Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PRAKTIK K3 PENGUKURAN FAKTOR ERGONOMI

Dosen Pengampu : Sumadi, S.KM, M.Kes


Kelas Peminatan K3 Tahun Ajaran 2022/2023

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nyalah sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Terimakasih kami ucapkan kepada Bapak Sumadi, SKM, M.Kes selaku dosen
pengampu yang telah membimbing kami dalam pembuatan tugas ini dimana makalahini
dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktikum Keselatan dan
Kesehatan Kerja (K3).

Demikian makalah ini kami buat, semoga bermanfaat bagi para pembaca sehingga
menjadi motivasi bagi kita semua. Kami dari kelompok menyadari masih banyak
kekurangan kami seperti susunan kata dan tata bahasa dalam penulisan, untuk itu jikaada
kritik dan saran kami terima sehingga kami dapat memperbaiki penulisan kedepannya.
Sekian dan terimakasih atas perhatiannya

Jakarta, 8 Juli 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 3
2.1 Definisi Ergonomi .................................................................................................... 3
2.2 Tujuan Ergonomi ...................................................................................................... 3
2.3 Antropometri ............................................................................................................ 3
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Antropometri .............................................................. 4
2.5 Metode Pengukuran Antropometri .......................................................................... 5
2.6 Kelainan, Gejala dan Penyebab Tidak Ergonomis .................................................. 6
2.3 Metode Analisa Pengukuran Ergonomi ................................................................... 7
BAB III HASIL PENGUKURAN ................................................................................. 15
BAB IV KESIMPULAN ................................................................................................ 17
BAB V SARAN ............................................................................................................... 18
BAB VI LAMPIRAN...................................................................................................... 19
6.1 Dokumentasi Pengukuran Ergonomi. ...................................................................... 19
6.2 Form Pengujian Ergonomi........................................................................................ 20
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dengan segala sifat dan tingkah lakunya merupakan makhluk yang
sangat kompleks. Proses mempelajari manusia tidak cukup hanya ditinjau dari segi
keilmuan. Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa untuk mengembangkan
ergonomi diperlukan dukungan dari berbagai disiplin, antara lain
psikologi,antropologi, faal kerja, biologi, sosiologi, perencanaan kerja, fisika, dan lain-
lain (Sutalaksana, 1979). Perubahan waktu, walaupun secara perlahan-lahan, telah
merubah manusia dari keadaan primitif menjadi manusia yang berbudaya. Kejadian
ini antara lain terlihat pada perubahan rancangan peralatan-peralatan yang dipakai,
yaitu mulai dari batu yang tidak berbentuk menjadi batu yang mulai berbentuk dengan
meruncingkan beberapa bagian dari batu tersebut. Perubahan pada alat sederhana ini
menunjukkan bahwa manusia telah sejak awal kebudayaannya berusaha memperbaiki
alat-alat yang dipakainya untuk memudahkan pemakaiannya. Hal ini terlihat lagi pada
alat-alat batu runcing yang bagian atasnya dipahat bulat tepat sebesar genggaman
sehingga lebih memudahkan dan menggerakan pemakaiannya.
Perkembangan teknologi saat ini begitu pesatnya, sehingga peralatan sudah
menjadi kebutuhan pokok pada berbagai lapangan pekerjaan. Artinya peralatan dan
teknologi merupakan penunjang yang penting dalam upaya meningkatkan
produktivitas untuk berbagai jenis pekerjaan. Disamping itu disisi lain akan terjadi
dampak negatifnya, bila kita kurang waspada menghadapi bahaya potensial yang
mungkin timbul. Hal ini tidak akan terjadi jika dapat diantisipasi pelbagai resiko yang
mempengaruhi kehidupan para pekerja. Pelbagai resiko tersebut adalah kemungkinan
terjadinya Penyakit Akibat Kerja. Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dan
kecelakaan akibat kerja yang dapat menyebabkan kecacatan atau kematian. Antisipasi
ini harus dilakukan oleh semua pihak dengan cara penyesuaian antara pekerja, proses
kerja dan lingkungan kerja. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan ergonomi.
Dalam dunia kerja terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang
ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 1969 tentang ketentuan-
ketentuan pokok tenaga kerja merupakan subyek dan obyek pembangunan. Ergonomi
yang bersasaran akhir efisiensi dan keserasian kerja memiliki arti penting bagi tenaga
kerja, baik sebagai subyek maupun obyek. akan tetapi sering kali suatu tempat kerja

