Oleh:
Pembimbing:
dr. Arimaswati, M. Sc
Judul Laporan : Low Back Pain Pada Staff Check In Counter di Bandar
Udara Halu Oleo Kendari
Telah menyelesaikan tugas kelompok dalam rangka kepaniteraan klinik
pada Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
dr. Arimaswati, M. Sc
NIP. 19821213 200912 2 003
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan laporan
kasus ini dengan baik. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan laporan kasus ini
sebagai tugas dalam rangka menyelesaikan stase ilmu kesehatan masyarakat dan
ilmu kedokteran komunitas dengan judul “Low Back Pain Pada Staff Check In
Counter di Bandar Udara Halu Oleo Kendari”
Penulis tentu menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk laporan
kasus ini, supaya nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Kemudian apabila
terdapat banyak kesalahan pada laporan ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya
kepada dosen pembimbing kami yang telah membimbing dalam penulisan laporan
kasus ini. Demikian, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Low back pain (LBP) adalah nyeri atau rasa tidak nyaman di bawah
arcus costa dan di atas inferior gluteal folds, dengan atau tanpa nyeri di kaki
yang menjalar. Hal ini mungkin dirasakan sebagai rasa sakit, rasa terbakar,
rasa tertusuk, tajam atau lemah, dapat didefinisikan dengan baik, atau samar
dengan intensitas menengah sampai berat (Duthey, 2013). Low back pain
dilaporkan sebagai masalah kesehatan yang sangat umum dimana WHO
memperlihatkan proporsi yang hampir sama di beberapa negara
(Manchikanti, 2000). Sekitar seperempat dari penduduk dewasa Amerika
Serikat dilaporkan memiliki LBP setidaknya 1 hari penuh dalam 3 bulan
terakhir (Deyo dkk., 2006) dan 7,6 % dilaporkan mengalami setidaknya 1
episode LBP akut berat dalam satu tahun terakhir (Carey dkk., 1996). The
2010 Global Burden of Disease Study bahkan memperkirakan low back pain
berada pada 10 penyakit teratas yang termasuk dalam Disability-adjusted life
years (DALY) di dunia (Priority Medicines for Europe and Worldwide,
2013). Data prevalensi kejadian LBP di Indonesia disebutkan sebanyak 18%
(Eko dan Putra, 2009).
Potensi bahaya terdapat hampir di setiap tempat dimana dilakukan
suatu aktivitas, baik di rumah, di jalan, maupun di tempat kerja. Apabila
potensi bahaya tersebut tidak dikendalikan dengan tepat akan dapat
menyebabkan kelelahan, sakit, cidera, dan bahkan kecelakaan yang serius.
Dalam Undang - Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
pengurus perusahaan mempunyai kewajiban untuk menyediakan tempat kerja
yang memenuhi syarat keselamatan dan kesehatan. Sedangkan tenaga kerja
mempunyai kewajiban untuk mematuhi setiap syarat keselamatan dan
kesehatan yang ditetapkan baginya. Syarat-syarat keselamatan dan kesehatan
sesuai Undang-undang Keselamatan Kerja tersebut antara lain untuk
mencegah dan mengurangi kecelakaan, mencegah dan mengendalikan
timbulnya penyakit akibat kerja, mencegah dan mengendalikan pencemaran
udara serta menyediakan penerangan dan mikroklimat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi biaya
perawatan dan rehabilitasi akibat kecelakaan dan sakit, meningkatkan
produktivitas kerja, meningkatkan moral dan hubungan atau relasi perusahaan
yang lebih baik (Tarwaka, 2008).
Mengingat potensi bahaya terdapat hampir diseluruh tempat kerja,
maka upaya untuk mencegah dan mengurangi risiko yang mungkin timbul
akibat proses pekerjaan perlu segera dilakukan. Melalui hazard management
proccess, risiko yang mungkin timbul dapat diidentifikasi, dinilai dan
dikendalikan sedini mungkin melalui pendekatan preventif, inovatif dan
partisipatif (Tarwaka, 2008).
Kondisi perekonomian yang semakin kondusif serta pendapatan
masyarakat yang meningkat lebih baik menjadikan masyarakat menengah ke
bawah telah dapat menikmati perjalanan menggunakan pesawat udara.
Meningkatnya jumlah penumpang dan barang yang diangkut pesawat udara
menjadikan fungsi bandar udara sebagai prasarana penerbangan adalah sangat
penting terutama pada bandar udara yang besar dengan pergerakan pesawat
tinggi dimana dalam pengoperasiannya harus menyediakan fasilitas yang
lengkap dalam upaya menyediakan kemudahan dan pelayanan yang prima
kepada calon penumpang dan pengunjung. Bandar udara merupakan tempat
bertemunya banyak orang dari berbagai tempat. Selain itu juga tempat
berkumpulnya banyak orang yang melakukan kegiatan dan bekerja untuk
menunjang operasi penerbangan yang lancar, aman, nyaman dan selamat baik
bagi pesawat yang mendarat maupun yang tinggal landas (Tarwaka, 2008).
Sehubungan banyaknya pekerja dan petugas yang terlibat pekerjaan di
dalam dan di lingkungan bandar udara, maka masalah kesehatan kerja yang
terkait lingkungan di bandar udara sangat perlu diperhatikan. Beberapa
kondisi yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada pekerja dan
petugas yang beraktifitas di bandar udara antara lain potensi bahaya fisika,
kimia, ergonomis dan psikososial.
