Anda di halaman 1dari 20

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

KEJANG DEMAM KOMPLEKS + BRONKOPNEUMONIA

Oleh :

Ananto Windha Pratiwi, S.Ked

K1A1 15 051

Pembimbing

dr. Hasniah Bombang, M.Kes., Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RUMAH SAKIT UMUM BAHTERAMAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Ananto Windha Pratiwi, S.Ked

Stambuk : K1A1 15 051

Judul Kasus : Kejang Demam Kompleks + Bronkopneumonia

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.

Kendari, Februari 2020

Mengetahui
Pembimbing,

dr. Hasniah Bombang, M.Kes., Sp.A


NIP.19520717 198107 1 001
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : An. H
Umur : 2 tahun
Alamat : Mandonga
Agama : Islam
Suku : Muna
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan :-
Pekerjaan :-
No RM : 56 61 XX
Tanggal Masuk RS : 13 Januari 2020 (18.30 WITA)

B. Anamnesis (Alloanamnesis)
1. Keluhan Utama
Kejang
2. Anamnesis terpimpin
Pasien masuk IGD RSUB dibawa oleh ibunya dengan keluhan
kejang yang dialami ±1 jam sebelum masuk rumah sakit. Durasi kejang ±
15 menit, frekuensi 2 kali. Kejang seluruh anggota badan. Pasien
sebelumnya demam ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam hilang
timbul, mengigil (-), demam tinggi kemudian kejang. Setelah kejang
pasien sadar. Keluhan lain seperti batuk (+) ± 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, berlendir (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dalam
batas normal.
Riwayat penyakit sebelumnya dengan keluhan yang sama tidak
ada. Riwayat penyakit lain yang pernah diderita tidak ada. Riwayat
berobat, pasien sebelum di bawa ke Rumah Sakit Bahteramas pasien telah
diberikan obat anti kejang rektal 2 kali, obat antikejang intravena 1 kali,
dan injeksi paracetamol 1 kali di RS. Bhayangkara Kendari. Riwayat
penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga ada yaitu ayah pasien.
Riwayat alergi tidak ada.
Riwayat imunisasi lengkap sampai campak. Riwayat kelahiran
pasien dilahirkan dari ibu G1P1A0 secara normal oleh bidan di Rumah
Sakit. Riwayat tumbuh kembang pasien : berbalik usia 4 bulan, duduk usia
6 bulan, berdiri usia 9 bulan, jalan usia 12 bulan, bicara usia 1 tahun 2
bulan.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a) Keadaan umum : sakit sedang
b) Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
c) Tanda Vital
Nadi : 132x/ menit
Suhu : 38,1oC
Pernapasan : 46 x/menit
d) Pucat : (-)
e) Ikterus : (-)
f) Sianosis : (-)
g) Turgor : Baik
h) Tonus : Baik
i) Edema : (-)
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : normocephal
Muka : simetris kiri dan kanan
Rambut : hitam dan tidak mudah tercabut
Ubun-ubun besar : sudah tertutup
Telinga : otitis (-/-), otorhea (-/-)
Mata : cekung (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik(-/-)
Hidung : epistaksis (-/-), rinore (-/-)
Bibir : pucat (+), kering (-), sianosis (-)
Lidah : kotor (-)
Sel mulut : stomatitis (-)
Tenggorok : Hiperemis (-)
Tonsil : T1/T1
Bentuk dada : normochest
Jantung
Ictus cordis : tidak teraba
Batas kiri : ICS 5 linea midclavicularis sinistra
Batas kanan : ICS 4 linea parasternalis sinistra
Irama : BJI/BJII murni reguler
Paru
Inspeksi : simetris kiri kanan, retraksi (+) subcostal
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : sonor kiri dan kanan
Auskultasi : bunyi napas bronkovesikuler (+/+), bunyi napas
tambahan rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi : datar ikut gerak napas
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : bunyi timpani
Palpasi : nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)
Limfa : tidak teraba
Hepar : tidak teraba
Alat kelamin : tidak ada kelainan
Kelenjar limfe : tidak teraba pembesaran
Kulit : tidak terdapat kelainan
Anggota gerak : akral hangat
KPR : +/+
APR : +/+
Refleks Patologis : -/-
Columna vertebralis : DBN
LILA : 14 cm
Lingkar Kepala : 41 cm
Lingkar dada : 43 cm
Lingkar perut : 39 cm
Berat Badan : 12 Kg
Panjang Badan : 89 cm