1
mengesampingkan aspek ergonomi bagi para pekerjanya, hal ini tentunya sangat
merugikan para pekerja itu sendiri.
Bekerja dengan tubuh dan lingkungan yang sehat, aman serta nyaman
merupakan hal yang diinginkan oleh semua pekerja. Di era globalisasi menuntut
pelaksanaan Kesehatan dan Keselamaan Kerja (K3) di setiap tempat kerja. Untuk itu
perlu kita mengembangkan dan meningkatkan K3 dalam rangka menekan serendah
mungkin risiko kecelakaan dan penyakit yang timbul akibat hubungan kerja, serta
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan kepuasan kerja.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1. Apa itu Ergonomi dan Fisiologi Kerja?
2. Bagaimana aplikasi pengukuran ergonomi dengan metode ROSA dan BIFMA?
3. Apa tujuan dan manfaat pengukuran dengan metode ROSA dan BIFMA?
4. Apa dampak kesehatan yang ditimbulkan apabila bekerja tidak sesuai ergonomi?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan definisi dari Ergonomi dan Fisiologi kerja.
2. Mendeskripsikan aplikasi pengukuran ergonomi dengan metode ROSA dan
BIFMA.
3. Mendeskripsikan tujuan dan manfaat pengukuran ddengan metode ROSA dan
BIFMA.
4. Mendeskripsikan dampak kesehatan yang ditimbulkan apabila bekerja tidak
sesuai ergonomi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ergonomi


Ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni yang berupaya menserasikan alat, cara
dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan batasan manusia untuk terwujudnya
kondisi lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan efisien demi tercapainya
produktivitasyang setinggi-tingginya (Manuaba, 2003).
Menurut ILO, Ergonomi adalah penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan
ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia
secara optimum, dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan.
Dalam dunia kerja, ergonomi memiliki peran yang besar dan semua bidang
pekerjaanmemerlukan ergonomi. Ergonomi yang diterapkan di dunia kerja membuat
pekerja merasa nyaman dalam melakukan pekerjaan. Dengan adanya rasa nyaman
tersebut maka akan bermanfaat pada produktifitas kerja yang diharapkan dan mampu
membuatnya meningkat (Suhardi,2008).

2.2 Tujuan Ergonomi


Secara umum tujuan dan penerapan ergonomi adalah :
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera
dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial,
mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan
sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis,
ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap kerja yang dilakukan sehingga
tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

2.3 Antropometri
Antropometri adalah bidang yang mengkaji dimensi fisik tubuh manusia yang
bermanfaat untuk merancang suatu produk, peralatan, dan tempat kerja
(Iridiastadi, 2014). Menurut Nurmianto (2004) antropometri berasal dari ”anthro”
yang berarti manusia dan “metri” yang berarti ukuran. Secara definisi
3
antropometri adalah suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh
manusia khususnya dimensi tubuh dan aplikasi yang menyangkut geometri fisik,
masa, dan kekuatan tubuh manusia. Antropometri adalah salah suatu kumpulan
data numerik yang berhubungan dengan karakteristik fisik tubuh manusia, ukuran
bentuk dan kekuatan serta penerapan dari data antropometri untuk penanganan
masalah. Menurut Nurmianto (2004) Antropometri dibagi menjadi 2 bagian,
yaitu:
a. Antropometri Statis
Antropometri statis lebih berhubungan dengan pengukuran ciri-ciri fisik
mansuiadalam keadaan statis (diam) yang distandarkan. Dimensi yang diukur
pada antropometri statis diambil secara linier (lurus) dan dilakukan pada
permukaan tubuh saat diam.
b. Antropometri Dinamis
Antropometri dinamis lebih berhubungan dengan pengukuran ciri-ciri
fisik manusia dalam keadaan dinamis, dimana dimensi tubuh manusia yang
diukur dilakukan dalam berbagai posisi tubuh ketika bergerak sehingga lebih
kompleks dan sulit dilakukan.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Antropometri


Menurut Iridiastadi (2014) dalam bukunya bahwa ada beberapa faktor yang
memengaruhi antropometri, berikut adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
antropometri:
b. Usia
Tinggi tubuh manusia terus bertambah mulai dari lahir hingga usia sekitar 20-25
tahun. Usia saat berhentinya pertumbuhan pada perempuan lebih dini daripada
laki-laki. Berbeda dengan tinggi tubuh, dimensi tubuh yang lain, seperti berat
badan dan lingkar perut mungkin tetap bertambah hingga usia 60 tahun. Pada
tahap usia lanjut, dapat terjadi perubahan bentuk tulang seperti bungkuk pada
tulang punggung, terutama pada perempuan.

c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin menunjukan adanya perbedaan antropometri antara laki laki dan
perempuan. Di usia dewasa, laki—laki pada umumnya lebih tinggi daripada
perempuan, dengan perbedaan sekitar 10%. Namun perbedaan ini tidak terlihat

4
saat usia pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan maksimum perempuan terjadi
padausia sekitar 10-12 tahun. Pada usia ini perempuan jauh lebih tinggi dan berat
dibandingkan dengan laki-laki seusianya. Pada laki-laki tingkat pertumbuhan
maksimum terjadi pada usia 13-15 tahun. Selain lebih tinggi dan lebih berat, pada
umunya tubuh laki-laki juga lebih besar dibandingkan perempuan. Namun pada
beberapa dimensi, perbedaan ini tidak berarti seperti paha dan pinggul. Selain
dalam hal ukuran, perbedaan juga terlihat pada proporsi bagian-bagian tubuh dan
postur tubuh.
d. Ras dan Etnis
Ukuran dan prporsi tubuh manusia sangat bergam antar ras dan etnis yang
berbeda. Ukuran tubuh orang di Eropa rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan
ukuran tubuh orang yang berada di Asia. Orang Asia biasanya mempunyai postur
yang berbeda dengan Amerika dan Eropa, dengan proporsi kaki lebih pendek dan
punggung lebih panjang.
e. Pekerjaan dan Aktivitas
Perbedaan dalam ukuran dan dimensi fisik dapat dengan mudah kita temukan pada
kumpulan orang yang mempunyai aktivitas kerja berbeda. Petani di desa yang
terbiasa melakukan kerja fisik berat memiliki antropometri yang berbeda dengan
orang yang tinggal di kota dengan jenis pekerjaan kantoran yang duduk di
belakang komputer selama berjam jam. Orang yang berolahraga secara rutin juga
mempunyai postur tubuh yang berbeda dibandingkan dengan orang yang jarang
berolahraga.
f. Kondisi Sosio-Ekonomi
Faktor kondisi sosio-ekonomi berdampak pada pemberian nutrisi dan gizi yang
berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan badan.

2.5 Metode Pengukuran Antropometri

Menurut Iridiastadi (2014) dalam bukunya menyebutkan metode pengumpulan


dataantropometri dan jenis peralatan yang digunakan untuk pengukuran bergantung
pada jenis data yang akan dikumpulkan. Data antropometri dapat dikelompokkan atas
hal-halberikut:
a. Dimensi Linear (jarak)
Dimensi linear merupakan jarak terpendek antara dua titik pada tubuh manusia

5
yang melingkupi panjang, tinggi, dan lebar segmen tubuh.
b. Lingkar Tubuh
Lingkar tubuh diukur sebagai panjang keliling permukaan tubuh misalnya,
lingkarpaha, lingkar perut, dan lingkar kepala.
c. Ketebalan Lapisan Kulit
Pengukuran kulit ini ditujukan untuk mengetahui kandungan lemak pada tubuh
yang kemudian dijadikan sebagai acuan tingkat kebugaran tubuh.
d. Sudut
Terdapat pengukuran sudut, yaitu dilakukan secara pasif dan aktif. Pengukuran
secara pasif ditujukan untuk mengetahui kecenderungan posisi tubuh ketika
bekerja, yang lebih lanjut lagi dapat digunakan untuk mengevaluasi potensi resiko
kelainan otot rangka. Pengukuran sudut secara aktif dimaksudkan untuk
mengetahui fleksibilitas tubuh dalam bentuk kemampuan maksimum gerakan
system otot-sendi. Pengukuran aktif ini banyak dilakukan dalam studi yang
berhubungan dengan realibilitas, olahraga, dan biomekanika.
e. Bentuk dan Kontur Tubuh
Aspek ini diperlukan untuk merancang berbagai peralatan yang berhubungan
langsung dengan manusia, misalnya bentuk kaki untuk merancang sepatu yang
nyaman bagi pemakainya.
f. Berat Badan
Pengukuran berat badan bisa digunakan dalam beberapa hal, misalnya untuk data
diri dan untuk merancang peralatan yang berhubungan langsung dengan manusia.