Sebagaimana diketahui potensi bahaya ergonomis dapat menimbulkan
gangguan kesehatan bagi para personel/pekerja yang setiap hari
melaksanakan pekerjaan dalam posisi duduk, salah satunya adalah staff
chekin bandara. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang Kesehatan (Bagian keenam, pasal 23) tentang Kesehatan Kerja pada
ayat (3) menyebutkan “setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan
kesehatan kerja”. Sehubungan hal tersebut perlu dilakukan suatu kajian
mengenai kesehatan kerja staff check in counter di Bandar Udara Halu Oleo
Kendari.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan pendekatan diagnosis kedokteran okupasi penyakit akibat kerja
pada pegawai staff check in counter di Bandar Udara Halu Oleo Kendari.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik pasien low back pain pada pegawai staff
check in counter di Bandar Udara Halu Oleo Kendari.
b. Mengetahui potensi bahaya yang timbul pada pasien low back pain
pada pegawai staff check in counter di Bandar Udara Halu Oleo
Kendari.
c. Melakukan pendekatan diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) dan
penyakit akibat hubungan kerja (PAHK).
C. Manfaat
1. Manfaat Bagi Penulis
Menambah pengetahuan penulis tentang kedokteran okupasi, mampu
melakukan penilaian bahaya potensial dan mampu melakukan pendekatan
diagnosis penyakit akibat kerja (PAK) dan penyakit akibat hubungan kerja
(PAHK).
2. Bagi Pasien
Memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang diderita
akibat hubungan kerja (PAHK) dan bahaya potensial yang dapat terjadi.
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
BAB III
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. MF
Umur : 38 tahun
Alamat : Kecamatan Konda
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Pernikahan : Menikah
Kedudukan dalam keluarga : Anak pertama dari empat bersaudara
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Staf check-in counter
Keluhan Utama
Rasa sakit dan tidak nyaman di daerah punggung bagian bawah
Riwayat perjalanan penyakit sekarang
Selama satu tahun terakhir, Tn. MF merasakan rasa sakit dan tidak
nyaman di daerah punggung bagian bawah yang dirasakan setelah bekerja. Rasa
sakit dan tidak nyaman tidak dirasakan menjalar ke regio lain, tidak terasa panas
ataupun tertusuk-tusuk. Nyeri dirasakan pertama kali saat pasien telah
menyelesaikan shift sebagai staf check-in counter di Bandar Udara Halu Oleo.
Nyeri bertambah berat terutama ketika pasien mengangkat barang dari lantai,
duduk teralalu lama saat bekerja atau berdiri terlalu lama. Nyeri berkurang
dirasakan saat berisirahat atau berbaring. Pasien tidak pernah melakukan
pengobatan spesifik terhadap keluhan yang dideritanya. Pasien hanya melakukan
peregangan atau diurut ketika merasakan keluhan. Nafsu makan pasien masih baik
dan tidak terjadi penurunan berat badan yang bermakna. Pasien tidak
mengeluhkan demam, mual muntah, batuk, sesak, maupun kelemahan anggota
gerak. Pasien tidak mengeluhkan gangguan BAB dan BAK.
Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada riwayat penyakit yang sama sebelumnya.
Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Riwayat kebiasaan
Riwayat kebiasaan dalam hal ini yaitu pola makan berlebih (-), konsumsi
karbohidrat berlebih (+), berolahraga rutin (-), riwayat merokok (-), duduk dalam
durasi yang lama (+), mengangkat beban berlebihan (+), posisi kerja yang tidak
ergonomis (+).
Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja di Bandar Udara Halu Oleo sebagai staf check-in counter
sejak 2 tahun yang lalu. Pasien bertugas dalam pemeriksaan tiket dan
penimbangan barang bawaan penumpang. Pasien bekerja shift selama 8 jam sehari
selama 6 hari dan off 1 hari. Pasien tidak memiliki pekerjaan sampingan.
C. Anamnesis Okupasi
1. Jenis Pekerjaan
Jenis Bahan/material Tempat kerja Masa kerja
Pekerjaan yang digunakan (perusahaan) (dalam
bulan/tahun)
Staf Komputer, Bandar Udara 2 tahun
check-in timbangan, Halu Oleo
counter kursi, meja
2. Uraian Tugas
Waktu Kegiatan
(WITA
)
04.00 – Bangun pagi
04.30 dan
merapikan
rumah
04.30 – Mandi, solat
05.00 dan bersiap –
siap untuk
kerja
05.00 – Sarapan pagi
05.30
05.30 – Berangkat
06.00 kerja
06.00 – Mengisi daftar
06.01 hadir
06.02 – Duduk di
11.45 depan
komputer
untuk
mengerjakan
administrasi
penumpang
pesawat yang
akan terbang.
11.46 – Istirahat Solat
12.15 dan makan
siang
12.16 – Duduk di
14.00 depan
komputer
untuk
mengerjakan
administrasi
penumpang
pesawat yang
akan terbang.