D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan

E. Ringkasan Riwayat Penyakit


An. H jenis kelamin perempuan usia 2 tahun datang dengan dengan
keluhan kejang yang dialami ±1 jam sebelum masuk rumah sakit. Durasi
kejang ± 15 menit, frekuensi 2 kali. Kejang seluruh anggota badan. Pasien
sebelumnya demam ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam hilang
timbul, mengigil (-), demam tinggi kemudian kejang. Setelah kejang pasien
sadar. Keluhan lain seperti batuk (+) ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
berlendir (+), sesak (-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK dalam batas
normal. Sebelum di bawa ke Rumah Sakit Bahteramas pasien telah diberikan
obat anti kejang rektal 2 kali, obat antikejang intravena 1 kali, dan injeksi
paracetamol 1 kali di RS. Bhayangkara Kendari. Riwayat penyakit
sebelumnya dengan keluhan yang sama tidak ada. Riwayat penyakit dengan
keluhan yang sama dalam keluarga ada yaitu ayah pasien. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis,
tanda vital didapatkan, nadi 132x/ menit, suhu 38,1 oC, pernapasan 46
x/menit. Bibir pucat (+), pada pemeriksaan paru retraksi (+) subcostal dan
auskutasi thoraks terdengar rhonki pada kedua lapangan paru.

F. Diagnostik kerja
Kejang Demam Kompleks + Suspek Bronkopneumonia
G. Diagnosis Banding
1. Meningitis
2. Epilepsi
3. Bronkitis
4. Bronkiolitis

H. Anjuran Pemeriksaan
1. Darah Rutin
2. Foto Thorax
3. EEG

I. Perencanaan
1. Terapi atau tatalaksana
a. Non Medikamentosa
1) Tirah baring
2) Edukasi
b. Medikamentosa
 IVFD RL 12 tpm makro
 O2 nasal kanul 2-4 lpm
 Inj. Paracetamol 120 mg/6 jam/ IV
 Inj. Ampicillin 500 mg/6 jam/IV
 Inj. Gentamicin 40 mg/12 jam/IV
 Inj. Dexamethason ½ ampul/8 jam/IV
 Phenobarbital 240 mg + 20 cc Nacl (Jika kejang)
J. Perkembangan Pasien
Tabel 1. Perkembangan pasien saat perawatan di RSUB kota kendari
Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi
13/01/2020 S : kejang (+) 2 kali durasi >15  IVFD RL 12 tpm makro
menit, demam (+), batuk  O2 nasal kanul 2-4 lpm
berlendir (+), BAB dan BAK dbn  Inj. Paracetamol 120
O : KU= sakit sedang /compos mg/6 jam/ IV
mentis  Inj. Ampicillin 500
N : 120x/menit mg/6 jam/IV
P : 46x/menit  Inj. Gentamicin 40
S : 38,1ºC mg/12 jam/IV
BB: 12 kg
 Inj. Dexamethason ½
Kepala: rambut hitam tidak
ampul/8 jam/IV
mudah tercabut, mata cekung (-),
 Phenobarbital 240 mg +
napas cuping hidung (-), rhinorea
20 cc Nacl (Jika kejang)
(-) bibir pucat (+).
Thorax : normochest,
pengembangan dada simetris,
retraksi (+), bronkovesikuler, Rh
(+/+), Wh (-/-)
Abdomen : datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan (-),
pembesaran organ (-)
Ektermitas : akral hangat
A : Kejang Demam Kompleks +
Susp Bronkopneumonia
14/01/2020 S : kejang (-), demam (+), batuk  IVFD RL 12 tpm makro
(+), BAB dan BAK dbn  O2 nasal kanul 2-4 lpm
O : KU=sakit sedang /compos  Inj. Paracetamol 120
mentis mg/6 jam/ IV
N : 120x/menit  Inj. Ampicillin 500
P : 38x/menit mg/6 jam/IV
S : 38,7ºC  Inj. Gentamicin 40
Kepala: rambut hitam tidak mg/12 jam/IV
mudah tercabut, mata cekung (-),  Inj. Dexamethason ½
napas cuping hidung (-), rhinorea ampul/8 jam/IV
(-), bibir kering (-)  Phenobarbital 240 mg +
Thorax : normochest, 20 cc Nacl (Jika kejang)
pengembangan dada simetris,  Foto Thoraks
retraksi (-), bronkovesikuler, Rh
(+/+), Wh (-/-)
Abdomen : datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan epigastrik (-),
perbesaran organ (-)
Ektermitas : akral hangat
A : Kejang Demam Kompleks +
Susp Bronkopneumonia
15/01/2020 S : kejang (-), demam (+), batuk  IVFD RL 12 tpm makro
(+), BAB dan BAK dbn  Inj. Paracetamol 120
O : KU=sakit sedang /compos mg/6 jam/ IV
mentis  Inj. Ampicillin 500
N : 100x/menit mg/6 jam/IV
P : 26x/menit  Inj. Gentamicin 40
S : 39,1ºC mg/12 jam/IV
Kepala: rambut hitam
tidak  Inj. Dexamethason ½
mudah tercabut, mata cekung (-), ampul/8 jam/IV
napas cuping hidung (-), rhinorea  Phenobarbital 240 mg
(-), bibir kering (-) + 20 cc Nacl (Jika
Thorax : normochest, kejang)
pengembangan dada simetris,
retraksi (-), bronkovesikuler, Rh
(+/+), Wh (-/-)
Abdomen : datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan epigastrik (-),
perbesaran organ (-)
Ektermitas : akral hangat
Foto thoraks: menunjukan
tampak infiltrate di lapangan paru
kanan dan kiri dengan kesan
Bronkopneumonia.