2.6 Kelainan, Gejala dan Penyebab Pekerjaan Yang Tidak Ergonomis

No Kelainan Gejala Penyebab

Bursitis.
1. Berlutut, tekukan pada
Pembengkakan bursa antara Nyeri dan bengkak pada
siku, gerkan bahu yang
kulit dantulang atau tendon dan tempat yang sakit
berulang.
tulang. Bisa dilutut, siku, bahu
Carpal tunnel syndrome. Pengulangan pekerjaan
Penekanan syaraf yang Rasa tertusuk, nyeri, pergelangan tangan
melewatipergelangan kaku dengan menggunakan
2. peralatan yang bergetar.
tangan.

6
3. Celulitis Nyeri dan bengkak di Menggunakan peralatan
Infeksi telapak tangan karena telapak tangan tangan, palu.
mencuciberulang

Epicondilitis.
Bengkak di daerah dimana Nyeri dan bengkak di
4. Pengulangan pekerjaan.
tendon dantulang bersatu . Bila pinggiran luka
di siku (tennis elbow)

Ganglion.
Keras, kecil, bengkak
Kista di selaput sendi atau tendon. Pengulangan gerakan
5. sekelilingnya, biasanya
Biasanya di punggung, tangan.
nyeri
tangan dantungkai.

Osteo arthitis. Kaku dan nyeri tulang Beban lebih dalam jangka
6. Kerusakan sendi akibat parut belakang, leher dan sendi lama ar itualng belakang
di sendidan tumbuh tulang. lain. dan sendi lain.
Nyeri, bengkak, ngilu dan
Tendonitis.
bengkak dari tangan,kaki, Gerakan pengulangan.
7. Bengkak di area otot dan sendi
lengan, susah digerakkan.
bersatu.
Tenosynovitis. Nyeri, bengkak, ngilu, Pengulangan gerakn,
8. Bengkak tendon atau selaputnya. nyeri hebattangan, susah Mengangkat beban yang
digerakkan. tiba-tiba meningkat atau
pengenalan proses baru.
Tenson neck.
Bengkak di otot dan tendon di Nyeri terlokalsir di leher Harus mempertahankan
9. leherbahu. posisi tegak.
atau bahu.

Triger finger. Tidak bisa Pengulangan gerakan,


10. Bengkak di tendon atau menggerakkan jari secara pegangan terlalu lama,
selaput darijari pelan tanpa rasa nyeri. terlalu keras, terlalu sering.

2.7 Metode Analisa Pengukuran Ergonomi


Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran ergonomi, yaitu :
1. RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

RULA merupakan metode ergonomi yang digunakan untuk mengurangi


terjadinya risiko yang berhubungan dengan pekerjaan seseorang pada tubuh bagian
atas. RULA ditemukan oleh Dr. Lynn Mc Atamney dan Profesor E. Nigel Corlett
pada tahun 1993 di Nothingham, Inggris. RULA dapat membantu untuk
mengurangi resiko cedera pada seorang pekerja. Analisa RULA dapat dilakukan
sebelum dan sesudah demonstrasi untuk mengetahui apakah resiko cedera sudah
berkurang. RULA digunakan dengan cara mengevaluasi postur tubuh, kekuatan
yang dibutuhkan dan gerakan otot pekerja pada saat sedang bekerja.

