Anda di halaman 1dari 7

A.

Sinusitis

a. Definisi

Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal.


Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut
rinosinusitis. Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena
menyebabkan komplikasi ke orbita dan intracranial serta
menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

b. etiologi dan faktor predisposisi

Beberapa faktor etiologidan predisposisi antara lain ISPA akibat


virus, bermacam rhinitis, polip hidung, kelainan anatomi seperti
deviasi septum nasi atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks
ostio meatal, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,
diskinesia silia dan penyakit fibrosis kistik.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi,


udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini
lama kelamaan menyebabkan perubahan mukosa dan merusak
silia.

c. Epidemiologi

Berdasarkan data DEPKES RI tahun 2003 memaparkan bahwa


penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola
penyakit peringkat utama. Menurut Soetjipto (2006) dalam
Multazar (2011), data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM
Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien rinologi pada
kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya (300) pasien
adalah rinosinusitis kronis. Data-data di atas menunjukkan bahwa
angka kejadian rinosinusitis kronis masih cukup tinggi di berbagai
negara dunia termasuk Indonesia.
d. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium ostium sinus dan
lancarnya klirens mukosiliar didalam KOM. Mukus juga
mengandung substansi antimicrobial dan zat –zat yang berfungsi
sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang
masuk bersama udara pernafasan.
Organ – organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan
apabila terjadi edema akan saling bertemu sehingga silia tidak
dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya , terjadi tekanan
negative di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya
transudasi yang mula – mula serous. Kondisi ini biasanya sembuh
dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus
merupakan media yang baik untuk tempat pertumbuhan bakteri.
Secret menjadi purulen dimana kondisi ini memerlukan
pengobatan antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil inflamasiberlanjut, terjadi hipoksia dan
bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini
akan menjadi rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya
perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid, atau
pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin
diperlukan tindakan operasi.
e. Gejala sinusitis
keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai
nyeri/ rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang sering kali
turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik
seperti demam dan lesu.
Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena
merupakan cirri khas sinusitis akut, serta kadang – kadang nyeri
juga dirasakan di tempat lain.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/ anosmia, halitosis, post
nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak – anak.
Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosis.
Gejala antara lain sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik,
gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kroni tuba
Eustachius, gangguan paru. Pada anak mucus dapat tertelan dan
menyebabkan gastroenteritis.
f. Diagnosis
Kriteria major :
a) Nyeri tekan
b) Kongesti, rasa penuh
c) Obstruksi nasal
d) Cairan hidung/ purulence/ discolored nasal drainage
e) Hyposmia/anosmia
f) Purulence in nasal cavity on examination

g) Demam pada kasus akut.


Kriteria minor :
a) Sakit kepala
b) Demam
c) Halitosis
d) Fatigue
e) Nyeri gigi
f) Batuk
g) Nyeri/ rasa tertekan pada telinga
Pemeriksaan Fisik

 Rinoskopi anterior dengan cahaya lampu kepala yang


adekuat dan kondisi rongga hidung yang lapang (sudah
diberi topikal dekongestan sebelumnya) 1,2,18 Dengan
rinoskopi anterior dapat dilihat kelainan rongga hidung yang
berkaitan dengan rinosinusitis kronik seperti udem konka,
hiperemi, sekret (nasal drip), krusta, deviasi septum, tumor
atau polip.
 Rinoskopi posterior bila diperlukan untuk melihat patologi di
belakang rongga hidung.
Pemeriksaan Penunjang

 Transiluminasi, merupakan pemeriksaan sederhana


terutama untuk menilai kondisi sinus maksila. Pemeriksaan
dianggap bermakna bila terdapat perbedaan transiluminasi
antara sinus kanan dan kiri.
 Endoskopi nasal, dapat menilai kondisi rongga hidung,
adanya sekret, patensi kompleks ostiomeatal, ukuran konka
nasi, udem disekitar orifisium tuba, hipertrofi adenoid dan
penampakan mukosa sinus. Indikasi endoskopi nasal yaitu
evaluasi bila pengobatan konservatif mengalami kegagalan.
Untuk rinosinusitis kronik, endoskopi nasal mempunyai
tingkat sensitivitas sebesar 46 % dan spesifisitas 86 %.
 Radiologi, merupakan pemeriksaan tambahan yang umum
dilakukan, meliputi X-foto posisi Water, CT-scan, MRI dan
USG. CT-scan merupakan modalitas pilihan dalam menilai
proses patologi dan anatomi sinus, serta untuk evaluasi
rinosinusitis lanjut bila pengobatan medikamentosa tidak
memberikan respon. Ini mutlak diperlukan pada rinosinusitis
kronik yang akan dilakukan pembedahan.
 Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara
lain:
1. Sitologi nasal, biopsi, pungsi aspirasi dan bakteriologi
2. Tes alergi
3. Tes fungsi mukosiliar : kliren mukosiliar, frekuensi getar
siliar, mikroskop elektron dan nitrit oksida
4. Penilaian aliran udara nasal (nasal airflow): nasal
inspiratory peakflow, rinomanometri, rinometri akustik dan
rinostereometri
5. Tes fungsi olfaktori: threshold testing
6. Laboratorium : pemeriksaan CRP ( C-reactive protein)
g. Terapi
Prinsip pengobatan adalah membuka sumbatan KOM sehingga
drenase dan ventilasi sinus – sinus pulih secara alami.
Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman
negative gram dan anaerob. Selain dekongestan oral , terapi lain
dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid
oral/ topical, pencucian rongga hidung dengan NaCl atau
pemanasan.
Tindakan operasi yaitu bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF)
merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan
operasi. Tindakan ini telah menggantikan hamper semua jenis
bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih
memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.
h. Komplikasi
komplikasi sinusitis telah menurun secara nyata sejak
ditemukanya antibiotic. Komplikasi berat biasanya terjadi pada
sinusitis akut atau sinusitis kronis dengan eksaserbasi akut,
berupa komplikasi orbita atau intracranial.
Kelainan orbita misalnya edema palpebrae, selulitis orbita, abses
subperiosteal, abses orbita.
Kelainan intracranial misalnya meningitis, abses ekstradural atau
subdural, abses otak dan thrombosis sinus kavernosus.

Sumber :
1. Soepardi, Efiaty arsyad dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher.Edisi ke VII. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran UI
2. Selvianti, Irwan Kristyono. PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS
DAN PENATALAKSANAAN RINOSINUSITIS KRONIK
TANPA POLIP NASI PADA ORANG DEWASA . Surabaya :
Departemen Ilmu Kesehatan THT
3. Departemen Kesehatan RI. 2003.Jakarta : Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai