraf, dan

reseptor mekanik dan menimbulkan gejala mati rasa, kesemutan,

rasa sakit, dan kehilangan sensitivitas. Getaran dapat memiliki efek

langsung pada arteri digital. Lapisan terdalam dari sel-sel di

10
dinding pembuluh darah muncul terutama rentan terhadap cedera

mekanik dengan getaran. Jika rusak, pembuluh ini dapat menjadi

kurang sensitif terhadap tindakan vasodilator tertentu yang

membutuhkan endotelium utuh (Mukhlisa, 2014).

Alat yang mengakibatkan getaran-getaran pada lengan atau

tangan masih banyak digunakan dalam perusahaan. Selama bekerja

dengan menggunakan alat yang getarannya di bawah nilai ambang

batas yaitu 4 m/det2 untuk 8 jam kerja maka tidak begitu

mendatangkan bahaya bagi kesehatan pekerja, tetapi dalam industri

pertambangan dan kehutanan ada pekerjaan yang menggunakan

alat-alat bergetar secara terus menerus dengan nilai di atas am-

bang batas getaran yaitu 4 m/det2 (Mukhlisa, 2014).

b. Faktor Risiko Individu

1) Umur

Pertambahan usia dapat memperbesar risiko terjadinya

sindroma terowongan karpal. Umur yang berisiko terkena CTS

adalah 40-60 tahun (Mukhlisa, 2014).

2) Jenis Kelamin

Wanita mempuyai risiko tiga kali lebih besar untuk

terjadinya sindrom terowongan karpal dibandingkan pria. Hal ini

disebabkan oleh ukuran terowongan karpal pada wanita lebih

sempit dan pengaruh estrogen yang dimiliki oleh wanita

(Mukhlisa, 2014).

11
3) Obesitas

CTS terjadi karena kompresi saraf di bawah ligamentum

karpal transversal berhubungan dengan naiknya berat badan dan

IMT. American Obesity Association menemukan bahwa 70% dari

penderita CTS memiliki kelebihan berat badan. Setiap peningkatan

nilai IMT 8% risiko CTS meningkat (Mukhlisa, 2014).

4) Diabetes Mellitus

Diabetes Mellitus dapat mengakibatkan komplikasi

neuropati perifer yang dapat mempunyai beberapa bentuk salah

satunya neuropati akibat jepitan, misalnya pada Carpal Tunnel

Syndrome dimana diabetes menyebabkan saraf menjadi sensitif

terhadap tekanan (Mukhlisa, 2014).

5) Hipotiroidisme

Hipotiroid merupakan salah satu penyakit hormonal.

Gangguan hormonal pada tubuh dapat menyebabkan meningkatnya

tekanan pada karpal kanal. Hipotiroid dapat menimbulkan

kerusakan pada saraf perifer, nyeri, kekakuan dan pembengkakan

pada sendi. Kerusakan pada saraf perifer (mononeuropati) dapat

menyebabkan CTS (Mukhlisa, 2014).

6) Arthrtitis Rheumatoid

Menurut American Society for Surgery of The Hand (2011)

Arthritis Rheumatoid dapat mempersempit terowongan karpal.

Terowongan karpal yang menyempit secara langsung dapat

12
menyebabkan CTS karena terjadinya penekanan pada saraf

medianus (Mukhlisa, 2014).

5. Patofisiologi Carpal Tunnel Syndrome

Carpal Tunnel Syndrome dianggap sebagai suatu penyakit

inflamasi karena suatu reaksi yang secara normal terjadi pada jaringan

yang mengalami kerusakan, akibat cedera berulang, trauma atau kondisi

medis lainya. Adanya proses inflamasi pada terowongan karpal yang

terjadi secara terus menerus akan menyebabkan terjadinya jebakan pada

nervus medianus yang terletak didalamnya. Beberapa keadaan yang dapat

menyebabkan gejala Carpal Tunnel Syndrome adalah arthritis rematoid,

diabetes mellitus, hipotiroidisme, kehamilan dan menoupause

(Musarrofah, 2017).

Umumnya CTS terjadi secara kronis dimana terjadi penebalan

fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan pada nervus medianus.

Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan peninggian

tekanan intravasikuler. Akibatnya aliran darah vena intravasikuler

melambat Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi

intravasikuler lalu diikuti anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan

endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema

epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan

sembab yang timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang

setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan atau diurut, mungkin akibat

terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus

13
berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak serabut saraf. Lama-

kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang

mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh

(Mukhlisa, 2014).

6. Gejala Klinis Carpal Tunnel Syndrome

Gejala Carpal Tunnel Syndrome dapat muncul secara mendadak,

namun kebanyakan kasus muncul bertahap. Nervus medianus pada

pergelangan tangan 94% berfungsi sensorik sedangkan 6% berfungsi

motorik sehingga adanya disfungsi dari nervus medianus pada awalnya

akan memberikan gejala sensorik. Pada tahap lanjut akan muncul gejala

motorik. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa

(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik pada jari dan setengah

sisi radial jari 4 walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-

jari. Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala

lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam

hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidurnya namun

semakin lama akan dirasakan sepanjang hari. Keluhan penderita Carpal

Tunnel Syndrome yang sering membawa penderita untuk berobat adalah

baal, kesemutan atau nyeri pada terutama pada jari tengah dan jari manis,

area yang murni disarafi oleh nervus medianus (Musarrofah, 2017).