7
Terdapat 5 faktor eksternal yang dapat menjadi faktor risiko yang
berhubungan dengan terjadinya cedera pada tubuh bagian atas, yaitu:
a. Jumlah gerakan
b. Kerja otos statis
c. Beban
d. Dimensi peralatan
e. Lama kerja tanpa istirahat.
Perbedaan-perbedaan yang terdapat pada setiap individu pekerja antara lain:
a. Postur tubuh
b. Kecepatan gerakan
c. Akurasi gerakan
d. Frekuensi dan lamanya delay
e. Umur dan pengalaman
f. Faktor sosial

Oleh sebab itu, RULA didesain untuk membahas faktor- faktor resiko di atas
terutama pada 4 faktor eksternal pertama. Adapun tujuan dari metode ini adalah
sebagai berikut :

a) Sebagai metode yang dapat dengan cepat mengurangi resiko cedera


padapekerja, khususnya yang berkaitan dengan tubuh bagian atas.
b) Mengidentifikasikan bagian tubuh yang mengalami kelelahan
dankemungkinan terbesar mengalami cedera.
c) Memberikan hasil analisa dan perbaikan.

Terdapat 3 langkah untuk mendapatkan hasil dari metode RULA:


1. Merekam postur tubuh ketika sedang bekerja. Bagian tubuh yang dianalisa
meliputi: lengan (lengan atas), siku tangan (lengan bawah), pergelangan
tangan, leher, trunk, dan kaki. Pada langkah ini, peneliti merekam dan
memasukkan data postur tubuh pekerja pada software RULA. Kemudian,
dari data tersebut dapat diketahui bagian tubuh yang mempunyai
kemungkinan terbesar mengalami cedera.
2. Menghitung nilai. Data hasil rekaman yang telah dimasukkan software,
dihitung nilainya untuk masing-masing bagian tubuh.

8
3.
4. Action Level. Dari hasil nilai yang didapatkan, kemudian diklasifikasikan
menurut action level.

2. REBA (Rapid Entire Body Assessment)

Rapid Entire Body Assessment atau yang biasa disebut dengan REBA yaitu
Salah satu metode yang digunakan untuk menganalisa pekerjaan berdasarkan
posisi tubuh adalah dengan metode Rapid Entire Body Assessment atau REBA.
Metode ini didesain untuk mengevaluasi pekerjaan atau aktivitas, dimana
pekerjaan tersebut memiliki kecenderungan menimbulkan ketidaknyamanan
seperti kelelahan pada leher, tulang punggung, lengan, dansebagainya. Metode ini
mengevaluasi pekerjaan dengan memberikan nilai (score) pada 5 aktivitas level
yang berbeda.
Analisa REBA dilakukan dengan membagi postur tubuh kedalam dua
kategori, kategori A dan B. Kategori A terdiri dari tubuh, leher dan kaki, sedangkan
kategori B terdiri dari lengan atas dan bawah serta pergelangan untuk gerakan ke
kiri dan kanan. Masing-masing kategori memiliki skala penilaian postur tubuh
lengkap dengan catatan tambahan yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam desain perbaikan. Setelah penilaian postur tubuh, yang
dilakukan kemudian adalah pemberian nilai pada beban atau tenaga yang
digunakan serta faktor terkait dengan kopling (Hignett, S., McAtamney, L.2000).
Nilai untuk masing-masing postur tubuh dapat diperoleh dari tabel penilaian yang
telah ada. Total nilai pada kategori A merupakan nilai yang diperoleh dari
penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel A dengan nilai beban atau
tenaga. Sedang total nilai pada kategori B merupakan nilai yang diperoleh dari
penjumlahan nilai postur tubuh yang terdapat pada tabel B dengan nilai kopling
untuk kedua tangan. Nilai REBA diperoleh dengan melihat nilai dari kategori A dan
B pada tabel C untuk memperoleh nilai C yang kemudian dijumlahkan dengan nilai
aktivitas.
Sedangkan tingkatan risiko dari pekerjaan diperoleh dari tabel keputusan
REBA. Langkah-langkah yang diperlukan dalam menerapkan metode REBA ini
antara lain:
1. Mengambil data gambar posisi tubuh ketika bekerja.
2.
3. Menentukan bagian-bagian tubuh yang akan diamati, antara lain batang
tubuh, pergelangan tangan, leher, kaki, lengan atas, dan lengan bawah.
4. Penentuan nilai untuk masing-masing postur tubuh dan activity score.
5. Penjumlahan nilai dari masing-masing kategori untuk memperoleh nilai
REBA.
6. Penentuan level resiko dan pengambilan keputusan untuk perbaikan.
7. Membuat desain metode, fasilitas dan lingkungan kerja.
8. Implementasi dan evaluasi desain metode, fasilitas, dan lingkungan kerja.
9. Penilaian ulang dengan menggunakan metode REBA untuk desain baru
yangtelah diimplementasikan.
10. Evaluasi perbandingan nilai REBA untuk kondisi sebelum dan setelah
implementasi desain perbaikan.