A : Kejang Demam Kompleks +


Bronkopneumonia
16/01/2020 S : kejang (-), demam (+), batuk  IVFD RL 12 tpm makro
(+), BAB dan BAK dbn  Inj. Paracetamol 120
O : KU=sakit sedang /compos mg/6 jam/ IV
mentis  Inj. Ampicillin 500
N : 100x/menit mg/6 jam/IV
P : 28x/menit  Inj. Gentamicin 40
S : 38,0ºC mg/12 jam/IV
Kepala: rambut hitam
tidak  Inj. Dexamethason ½
mudah tercabut, mata cekung (-), ampul/8 jam/IV
napas cuping hidung (-), rhinorea  Phenobarbital 240 mg +
(-), bibir kering (-) 20 cc Nacl (Jika kejang)
Thorax : normochest,
 Nebul Combivent 1
pengembangan dada simetris,
vial/8 jam
retraksi (-), bronkovesikuler, Rh
(+/+), Wh (-/-)
Abdomen : datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan epigastrik (-),
perbesaran organ (-)
Ektermitas : akral hangat

A : Kejang Demam Kompleks +


Bronkopneumonia
17/01/2020 S : kejang (-), demam (-), batuk  IVFD RL 12 tpm makro
(+), BAB dan BAK dbn  Inj. Paracetamol 120
O : KU=sakit sedang /compos mg/6 jam/ IV
mentis  Inj. Ampicillin 500
N : 105x/menit mg/6 jam/IV
P : 28x/menit  Inj. Gentamicin 40
S : 37,0ºC mg/12 jam/IV
Kepala: rambut hitam
tidak  Inj. Dexamethason ½
mudah tercabut, mata cekung (-), ampul/8 jam/IV
napas cuping hidung (-), rhinorea  Phenobarbital 240 mg +
(-), bibir kering (-) 20 cc Nacl (Jika kejang)
Thorax : normochest,
 Nebul Combivent 1
pengembangan dada simetris,
vial/8 jam
retraksi (-), bronkovesikuler, Rh
(+/+), Wh (-/-)
Abdomen : datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan epigastrik (-),
perbesaran organ (-)
Ektermitas : akral hangat

