Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Sumadi, SKM, M.Kes selaku dosen
pengampu yang telah membimbing kami dalam pembuatan tugas ini dimana makalahini
dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Keselatan dan
Kesehatan Kerja (K3).
Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi para pembaca sehingga
menjadi motivasi bagi kita semua. Kami dari kelompok menyadari masih banyak
kekurangan kami seperti susunan kata dan tata bahasa dalam penulisan, untuk itu jikaada
kritik dan saran kami terima sehingga kami dapat memperbaiki penulisan kedepannya.
Sekian dan terimakasih atas perhatiannya
Penulis
i
DAFTAR ISI
1
mengesampingkan aspek ergonomi bagi para pekerjanya, hal ini tentunya sangat
merugikan para pekerja itu sendiri.
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman
merupakan hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Di era globalisasi menuntut
pelaksanaan Kesehatan dan Keselamaan Kerja (K3) di setiap tempat kerja. Untuk itu
perlu kita mengembangkan dan meningkatkan K3 dalam rangka menekan serendah
mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kepuasan kerja.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan definisi dari Ergonomi dan Fisiologi kerja.
2. Mendeskripsikan aplikasi pengukuran ergonomi dengan metode ROSA dan
BIFMA.
3. Mendeskripsikan tujuan dan manfaat pengukuran ddengan metode ROSA dan
BIFMA.
4. Mendeskripsikan dampak kesehatan yang ditimbulkan apabila bekerja tidak
sesuai ergonomi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Antropometri
Antropometri adalah bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia yang
bermanfaat untuk merancang suatu produk, peralatan, dan tempat kerja
(Iridiastadi, 2014). Menurut Nurmianto (2004) antropometri berasal dari ”anthro”
yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definisi
3
antropometri adalah suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh
manusia khususnya dimensi tubuh dan aplikasi yang menyangkut geometri fisik,
masa, dan kekuatan tubuh manusia. Antropometri adalah salah suatu kumpulan
data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran
bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data antropometri untuk penanganan
masalah. Menurut Nurmianto (2004) Antropometri dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu:
a. Antropometri Statis
Antropometri statis lebih berhubungan dengan pengukuran ciri-ciri fisik
mansuiadalam keadaan statis (diam) yang distandarkan. Dimensi yang diukur
pada antropometri statis diambil secara linier (lurus) dan dilakukan pada
permukaan tubuh saat diam.
b. Antropometri Dinamis
Antropometri dinamis lebih berhubungan dengan pengukuran ciri-ciri
fisik manusia dalam keadaan dinamis, dimana dimensi tubuh manusia yang
diukur dilakukan dalam berbagai posisi tubuh ketika bergerak sehingga lebih
kompleks dan sulit dilakukan.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menunjukan adanya perbedaan antropometri antara laki laki dan
perempuan. Di usia dewasa, laki—laki pada umumnya lebih tinggi daripada
perempuan, dengan perbedaan sekitar 10%. Namun perbedaan ini tidak terlihat
4
saat usia pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan maksimum perempuan terjadi
padausia sekitar 10-12 tahun. Pada usia ini perempuan jauh lebih tinggi dan berat
dibandingkan dengan laki-laki seusianya. Pada laki-laki tingkat pertumbuhan
maksimum terjadi pada usia 13-15 tahun. Selain lebih tinggi dan lebih berat, pada
umunya tubuh laki-laki juga lebih besar dibandingkan perempuan. Namun pada
beberapa dimensi, perbedaan ini tidak berarti seperti paha dan pinggul. Selain
dalam hal ukuran, perbedaan juga terlihat pada proporsi bagian-bagian tubuh dan
postur tubuh.
d. Ras dan Etnis
Ukuran dan prporsi tubuh manusia sangat bergam antar ras dan etnis yang
berbeda. Ukuran tubuh orang di Eropa rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan
ukuran tubuh orang yang berada di Asia. Orang Asia biasanya mempunyai postur
yang berbeda dengan Amerika dan Eropa, dengan proporsi kaki lebih pendek dan
punggung lebih panjang.
e. Pekerjaan dan Aktivitas
Perbedaan dalam ukuran dan dimensi fisik dapat dengan mudah kita temukan pada
kumpulan orang yang mempunyai aktivitas kerja berbeda. Petani di desa yang
terbiasa melakukan kerja fisik berat memiliki antropometri yang berbeda dengan
orang yang tinggal di kota dengan jenis pekerjaan kantoran yang duduk di
belakang komputer selama berjam jam. Orang yang berolahraga secara rutin juga
mempunyai postur tubuh yang berbeda dibandingkan dengan orang yang jarang
berolahraga.
f. Kondisi Sosio-Ekonomi
Faktor kondisi sosio-ekonomi berdampak pada pemberian nutrisi dan gizi yang
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan badan.
