Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

Carpal Tunnel Syndrome


Disusun untuk melengkapi tugas Program Internship

Dokter Indonesia di Rumah Sakit

Disusun oleh:
dr. Tania Yuza Putri

Pembimbing:

dr. I Wayan Agus Darmawan Sp.OT

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

RS BHAYANGKARA TK III PEKANBARU

PEKANBARU

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Carpal Tunnel Syndrome”.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat menyelesaikan


Program Internsip Dokter Indonesia di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Riau.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing dr. I Wayan Agus Darmawan Sp.OT yang telah meluangkan waktu
dan memberi masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga penulis
dapat menyelesaikannya dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya. Semoga
laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, Januari 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... 4

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 5

BAB 2 LAPORAN KASUS ................................................................................ 7

BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 20

3.1 Epidemiologi ................................................................................................ 20

3.2 Anatomi ....................................................................................................... 18

3.3 Etiologi ......................................................................................................... 22

3.4. Patogenesis ................................................................................................. 23

3.5 Diagnosa....................................................................................................... 26

3.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 30

3.7 Penatalaksanaan ........................................................................................... 30

3.8 Prognosis ..................................................................................................... 35

3.9 Komplikasi .................................................................................................. 36

BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 40

3
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi terowongan karpal dan penyusun-penyusunnya ................... 23

Gambar 2 Anatomi potonan transversal............................................................... 24

Gambar 3 Braxial Plexus......................................................................................24

Gambar 4 Braxial Plexus......................................................................................25

Gambar 5 Persarafan motorik Nervus medianus..................................................26

Gambar 6 Tes Phalen............................................................................................32

Gambar 7 Tes Tinnel..............................................................................................32

Gambar 8 Nerve Gliding........................................................................................37

Gambar 9 Pembedahan pada CTS.........................................................................39

4
BAB I

PENDAHULUAN

Sindroma terowongan karpal (STK) atau disebut juga Carpal tunnel


syndrome (CTS) adalah entrapment neuropathy yang paling sering terjadi.
Sindroma ini terjadi akibat adanya tekanan terhadap nervus medianus pada saat
melalui terowongan karpal di pergelangan tangan. Dipergelangan tangan, nervus
medianus menginnervasi kulit telapak tangan dan punggung tangan didaerah ibu
jari, telunjuk, jari tengah dan setengah sisi radial jari manis. Pada saat berjalan
melalui terowongan inilah nervus medianus paling sering mengalami tekanan
yang menyebabkan terjadinya neuropati tekanan yang dikenal dengan istilah
Sindroma Terowongan Karpal. CTS merupakan salah satu penyakit yang
dilaporkan oleh badan-badan statistik perburuhan di negara maju sebagai penyakit
yang sering dijumpai di kalangan pekerja-pekerja industri.1
Tingginya angka prevalensi yang diikuti tingginya biaya yang harus
dikeluarkan untuk pengobatannya membuat permasalahan ini menjadi masalah
besar dalam dunia okupasi. Beberapa factor diketahui menjadi risiko terhadap
terjadinya CTS pada pekerja, seperti gerakan berulang dengan kekuatan, tekanan
pada otot, getaran, suhu, postur kerja yang tidak ergonomic dan lain-lain.2
Angka kejadian CTS di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar 1-3
kasus per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari
1.000 orang pada populasi umum. National Health Interview Study (NIHS)
memperkirakan bahwa prevalensi CTS yang dilaporkan sendiri diantara populasi
dewasa adalah sebesar 1.55% (2,6juta). CTS lebih sering mengenai wanita dari
pada pria dengan usia berkisar 25-64 tahun, prevalensi tertinggi pada wanita usia
> 55 tahun, biasanya antara 40-60 tahun. Prevalensi CTS dalam populasi umum
telah diperkirakan 5% untuk wanita dan 0,6% untuk laki-laki CTS adalah jenis
neuropati jebakan yang paling sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada
42% kasus (29% kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral.3
Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam masalah kerja belum diketahui
karena sampai tahun 2001 masih sangat sedikit diagnosis penyakit akibat kerja

5
yang dilaporkan karena berbagai hal, sebabnya antara lain sulitnya diagnosis.
Penelitian pada pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan
tangan melaporkan prevalensi CTS antara 5,6% sampai dengan 15%. Penelitian
Harsono pada pekerja suatu perusahaan ban di Indonesia melaporkan prevalensi
CTS pada pekerja sebesar 12,7%. Silverstein dan peneliti lain melaporkan adanya
hubungan positif antara keluhan dan gejala CTS dengan factor kecepatan
menggunakan alat dan factor kekuatan melakukan gerakan pada tangan.4

6
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny. E

Umur : 51 tahun

Jenis Kelamin : Wanita

Alamat : Jl. Suka indah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tungga

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Tgl Masuk RS : 23 Januari 2019

Tgl Pemeriksaan : 24 Januari 2019

KELUHAN UTAMA

Rasa nyeri pada jari tengah, telunjuk, dan ibu jari tangan kanan

ANAMNESIS (ALLOANAMNESA)

Pasien mengeluh kesemutan di telapak tangan kanan yang dirasakan sejak


± 2 tahun yang lalu. Kesemutan terutama dirasakan pada sisi dalam jari tengah,
telunjuk, dan ibu jari. Kesemutan bersifat hilang timbul dan dirasakan terutama
pada malam hari dan berkurang bila dikebas-kebaskan.
Pasien mengeluh rasa sedikit tebal pada jari tengah, telunjuk, dan ibu jari.
Keluhan muncul bersamaan dengan rasa kesemutan. Pasien juga mengaku
terdapat nyeri di pergelangan tangan yang menjalar hingga ke jari tengah,
telunjuk dan ibu jari. Nyeri dirasakan semakin memberat ± 1 bulan. Nyeri
berkurang bila pergelangan tangan dipijat atau dikibas-kibaskan. Namun nyeri

7
dirasakan semakin memberat terutama pada malam hari hingga membuat
pasien terbangun.
Meski nyeri tangan pasien masih tetap digunakan untuk bekerja. Pasien
sebagai seorang ibu rumah tangga yang aktivitasnya menyuci dan memeras
pakaian dengan tangan, menggiling cabe dan mengepel setiap hari. Pasien juga
mengaku mempunyai kebiasaan mencuci dan memeras pakaian dengan tangan
di rumah.
Pasien menyangkal riwayat bengkak dan panas di pergelangan tangan.
Pasien juga menyangkal riwayat jatuh menumpu pada tangan. Pasien juga
menyangkal kebiasaan tidur menumpu pada pergelangan tangan. Pasien
menyangkal riwayat kelemahan anggota gerak. Pasien menyangkal riwayat
kesulitan dalam memegang botol atau benda-benda berbentuk sejenis.

Riwayat Penyakit Dahulu

1. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya (-)


2. Riwayat Diabetes Melitus (-)
3. Riwayat trauma pada tangan sebelumnya (-)
4. Riwayat perdarahan, mudah memar, mudah berdarah (-)
5. Riwayat sakit kuning, alergi dan asma (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

1. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit yang sama


2. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat kelainan darah
3. Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat sakit kuning

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang bekerja mengurus rumah
dan keluarga dan mendapat pelayanan kesehatan di RS Bhayangkara dengan
sarana BPJS

8
Riwayat Pengobatan

Pasien sudah rutin kontrol ke dokter spesialis orthopedi, untuk mengobati


keluhan yang dirasakan sejak 2 tahun yang lalu.

PEMERIKSAAN FISIK

a. Keadaan Umum
Kesan sakit : sakit sedang

Kesadaran : composmentis (GCS 15)

Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 75 kg

IMT : 29,29 (Obesitas I)

b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 130/90 mmHg

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,5 oC

Nadi : 80 x/menit, irama reguler, isian cukup

c. Kepala
1. Mata : conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

2. Telinga : tidak ada kelainan, sekret (-/-)

3. Hidung : Pernafasan cuping hidung (-)

4. Bibir : Sianosis (-) Kering : (+) mukosa: basah, hiperemis

5. Gigi dan Gusi: tidak ada kelainan, pendarahan gusi (-)

d. Leher

Inspeksi : tidak tampak pembesaran kelenjar

Palpasi : tidak teraba pemberasan kelenjar

9
e. Pemeriksaan Thorax
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, ic tak terlihat, tak tampak
bercak kelaian kulit

Palpasi : VF simetris, ic teraba normal

Auskultasi :

Paru-paru : Suara pernafasan : vesicular

Vokal resonans : kanan=kiri

Suara tambahan : Ronchi -/-, wheezing -/-

COR : Bunyi jantung : Bunyi S1 & S2 reguler

Murmur : tidak ada

Gallop : tidak ada

Perkusi : Sonor, batas jantung normal

f. Pemeriksaan Abdomen :

Inspeksi : Bentuk datar, kelainan kulit (-)

Palpasi : Defans muskular (-), Nyeri tekan epigastrium (+),


organomefali (-)

Perkusi : Timpani, asites (-)

Auskultasi : Bising usus normal, bruit (-)

g. Ekstremitas

Inspeksi : kelainan kulit (-) ptecie (+) purpura (-)

Palpasi : Akral hangat, CRT < 2 detik

h. Status Neurologi
 Badan dan anggota gerak
1. Badan
o Respirasi : Simetris, tidak ada yang tertinggal
o Pergerakan K. Vertebralis : -
o Sensibilitas Kanan Kiri

10
- Taktil : dbn dbn
- Nyeri : dbn dbn
- Suhu : dbn dbn
- Diskriminasi 2 titik : dbn dbn
- Lokalisasi : dbn dbn
2. Anggota gerak atas
Motorik Kanan
atas tengah bawah
Kekuatan : 5 5 5
Trofi : atrofi normal normal
Tonus : normal normal normal
Motorik Kiri
atas tengah bawah
Kekuatan : 5 5 5
Trofi : normal normal normal
Tonus : normal normal normal
Refleks
Biceps : ++ ++
Triceps : ++ ++
Brachial : ++ ++
Hoffman Tromner : - -
Sensibilitas
Taktil : turun dbn
Nyeri : (+) dbn
Suhu : dbn dbn
Diskriminan 2 titik : turun dbn
Lokalis : turun dbn

3. Anggota gerak bawah


o Pergerakan : - -
o Kekuatan : 5 5

11
o Trofi : Normotrofi Normotrofi
o Tonus : normal normal
o Sensibilitas
Taktil : dbn dbn
Nyeri : dbn dbn
Suhu : dbn dbn
Diskriminan 2 titik : dbn dbn
Lokalis : dbn dbn
Getar : dbn dbn
Refleks
Patella : ++ ++
Achilles : ++ ++
Babinski : - -
Chaddock : - -
Schaeffer : - -
Oppenheim : - -
Gordon : - -
Klonus
Paha : - -
Kaki : - -

Resume

A. Anamnesis

Pasien datang ke RS Bhayangkara dengan keluhan rasa nyeri pada jari


tengah, telunjuk, dan ibu jari tangan kanan yang dirasakan semakin memberat
sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul terutama setelah
bekerja dan pada malam hari. Pasien juga mengeluh rasa tebal terutama pada
jari tengah, telunjuk, dan ibu jari tangan kanan. Pasien juga mengeluhkan

12
nyeri di pergelangan tangan kanan yang menjalar sejak 1 bulan yang lalu dan
menghilang bila dikebas-kebaskan.

Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang bekerja mengurus rumah
dan keluarga yang aktivitasnya menyuci dan memeras pakaian dengan
tangan, menggiling cabe dan mengepel setiap hari.

B. Pemeriksaan Fisik
Status interna : dbn
Status psikiatri : dbn
Status neurologis :
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi luhur : dbn
Fungsi sensoris : Lengan
Kanan Kiri
Taktil : turun dbn
Nyeri : (+) dbn
Suhu : dbn dbn
Diskriminan 2 titik : turun dbn
Lokalis : turun dbn

Fungsi motorik: Ekstremitas Superior Kanan


Atas Tengah Bawah
Kekuatan : 5 5
5
Trofi : normal normal normal
Tonus : normal normal normal

C. Pemeriksaan nyeri
Flick’s sign : (+/-)
Wrist extension test : (+/-)

13
Phalen’s test : (+/-)
Tinels’s sign : (+/-)
Pressure test : (+/-)

Diagnosis Kerja
Carpal Tunnel Syndrome dextra

Pemeriksaan Penunjang
Rencana pemeriksaan :
- Cek laboratorium (pemeriksaan darah lengkap)
Terapi :
- Medikamentosa
Meloxicam 15 mg 1 x 1
Vit B 6 (piridoksin) tab 50mg 3x1
- Non medikamentosa
Pasien direncanakan untuk operasi release neurovascular sheeth

HASIL PEMERIKSAAN

Darah lengkap (16 Januari 201)

Hb : 12,8 gr/dL

LED :-

Ht : 40,0 %

Leukosit : 9.200 /mm3

Trombosit : 233.000/mm3

Eritrosit : 4.44 juta / mm3

MCV : 90,1 fl

MCH : 28,8 pg

MCHC : 32,0 g/dl

14
Masa Pembekuan : 5 menit 30 detik

Masa Perdarahan: 2 menit 00 detik

Kimia Darah (23 Januari 2019)

SGOT : 12 u/L

SGPT : 10 u/L

Ureum : 17 mg

Creatinin : 0,7 mg

Uric acid : 4,65 mg

I. Prognosis
Ad vitam : sanam
Ad sanam : sanam
Ad fungsionam : sanam

FOLLOW UP :

TGL S O A P
23 Nyeri (+) pada KU : CM, TD 130/90 mmHg, N : 80 x/mnt, T : Carpal  Rencana dilakukan
Januari Jari tangan 36,5 °C RR: 20 x/mnt Tunnel operasi besok
2019 kanan Mata : anemis -/-,icterik -/- Syndrom 24/12/2019
Leher : pembesaran KGB (-)  IVFD RL 30 gtt/i
Thorax :  Inj. Ceftriaxone 1 gr pre
Cor :S1S2 reguler, murmur (-),gallop (-) op
Paru : vesicular+/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : supel, timpani, BU (+)
Ekstremitas : hangat +/+, sianosis -/-

24 Operasi pukul KU : CM, TD 120/80 mmHg, N : 80 x/mnt,Suhu Release  IVFD RL 30 gtt/i


Januari 08.00 : 36,0 °C, RR: 18 x/mnt neurovasc  Cefixime 2 x 200mg tab
2019 Dengan Mata : anemis -/-, icterik -/- ular sheet  Meloxicam 1 x 15mg
anestesi umum Leher : pembesaran KGB (-) + release  Omeprazole 2 x 1 tab
Thorax : superfisial  B comp C 1 x 1 tab
Cor : S1S2 reguler, murmur (-), gallop (-) dan deep

15
Paru : vesicular+/+, rh -/-, wh -/- ligament
Abdomen : supel, timpani,BU (+) a/i Carpal
Ekstremitas : hangat+/+, sianosis -/- Tunnel
Syndrome

25 Nyeri pada KU : CM, TD 130/80 mmHg, N : 82 x/mnt, Post op H-  IVFD RL 30 gtt/i


Januari bekas luka Suhu : 36,3 °C, RR: 18 x/mnt 1 Release  Cefixime 2 x 200mg tab
2019 operasi (+) Mata : anemis -/-,icterik -/- neurovasc  Meloxicam 1 x 15mg
Nyeri pada jari Leher : pembesaran KGB (-) ular sheet  Omeprazole 2 x 1 tab
jari tangan Thorax : + release  B comp C 1 x 1 tab
kanan (+) Cor : S1S2 reguler,murmur (-),gallop (-) superfisial  BLPL
Kebas (-) Paru : vesicular+/+, rh -/-, wh -/- dan deep
Abdomen : supel, timpani,BU (+) ligament
Ekstremitas : hangat+/+, sianosis -/-, tampak a/i Carpal
luka bekas operasi terttup verban (+), darah (-) Tunnel
Syndrome
Pasien Berobat Jalan

16
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Epidemiologi
Carpal tunnel (terowongan karpal) terletak di bagian bawah pergelangan
tangan yang terdiri dari tulang-tulang carpal di median, dorsal, dan sisi lateral dan
terselubungi secara ventral oleh flexor retinaculum. Carpal tunnel syndrome
(CTS) atau disebut juga entrapment neuropathy adalah keadaan dimana nervus
medianus tertekan di daerah pergelangan tangan sehingga menimbulkan rasa
nyeri, parastesia, dan kelemahan pada pergelangan tangan. Hal ini berkaitan
dengan penggunaan tangan yang eksesif tak terbatas dan trauma repetitif akibat
paparan okupasi berkelanjutan 1.
Beberapa penyebabnya telah diketahui seperti trauma, infeksi, gangguan
endokrin dan lain-lain, tetapi sebagian tetap tidak diketahui penyebabnya. CTS
lebih umum dijumpai pada wanita, dengan puncak usia 42 tahun (40-60 tahun).
Resiko untuk menderita CTS sekitar 10% pada usia dewasa. Sindrom ini biasanya
timbul pada orang-orang yang sering bekerja menggunakan tangan (memanipulasi
tangan), seperti memeras baju, orang yang sering bertepuk (guru TK), pengendara
motor, mengetik, olahraga taichi, sering bermain game. Ras kaukasia memiliki
resiko tertinggi terkena CTS jika dibandingkan dengan ras yang lain. Perempuan
beresiko lebih tinggi dibandingkan laki – laki dengan tingkat perbandingan
sebesar 3:1 pada usia antara 45 – 60 tahun. Hanya sebesar 10% kasus CTS yang
dilaporkan ditemukan pada usia yang lebih muda di usia 30-an tahun. Kaum
perempuan diduga memiliki ukurang canalis carpi yang lebih kecil dibandingkan
kaum laki – laki.
STK adalah entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai.1.5-11
Nervus medianus mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan
karpal di pergelangan tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada
usia pertengahan.6,7,8 Wanita lebih banyak menderita penyakit ini daripada
pria.6.7,8,9. Umumnya pada keadaan awal bersifat unilateral tetapi kemudian bisa

17
juga bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan.1.2.8.13 Pada
beberapa keadaan tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit
bertambah. Prevalensi STK bervariasi di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980
insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien
pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan
terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang
mengalami gejala ini terbukti menderita STK setelah dikonfirmasi dengan
pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi Rochester, Minnesota,
ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson
dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah STK.1,6-9

3.2 Anatomi
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar
pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di
dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang –
tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan
pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot – otot fleksor pada pergelangan tangan
beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti
dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal
dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi
berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan
dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti
sekitar 3 cm.

18
Gambar 1. Anatomi terowongan karpal dan penyusun-penyusunnya

Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran


canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan
jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi
dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis.
Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk
di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia
thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot
abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik
ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus.
Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan
persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi
bagian telapak tangan dan ibu jari.

19
Gambar 2. Anatomi
CT dibentuk oleh :
 Atas : ligamentum carpi transversum (bagian dari. flexor retinaculum
yang membentang dari Os. Scapoideum dan trapezoideum ke arah
medial menuju Os. Piriformis & hamatum)
 Lateral (radial) : Os naviculare dan tuberculum os trapezium.
 Medial (ulnar) dibatasi oleh : Os. pisiformis dan os hamatum.
CT berisi :
 4 Mm Fleksor Digitorum Superfisialis,
 4 Mm Fleksor Digitorum Profundus,
 1 M Fleksor Carpi Radialis,
 1 N Medianus.

20
Serabut - serabut saraf yg membentuk N. medianus berasal dari saraf
spinal C5-C8 dan Th 1 dari pleksus brakhialis, dibentuk oleh cabang lateralis
fasciculus medialis dan cabang medial dari fasciculus lateralis dimana kedua
cabang tersebut bersatu pada tepi bawah M. Pectoralis minor. Serabut motorik N.
medianus mempersyarafi otot lengan bawah:
 M. Pronator teres
 M. Palmaris longus
 M. Fleksor Carpi Radialis
 M. Fleksor digitorum superficialis
 M. Fleksor digitorum profundus
 M. Pronator kuadratus
 M. Fleksor Polisis longus

Serabut motorik N. Medianus yg mempersyarafi otot – otot tangan M.


Fleksor polisis brevis, M. Oponen polisis, M. abductor polisis brevis, Mm.
Lumbricalis I dan II.

21
Serabut sensorik N. Medianus:
 Bagian Palmar ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan bagian radial jari
manis, serta ujung – ujung distal dari jari yang sama.
 Bagian dorsal tangan sampai dengan Phalang kedua jari telunjuk, jari
tengah dan setengah dari jari manis.
Di dalam CT tersebut N. Medianus terletak langsung di bawah ligamentum karpi
transversum dan sebelumnya terletak di belakang dari tenson palmaris longus.

Gambar 5: Persarafan motorik Nervus medianus


3.3 Etiologi
Terowongan karpal yang sempit selain dilalui oleh nervus medianus juga
dilalui oleh beberapa tendon fleksor. Setiap kondisi yang mengakibatkan semakin
padatnya terowongan ini dapat menyebabkan terjadinya penekanan pada nervus
medianus sehingga timbullah CTS. Pada sebagian kasus etiologinya tidak

22
diketahui, terutama pada penderita lanjut usia. Beberapa penulis menghubungkan
gerakan yang berulang-ulang pada pergelangan tangan dengan bertambahnya
resiko menderita gangguan pada pergelangan tangan termasuk CTS.10

Pada kasus yang lain etiologinya adalah:10

a) Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure palsy,


misalnya Hereditary Motor and Sensory Neuropathies (HMSN) tipe III.
b) Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah, pergelangan
tangan dan tangan. Sprain pergelangan tangan. Trauma langsung terhadap
pergelangan tangan.
c) Pekerjaan: gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
yang berulang-ulang.
d) Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
e) Metabolik: amiloidosis, gout.
f) Endokrin: akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes mellitus,
hipotiroidi, kehamilan.
g) Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
h) Penyakit kolagen vaskular: artritis reumatoid, polimialgia reumatika,
skleroderma, lupus eritematosus sistemik.
i) Degeneratif: osteoartritis.
j) Iatrogenik: punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular untuk
dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
3.4 Patogenesis
Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan untuk
menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling populer
adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori getaran. Menurut
teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena kompresi nervus medianus di
terowongan karpal. Kelemahan utama dari teori ini adalah bahwa teori ini
menjelaskan konsekuensi dari kompresi saraf tetapi tidak menjelaskan etiologi
yang mendasari kompresi mekanik. Kompresi diyakini dimediasi oleh beberapa
faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan, hiperfungsi, ekstensi pergelangan

23
tangan berkepanjangan atau berulang.11
Teori insufisiensi mikro-vaskular mennyatakan bahwa kurangnya pasokan
darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang menyebabkan
saraf secara perlahan kehilangan kemampuan untuk mengirimkan impuls saraf.
Scar atau luka parut dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf.
Tergantung pada keparahan cedera, perubahan saraf dan otot mungkin permanen.
Karakteristik gejala CTS terutama kesemutan, mati rasa, dan nyeri akut, bersama
dengan kehilangan konduksi saraf akut dan reversible dianggap gejala untuk
iskemia. Sebuah studi oleh Seiler (dengan Doppler laser flow metry) menunjukkan
bahwa normalnya aliran darah berdenyut di dalam saraf median dipulihkan dalam
1 menit dari saat ligamentum karpal transversal dilepaskan. Sejumlah penelitian
eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi diterapkan secara
eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel. Gejala akanbervariasi
sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan tekanan darah sistolik. Hasil
studi Kiernan menemukan bahwa konduksi melambat pada median saraf dapat
dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin tidak selalu disebabkan
myelinisasi yang terganggu.11
Menurut teori getaran, gejala CTS bisa disebabkan oleh efek
daripenggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal
tunnel. Lundborg mencatat edema epineural pada saraf median dalam beberapa
hariberikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi perubahan
serupamengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia.11
Hipotesis lain dari CTS adalah bahwa faktor mekanik dan vaskular
memegang peranan penting dalam terjadinya CTS. Umumnya CTS terjadi secara
kronis dimana terjadi penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan
terhadap nervus medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan
mengakibatkan peninggian tekanan intravesikuler. Akibatnya aliran darah vena
intravesikuler melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi
intrvesikuler lalu diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan
endotel ini akan mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema
epineural. Hipotesa ini menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang

24
timbul terutama pada malam atau pagi hari akan berkurang setelah tangan yang
terlibat digerakkan atau diurut, mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara
pada aliran darah. Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis
epineural yang merusak serabut saraf. Semakin lama hal itu terjadi, saraf dapat
mengalami atrofi dan digantikan oleh jaringan ikat yang mengakibatkan fungsi
nervus medianus terganggu secara menyeluruh.4
Selain akibat adanya penekanan yang melebihi tekanan perfusi kapiler
akan menyebabkan gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf. Keadaan
iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intravesikuler yang
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu yang berkibat
terjadi kerusakan pada saraf tersebut.4
Penelitian yang telah dilakukan Kouyoumdjian menerangkan bahwa CTS
terjadi karena kompresi saraf median di bawah ligamentum karpal transversal
berhubungan dengan naiknya berat badan dan Indeks Masa Tubuh (IMT). IMT
yang rendah merupakan kondisi kesehatan yang baik untuk proteksi fungsi nervus
medianus. Pekerja dengan IMT minimal ≥25 lebih mungkin untuk terkena CTS
dibandingkan dengan pekerjaan yang mempunyai berat badan ramping. American
Obesity Association menemukan bahwa 70% dari penderita CTS memiliki
kelebihan berat badan. Resiko CTS meningkat setiap peningkatan IMT sebanyak
8%.4 Pergelangan tangan mempunyai struktur anatomi yang rumit dan aktif.
Carpal Tunnel yang mirip terowongan berada di pergelangan tangan, dibentuk 8
tulang carpal dan fleksor retinaculum atau ligamentum carpal transversalis. Di
dalam tunnel (terowongan) ini lewat atau tersusun secara rapat fleksor digitorum
profunda dan superficialis, fleksor ligitorum dan nervus medianus.2
Terjadinya sindrom ini bertumpu pada perubahan patologis yang
diakibatkan oleh adanya iritasi secara terus menerus pada nervus medianus di
daerah pergelangan tangan. Banyak faktor yang dapat mengawali timbulnya
sindrom ini, baik sistemik maupun lokal, namun khusus bagi para pemakai
komputer, faktor iritasi lokal terhadap nervus medianus inilah yang tampaknya
perlu mendapat perhatian lebih banyak.12