A : Kejang Demam Kompleks +


Bronkopneumonia
18/12/2019 S : batuk (+) berkurang, kejang  IVFD RL 12 tpm makro
(-), demam (-), BAB dan BAK  Inj. Paracetamol 120
dbn mg/6 jam/ IV
O : KU= sakit ringan /compos  Inj. Ampicillin 500
mentis mg/6 jam/IV
N : 106x/menit  Inj. Gentamicin 40
P : 27x/menit mg/12 jam/IV
S : 36,8ºC  Inj. Dexamethason ½
Kepala: rambut hitam tidak ampul/8 jam/IV
mudah tercabut, mata cekung (-),  Phenobarbital 240 mg +
napas cuping hidung (-), rhinorea 20 cc Nacl (Jika kejang)
(-), bibir kering (-)  Nebul Combivent 1
Thorax : normochest, vial/8 jam
pengembangan dada simetris,
retraksi (-), bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abdomen : datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan epigastrik (-),
perbesaran organ (-)
Ektermitas : akral hangat

A : Kejang Demam Kompleks +


Bronkopneumonia
19/01/2020 S : batuk (+) berkurang, kejang  AFF Infus
(-), demam (-), BAB dan BAK  Pasien boleh pulang
dbn  Puyer batuk 3x1
O : KU= sakit ringan /compos ( CTM 1/3 tab,
mentis salbutamol 4mg 1/4,
N : 102x/menit ambroxol 1/3 tab)
P : 28x/menit
S : 36,7ºC
Kepala: rambut hitam tidak
mudah tercabut, mata cekung (-),
napas cuping hidung (-), rhinorea
(-), bibir kering (-)
Thorax : normochest,
pengembangan dada simetris,
retraksi (-), bronkovesikuler, Rh
(-/-), Wh (-/-)
Abdomen : datar ikut gerak
napas, peristaltik (+) kesan
normal, nyeri tekan epigastrik (-),
perbesaran organ (-)
Ektermitas : akral hangat

A : Kejang Demam Kompleks +


Bronkopneumonia

K. Diagnosis Definitif
1. Diagnosis Utama
Kejang demam
2. Diagnosis tambahan
Bronkopneumonia
PEMBAHASAN
ANALISIS KASUS

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 380C) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat
,gangguan elektrolit atau metabolik lain. Angka kejadian kejang demam terjadi
pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Dimana kejang di dahului oleh
demam. Kejadian kejang demam ada kaitannya dengan faktor genetik. Anak
dengan kejang demam 25 – 40 % mempunyai riwayat keluarga dengan kejang
demam.1,2,3
Bronkopenumonia merupakan radang dari saluran pernapasan atau infeksi
akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial yang ditandai
dengan batuk dan tanda distres napas seperti frekuensi napas cepat disertai dengan
adanya sesak napas dan retraksi. Berdasarkan data WHO, kejadian infeksi
pneumonia di Indonesia pada balita diperkirakan antara 10-20% pertahun. Insiden
pneumonia pada anak ≤5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun,
sedangkan di negara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Prevalensi
bronkopneumonia di negara berkembang yaitu 30-45% per 1000 anak di bawah
usia 5 tahun, 16-22% per 1000 anak pada usia 5-9 tahun, dan 7-16% per 1000
anak pada usia diatas 9 tahun.4,5
Pada kasus An. H jenis kelamin perempuan usia 2 tahun datang dengan
dengan keluhan kejang yang dialami ±1 jam sebelum masuk rumah sakit. Durasi
kejang ± 15 menit, frekuensi 2 kali. Kejang seluruh anggota badan. Pasien
sebelumnya demam ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit, demam hilang timbul,
mengigil (-), demam tinggi kemudian kejang. Setelah kejang pasien sadar.
Keluhan lain seperti batuk (+) ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit, berlendir (+),
sesak (-), mual (-), muntah (-). Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan suhu
38,10C.
Diagnosis
Diagnosis kejang demam dapat di tegakkan berdasarkan anamnesis dan di
dapatkan beberapa gejala atau manifestasi klinis seperti: 3,6