14.01 Pulang kerja
3. Bahaya Potensial
Tabel 2. Potensi bahaya di bagian check in counter Bandar Udara Halu Oleo
Bahaya Potensial Risiko
Urutan Kegiatan Fisiologik/ Gangguan Kecelakaan
Fisik Kimia Biologi Psikologi
Ergonomi Kesehatan Kerja
Pemeriksaan
tiket dan Duduk lama,
mencocokkan Radiasi Sikap duduk Kerja yang Low back pain, stress,
- - -
data sesuai Komputer yang salah, monoton penurunan visus
identitas gerakan repetitif
penumpang
Ket : Nyeri:
Keterangan:
Tangan kanan-kiri
(skor = 1) risiko
rendah
Siku kanan-kiri (skor
= 1) risiko rendah
Bahu kanan-kiri
(skor=1) risiko
rendah
Leher (skor = 3)
risiko tinggi
Tungkai Kanan-Kiri
(skor = 3) risiko
tinggi
3 3 3 3 3 3 3 3 3 Punggung (skor = 3)
risiko tinggi
D. Pemeriksaan Fisik
Identitas Responden
a. Nama : Tn. MF
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. Tanggal Lahir : 11 April 1981
d. Pekerjaan :
a) Nama Pekerjaan : Staf check-in counter
b) Nama Tempat Kerja : Bandar Udara Halu Oleo
1. Tanda Vital
a. Nadi : 84 x/menit c. Tekanan Darah (duduk) : 130/90 mmHg
b. Pernapasan : 20 x/menit d. Suhu Badan : 36,9oC
2. Status Gizi
a. Tinggi Badan : 157 cm
b. Berat Badan : 50 kg
c. IMT : 20,32 kg/m2
d. Bentuk Badan: Astenikus
3. Tingkat Kesadaran dan Keadaan Umum
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Tampak Kesakitan : Tidak
c. Gangguan Saat Berjalan : Tidak
4. Kelenjar Getah Bening
a. Leher : Normal
b. Submandibula : Normal
c. Ketiak : Normal
d. Inguinal : Normal
5. Mata Mata Kanan Mata Kiri
a. Persepsi Warna Normal Normal
b. Kelopak Mata Normal Normal
c. Konjungtiva Normal Normal
d. Kesegarisan/gerak bola mata Normal Normal
e. Sklera Normal Normal
f. Lensa Mata Tidak keruh Tidak keruh
g. Bulu Mata Normal Normal
h. Penglihatan 3 dimensi Normal Normal
i. Visus Mata : tanpa koreksi : -
Dengan koreksi : -
6. Telinga Telinga Kanan Telinga Kiri
a. Daun telinga Normal Normal
b. Liang telinga Normal Normal
- Serumen Tidak ada Tidak ada
c. Membrana timpani Intak Intak
d. Test berbisik Normal Normal
7. Hidung
a. Meatus Nasi Normal
b. Septum Nasi Normal
c. Konka Nasal Normal
d. Nyeri Ketok Sinus Maxillaris Normal
8. Tenggorokan
a. Pharynx Normal
b. Tonsil : Kanan : T0 T1 T2 T3 Kiri : T0 T1 T2 T3
c. Ukuran Normal Hiperemis Normal
Hiperemis
d. Palatum Normal
e. Lain-lain
9. Leher
a. Gerakan Leher Normal Terbatas
b. Kelenjar Thyroid Normal Tidak normal
c. Pulsasi Carotis Normal Bruit
d. Tekanan Vena Jugularis Normal Tidak normal
e. Trachea Normal Deviasi
f. Lain-lain : ……….
10. Dada Keterangan
a. Bentuk Simetris Asimetris
b. Mammae Normal Tidak normal Tumor : Ukuran
Letak
Konsistensi
c. Lain-lain : ………...
11. Paru-paru dan Jantung
Keterangan
a. Palpasi Normal Tidak normal
Kanan Kiri
b. Perkusi Sonor Redup Hipersonor Sonor Redup
Hipersonor
Ictus Cordis : Normal Tidak normal,
sebutkan
Batas Jantung: Normal Tidak normal,
sebutkan
c. Auskultasi :
- Bunyi napas Vesikuler Bronchovesikul Vesikuler
Bronchovesikuler
- Bunyi napas tambahan tak ada ronkhi wheezing tak ada
ronkhi wheezing
- Bunyi jantung Normal Tidak normal, sebutkan
12. Abdomen
Keterangan
a. Inspeksi Normal Tidak normal
b. Perkusi Timpani Redup
c. Auskultasi : Bising Usus Normal Tidak normal
d. Hati Normal Tidak terabam
e. Limpa Normal Teraba shoeffne
Kanan : Normal Kiri : Normal
Tidak Tidak
f. Ginjal Normal
Kanan : Normal Kiri : Normal
Tidak Tidak
g. Ballottement Normal
Kanan : Normal Kiri : Normal
Tidak Tidak
13. a. Tulang/Sendi Ekstremitas Atas
Kanan Kiri
- Gerakan Normal Tidak normal Normal Tidak normal
- Tulang Normal Tidak normal Normal Tidak normal
- Sensibilitas Baik Tidak baik Normal Tidak baik
- Oedema Tidak ada Ada Tidak ada Ada
- Varises Tidak ada Ada Tidak ada Ada
- Kekuatan otot
- Vaskularisasi Baik Tidak baik Normal Tidak baik
- Kelainan Kuku Jari Tidak ada Ada Tidak ada Ada
Pemeriksaan Khusus :
b.Tulang/Sendi Estremitas Bawah
Kanan Kiri
- Gerakan Normal Tidak normal Normal Tidak normal
- Tulang Normal Tidak normal Normal Tidak normal
- Sensibilitas Baik Tidak baik Normal Tidak baik
- Oedema Tidak ada Ada Tidak ada Ada
- Varises Tidak ada Ada Tidak ada Ada
- Kekuatan otot
- Vaskularisasi Baik Tidak baik Normal Tidak baik
- Kelainan Kuku Jari Tidak ada Ada Tidak ada Ada
Pemeriksaan Khusus :
d. Otot Motorik Kanan Kiri
1. Trofi Normal Tidak normal Normal Tidak normal
2. Tonus Normal Tidak normal Normal Tidak normal
3. Kekuatan 5/5/5/5 5/5/5/5
4. Gerakan abnormal :
Tidak ada
Tic Ataxia Lainnya …..
14. Refleks
Kanan Kiri
a. Refleks Fisiologis patella Normal Tidak normal Normal Tidak
normal
Lainnya…...
b. Refleks Patologis : Babinsky Negatif Positif Negatif Positif
Lainnya…..
15. Kulit
Lokasinya
a. Kulit Normal Tidak normal
b. Selaput Lendir Normal Tidak normal
c. Kuku Normal Tidak normal
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Substansi
Fungsi
Kimia
A2 fosfolipase Mediasi
hiperalgesia
mekanis
Nitrit oksida Menghambat
hiperalgesia
mekanis dan
memproduksi
hiperalgesia
termal
MMP-2 Degradasi
(gelatinosa A) gelatin (kolagen
dan MMP-9 fibrilar yang
(gelatinosa) terdenaturasi)
dan molekul
matriks lainnya
Bekerja secara
sienergis dengan
MMP-1
MMP-1 MMP-1
(kolagenase-1) mendegradasi
kolagen
MMP-3 MMP-1 dan
(stromelisin-1) MMP-3
berperan dalam
rgresi dari
discus
intervertebralis
yang mengalami
herniasi
IL-1,TNF-α, Mendorong
prostaglandin degradasi
E2 matriks
CGRP. Modulasi respon
Gluatamat, ganglion dorsal
substansi P root
IL-6 Induksi sintesis
TIMP-1
TIMP-1 Inhibisi MMPs
TGF-β Blok sintesis
MMPs
IGF-1, PDGF Efek
antiapoptotik
Sumber: Biyani dan Andersson, 2004
Nitrit oksida telah dideteksi dalam jaringan yang bergranulasi di sekitar
discus intervertebralis tulang belakang yang tertekan dengan teknik
histokima dan hibridisasi in situ (Kang dkk., 1996 dalam Biyani dan
Andersson, 2004). Beberapa peneliti telah mengaitkan A2 fosfolipase, derivat
dari nukleus pulposus yang mengalami herniasi, dalam menghasilkan nyeri
dengan mengiritasi akar saraf (Kawakami dkk., 1998 dalam Biyani dan
Andersson, 2004), namun masih menjadi bahan perdebatan. Penelitian yang
diakukan Kawakami dkk (lihat Biyan dan Andresson, 2004) menyimpulkan
bahwa autologous nucleus pulposus yang ditempatkan pada akar saraf lumbar
memproduksi hiperalgesia mekanis dan anulus fibrosus memprovokasi
hiperalgesia termal. Hiperalgesia mekanis mungkin dimediasi oleh aktivasi A2
fosfolipase karena mepakrin, adalah inhibitor selektif dari A 2 fosfolipase
secara relatif, menghilangkan hiperalgesia mekanis yang dihasilkan nukleus
pulposus. Hiperalgesia termal yang dihasilkan anulus fibrosus autolog
mungkin diinduksi oleh efek langsung dari nitrit oksida pada tingkat dorsal
root ganglion. Kawakami dkk (lihat Biyani dan Andresson, 2004)
berspekulasi bahwa nitrit oksida mungkin menghambat hiperalgesia mekanis
dan memproduksi hiperalgesia termal secara paradoks, tergantung dari jumlah
asam nitrat yang diprosuksi.
Matriks metalloproteinase (MMPs) merupakan keluarga dari enzim
zinc-dependent yang mampu mendegradasi komponen lamina basalis dan
ekstraseluler. Matriks metalloproteinase berperan dalam remodelling matriks
ekstraseluler yang normal pada jaringan ikat. Active form dan inactive
proform dari MMP-2 dan MMP-9 telah ditemukan meningkat pada spesimen
discus intervertebralis yang berdegenerasi (Kang dkk., 1996 dalam Biyani
dan Andresson, 2004) dan MMP-1 (kolagenase-1) dan MMP-3 (stromelisin-
1) berimplikasi pada patogenesis herniasi discus intervertebralis. Aktivitas
MMP juga lebih banyak pada herniasi discus intervertebralis dibandingkan
kelainan discus intervertebralis lainnya (Nemoto dkk., 1997 dalam Biyani
dan Andersson, 2004). Kang dkk (lihat Biyani dan Andersson, 2004)
menemukan pengingkatan produksi MMP secara in vivo pada herniasi diskus
lumbaris pasien yang menjalani diskectomy dibandingkan dengan spesimen
diskectomy dari pasien yang menjalani operasi anterior untuk skoliosis dan
fraktur burst traumatis.
Penekanan pada nukleus pulposus ke spatium epidural memicu respon
autoimun dan infiltrasi sel inflamasi. Sel-sel inflamasi ini mensekresikan
sitokin kemotatik yang lebih lanjut membentuk makrofag. Sitokin, seperti
interleukin-1 (IL-1) dan tumor necrosis factor-α (TNF-α) dipercaya
meningkatkan produksi MMP (Nemoto dkk., 1997 dalam Biyani dan
Andersson, 2004). Takahashi dkk (lihat Biyani dan Andersson, 2004)
menunjukkan analisis biokimia dan imunohistokimia dari jaringan discus
intervertebralis 77 pasien dengan discus intervertebalis yang mengalami
herniasi dan menemukan peningkatan produksi prostaglandin E 2 dan adanya
IL-1, IL-6 dan TNF-α. MMP diproduksi dengan menginvasi pembuluh darah,
jaringan perivaskular, dan sel-sel pada discus intervertebralis.
Ekspresi MMP-1 dan MMP-3 telah ditemukan lebih tinggi pada
jaringan granulasi, kondrosit, makrofag, dan fibroblas dari penekanan
transligamen dan spesimen yang diisolasi dari discus intervertebralis yang
mengalami protrusi. Penemuan ini menunjukkan jaringan inflamasi
menyebabkan degradasi pada material diskus dan kolagen yang terdapat pada
posterior longitudinal ligament (PLL), yang menimbulkan kelemahan bahkan
rupturnya PLL. Kemungkinan lain ialah peningkatan produksi MMP setelah
PLL ruptur (Matsui dkk., 1998 dalam Biyani dan Andersson, 2004).
Penelitian menunjukkan bahwa proform dari MMPs, seperti
prostromelisin, disekeresikan oleh sel diskus intervertebralis dan proform ini
kemudian bisa menjadi teraktivasi oleh sitokin (Kang dkk., 1996 dalam
Biyani dan Andersson, 2004) Sedowofla dkk (lihat Biyani dan Andersson,
2004) melaporkan bahwa bentuk laten dari kolagenase lebih banyak 3,5 kali
daripada bentuk aktif dalam nukeus pulposus. Mereka juga melaporkan
kuantitas dari kolagenase laten 1,5 kali lebih besar daripada bentuk aktif
dalam anulus fibrosus.
Imhibitor endogen dari MMPs juga telah diidentifikasi. Tissue inhibitor
of metalloproteinase-2 (TIMP-2) dieksprsikan dalam kadar yang rendah di
semua jaringan, sedangkan ekspresi TIMP-1 meningkat ditingkatkan pada
material diskus intervertebralis yang patologis (Robert dkk., 2000 dalam
Biyani dan Andresson, 2004). Ketidakseimbangan antara MMPs dengan
TIMP endogen memainkan peranan yang penting dalam proses degenerasi
yang dinduksi resorpsi diskus (Doita dkk., 2001 dalam Byani dan Andersson,
2004). Doita dkk (lihat Biyani dan Andersson. 2004) melaporkan bahwa sel
yang diisolasi dari material diskus yang tertekan kemudian distimulasi dengan
IL-1α, IL-1β dan TNF-α memproduksi MMP-1 dan MMP-3 lebih banyak
secara in vitro dibandingkan dengan sel dari material diskus yang mengalami
protrusi dengan perlakuan yang sama. Rasio MMP-3:TIMP lebih tinggi pada
material diskus yang tertekan dibandingkan dengan kelompok kontrol (Doita
dkk., 2001 dalam Biyani dan Andersson, 2004). IL-6 dipercaya meningkatkan
produksi TIMP-1 (Nemoto dkk., 1997 dalam Biyani dan Andersson, 2004).
MMPs juga memainkan peran dalam riwayat herniasi diskus
intervertebralis. Degenerasi spontan khususnya herniasi diskus yang besar
dan mengalami protrusi dianggap berkaitan dengan peningkatan sintesis dari
MMPs. Mekanisme dari resorpsi diskus intervertebralis secara tepat belum
jelas, namun neovaskularisasi, infiltrasi makrofag, dan sitokin inflamasi
dipercaya berkaitan dengan proses resorpsi ni. Sitokin inflamasi seperti IL-1,
IL-6, dan TNF-α menginduksi dan meningkatkan ekspresi MMPs, yang
menimbulkan perburukan dari diskus intervertebralis yang mengalami
herniasi. Fibroblast growth factor juga mengatur aktivitas proteolitik dari
materil discus intervertebralis (Roberts dkk., 2000 dalam Biyani dan
Andersson, 2004) .
Brown dkk (lihat Biyani dan Andersson, 2004) menduga bahwa
terdapat proliferasi dari vaskuler dan saraf sensoris berisi gen kalsitonin
terkait peptida pada regio end-plate dan corpus vertevralis berhubungan
dengan degenerasi dikus. Peningkatan densitas saraf sensoris dan defek
lempeng kartilago menandakan kemungkinan adanya peran dari end plate dan
corpus vertebralis sebagai pemicu nyeri pada pasien dengan discus
intervertebralis yang mengalami herniasi.
5. Klasifikasi
Menurut Duthey (2013), terdapat beberapa tipe dari low back pain
sebagai berikut.
1) Nyeri punggung kronik (chronic back pain/ CLBP) didefinisikan sebagai
low back pain yang dirasakan lebih dari 7-12 minggu, atau setelah masa
penyembuhan atau nyeri punggung rekurens yang mempengaruhi
seseorang secara terus-menerus dalam waktu yang lama.
2) Nyeri punggung akut (acute back pain) didefinisikan sebagai low back
pain yang dirasakan kurang dari 12 minggu.
3) Nyeri punggung subakut (subacute pain) didefinisikan sebagai low back
pain yang dirasakan antara 6 minggu dan 3 bulan.
Jerkins (2002) memberikan 4 klasifikasi LBP yang didasarkan pada
perbedaan penyebab dan tingkat penatalaksanaan. Klasifikasi menurut Jerkins
adalah sebagai berikut.
1) Simple Mechanical Low Back Pain
Jenis LBP ini biasanya cocok ditatalaksana dengan perawatan
konservatif. Kategori terdiri dari banyak kondisi benigna dari LBP yang
bisa sembuh sendiri dalam 2-8 minggu (Souza, 1998 dalam Jerkins,
2002). Target utama dari penatalaksanaan adalah pengurangan masa
disabilitas dan pencegahan kronisitas dan gangguan psikologi. Terdapat
banyak penyebab dari simple mechanical low back pain dan biasanya
ditentukan dari jaringan yang menyebabkan nyeri. Beberapa sindrom
yang termasuk simple mechanical low back pain adalah facet syndrome,
sacroliliac joint syndrome, myofascial pain syndromes and lumbar
muscle sprain, spondylolysis, dan spondylolisthesis.
2) Low Back Pain with Radiculopathy
Low back pain with radiculopathy merupakan kondisi yang lebih
serius daripada simple mechanical low back pain. Low back pain ini
masih bisa ditangani dengan perawatan konservatif namun pemantauan
harus sering dilakukan untuk memastikan kondisi pasien membaik dan
gejala tidak menjadi lebih parah. Penyebab utama dari low back pain
with radiculopathy adalah herniasi diskus lumbar dan stenosis lumbar.
Akar saraf yang diiritasi oleh kedua kondisi tersebut akan menyebabkan
shooting pain dan paraestesia, sedangkan akar saraf yang terkompresi
akan menyebabkan kehilangan fungsi motoris dan sensoris pada daerah
distribusinya. Beberapa penyakit yang termasuk dalam low back pain
with radiculopathy adalah herniasi diskus lumbaris dan stenosis spinal
lumbaris (Jerkins, 2002).
3) Serious Pathological Low Back Pain
Pasien dengan gejala dan tanda yang mengarah ke serious
pathological low back pain membutuhkan investigasi lebih jauh dengan
segera. Hal ini termasuk pemeriksaan radiologi dengan X-Ray, CT scan,
MRI, bine scan, dan USG atau pemeriksaan darah. Penyakit-penyakit
yang termasuk dalam serious pathological low back pain ialah sindrom
kauda equina, artritis psoriastik, sindrom Reiter, artritis enteropatik dan
tumor tulang sekunder (Jerkins, 2002).