25
Bila kedudukan antara telapak tangan terhadap lengan bawah bertahan
secara tidak fisiologis untuk waktu yang cukup lama, maka gerakan-gerakan
tangan akan mengakibatkan tepi ligamentum karpi transversum bersentuhan
dengan saraf medianus secara berlebihan. Hal lain yang dapat terjadi yaitu adanya
bagian persendian tangan yang mengalami tekanan atau regangan yang berlebih
dan sebagai mekanisme kompensasi, tubuh berusaha memperkuat bagian yang
mendapat beban tidak fisiologis ini antara lain dengan mempertebal ligamentum
karpi transversum. Penebalan ini akan mempersempit terowongan tempat lalunya
saraf dan urat,dan lebih berat lagi akan menjepit saraf.12
Pada operasi, tak jarang dijumpai perubahan struktur pada nervus
medianus di daerah proximal dari tepi atas ligamentum karpi ransversum, tanpa
diikuti oleh penebalan ligamentumnya. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa kedua penyebab di atas dapat berjalan secara terpisah ataupun bersamaan.
Nervus medianus sendiri mulai dari daerah pergelangan tangan, 94%
merupakanserabut perasa / sensoris, sedangkan 6% merupakan serabut motoris
yang ke arah ibu jari. Dengan demikian, pada awalnya gejala lebih banyak
ditandai dengan kejadian parestesia (seperti kesemutan, rasa terbakar), sampai ke
hipoanestesia (baal-baal sampai hilangnya rasa raba). Bila sudah ada gejala
motorik (otot pangkal ibu jari tangan mulai mengecil, kekuatan berkurang), maka
iritasi kemungkinan sudah berlangsung sejak lama.13

3.5 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja.
Gangguan motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya
berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa seperti terkena aliran
listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan
distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai
seluruh jari-jari.14

26
Komar dan Ford membahas dua bentuk CTS yaitu akut dan kronis. Bentuk
akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak pergelangan tangan atau
tangan, tangan dingin, atau gerak jari menurun. Kehilangan gerak jari disebabkan
oleh kombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis mempunyai gejala baik
disfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan motorik dengan perubahan
trofik. Nyeri proksimal mungkin ada dalam carpal tunnel syndrome.15

Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya


adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga
sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau
dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.5

Apabila tidak segera ditangani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang
terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan
juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu
menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar (oppones
pollicisdan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang diinervasi oleh
nervus medianus.16

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita
dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan.
Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu menegakkan
diagnosa CTS adalah: 17

A. Tes Phalen
Penderita diminta melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa. Beberapa
penulis berpendapat bahwa tes ini sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa
CTS.

27
Gambar. 6 Tes Phalen17

B. Tes Torniquet
Pada pemeriksaan ini dilakukan pemasangan torniquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan
sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnose.17

C. Tinnel’s sign
Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada daerah
distribusi nervus medianus jika dilakukan perkusi pada terowongan karpal dengan
posisi tangan sedikit dorsofleksi.17

Gambar 7. Tinel’s Test17

28
D. Flick's Sign
Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan jari-
jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa
CTS.17

E. Thenar Wasting
Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot thenar
(Katz, 2011). Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual
maupun dengan alat dynamometer.17

F. Wrist Extension Test


Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal, sebaiknya
dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam
60 detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa
CTS.17

G. Tes Tekanan
Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan ibu
jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnose.17

H. Luthy's Sign (Bottle's sign)


Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari telunjuknya pada botol
atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan
rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnose.17

I. Pemeriksaan Sensibilitas
Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point
discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnose.17

29
J. Pemeriksaan Fungsi Otonom
Pada penderita diperhatikan apakah ada perbedaan keringat, kulit yang
kering atau licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus medianus. Bila ada
akan mendukung diagnosa CTS.17

3.6 Pemeriksaan Penunjang


A. Pemeriksaan Neurofisiologi (Elektrodiagnostik)
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot thenar.
Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot lumbrikal. EMG bisa
normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25%
kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten
distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan pada konduksi
saraf di pergelangan tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten
motorik.18
B. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto polos leher
berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan
dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG
dilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal tunnel
proksimal yang sensitif dan spesifik untuk carpal tunnel syndrome (Rambe,2004).
C. Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda tanpa
adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.5

3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan CTS tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan
intensitas kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk

30
penyakit endokrin, hematologi atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus
diobati.11

Medikamentosa

Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih


dipergunakan hingga saat ini, antara lain:19

a) Injeksi Kortikosteroid Lokal


Injeksi kortikosteroid cukup efektif sebagai penghilang gejala CTS secara
temporer dalam waktu yang singkat. Metilprednisolon atau hidrokortison bisa
disuntikkan langsung ke carpal tunnel untuk menghilangkan nyeri. Injeksi
kortikosteroid dapat mengurangi peradangan, sehingga mengurangi tekanan pada
nervus medianus. Pengobatan ini tidak bersifat untuk dilakukan dalam jangka
waktu yang panjang.

Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau


metilprednisolon 20 mg atau 40mg diinjeksikan ke dalam terowongan karpal
dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah proksimal
lipat pergelangan tangan disebelah medial tendon musculus Palmaris longus.
Sementara suntikan dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau
empat suntikan. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum
memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-
hati untuk pasien di bawah usia 30 tahun.

b) Vitamin B6 (Piridoksin)
Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah
defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-
300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa
pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
diberikan dalam dosis besar. Namun pemberian dapat berfungsi untuk
mengurangi rasa nyeri.

31
c) Obat Antiinflamasi Non-Steroid (NSAID)
Obat-obatan jenis NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu
menghilangkan nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri
ringan sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen.
Pilihan lainnya yaitu ketoprofen dan naproxen.