1. Adanya kejang, pada umumnya untuk mendiagnosis kejang demam dapat di


klasifikasikan menjadi 2 dengan gejala tipe kejang serta durasi dan frekuensi
yang berbeda yaitu :
a) Kejang demam sederhana (Simple febrile seizure)
Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung
singkat, dengan ciri:
1) Kejang kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri.
2) Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
3) Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana
merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.
b) Kejang demam kompleks (Complex febrile seizure)
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:

1) Kejang lama > 15 menit

2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang
parsial

3) Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam


2. Adanya peningkatan suhu sebelum kejang
3. Adanya penyakit infeksi lainnya yang menyebabkan peningkatan suhu

Pada kasus ini, pasien di diagnosis dengan kejang demam kompleks. Pada
anamnesis menyatakan bahwa sebelum pasien kejang di dahului oleh demam ± 1
hari sebelum masuk rumah sakit, dimana suhu pasien 39,00C. Durasi kejang ± 15
menit, frekuensi 2 kali. Kejang seluruh anggota badan. Berdasarkan anamnesis di
dapatkan adanya tanda infeksi saluran pernapasan yang di tandai dengan batuk
berlendir ± 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Untuk mendiagnosis Bronkopneumonia, dapat ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 4,5
1. Anamnesis
Keluhan berdasarkan anamnesis biasanya di dapatkan seperti demam:
suhu bisa mencapai 39 – 40 oC , sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan
nafsu makan, keluhan gastrointestinal, seperti mual, muntah, atau diare,
kadang – kadang ditemukan gejala infeksi ekstrapulmoner. Gangguan
respiratori: batuk yang awalnya kering kemudian menjadi produktif, sesak
nafas, takipnea, dan napas cuping hidung.
2. Pemeriksaan fisis
Bronkopneumonia biasanya di dahului oleh infeksi saluran nafas
bagian atas selama beberapa hari. Batuk mungkin tidak dijumpai pada anak –
anak. Bila terdapat batuk, batuk berawal kering lalu berdahak. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda klinis seperti vokal fremitus yang
meningkat pada daerah terkena, pekak perkusi atau perkusi yang redup pada
daerah yang terkena, suara napas melemah, retraksi dada, penggunaan otat
pernafasan, suara napas bronkial, dan ronki.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada bronkopneumonia dapat dilakukan
pemeriksaan darah rutin, dimana ada pneumonia bakteri didapatkan
leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000 / mm3 dengan predominan
PMN. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan foto thoraks ditemukan
adanya infiltrat interstitial dan infiltrat alveolar serta gambaran
bronkopneumonia.

Pada kasus, pasien juga mengeluhkan batuk ± 2 hari yang lalu, berlendir
(+), serta demam ± 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada pemeriksaan paru
retraksi (+) subcostal dan auskutasi thorax terdengar rhonki pada kedua lapangan
paru. Pada pemeriksaan radiologi foto thoraks posisi PA didapatkan tampak
infiltrate di lapangan paru kanan dan kiri, kesan Bronkopneumoni.
Tatalaksana
Tatalaksana yang di berikan untuk mengatasi kejang, menurunkan demam
atau jika ada infeksi penyerta lainnya. 6,7,8