14
Gejala dan tanda terjadinya Carpal Tunnel Syndrome (CTS) yaitu:

(Mallapiang dan Wahyudi, 2014)

a. Gemetar dan kaku pada bagianbagian tangan

b. Sakit seperti tertusuk atau nyeri yang menjalar dari pergelangan tangan

sampai ke lengan terutama pada malam hari

c. Kelemahan pada satu atau dua tangan

d. Nyeri pada telapak tangan

e. Pergelangan jari tidak terkoordinasi dengan baik

f. Lemah pegangan, sulit membawa ibu jari menyeberangi 4 jari lainnya.

Sensai terbakar pada jari-jari

g. Kekakuan atau kram pada tangan pada pagi hari

h. Ibu jari terasa lemas

i. Sulit menggenggam atau tidak mampu mengepalkan tangan

j. Kulit tangan kering dan mengkilap

k. Tangan atau lengan bawah terasa lemah terutama pada malam atau

pagi hari

Gejala CTS biasanya memburuk secara perlahan dari beberapa

minggu sampai beberapa tahun. Pada beberapa kasus CTS yang

berhubungan dengan pekerjaan, gejala terjadi pertama kali terasa saat tidak

bekerja sehingga pasien tidak menghubungkan gejala tersebut dengan

aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaannya. Gejala penyakit

berhubungan dengan jenis tugas yang menimbulkan tekanan biomekanis

15
berulang pada tangan dan pergelangan tangan seperti frekuensi, kekuatan,

pengulangan, posisi kerja yang tidak baik dan getaran (Mukhlisa, 2014).

7. Diagnosis Carpal Tunnel Syndrome

a. Anamnesis

Gambaran klinis CTS adalah nyeri di tangan atau lengan terutama

pada malam hari atau saat bekerja, pengecilan dan kelemahan otot-otot

eminensia tenar, hilangnya sensasi pada tangan pada distribusi nervus

medianus, parestesia seperti kesemutan pada distribusi nervus medianus,

kondisi ini sering bilateral. Pada tahap awal gejala umumnya berupa

gangguan sensorik saja. Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan

yang berat. Gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa

(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari dan

setengah sisi radial jari sesuai dengan distribusi sensorik nervus

medianus, walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari.

Gejala CTS terutama muncul setelah bekerja atau pada malam

hari. Gejala nokturnal menonjol pada sebagian besar pasien. Pasien

sering terbangun di malam hari atau pagi hari dan menjabat tangan

mereka untuk meringankan gejala ini. Lokasi gejala ini dapat dilaporkan

sebagai keterlibatan seluruh tangan atau pada permukaan palmar ibu jari

dan dua atau tiga jari.9 Apabila tidak segera ditangani dengan baik maka

jari-jari menjadi kurang terampil misalnya saat memungut benda-benda

kecil. Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan

adanya kesulitan yang penderita sewaktu menggenggam. Kelemahan dari

16
tangan atau menjatuhkan benda merupakan tandatanda yang mungkin

menunjukkan kerusakan otot. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi

otot-otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-

otot lainya yang diinervasi oleh nervus medianus (Salawati & Syahrul,

2014).

b. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan pada fungsi

motorik, sensorik dan otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes

provokasi yang dapat membantu menegakkan diagnosa CTS adalah

sebagai berikut (Salawati & Syahrul, 2014).

1. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau

menggerakgerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau

menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa

tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.

2. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya

atrofi otot-otot thenar.

3. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual

maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk

melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari dipertemukan

dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan jepitan pada ujung

jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta

penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau

menyulam.

17
4. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara

maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga

dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti

CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.

5. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal.

Bila selama satu menit parestesia bertambah hebat, maka tes ini

menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini

sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.

Gambar 3. Phalen test (Sumber : google)

6. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan

menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas

tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes

ini menyokong diagnosa.

7. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau

nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan

18
perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit

dorsofleksi.

Gambar 4. Tinel’s sign (Sumber : Salawati dan Syahrul, 2014)

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Elektrodiagnostik

Elektrodiagnostik meliputi nerve conduction studies (NCS) dan

elektromiografi (EMG). Adapun indikasi pemeriksaan

elektrodiagnostik adalah sebagai berikut:13 Pasien yang tidak ada

perbaikan dengan penanganan konservatif pertimbangan pembedahan

untuk menyingkirkan kelainan radikulopati ataupun saraf terjepit

lainnya.

 Nerve Conduction Studies (NCS)

 Mungkin sumber lokasi dari gejala/tanda CTS dan konfirmasi

diagnosis klinis

 Mungkin normal pada sebagian kecil kasus CTS

 Jika NSC normal, diagnosis CTS harus didukung dengan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang akurat.

19
Temuan yang terdapat pada CTS meliputi:

 Kelainan masa laten atau konduksi sensoris atau motoris distal

median melalui daerah carpal tunnel.

 Perubahan elektromiografi dalam eminensia tenar dengan tidak

ditemukan kelainan proksimal.