5
yang melingkupi panjang, tinggi, dan lebar segmen tubuh.
b. Lingkar Tubuh
Lingkar tubuh diukur sebagai panjang keliling permukaan tubuh misalnya,
lingkarpaha, lingkar perut, dan lingkar kepala.
c. Ketebalan Lapisan Kulit
Pengukuran kulit ini ditujukan untuk mengetahui kandungan lemak pada tubuh
yang kemudian dijadikan sebagai acuan tingkat kebugaran tubuh.
d. Sudut
Terdapat pengukuran sudut, yaitu dilakukan secara pasif dan aktif. Pengukuran
secara pasif ditujukan untuk mengetahui kecenderungan posisi tubuh ketika
bekerja, yang lebih lanjut lagi dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi resiko
kelainan otot rangka. Pengukuran sudut secara aktif dimaksudkan untuk
mengetahui fleksibilitas tubuh dalam bentuk kemampuan maksimum gerakan
system otot-sendi. Pengukuran aktif ini banyak dilakukan dalam studi yang
berhubungan dengan realibilitas, olahraga, dan biomekanika.
e. Bentuk dan Kontur Tubuh
Aspek ini diperlukan untuk merancang berbagai peralatan yang berhubungan
langsung dengan manusia, misalnya bentuk kaki untuk merancang sepatu yang
nyaman bagi pemakainya.
f. Berat Badan
Pengukuran berat badan bisa digunakan dalam beberapa hal, misalnya untuk data
diri dan untuk merancang peralatan yang berhubungan langsung dengan manusia.
Bursitis.
1. Berlutut, tekukan pada
Pembengkakan bursa antara Nyeri dan bengkak pada
siku, gerkan bahu yang
kulit dantulang atau tendon dan tempat yang sakit
berulang.
tulang. Bisa dilutut, siku, bahu
Carpal tunnel syndrome. Pengulangan pekerjaan
Penekanan syaraf yang Rasa tertusuk, nyeri, pergelangan tangan
melewatipergelangan kaku dengan menggunakan
2. peralatan yang bergetar.
tangan.
6
3. Celulitis Nyeri dan bengkak di Menggunakan peralatan
Infeksi telapak tangan karena telapak tangan tangan, palu.
mencuciberulang
Epicondilitis.
Bengkak di daerah dimana Nyeri dan bengkak di
4. Pengulangan pekerjaan.
tendon dantulang bersatu . Bila pinggiran luka
di siku (tennis elbow)
Ganglion.
Keras, kecil, bengkak
Kista di selaput sendi atau tendon. Pengulangan gerakan
5. sekelilingnya, biasanya
Biasanya di punggung, tangan.
nyeri
tangan dantungkai.
Osteo arthitis. Kaku dan nyeri tulang Beban lebih dalam jangka
6. Kerusakan sendi akibat parut belakang, leher dan sendi lama ar itualng belakang
di sendidan tumbuh tulang. lain. dan sendi lain.
Nyeri, bengkak, ngilu dan
Tendonitis.
bengkak dari tangan,kaki, Gerakan pengulangan.
7. Bengkak di area otot dan sendi
lengan, susah digerakkan.
bersatu.
Tenosynovitis. Nyeri, bengkak, ngilu, Pengulangan gerakn,
8. Bengkak tendon atau selaputnya. nyeri hebattangan, susah Mengangkat beban yang
digerakkan. tiba-tiba meningkat atau
pengenalan proses baru.
Tenson neck.
Bengkak di otot dan tendon di Nyeri terlokalsir di leher Harus mempertahankan
9. leherbahu. posisi tegak.
atau bahu.
7
Terdapat 5 faktor eksternal yang dapat menjadi faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya cedera pada tubuh bagian atas, yaitu:
a. Jumlah gerakan
b. Kerja otos statis
c. Beban
d. Dimensi peralatan
e. Lama kerja tanpa istirahat.
Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada setiap individu pekerja antara lain:
a. Postur tubuh
b. Kecepatan gerakan
c. Akurasi gerakan
d. Frekuensi dan lamanya delay
e. Umur dan pengalaman
f. Faktor sosial
Oleh sebab itu, RULA didesain untuk membahas faktor- faktor resiko di atas
terutama pada 4 faktor eksternal pertama. Adapun tujuan dari metode ini adalah
sebagai berikut :
8
3.
4. Action Level. Dari hasil nilai yang didapatkan, kemudian diklasifikasikan
menurut action level.
Rapid Entire Body Assessment atau yang biasa disebut dengan REBA yaitu
Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa pekerjaan berdasarkan
posisi tubuh adalah dengan metode Rapid Entire Body Assessment atau REBA.
Metode ini didesain untuk mengevaluasi pekerjaan atau aktivitas, dimana
pekerjaan tersebut memiliki kecenderungan menimbulkan ketidaknyamanan
seperti kelelahan pada leher, tulang punggung, lengan, dansebagainya. Metode ini
mengevaluasi pekerjaan dengan memberikan nilai (score) pada 5 aktivitas level
yang berbeda.
Analisa REBA dilakukan dengan membagi postur tubuh kedalam dua
kategori, kategori A dan B. Kategori A terdiri dari tubuh, leher dan kaki, sedangkan
kategori B terdiri dari lengan atas dan bawah serta pergelangan untuk gerakan ke
kiri dan kanan. Masing-masing kategori memiliki skala penilaian postur tubuh
lengkap dengan catatan tambahan yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam desain perbaikan. Setelah penilaian postur tubuh, yang
dilakukan kemudian adalah pemberian nilai pada beban atau tenaga yang
digunakan serta faktor terkait dengan kopling (Hignett, S., McAtamney, L.2000).