Non-medikamentosa
Kasus ringan selain bisa diobati dengan obat anti inflamasi non-steroid
(OAINS) juga bias menggunakan penjepit pergelangan tangan yang
mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan, terutama
pada malam hari atau selama ada gerak berulang. Jika tidak efektif, dan gejala
yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan kompresi.
Oleh Karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:11

a) Terapi langsung terhadap CTS


 Terapi konservatif
o Istirahatkan pergelangantangan.
o Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan. Bidai
dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama
2-3 minggu.
o Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan (ROM)
latihan dari ekstremitas atas dan leher yang menghasilkan
ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf median dan
lain dari ekstremitas atas. Latihan dilakukan sederhana dan dapat
dilakukan oleh pasien setelah instruksi singkat.

32
Gambar 8: Nerve Gliding
 Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan
dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat atau
adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi pertama
dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan
operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak
dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar,
sedangkan indikasi relative tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang
persisten. Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka dengan
anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan teknik operasi secara
endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan mobilisasi penderita secara dini
dengan jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi
tindakan ini lebih sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada
saraf. Beberapa penyebab CTS seperti adanya massa atau anomali maupun
tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.8,10

33
Gambar 9. Pembedahan pada CTS

 Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS

Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus


ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali.
Pada keadaan dimana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitive harus
dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya
antara lain:11

o Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif,


getaran peralatan tangan pada saat bekerja.
o Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat kerja.
o Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan.
o Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja.
o Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini CTS
sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih dini.

Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering


mendasari terjadinya CTS seperti: trauma akut maupun kronik pada pergelangan
tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa,

34
myxedema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofisis, kehamilan atau
penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis,
infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan
retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.11

3.8 Prognosis
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa
baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan
operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi karena
operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita CTS
penyembuhan post operatifnya bertahap.11 Perbaikan yang paling cepat dirasakan
adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian diikuti perbaikan sensorik. Biasanya
perbaikan motorik dan otot- otot yang mengalami atrofi baru diperoleh
kemudian. Keseluruhan proses perbaikan STK setelah operasi ada yang sampai
1
memakan waktu 18 bulan.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga diperoleh perbaikan
maka dipertimbangkan kembali kemungkinan berikut ini:11
o Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap
nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
o Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
o Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Sekalipun prognosa CTS dengan terapi konservatif maupun operatif
cukup baik, tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila
terjadi kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif
dapat diulangi kembali.
Sekalipun prognosa STK dengan terapi konservatif maupun operatif
cukup baik ,tetapi resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi
kekambuhan, prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi
kembali.

35
3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi
yang paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri
hebat, hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik. Sekalipun prognosa carpal
tunnel syndrome dengan terapi konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi
resiko untuk kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan, prosedur
terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi kembali (Ashworth, 2013).

36
BAB IV

PEMBAHASAN

Sindroma Terowongan Karpal (STK) adalah neuropati jebakan yang


sering ditemukan, lebih banyak mengenai wanita dan sering ditemukan pada usia
pertengahan. Sebenarnya secara klinis sindroma ini sudah dikenali sejak abad ke
19, Tetapi istilah STK baru digunakan pertama kali oleh Moersch pada tahun
1938. Sindroma ini bisa unilateral maupun bilateral. Sesuai pada kasus diatas,
STK mengenai wanita dengan usia 51 tahun, dimana berdasarkan epidemiologi
Perempuan beresiko lebih tinggi dibandingkan laki – laki dengan tingkat
perbandingan sebesar 3:1 pada usia antara 45 – 60 tahun.

Gejala awal STK umumnya hanya berupa gangguan sensorik seperti rasa,
nyeri, parestesia, rasa tebal dan tingling pada daerah yang diinnervasi nervus.
Gejala-gejala ini umumnya bertambah berat pada malam hari dan berkurang bila
pergelangan tangan digerak-gerakkan atau dipijat. Gejala motorik hanya dijumpai
pada penderita STK yang sudah berlangsung lama, demikian pula adanya atrofi
otot-otot thenar. Pasien mengeluh ibu jari, jari telunjuk dan jari tengah tangan
kanan terasa kebas sejak 2 tahun lalu, namun keluhan dirasakan semakin
memberat sejak 1 bulan ini. Hal ini menunjukkan gejala klinis pada carpal tunnel
syndrom dimana gejala awal biasanya berupa parestesia, kurang merasa
(numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan
setengah sisi radial jari 4 sesuai dengan distribusi sensorik nervus medianus
walaupun kadang-kadang dirasakan mengenai seluruh jari-jari. Akhir-akhir ini
pasien tidak dapat menggenggam atau memegang benda, seperti memasang
jilbab. Rasa kebas bersifat hilang timbul, dan dirasakan terutama pada
malam hari, dan berkurang bila digerak-gerakkan. temuan klinis pada pasien ini
menunjukkan gejala khas pada carpal tunnel syndrome yaitu: nyeri ditangan yang
juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga sering membangunkan
penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak berkurang bila penderita
memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau dengan meletakkan
tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan berkurang bila penderita

37
lebih banyak mengistirahatkan tangannya. Kebas hanya dirasakan pada jari tangan
kanan saja. Pasien juga sering mengeluh jarinya terasa kesetrum dan menjalar
hingga ke lengan. Riwayat demam sebelumnya disangkal, riwayat jatuh bertumpu
pada tangan disangkal. Riwayat tidur bertumpu dengan tangan disangkal.
Riwayat kelemahan anggota gerak lainnya juga disangkal. Temuan klinis ini
untuk menyingkirkan diagnosa banding dari carpal tunnel syndrome. Dimana
berdasarkan penelitian berbagai penyakit degeneratif dapat menyebabkan
munculnya CTS sebagai salah satu bentuk komplikasi. Kondisi-kondisi medis
penyebab CTS di antaranya adalah diabetes mellitus, perubahan hormonal
khususnya pada wanita (kehamilan, menopause, penggunaan kontrasepsi oral),
obesitas, cidera (dislokasi dan fraktur), dan keganasan misalnya arthritis
rheumatoid.2