4) Low Back Pain with a Psychological Overlay
Beberapa kasus dari LBP mungkin disertai gejala psikologis
tambahan yang membuat tatalaksana konservatif menjadi tidak efektif,
misalnya pasien dengan klaim kompensasi untuk LBP-nya memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang tidak
memiliki klaim (Borenstein, 1996 dalam Jerkins, 2002). Penyebab-
penyebab lain termasuk ketidakpuasan dalam bekerja, nyeri kronis atau
kelainan psikologis yang mendasari, seperti depresi, ansietas atau
somatisasi.
Beberapa tanda yang mugkin ditunjukkan dari pasien dengan tipe
LBP ini adalah deskripsi penyebaran nyeri yang tidak anatomis dan hasil
tes yang tidak konsisten. Penggambaran lokasi nyeri bisa digunakan
untuk membedakan LBP yang organik dan non-organik, atau
psikologikal, berdasarkan reaksi pasien terhadap nyeri (Swenson, 1999
dalam Jerkins, 2002). Hasil tes yang tidak konsisten meliputi hasil positif
yang seharusnya mustahil secara fungsional seperti LBP yang disebabkan
oleh kompresi dari vertex kepala, atau Lasegue test yang positif dan
slump test yang negatif. Hal penting yang harus diketahui ialah
kelemahan yang tidak fisiologis, penggunaan narkotika yang berlebihan
dan distrakbilitas atau reaksi yang belebihan (Swenson, 1999 dalam
Jerkins, 2002).
6. Gejala Klinis
Menurut Duthey (2013), gejala-gejala klinis dari LBP adalah sebagai
berikut.
1) Ada rasa nyeri dan rasa tidak nyaman di bawah costal margin dan di atas
inferior gluteal folds, dengan atau tanpa nyeri yang menjalar pada kaki,
2) Rasa sakitnya bisa tiba-tiba atau meningkat secara bertahap,
3) Terdapat beberapa kasus LBP yang didasari penyakit tertentu, seperti
infeksi, tumor, osteoporosis, ankylosing spondylitis, fraktur, proses
inflamasi, sindrom radikuler, dan sindrom cauda equina.
7. Faktor Risiko
Menurut Lionel (2014), faktor risiko yang mempengaruhi kejadian LBP
pada orang dewasa ialah sebagai berikut.
1) Postur Tubuh Saat Bekerja
Studi ini mendapatkan bahwa terdapat hubungan yang cukup
signifikan antara LBP dengan postur tubuh yang buruk. Orang-orang
dengan postur tubuh yang buruk lebih berisiko 128,2 kali untuk
mendapatkan keluhan LBP (Lionel, 2014). Postur tubuh yang buruk
meningkatkan tekanan intramuskular dalam otot paraspinal dan tekanan
dalam diskus intervertebralis (Makhosus dkk., 2009 dalam Lionel, 2014).
2) Olahraga
Orang-orang yang jarang berolahraga mempunyai risiko 24,5 kali
lebih besar untuk mendapatkan keluhan LBP (Lionel, 2014). Otot-otot
punggung yang baik dapat menyokong tulang belakang dan memelihara
stabilitas tulang belakang. Kelemahan dari otot-otot tulang belakang
karena kurangnya aktivitas dan olahraga bisa menyebabkan LBP dan
diketahui sebagai sebab utama dari rekurensi (Lee dkk., 2012 dalam
Lionel, 2014).
3) Riwayat Keluarga
Orang-orang dengan riwayat keluarga yang positif LBP memiliki
risiko 16,2 kali lebih besar untuk mendapatkan keluhan LBP
dibandingkan dengan orang-orang yang tidak memilikinya (Zhang dkk.,
2008 dalam Lionel, 2014). IL-1 adalah salah satu sitokin paling penting
yang memengaruhi proses degenerasi diskus. Diskus intervertebralis
yang berdegenerasi menunjukkan ekspresi gen reseptor IL-1 10 kali lebih
banyak dibangdingkan diskus intervertebralis yang tidak berdegenerasi
(Zhang dkk., 2008 dalam Lionel, 2014). Otot tulang belakang dan
abdomen yang kuat penting dalam pencegahan LBP (Lee dkk., 2012
dalam Lionel, 2014). Serat otot mempunyai fitur berbeda yang
bertanggung jawab untuk tenaga, kecepatan kontraksi, stamina, kapasitas
oksidasi/glikolisis, dll. Fitur fisiologis dari serat yang akan terbentuk bisa
berubah pada hewan dewasa sampai perubahan pada penggunaannya
seperti kegaiatn fisik. Sinyal perubahan ini kebanyakan dikirimkan oleh
perubahan pada pola aktivitas listrik yang dihasilkan oleh saraf, dan pada
wilayah yang luas dapat menimbulkan perubahan pada ekspresi gen
(Gundersen, 2011 dalam Lionel, 2014).
4) Indeks Massa Tubuh
Orang-orang dengan IMT yang tinggi memiliki risiko 1,6 kali lebih
besar untuk mendapatkan atau memperberat keluhan LBP dibandingkan
dengan orang-orang dengan IMT normal (Lionel, 2014).
5) Tingkat Pendapatan
Orang-orang dengan pendapatan tinggi memiliki risiko 2,6 kali
lebih besar untuk mendapatkan atau memperberat LBP dibandingkan
dengan orang-orang dengan pendapatan yang renda dan menengah
(Lionel, 2014). Orang-orang dengan pendapatan tinggi lebih banyak
mengkonsumsi diet tinggi kalori dan lebih jarang melakukan aktivitas
fisik. Faktor ini bisa dikaitkan dengan obesitas, dimana obesitas juga
berkaitan dengan perkembangan keluhan LBP (Schumman dkk., 2010
dalam Lionel, 2014).
6) Tingkat Pendidikan
Orang-orang dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai 2,2 kali
lebih besar untuk mendapatkan LBP dibandingkan dengan orang-orang
dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Lionel, 2014). Orang-orang
India yang mempunyai tingkat pendidikan, pekerjaan dan sosioekonomi
yang rendah mempunyai prevalensi yang tinggi pada obesitas, kolestrol
HDL yang rendah, hipertrigliseridemia, merokok atau penggunaan
tembakau, dan aktivitas fisik yang rendah (Gupta, 2012 dalam Lionel,
2014), sehingga memiliki risiko yang tinggi untuk mendapatkan LBP.