Nilai untuk masing-masing postur tubuh dapat diperoleh dari tabel penilaian yang
telah ada. Total nilai pada kategori A merupakan nilai yang diperoleh dari
penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel A dengan nilai beban atau
tenaga. Sedang total nilai pada kategori B merupakan nilai yang diperoleh dari
penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel B dengan nilai kopling
untuk kedua tangan. Nilai REBA diperoleh dengan melihat nilai dari kategori A dan
B pada tabel C untuk memperoleh nilai C yang kemudian dijumlahkan dengan nilai
aktivitas.
Sedangkan tingkatan risiko dari pekerjaan diperoleh dari tabel keputusan
REBA. Langkah-langkah yang diperlukan dalam menerapkan metode REBA ini
antara lain:
1. Mengambil data gambar posisi tubuh ketika bekerja.
2.
3. Menentukan bagian-bagian tubuh yang akan diamati, antara lain batang
tubuh, pergelangan tangan, leher, kaki, lengan atas, dan lengan bawah.
4. Penentuan nilai untuk masing-masing postur tubuh dan activity score.
5. Penjumlahan nilai dari masing-masing kategori untuk memperoleh nilai
REBA.
6. Penentuan level resiko dan pengambilan keputusan untuk perbaikan.
7. Membuat desain metode, fasilitas dan lingkungan kerja.
8. Implementasi dan evaluasi desain metode, fasilitas, dan lingkungan kerja.
9. Penilaian ulang dengan menggunakan metode REBA untuk desain baru
yangtelah diimplementasikan.
10. Evaluasi perbandingan nilai REBA untuk kondisi sebelum dan setelah
implementasi desain perbaikan.
Dalam metode ini penilaian dilakukan dengan menganalisa postur (yang di-
capture dalam kamera) yang penilaian dilakukan dengan mengisi checklist, seperti
penggunaan checklist pada REBA. Tujuan dari penilaian ergonomi ini adalah
sebagai screening tools untuk mengidentifikasi prioritas pengendalian ergonomi
ditempat kerja.
10
and Institutional Furniture Manufacturer’s Association). Guidline ini
bersifat universal dan dapat diaplikasikan kedalam berbagai jenis desain yang
berbeda.
Jangkau dekat 10 - 45 cm
11
5. Quick Exposure Check (QEC)
Salah satu cara mengukur faktor risiko ergonomi adalah “Quick Exposure
Check (QEC)”. QEC telah dikembangkan sebagai metode yang relatif sederhana
untuk digunakan dalam rangka evaluasi faktor risiko ergonomi. Ada empat bagian
tubuh yang dinilai pada metode ini, yaitu:
1. Tulang belakang (back)
2. Pundak dan tangan (shoulder and arm)
3. Telapak tangan (wrist and hand)
4. Leher (neck)
Keempat area tubuh di atas adalah bagian yang berisiko paling tinggi untuk
terjadinya CDs akibat faktor risiko ergonomi. Asesmen dilakukan menggunakan
multi-method analysis (triangulasi) yaitu dengan cara observasi, wawancara dan
mengisi checklist “Quick Exposure Check (QEC)”. Observasi bertujuan untuk
menilai beban yang diangkat, frekuensi kegiatan mengangkat dan posisi postur
tubuh pekerja. Wawancara bertujuan untuk mendapatkan informasi keluhan
kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan, terutama keluhan WMSDs.
A B C D
12
5 Sakit pada punggung
13
14
BAB III
HASIL PENGUKURAN
2. A. 57 cm <31 cm
B. 24 cm 14.9-24,9 cm
C. 20 cm 17.5-27.4 cm
Kursi B D. 47 cm <43 cm
E. 53 cm >31 cm
F. 49 cm <45 cm
G. 73 cm 70-75 cm
3. A. 43 cm <31 cm
B. 20 cm 14.9-24,9 cm
C. 0 cm 17.5-27.4 cm
Kursi C D. 38 cm <43 cm
E. 47 cm >31 cm
F. 38 cm <45 cm
G. 73 cm 70-75 cm
15
KETERANGAN
A Tinggi Sandaran Duduk
B Tinggi Sandaran Lumbal (Punggung)
C Tinggi Sandaran Siku
D Kedalaman Atas Siku
E Tinggi Atas Duduk
16
BAB IV
KESIMPULAN
Dimensi ukuran kursi kerja telah masuk dalam kisaran ukuran standar BIFMA. Dari uraian
tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa suatu desain produk harus berpusat
pada pemakainya (human centered). Untuk mendapatkan sikap kerja menyetrika yang lebih
dinamis diperlukan desain stasiun kerja setrika yang memungkinkan pekerjaan dapat
dilakukan dengan sikap duduk di suatu saat dan sikap berdiri atau duduk-berdiri di saat
lainnya.
17
BAB V
SARAN
18
BAB VI
LAMPIRAN
19
6.2. Form Pengujian Ergonomi
20
20