1. Antipiretik
Parasetamol 10-15 mg/kgBB/kali diberikan tiap 4-6 jam atau ibuprofen
5-10 mg/kgBB/kali, 3-4 kali sehari.
2. Antikonvulsan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,2-0,5 mg/kg perlahan-
lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis
maksimal 10 mg. Secara umum, penatalaksanaan kejang akut mengikuti
algoritma kejang pada umumnya. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh
orangtua atau di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan
kurang dari 12 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 12 kg.
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat
diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,2-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 2 mg/menit atau dalam
waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 10 mg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis 20 mg/kg diencerkan dalam 50 ml NaCl 0,9% selama 20 menit (2
mg/kg/menit) dosis maksimal 1000 mg. Atau dapat diberikan fenobarbital
secara intravena dengan dosis 20 mg/kg dengan kecepatan 10-20 mg/menit
dosis maksimal 1000 mg. Bila dengan fenitoin atau fenobarbital kejang belum
berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif. Bila kejang telah
berhenti, pertimbangkan pemberian obat rumatan8.
Pemberian obat antikonvulsan intermiten adalah obat antikonvulsan
yang diberikan hanya pada saat demam. Profilaksis intermiten diberikan pada
kejang demam dengan salah satu faktor risiko dibawah ini: 7
a. Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
b. Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
c. Usia <6 bulan
d. Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39ᵒC
e. Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh meningkat
dengan cepat.
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral
atau rectal 0,5 mg/kg/kali (5 mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk
berat badan ≥12 kg, sebanyak 3 kali sehari dengan dosis maksimum diazepam
7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam.
Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan
dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi7.
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,
maka pengobatan rumatan hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Indikasi pengobatan rumatan yaitu: 7
a. Kejang fokal
b. Kejang >15 menit
c. Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya palsi serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif
dalam menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap
hari dapat menimbulakn gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50%
kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus,
terutama yang berumur kurang dari 2tahun, asam valproat dapat menyebabkan
gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kg/hari dibagi 2
dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dalam 1-2 dosis7.

Pada pneumonia yang tidak responsif terhadap beta – laktam dan


kloramfenikol, dapat diberikan antibiotik seperti gentamisin, amikasin, atau
sefalosporin, sesuai dengan petunjuk etiologi yang ditemukan. Antibiotik
diteruskan selama 7 – 10 hari pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi.
Antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotik spektrum luas seperti
kombinasi betalaktam/klavulanat dengan aminoglikosid, atau sefalosporin
generasi ketiga4,5.

Pada kasus ini, sebelum di bawa ke Rumah Sakit Bahteramas pasien telah
diberikan obat anti kejang rektal 2 kali, obat antikejang intravena 1 kali, dan
injeksi paracetamol 1 kali di RS. Bhayangkara Kendari.
Selama perawatan rawat inap di RSU Bahteramas diberikan terapi
a. IVFD RL 12 tpm makro
b. O2 nasal kanul 2-4 lpm
c. Inj. Paracetamol 120 mg/6 jam/ IV
d. Inj. Ampicillin 500 mg/6 jam/IV
e. Inj. Gentamicin 40 mg/12 jam/IV
f. Inj. Dexamethason ½ ampul/8 jam/IV
g. Phenobarbital 240 mg + 20 cc Nacl (Jika kejang)

Kejang demam umumnya memiliki prognosis yang baik. Namun, akan


berulang kembali pada sebagian kasus dengan faktor risiko sekitar 80%.
Kemungkinan berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.
Kejadian kejang demam ada kaitannya dengan faktor genetik. Anak dengan
kejang demam 25 – 40 % mempunyai riwayat keluarga dengan kejang demam1.
Pada kasus, pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya dengan
keluhan yang sama. Pasien memiliki riwayat penyakit keluarga dengan keluhan
kejang yaitu ayah pasien.
DAFTAR PUSTAKA

1. Pudjiadi, AH., Dkk. 2009. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
2. Pusponegoro,HD., Widodo,DP., Ismael, S. 2006. Konsensus
Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
3. Ismet. 2017. Kejang Demam. Jurnal Kesehatan Melayu. Staf Medis (Ksm)
Ilmu Kesehatan Anak, Rsud Arifin Achmad. Pekanbaru 1(1), 41-44.
4. Samuel, A. 2014. Bronkopneumonia On Pediatric Patient. J Agromed Unila
.Faculty Of Medicine, Universitas Lampung
5. Dicky, A,. Wulan, A. 2017. Tatalaksana Terkini Bronkopneumonia Pada
Anak Di Rumah Sakit Abdul Moeloek. J Med Ula Unila . Fakultas
Kedokteran, Universitas Lampung
6. Miza,B. 2015.Kejang Demam. Bagian/Smf Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh
7. Ismael, S., Pusponegoro, H.D., Widodo, D.P., Mangunatmadja, I.,
Handryastuti, S. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit
Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI
8. Ismael, S., Pusponegoro, H.D., Widodo, D.P., Mangunatmadja, I.,
Handryastuti, S. 2016. Rekomendasi Penatalaksanaan Status Epileptikus.
Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.

Anda mungkin juga menyukai