 Pedoman nilai normal untuk batas atas latensi:Latensi motorik

distal median msec/8 cm, Latensi sensorik distal median

(Pergelangan-jari) 3,5 cm sec/14 cm, Latensi intrapalmar median

(Palmar-pergelangan tangan) 2,2 msec /8cm, Perbedaan segmental

median 0,4msec/cm. Catatan: suhu tangan harus dikontrol (86-

93oF/30-34oC). Suhu dingin dapat memperpanjang masa laten dan

memperlambat kecepatan konduksi saraf.

Electromyographers dapat menggunakan jarak dan/atau nilai-nilai

masa laten yang berbeda, data normatif ini harus tersedia dari

laboratorium untuk menetapkan kriteria untuk CTS.

2. Elektromiografi (EMG)

a) Diindikasikan jika ada dugaan perubahan neurogenik akut/kronis.

b) Untuk membedakan CTS dengan jebakan saraf proksimal,

radikulopati, atau miopati.

c) Sebagian besar pasien dengan CTS didokumentasikan oleh

pengujian elektrodiagnostik tidak membutuhkan tes NCS/EMG

ulang secara rutin atau berkala.

20
d) Pada dugaan CTS dengan hasil pemeriksaan normal, pengujian

dinamis (pra dan pasca latihan) simulasi pekerjaan/non kerja dapat

membantu.

e) Pemeriksaan ulang pada interval yang tepat (3-4 bulan) mungkin

menunjukkan perkembangan dari abnormalitas konduksi.

f) Pengujian tambahan mungkin diindikasikan pada kasus pasca

operasi yang tetap bergejala.

g) Individu dengan diagnosa CTS di satu sisi mungkin memiliki NCS

yang abnormal pada sisi berlawanan. Pembedahan tidak boleh

dilakukan kecuali pada kasus yang terdapat gejala (Salawati &

Syahrul, 2014).

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium umumnya diperlukan untuk

menyingkirkan penyakit yang mendasari. Pasien diskrining pada

pemeriksaan awal untuk tanda-tanda atau gejala diabetes, hipotiroidisme,

kehamilan, artritis, dan penyakit inflamasi terkait. Pemeriksaan ini jarang

diindikasikan kecuali pasien dengan gejala/tanda menjamin laboratorium

khusus (Salawati & Syahrul, 2014).

e. Pencitraan: X-ray, CT, MRI, USG

Umumnya pemeriksaan ini tidak diindikasikan kecuali pada

trauma akut, deformitas tulang. Pemeriksaan sinar X terhadap

pergelangan tangan dapat membantu melihat apakah ada penyebab lain

seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk

21
menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT scan dan

MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi

(Salawati & Syahrul, 2014).

8. Terapi

Selain ditujukan langsung terhadap CTS, terapi juga harus diberikan

terhadap keadaan atau penyakit lain yang mendasari terjadinya CTS. Terapi

langsung terhadap CTS :

a. Terapi konservatif

1) Istirahatkan pergelangan tangan,

2) Obat anti inflamasi non steroid,

3) Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai dapat

dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama 2-3

minggu,

4) lnjeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg 8

atau metilprednisolon 20 mg 14 atau 40 mg 12 diinjeksikan ke dalam

terowongan karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada

lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah

medial tendon musculus palmaris longus. Bila belum berhasil,

suntikan dapat diulangi setelah 2 minggu atau lebih. Tindakan operasi

dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah

diberi 3 kali suntikan,

5) Kontrol cairan, misalnya dengan pemberian diuretika,

22
6) Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah

satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga mereka

menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan,

Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian

piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila

diberikan dalam dosis besar,

7) Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan

tangan.

b. Terapi operatif

Tindakan operasi pada CTS disebut neurolisis nervus

medianus pada pergelangan tangan. Operasi hanya dilakukan pacta kasus

yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi konservatif atau hila

terjadi gangguan sensorik yang berat atau adanya atrofi otototot thenar.

Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada tangan yang

paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan operasi bilateral.

Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan hila

terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otototot thenar, sedangkan

indikasi relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang

persisten. Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka

dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi

23
secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi

penderita secara dini dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena

terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan

komplikasi operasi seperti cedera pada safar. Beberapa penyebab CTS

seperti adanya massa atau anomali maupun tenosinovitis pada

terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka (Salawati &

Syahrul, 2014).

Selain ditujukan terapi langsung terhadap CTS, terapi terhadap

keadaan atau penyakit yang mendasari CTS juga dilakukan, ,berikut terapi

tehadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS.

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus

ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS

kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang

repetitif harus dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan (Rambe, 2004).

Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau

mencegah kekambuhannya antara lain:

1) Usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisi netral,

2) Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah

seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan

hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk,

3) Batasi gerakan tangan yang repetitif,

4) Istirahatkan tangan secara periodik,

24
5) Kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan

memiliki waktu untuk beristirahat,

Latih otot-otot tangan dan lengan bawah dengan melakukan

peregangan secara teratur. Di samping itu perlu pula diperhatikan

beberapa penyakit yang sering mendasari terjadinya CTS seperti : trauma

akut maupun kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya,

gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat

hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau

penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis,

tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang

dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi

terowongan karpal (Salawati & Syahrul, 2014).

c. Terapi Okupasi

Terapi Okupasi adalah bentuk pelayanan kesehatan kepada klien

dengan kelainan atau kecacatan fisik dan atau mental yang mempunyai

gangguan pada kinerja okupasional, dengan menggunakan aktivitas

bermakna (okupasi) untuk mengoptimalkan kemandirian individu pada

area aktivitas kehidupan sehari-hari, produktivitas dan pemanfaatan

waktu luang (PERMENKES No. 76 Tahun 2014).

B. Perilaku Penggunaan Komputer

25
Perilaku penggunaan komputer adalah suatu keadaan atau aktivitas

seseorang pada saat menggunakan komputer. Cara penggunaan computer yang

perlu diperhatikan oleh pengguna computer meliputi postur tubuh saat

menggunakan computer, durasi penggunaan computer, dan frekuensi

penggunaan computer.

1. Postur tubuh

Rekomendasi postur dan desain tempat kerja sering terpusat

disekitar penempatan furniture dan komputer untuk memperthankan postur

tubuh yang baik. Penelitian yang dilakukan oleh Adam Galinsky, dkk

(2011) di Kellog School Of Management didapatkan hasil bahwa postur

memilik peran penting dalam psikologis seseorang yang akan berdampak

pada jabatan atau pekerjaan mereka. Postur memiliki efek dalam membuat

seseorang berpikir dan bertindak dengan lebih power full, hal ini

dikarenakan bekerja dengan postur tubuh normal mengurangi stress dan

ketegangan pada otot, tendon, dan skleletal system dan menurunkan risiko

muskuloskleteal disorder.

Prinsip ergonomic untuk postur adalah harus alami dan longgar,

jadi hindari postur yang terlalu memberatkan beban tubuh. Postur tubuh

yang harus diperhatikan dalam menggunakan computer adalah posisi

kepala, posisis duduk, posisi tangan dan posisi kaki.

a. Posisi kepala

Posisi kepala saat menggunakan computer sebaiknya tidak terlalu

menunduk ketika melihat ke layar monitor computer, karena dapat

26
menyebabkan ketegangan pada otot, leher dan mata. Sudut kepalayang

aman ketika melihat layar computer adalah ≤ 20 ̊. Posisi kepala dan

monitor harus lurus, kepala tidak boleh menoleh ke kiri atau kanan

untuk melihat layar. Jarak kepala dan layar monitor berkisar 40 -50 cm

dengan tujuan untuk meminimalkan akomodasi mata. Jarak kepala dan

layar monitor yang terlalu dekat mengakibatkan mata menjadi tegang,

cepat lelah, dan berpotensi mengalami gangguan penglihatan.

b. Posisi duduk

Posisi badan saat duduk adalah dada tegak dan tidak membungkuk

ata membentuk sudut 15 ̊ antara sandaran kursi dengan punggung.

Posisi tubuh saat menggunakan computer sebaiknya duduk diatas kursi

dengan computer diletakkan diatas meja. Tinggi meja dan kursi perlu

disesuaikan dengan pengguna computer. Sikap duduk yang keliru akan

menyebabkan masalah pada punggung.

Postur yang mengakibatkan pengguna laptop terlalu menekuk atau

membungkuk kedepan atau ke belakang, atau terpeleintir utnuk durasi

yang lama harus dihindari. Posisi duduk pada otot rangka

(musculoskeletal) dan tulang belakang (vertebra) terutama pada

pinggang (sacrum, lumbal, thoracis) harus dapat ditahan oleh sandaran

kursi agar terhindar dari nyeri (back pain) dan terhindar dari cepat

lelah. Sikap duduk yang paling baik yang tidak berpengaruh buruk

terhadap sikap badan dan tulang belakang adalah sikap duduk

lordodsis.

27
c. Posisi tangan

Posisi tangan pada saat menggunaan computer, sebaiknya berada

pada posisi normal dengan pergelangan tangan dalam posisis yang

lurus atau tidak bengkok. Posisi tangan pada saat mengetik yang baik

adalah berada disamping badan dan siku membentuk sudut 90 ̊. Jarak

antara keyboard dan mouse dengan tubuh tidak boleh terlalu jauh dan

tidak boleh terlalu dekat. Jarak antara keyboard yang teralu jauh akan

menyebabkan pungggung menjadi membungkuk kedepan untuk

mendekati layar monitor. Jarak yang terlalu dekat akan menyebabkan

tangan menjadi kaku dan tidak bebas bergerak sehinggan menjadi

mudah lelah.

Posisi pergelangan tangan yang baik saat mengetik adalah tidak

menempel pada meja. Usahakan agar pergelangan tangan selalu

sejajar (rata) dengan telapak tangan dan siku berada pada posisi bebas

menggantung. Jangan menyandarkan siku atau lengan pada meja saat

mengetik karena akan menyebabkan tangan tidak bebas bergerak dan

menjadi kaku. Lemaskan seluruh jari saat mengetiik, janagan kaku

dan tegang agar jari-jari tidak mudah lelah. Menekan tombol dengan

tenang, jangan menekan tombol terlalu kuat karena akan

menyebabkan tangan menjadi gampang lelah dan merusak keyboard.

Lemaskan keseluruhan tangan bila sedang tidak memencet tombol di

keyboard.

28
Gambar. Posisi tangan saat menggunakan mouse dan mengetik.

(Sumber : https://kanasecure.com/news/carpal-tunnel-syndrome-

menghantui-karyawan-waspadalah)

Apabila menggunakan mouse, pergelengan tangan saat

menggunkan mouse tidak menempel pada meja dan tidak

membebankan pergerakan hanya di pergelangan tangan saja. Gerakan

mouse harus melibatkan keseluruhan tangan, tidak hanya pada

pergelangan tangan saja. Mouse harus diposisikan pada ketinggian

yang sama seperti keyboard dan jaraknya tidak terlalu jauh.

Posisi pergelangan tangan pada saat mengetik atau memegang

mouse dengan menenmpel pada keyboard atau sandaran mouse

(hiperekstensi pergelangan tangan)akan menyebabkan aliran darah

kejari menjadi tidak lancer dan membuat aliran saraf menjadi

menyempit. Hal ini yang nantinya berisiko mengalami CTS.

d. Posisi kaki

Posisi kaki yang baik adalah tidak menggantung dari permukaaan

lantai. Ketinggian kursi harus diatur sehingga posisi sudut yang

29
dibentuk lutut sebesar 90 ̊. Telapak kaki harus dapat menumpu secara

rata dilantai ketika duduk. Apabila kursi terlalu tinggi dan kaki

menggantung tidak mencapai pada permukaan lantai, sebaiknya

menggunakan sandaran kaki.

Gambar. Posisi yang benar saat menggunakan computer (sumber :

https://www.konimex.com/post/healthy-lifestyle/investasi-sehat/wajib-

dibaca-bagi-anda-yang-sering-menggunakan-komputer.

2. Durasi dan frekuensi penggunaan computer

Batasan durasi yang ditentukan untuk penggunaan computer tidak

dapat dipisahkan dengan faktor risiko lainnya, misalnya tenaga yang

digunakan, pergerakan berulang atau postur selama menggunakan laptop.

Durasi maksimal penggunaan computer adalah 2 jam. frekuensi

penggunaan computer belum ada batas maksimal karena disesuaikan

dengan durasi penggunaan computer yang dihitung dalam jangka waktu

30
sehari. Pengguna yang menggunakan computer dalam jangka waktu lama,

sebaiknya melakukn stretching selama 15 menit setiap 2 jam pemakaian

atau mengalihkan pandangan sejauh ± 6 meter selama beberpa detik setiap

20 menit kerja.

BAB III

METODE PENGUMPULAN DATA

31
A. Data yang dikumpulkan

1. Data Sekunder

Menurut Sugoiyono (2012) data sekunder adalah sumber data yang

diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui

media lain yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta dokumen.

B. Cara Pengambilan Data

Data diperoleh dari telaah jurnal berkaitan dengan judul referat.

BAB IV

HASIL PENGUMPULAN DATA

32
A. Gambaran Singkat Tentang Pekerja yang menggunakan Komputer

Karyawan yang setiap hari berinteraksi dengan komputer dalam

menjalankan aktivitasnya lebih berisiko untuk menderita CTS. Hal ini

dipnegaruhi oleh geakan repetisi pada penggunaan computer dalam jangka

waktu yang lama dan karakteristik pekerjaan yang dilihat dari posisi tangan

saat menggunakan computer, durasi posisi tangan saat mengguakan computer

dan lama wakrtu istiahat bagi karyawan. Disamping itu juga dipnegaruhi oleh

faktor tata letak (lay out) dari peralatan kerja seperti bentuk keyboard dan

letak keyboard, bentuk mouse dan letak mouse, serta faktor pekerja itu sendiri

sepeti usia dan jenis kelamin dari karyawan.

Karyawan bagian administrasi menggunakan komputr > 5 jam/hari

atau sekitar 60% dari jam kerjanya. Pekerjaan karyawan bagian adminitrasi

juga lebih berisiko menyebabkan masalah muskuloskleletal, disebabkan oleh

beban kerja yang tinggi dalam melakukan pekerjaan, seperti mengetik,

membuat surat, rekap dan entry data, menelepon, menulis dan melakukan

data file (Febriayanti, 2008).

B. Data penderita CTS pada Pegawai yang Bekerja Menggunakan

Komputer

Berdasarkan penelitian Juniari (2015) terhadap 33 responden pada

pegawai perempuan di kampus universitas dhyana pura yang bekerja

menggunakan komputer didapatkan hasil bahwa responden

mempunyai masa kerja masa kerja < 4 tahun, terdapat 6 orang (46,3%) yang

positif carpal tunnel syndrome.

33
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari penelitian Saerang dkk

(2015) yang dilakukan pada Karyawan Bank di Kota Bitung Sulawesi Utara

dari 47 responden terdapat 13 orang responden yang mengalami CTS.

Berdasarkan penelitian Nafasa, dkk (2019) pada karyawan pengguna

computer di Bank BJB Cabang Subang dari 54 reponden terdapat 38 orang

yang positif mengalami CTS.