Menurut penelitian yang dilakukan di Norwegia, tingkat pendidikan yang
tinggi berhubungan dengan jumlah perokok yang kecil. Kebiasaan tidak
merokok pada penduduk Norwegia dan Pakistan berhubungan dengan
tingkat pendidikan. Pendidikan mengoptimalkan fungsi tubuh dan tingkat
kesadaran akan kesehatan karena meningkatkan tingkat kesadaran
personal yang menambah dan memberikan gaya hidup sehat seperti jalan
secara rutin, latihan otot, minum dengan teratur, meghindari berat badan
berlebih dan merokok (Mirowsky dan Ross, 2003 dalam Lionel, 2014).
7) Konsumsi Alkohol
Orang-orang yang sering mengkonsumsi alkohol memiliki risiko
3,4 kali lebih besar untuk meperberat keluhan LBP dibandingkan dengan
orang-orang yang jarang mengkonsumsi alkohol. Peningkatan frekuensi
dan kuantitas konsumsi alkohol berhubungan dengan peningkatan berat
badan yang signifikan secara statistik (French dkk., 2010 dalam Lionel,
2014). Orang-orang yang tidak pernah minum alkohol memiliki
prevalensi sindrom metabolik yang lebih rendah dibandingkan dengan
orang-orang yang mengkonsumsi alkohol sebanyak 2-4 kali/hari (French
dkk., 2010 dalam Lionel, 2014). Sindrom metabolik adalah kelainan
dengan peningkatan obesitas abdominal, serum trigliserida yang tinggi,
dan tingkat HDL yang rendah (French dkk., 2010 dalam Lionel, 2014).
Penelitian menunjukkan berat badan berlebih dan IMT yang berlebihan
berhubungan dengan risiko yang lebih besar untuk memperparah
penyakit diskus lumbar (Schumman dkk., 2010 dalam Lionel, 2014).
Aterosklerosis diketahui menyebabkan obstruksi aliran darah dan
mengurangi suplai darah ke diskus intervertebralis. Pengurangan suplai
darah adalah penyebab dari degenerasi diskus yang bisa menyebabkan
LBP (Suri dkk., 2012 dalam Lionel, 2014).
h) Aktivitas Fisik
Andini (2015) menjelaskan bahwa aktivitas fisik yang baik
dan dilakukan dengan rutin dapat memperbaiki kualitias hidup,
mencegah osteoporosis dan berbagai jenis penyakit rangka lainnya.
Hal ini disebabkan aktivitas fisik yang baik dapat meningkatkan
suplai oksigen ke dalam otot sehingga menurunkan risiko untuk
mendapatkan keluhan muskuloskeletal termasuk LBP.
i) Riwayat Penyakit Terkait Rangka dan Riwayat Trauma
Beberapa penyakit dan kelainan pada rangka mempengaruhi
besarnya risiko mengidap LBP. Menurut Bridger (lihat Andini,
2015), orang dengan kasus spondylolisthesis akan berisiko
mendapatkan LBP pada jenis pekerjaan berat, tetapi kondisi seperti
ini sangat langka. Pasien dengan kelainan spina bifida acculta dan
jumlah ruas tulang belakang abnormal tidak memiliki konsekuensi.
Riwayat terjadinya trauma dapat meningkatkan risiko mendapatkan
LBP karena trauma merusak struktur tulang belakang yang dapat
mengakibatkan nyeri yang terus menerus.
2) Faktor Pekerjaan
a) Beban Kerja
Harrianto (lihat Andini, 2015) menjelaskan bahwa pekerjaan
atau gerakan yang menggunakan tenaga besar akan memberikan
beban yang besar pada otot, tendon, ligamen dan sendi sehingga
menyebabkan iritasi, inflamasi, kelelahan otot, kerusakan otot dan
jaringan lainnya. Penelitian yang dilakukan Nurwahyuni (lihat
Andini, 2015) melaporkan bahwa responden yang paling banyak
mengalami LBP adalah pekerja dengan berat beban >25 kg.
b) Posisi Kerja
Posisi kerja yang salah dapat meningkatkan energi yang
dibutuhkan dalam bekerja serta membuat transfer tenaga dari otot ke
jaringan rangka tidak efisien yang menyebabkan kelelahan. Posisi
kerja yang salah juga termasuk pengulangan atau waktu lama dalam
posisi menggapai, berputar, memiringkan badan, berlutut, jongkok,
memegang dalam posisi statis dan menjepit dengan tangan. Posisi-
posisi tadi memperbesar risiko cedera pada beberapa area tubuh
seperti bahu, punggung dan lutut (Straker, 2000 dalam Andini,
2015).
c) Repetisi
Frekuensi gerakaan yang terlalu sering akan memicu
kelelahan dan ketegangan otot tendon. Ketegangan tersebut dapat
dipulihkan dengan memberikan jeda waktu istirahat untuk
peregangan otot. Dampak repetisi gerakan dapat meningkat bila
gerakan tersebut dilakukan bersama posisi kerja yang salah, beban
yang berat dan dalam jangka waktu yang lama. Hal inilah yang
membuat repetisi gerakan bisa memperbesar risiko untuk
mendapatkan LBP (Bridger, 2008 dalam Andini, 2015).
d) Durasi
Durasi gerakan, terutama dalam posisi kerja yang salah, lebih
dari 10 detik akan membuat kontraksi otot lebih lama dan pasokan
oksigen ke dalam otot akan lebih sedikit. Hal ini mendasari adanya
kelelahan otot dan risiko mendapatkan LBP lebih besar (Straker,
2000 dalam Andini, 2015).