Sebagian kasus STK tidak diketahui penyebabnya sedangkan pada kasus


yang diketahui, penyebabnya sangat bervariasi. Kebanyakan penulis berpendapat
bahwa STK mempunyai hubungan yang erat dengan penggunaan tangan secara
repetitif dan berlebihan.10 Gerakan berulang pada tangan dan pergelangan tangan
merupakan aktivitas kerja berulang yang melibatkan gerakan tangan atau
pergelangan tangan atau jari-jari seperti tangan mencengkeram atau pergelangan
tangan fleksi dan ekstensi, deviasi ulnar dan radial, dan suspinasi dan pronasi.
Sebagian besar penenlitian mengungkapkan bahwa pekerjaan berulang yang
merupakan suatu faktor risiko CTS memiliki pengaruh pada faktor beban kerja
fisik.2 Pada kasus diatas terbukti bahwa pasien adalah seorang ibu rumah tangga
yang sering menggunakan tangan secara repetitif dan berlebihan, dimana
berdasarkan anamnesis pasien sering bekerja menyuci pakaian dengan
menggunakan tangan serta menggiling cabe dan menyuci piring yang hampir
dilakukannya setiap hari.
Penegakan diagnosa STK didasarkan atas gejala klinis dan pemeriksaan
fisik yang meliputi berbagai macam tes. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti
pemeriksaan radiologis, laboratoris dan terutama pemeriksaan neurofisiologi
dapat membantu usaha menegakkan diagnosa.

38
Penatalaksanaan STK dikelompokkan atas 2 dengan sasaran yang berbeda.
Terapi yang langsung ditujukan terhadap STK harus selalu disertai terapi terhadap
keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya STK. Terapi terhadap STK
dikelompokkan lagi atas terapi konservatif dan terapi operatif (operasi terbuka
atau endoskopik). Sekalipun prognosanya baik, kemungkinan kambuh masih tetap
ada.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Jagga,V.Lehri,A.etal.2011. Occupation and its association with Carpal


Tunnel syndrome- AReview. Journal Of Exercise Science and
Physiotherapy.Vol. 7, No. 2: 68-78.
2. Kurniawan Bina, jayanti Siswi, Setyaningsih Yuliani. Faktor Risiko
Kejadian CTS pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karang cengis,
Purbalingga. Kesehatan dan Keselamatan Kerja FKM UNDIP. Jurnal
Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3/No. 1/ Januari. 2008.
3. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome.The Canadian Journal of
CME.2001,101-117.
4. Tana, Lusiana watyetal. Carpal Tunnel Syndrome Pada Pekerja Garmendi
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: 73-82.
5. Rambe, Aldi S. 2008. Sindroma Terowongan Karpal. Bagian Neurologi FK
USU.
6. Moeliono F. Etiologi, Diagnosis dan Terapi Sindroma Terowongan Karpal
(S.T.K.) atau (Carpal Tunnel Syndrome/CTS). Neurona. 1993; 10 : 16-27.
7. Salter RB. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal
nd
System. 2 ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; 1983.p.274-275
rd
8. Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 3 ed. Lakeland (Florida) :
Greenberg Graphics; 1994.p.414-419.
th
9. DeJong RN. The Neurologic Examination revised by AF.Haerer, 5 ed, JB
Lippincott, Philadelphia, 1992; 557-559.
10. Rosenbaum R. Carpal Tunnel Syndrome dalam Johnson RT dan Griffin
JWCurrent Therapy in Neurologic Disease. 5th ed. St.Louis: Mosby; 1997.
p.374-379
11. Bahrudin,Mochamad. Carpal Tunnel Syndrome. Malang:FK UMM. 2011.
Vol.7 No. 14. Diakses melalui: http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed
/article/view/1090 (diakses 5 Februari 2019).
12. Darno. 2011. Hubungan Karakteristik Pekerja dan Gerakan Berulang

40
dengan Kejadian CTS pada Pemetik Daun Teh di PT. Rumpun Sari
Kemuning. Surakarta : UNS. Skripsi.
13. Verina YD. 2006. Hubungan Karakteristik Pekerja, Frekuensi Gerakan
berulang dan Faktor Kesehatan dengan Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
pada Pemetik Melati. Semarang: UNDIP.
14. Salter, R. B. 2009. Textbook of Disorders and Injuries of the
Musculoskeletal System. 2nd ed. Baltimore: Williams&Wilkins Co; p.274-
275.
15. Pecina, Marko M. Markiewitz, Andrew D. 2010. Tunnel Syndromes:
Peripheral Nerve Compression Syndromes Third Edition. New York: CRC
PRESS.
16. Mumenthaler, Mark. Et al. 2006. Fundamentals of Neurologic Disease.
Stuttgard: Thieme.
17. Katz, Jeffrey N., et al. 2011. Carpal Tunnel Syndrome. N Engl J Med. Vol.
346, No. 23.
18. Latov, Norman. Peripheral Neuropathy. New York: Demos Medical
Publishing. 2007.
19. George, Dewanto. Riyanto, Budi. Turana, Yuda, et al. Panduan Praktis
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. 2009;h.120-123

41

Anda mungkin juga menyukai