C. 7 Langkah Diagnosis PAK pada Pengguna Komputer

Gambar. 7 Langkah Diagnosis PAK (PERMENKES RI No. 56 Tahun 2016


Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Penyakit Akibat Kerja)

1. Menegakkan diagnosis klinis

34
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu dengan

memanfaatkan pemeriksaan penunjang yang ada dan sering perlu

melibatkan dokter spesialis terkait dengan penyakit pasien seperti

umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Prinsipnya

apabila diagnosis klinis belum dapat di tegakkan maka diagnosis okupasi

belum dapat ditentukan. Diagnosa klinik ditegakkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Setelah diagnosis

ditegakkan, selanjutnya ditentukan pajanan yang didapatkan pekerja

ditempat kerja.

2. Menentukan pajanan yang dialami pekerja di tempat kerja


a. Golongan fisika: pencahayaan di tempat kerja, suhu udara di
lingkungan kerja
b. Golongan kimia: -
c. Golongan biologi: -
d. Golongan ergonomi
Bekerja dengan posisi yang sama dalam waktu yang lama, posisi tubuh
yang salah saat menggunakan komputer terutama pada pergelangan
tangan, gerakkan repetitive pada jari-jari tangan saat menggunakan
komputer.
e. Golongan psikologi
Pekerjaan yang monoton, beban kerja yang tidak sesuai, hubungan
dengan rekan kerja.
3. Menentukan hubungan pajanan dengan diagnosis klinik
Sindrom terowongan karpal merupakan jenis neuropati perifer pada
ekstremitas atas yang paling umum terjadi yang disebabkan karena
terjebaknya saraf medianus dalam terowongan karpal pada pergelangan
tangan, yang ditandai oleh rasa kesemutan, nyeri, kebas pada jari-jari dan
tangan di daerah persarafan saraf medianus.

35
Sindrom terowongan karpal yang berhubungan dengan pekerjaan
adalah suatu sindrom disebabkan oleh pekerjaan dengan tekanan
biomekanis pada pergelangan tangan dan tangan , tekanan biomekanis
dapat berupa gerakan berulang, gerakan menggenggam atau menjepit
secara kuat, posisi ekstrim pada pergelangan tangan misalnya deviasi
ulnar, tekanan langsung pada terowongan karpal, dan penggunaan alat
bantu genggam.
Adanya riwayat pekerjaan seperti melakukan pekerjaan berulang
atau repetitive, pekerjaan yang disertai kekuatan tangan, menggunakan alat
dengan getaran tinggi, serta terjadi pada tekanan pada pergelangan tangan
dan tangan.
Faktor pekerjaan (gerakan biomekanis berulang), sikap, cara kerja,
dan kondisi tempat kerja yang dapat meningkatkan risiko terjadinya CTS
yaitu pada pekerjan-pekerjaan dengan kombinasi antara pemakaian tenaga
yang kuat dan pengulangan gerakan yang sama pada jari dan tangan, posisi
tubuh bagian belakang yang tidak baik, faktor psikososial di tempat kerja.
Hubungan sindrom terowongan karpal dengan pekerjaan yaitu ada
pengulangan yang sering dari gerakan yang sama/serupa pada tangan dan
pergelangan tangan pada sisi yang terkena, pekerjaan/tugas sehari-hari
yang terus-menerus dengan posisi yang kurang baik pada tangan yang
terkena dan tekanan yang lama atau sering di atas pergelangan atau pada
dasar telapak tangan yang terkena.
4. Menentukan besarnya pajanan
Posisi tangan pada saat mengetik tidak benar yaitu tidak berada
disamping badan dan siku membentuk sudut 90 ̊, gerakkan repetitive,
bekerja dengan waktu yang lama dengan posisi yang sama, posisi
pergelangan tangan yang menempel pada meja, tidak sejajar (rata) dengan
telapak tangan, menekan tombol keyboard terlalu kuat. Posisi tangan yang
salah saat memegang mouse, durasi penggunaan computer yang lama (> 2
jam).
5. Menentukan faktor individu yang berperan

36
Faktor individu yang berperan dalam timbulnya penyakit antara lain:
a. Gerakkan tangan berulang
b. Postur Janggal Pada Pergelangan Tangan
c. Usia
d. Jenis kelamin
e. Riwayat penyakit tertentu (obesitas, diabetes mellitus, hipertiroidisme,
Arthrtitis Rheumatoid)
6. Menentukan pajanan diluar tempat kerja
Faktor lain diluar pekerjaan adalah pajanan lain yang juga dapat
meyebabkan penyakit yang sama, namun bukan merupakan faktor
pekerjaan seperti hobi, pekerjaan rumah dan pekerjaan sampingan. Bila
ternyata faktor pekerjaan tidak ada yang berhubungan dengan penyakit
maka ada kemungkinan faktor penyebab diluar pekerjaan lebih berperan.
7. Menentukan diagnosis penyakit akibat kerja
Berdasarkan seluruh informasi yang telah dikumpulkan dari
langkah-langkah sebelumnya, dibuat kesimpulan penyakit yang diderita
oleh pekerja adalah penyakit akibat kerja atau bukan penyakit akibat kerja.
Diagnosis PAK dapat dibuat dengan menyimpulkan dari langkah-langkah
sebelumnya bahwa memang ada hubungan sebab-akibat antara pajanan
dengan penyakit yang dialami dan faktor pekerjaan merupakan faktor yang
bermakna terhadap terjadinya penyakit meskipun ada faktor individu atau
faktor lain yang ikut berperan terhadap timbulnya penyakit.