3) Faktor Lingkungan
a) Getaran
Getaran dapat menimbulkan kontraksi otot meningkat dan
menyebabkan peredaran darah yang tidak lancar dan penimbunan
asam laktat yang meningkat sehingga menimbulkan nyeri (Tarwaka,
2004 dalam Andini, 2015). Hal ini menyebabkan pekerja-pekerja
yang bekerja di lingkungan kerja dengan hazard getaran akan
meningkatkan risiko mereka untuk mendapatkan LBP.
b) Kebisingan
Andini (2015) menjelaskan bahwa kebisingan yang ada di
lingkungan kerja dapat memicu stres pekerja sehingga memicu dan
meningkatkan rasa nyeri akibat LBP.
8. Diagnosis Klinis
1) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
Gejala yang sering dirasakan pasien adalah nyeri saat bangun pagi
atau nyeri yang timbul setelah membungkukkan badan, meliukkan badan,
atau mengangkat benda. Episode rekurens biasanya lebih nyeri dengan
gejala-gejala yang lebih berat. Red flag sering digunakan untuk
menentukan episode yang umum atau benigna dari masalah yang lebih
signifikan yang membutuhkan pemeriksaan atau tatalaksana secepatnya
(Henscheke dkk., 2009 dalam Casazza, 2012).
Tabel 4. Red flag diagnosis penyakit LBP
B. Identifikasi Bahaya
3. Bahaya Psikososial
Selain itu, pegawai staff check in counter juga terpapar sumber potensial
hazard psikososial yang ada di tempat kerja meliputi: bekerja dalam shift,
beban kerja yang berlebihan, bekerja monotoni, mutasi dalam pekerjaan, tidak
jelasnya peran kerja, serta konflik dengan teman kerja (Kemenkes, 2011).
Gangguan kesehatan yang bisa diakibatkan adalah sebagai berikut.
1. Stress Akibat Kerja
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH)
mendefinisikan stres akibat kerja sebagai respon fisik dan emosional
berbahaya yang timbul apabila tuntutan pekerjaan tidak sesuai dengan
kemampuan atau kebutuhan pekerja (Kemenkes, 2011). Stres dipicu
oleh perubahan ekonomi dan kemajuan teknologi yang pesat yang
menambah tekanan para pekerja untuk menghasilkan lebih banyak
prosuk dalam waktu yang lebih singkat.
A. Kesimpulan
1. Pasien low back pain tersebut adalah seorang laki-laki berusia 38 tahun,
sudah menikah, memiliki pendidikan terakhir S1 dan bekerja sebagai staf
check-in counter sejak 2 tahun yang lalu. Pasien memiliki IMT normal,
riwayat merokok (-), duduk dalam durasi yang lama (+), mengangkat
beban berlebihan (+), posisi kerja yang tidak ergonomis (+), dan memiliki
durasi kerja selama 8 jam/hari selama 6 hari.
2. Potensi bahaya yang timbul meliputi bahaya fisik (radiasi), ergonomis
(duduk lama, mengangkat beban berat) dan bahaya psikososial (stres
kerja).
3. Diagnosis yang ditegakkan adalah low back pain akibat kerja.
B. Saran
1. Sebaiknya penulis lebih sering mempelajari undang-undang tentang
penyakit akibat kerja dan latihan melakukan diagnosis okupasi.
2. Menyarankan pihak Maskapai Lion Air di Bandar Udara Halu Oleo untuk
melakukan penyuluhan tentang pentingnya ergonomis yang baik dalam
pekerjaan pada pegawainya.
DAFTAR PUSTAKA
Andini, F. 2014. Risk Factors of Low Back Pain in Workers. J Majority 4(1): 12-
19.
Biyani, A., Andersson, G.B.J. 2004. Low Back Pain: Patophysiology and
Management. J Am Acad Orthop Surg 12(2): 106-115
Carey T.S., Evans A.T., Hadler N.M., Lieberman G., Kalsbeek W.D., Jackman
A.M., dkk. 1996. Acute severe low back pain. A population-based study
of prevalence and care-seeking. Spine 21:339-344.
Casazza, B.A. 2012. Diagnosis and Treatment of Acute Low Back Pain. American
Family Physician 4(85): 343-50
Chou R., Qaseem A., Snow V., Casey D., Cross J.T., Shekelle P. 2007. Diagnosis
and Treatment of Low Back Pain: A Joint Clinical Practice Guideline
from the American College of Physicians and the American Pain Society.
Ann Intern Med 147: 478-91.
Deyo R.A., Mirza S.K., Martin B.I. 2006. Back pain prevalence and visit rates:
estimates from U.S. national surveys. Spine. 31:2724-2727.
Duthey, B. 2013. Background Paper 6.24 Low back pain.
http://www.who.int/medicines/areas/priority_medicines/BP6_24LBP.pdf
19 Agustus 2019 (10:18)
Grandjean, E. 1993. Fitting the Task to the Man. Taylor & Franciss. London.
Gupta, N., dkk. 2015. Is Objectively Measured Sitting Time Associated with Low
Back Pain? A Cross-Sectional Investigation in the NOMAD Study. Plos
One 10(3).
Lionel, K.A. 2014. Risk Factors for Chronic Low Back Pain in Adults. A Case
Sontrol Study Done in Sri Lanka. Journal Pain Relief 3(5): 1-9.
Putra, R.N.Y., Ermawati, Amir, A. 2016. Hubungan Indeks Massa Tubuh (IMT)
denga Usia Menarche pada Siswi SMP Negeri 1 Padang. Jurnal
Kesehatan Andalas 5(3): 551-556
Sari, N.P.L.N.I,. Mogi, T.I., Angliadi, E. 2015. Hubungan Lama Duduk dengan
Kejadian Low Back Pain pada Operator Komputer Perusahaan Travel di
Manado. Jurnal e-Clinic 3(2) : 687-694.
Zatadin, Z.M. 2018. Hubungan Posisi Duduk dan Lama Duduk Terhadap Kejadian
Nyeri Punggung Bawah (NPB) Pada Penjahit Sektor Informal di
Kecamatan Laweyan Kota Surakarta. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Surakarta.
DOKUMENTASI