37
BAB V

MASALAH KESEHATAN

A. Identifikasi Masalah

Identifikasi penyebab masalah CTS pada Pekerja Komputer dengan

Analisis Pendekatan Sistem.

Tabel 1. Analisis Kemungkinan Penyebab Masalah Kesehatan CTS Pada


Pekerja Komputer
KOMPONEN KEMUNGKINAN PENYEBAB
Man 1. Kurangnya pengetahuan pekerja mengenai
tingginya risiko penyakit CTS pada pekerja
Komputer.
Money Tidak Ada Masalah
Material 1. Kurangnya media informasi terhadap pekerja
mengenai cara menggunakan komputer yang sesuai
dengan posisi ergonomi yang dapat dilakukan baik
dalam bentuk pamflet, dan poster yang
ditempatkan dilokasi kerja.
Input
2. Kurangnya alat bantu (bantalan tangan) untuk
menggunakan mouse dan bantalan kaki agar posisi
duduk sesuai dengan posisi yang benar

Metode 1. Kurangnya kegiatan penyuluhan pada Pekerja


tentang penyakit CTS dan tingginya risiko CTS
pada pekerja Komputer
Marketing

Lingkungan
P1 (Perencanaan) Tidak ada masalah
P2 (Pelaksanaan) Tidak ada masalah
Proses P3 (Pengawasan) Tidak ada masalah

B. Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Masalah dan Penyebab Masalah

Dominan

A. Kurangnya pengetahuan pekerja mengenai tingginya risiko penyakit


CTS pada pekerja Komputer.
B. Kurangnya media informasi terhadap pekerja mengenai cara
menggunakan komputer yang sesuai dengan posisi ergonomi yang

38
dapat dilakukan baik dalam bentuk pamflet, dan poster yang
ditempatkan dilokasi kerja.
C. Kurangnya alat bantu (bantalan tangan) untuk menggunakan mouse
dan bantalan kaki agar posisi duduk sesuai dengan posisi yang benar
D. Kurangnya kegiatan penyuluhan pada Pekerja tentang penyakit CTS
tingginya risiko CTS pada pekerja Komputer
Analisa prioritas penyebab masalah dilakukan dengan menggunakan
tabel Paired comparison yaitu membandingkan tiap masalah yang telah
ditentukan untuk menentukan mana diantaranya yang lebih penting dan lebih
memungkinkan untuk diselesaikan terlebih dahulu. Hal ini dilakukan agar
penyelesaian masalah lebih efektif dan efisien disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang ada di Lapangan.

Tabel 2. Tabel Paired Comparison


A B C D Total
A B C D 0
B C D 0
C C 1
D 0
Total Vertikal 0 1 2 2
Total Horizontal 0 0 1 0
Total 0 1 3 2 6

Tabel 3. Tabel Kumulatif


KODE TOTAL PRESENTASE
NO. KUMULATIF
1. C 3 3/6x 100% 50% 50%
2. D 2 2/6 x 100% 33,33% 83,33%
3. B 1 1/6 x 100% 16,67% 100%
4. A 0 0/6 x 100% 0% 100%

Berdasarkan nilai kumulatif di atas, maka ditetapkan penyebab


masalah dengan nilai kumulatif dibawah 90% sebagai berikut:

39
1. Kurangnya alat bantu (bantalan tangan) untuk menggunakan mouse
dan bantalan kaki agar posisi duduk sesuai dengan posisi yang benar
2. Kurangnya kegiatan penyuluhan pada Pekerja tentang penyakit CTS
tingginya risiko CTS pada pekerja Komputer

40
BAB VI

PEMECAHAN MASALAH PRIORITAS DAN USULAN KEGIATAN

A. Alternatif Pemecahan Masalah

1. Mengadakan alat bantu utuk menggunaka mouse dan bantalan aki agar

posisi duduk sesuai dengan posisi yang benar

2. Melakukan kegiatan penyuluhan pada Pekerja tentang penyakit CTS

tingginya risiko CTS pada pekerja Komputer

Setelah membuat beberapa alternatif pemecahan masalah, maka dapat dibuat


beberapa kriteria yang dapat digunakan, sebagai berikut :

Tabel 4. Kriteria Mutlak dapat atau tidaknya RUK dilakukan


Input
Man Money Marketting Keterangan
Output
Kriteria Material Metode
1 1 1 1 1 1 1 Dapat
dilakukan
2 1 1 1 1 1 1 Dapat
dilakukan

B. Pengambilan Keputusan

Berdasarkan nilai kumulatif untuk menyelesaikan suatu masalah yang terdiri


dari 2 penyebab masalah yang dijabarkan yaitu:

1. Mengadakan alat bantu utuk menggunaka mouse dan bantalan aki agar

posisi duduk sesuai dengan posisi yang benar

2. Melakukan kegiatan penyuluhan pada Pekerja tentang penyakit CTS

tingginya risiko CTS pada pekerja Komputer

C. Rencana Usulan Kegiatan

Rencana usulan kegiatan terpat pada lampiran 1. Tabel 5. Plan of Action (PoA).

41
BAB VII

PENUTUP

A. Simpulan

1. Carpal Tunnel Syndrome merupakan salah satu jenis Cummulative Trauma


Disorders (CTD) yang disebabkan karena terjebaknya saraf medianus dalam
terowongan karpal pada pergelangan tangan, yang ditandai oleh gejala rasa
kesemutan, nyeri, kebas pada jari-jari dan tangan di daerah persarafan saraf
medianus (Mukhlisa, 2014).
2. Perilaku Penggunaan Komputer
Perilaku penggunaan komputer adalah suatu keadaan atau aktivitas
seseorang pada saat menggunakan komputer. Cara penggunaan computer
yang perlu diperhatikan oleh pengguna computer meliputi postur tubuh saat
menggunakan computer, durasi penggunaan computer, dan frekuensi
penggunaan computer.
B. Saran
1. Bagi Perusahaan
Mengadakan alat bantu utuk menggunaka mouse dan bantalan aki agar

posisi duduk sesuai dengan posisi yang benar

2. Bagi Petugas Kesehatan

Melakukan kegiatan penyuluhan pada Pekerja tentang penyakit CTS

tingginya risiko CTS pada pekerja Komputer

42
DAFTAR PUSTAKA

Galinsky, A., Li Huang., Lucia, G. 2011. Posture Affects Status As Well As


Health. Chiropractic Journal 25(9)

Lazuardi, Et Al.2016. Determinan Gejala Carpal Tunnel Syndrome (CTS) Pada


Pekerja Pemecah Batu (Studi Pada Pekerja Pemecah Batu Di Kecamatan
Sumbersari Dan Sukowono Kabupaten Jember).

Mallapiang, F., Wahyudi, A.A. 2014. Gambaran Faktor Pekerjaan dengan


Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS) pada Pengrajin Batu Tatakan di
Desa Lempang Kec. Tanete Riaja Kabupaten Barru Tahun 2015. Al-Sihah:
Public Health Science Journal 6(2): 19-25.

Mukhlisa, A.N. 2014. Gambaran Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
pada Pekerja Wanita di PT. Bogatama Marinusa Makassar. Skripsi.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Makassar.

Musarrofah, D. 2017. Hubungan Antara Kejadian Carpal Tunnel Syndrome


dengan Produktivitas Pekerja Wanita Bagian Sewing PT Maxdmoda Indo
Global Demak. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Nafasa, K., Yuniarti., Nurimaba, N., Tresnasari, C., Wagiono, C. 2019. Hubungan
Masa Kerja dengan Keluhan Capal Tunnel Syndrome pada Karyawan
Pengguna Komputer di Bank BJB Cabang Subang. Jurnal Integrasi
Kesehatan & Sains (JIKS) 1(1): 40-44.

Rambe, Aldy S. 2004. Sindrom Terowongan Karpal (Carpal Tunnel Syndrome).


Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Saerang, D., Kembuan, M., Karema, W. 2015. Insiden Carpal Tunnel Syndrome
Berdasarkan Anamnesis pada Karyawan Bank di Kota Bitung Sulawesi
Utara. Jurnal e-Clinic 3(1): 579-584.

Salawati, L., Syahrul. 2014. Carpal Tunnel Syndrome. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala 14(1): 29-37.

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Suherman B. 2012. Beberapa faktor kerja yang berhubungan dengan kejadian


carpal tunnel syndrome (CTS) pada petugas rental komputer di Kelurahan
Kahuripan Kota Tasik Malaya.

43
LAMPIRAN 1. Tabel 5. PoA

Tujuan Kegiatan Waktu Personil Biaya


Membuat media 2 kali dalam setahun Pimpinan, staff, dan tenaga  Poster: 5 x Rp. 12.000= Rp. 60.000
informasi terhadap Membuat poster , kesehatan pengelola  TV untuk pemutran video edukasi
pekerja mengenai cara pamphlet serta video yang program Keselamatan dan tentang perilaku penggunaan
melakukan perilaku akan diputarkan di TV Kesehatan Kerja (K3) di computer yang benar = Rp.
penggunaan Komputer kantor. kantor Bank Tersebut 3.100.000
yang benar
Mangadakan alat bantu Mangadakan alat bantu Pengadaan barang 6 Pimpinan, staff, dan tenaga  Harga bantalan mouse Rp. 12.500 x
yang ergonomis yang yang ergonomis yang bulan sekali dan kesehatan pengelola 3 = Rp.362.500
dapat mengurangi risiko dapat mengurangi risiko kemudian melakukan program Keselamatan dan  Harga bantalan kaki Rp. 70.500 x 3
CTS pada pekerja. CTS pada pekerja. perawatan serta Kesehatan Kerja (K3) di = 352. 500
menyesuaikan sesuai Kantor Bank Tersebut
dengan kebutuhan
pekerja
Total  Rp. 3.415.000,00-

44

Anda mungkin juga menyukai