3. Rapid Office Strain Assessment (ROSA)

Rapid Office Strain Assessment (ROSA) adalah metode penilaian ergonomi


untuk kantor dan pekerjaan yang berhubungan dengan komputer/administrasi.
ROSA merupakan salah satu metode pada office ergonomics, dimana
penilaiannnyadirancang untuk mengukur risiko yang terkait dengan penggunaan
komputer serta untuk menetapkan tingkat tindakan perubahan berdasarkan
laporan dari ketidaknyamanan pekerja (Sonne dkk., 2012).

Dalam metode ini penilaian dilakukan dengan menganalisa postur (yang di-
capture dalam kamera) yang penilaian dilakukan dengan mengisi checklist, seperti
penggunaan checklist pada REBA. Tujuan dari penilaian ergonomi ini adalah
sebagai screening tools untuk mengidentifikasi prioritas pengendalian ergonomi
ditempat kerja.

4. Business and Institutional Furniture Manufacturer’s Association (BIFMA)

Secara umum, ada berbagai hal yang perlu dipertimbangkan dalam


merancang mebel (alas duduk), mulai dari antropometri tubuh pengguna, berbagai
kemungkinan posisi yang dilakukan pengguna ketika sedang duduk, jangkauan
pengguna, penempatan produk, dan lain-lain. Berikut akan dijabarkan general
guidline mengenai perancangan mebel yang dikeluarkan oleh BIFMA (Business

10
and Institutional Furniture Manufacturer’s Association). Guidline ini
bersifat universal dan dapat diaplikasikan kedalam berbagai jenis desain yang
berbeda.

a. Pengujian Ergonomi (Bifma, 2006)

Nama Perusahaan : ...........................................................


Alamat Perusahaan : ...........................................................
Tanggal Pengambilan sampel : ....................................................
Petugas Pengambilan sampel : .....................................................

OBSERVASI HASIL UJI STANDAR

Jarak mata - monitor 50 - 75 cm

Sudut mata - monitor < 35o

Sudut siku duduk 90o

Sudut alas duduk 90o

Jangkau dekat 10 - 45 cm

Jangkau jauh 55 -65 cm

Dimensi Hasil Uji Standar

A. Tinggi sandaran duduk < 31

B. Tingga sandaran lumbar (pinggul 14,9 – 24,9

C. Tinggi sandaran siku; 17,5 – 27,4

D. Kedalaman alas duduk < 43

E. Tinggi alas duduk; > 31

F. Lebar ruang kaki duduk < 45

G. Tinggi permukaan meja dengan 70 - 75


permukaan lantai

(Menggunakan peralatan meteran dan kamera yang dapat membentuk sudut.)

11
5. Quick Exposure Check (QEC)
Salah satu cara mengukur faktor risiko ergonomi adalah “Quick Exposure
Check (QEC)”. QEC telah dikembangkan sebagai metode yang relatif sederhana
untuk digunakan dalam rangka evaluasi faktor risiko ergonomi. Ada empat bagian
tubuh yang dinilai pada metode ini, yaitu:
1. Tulang belakang (back)
2. Pundak dan tangan (shoulder and arm)
3. Telapak tangan (wrist and hand)
4. Leher (neck)
Keempat area tubuh di atas adalah bagian yang berisiko paling tinggi untuk
terjadinya CDs akibat faktor risiko ergonomi. Asesmen dilakukan menggunakan
multi-method analysis (triangulasi) yaitu dengan cara observasi, wawancara dan
mengisi checklist “Quick Exposure Check (QEC)”. Observasi bertujuan untuk
menilai beban yang diangkat, frekuensi kegiatan mengangkat dan posisi postur
tubuh pekerja. Wawancara bertujuan untuk mendapatkan informasi keluhan
kesehatan yang berhubungan dengan pekerjaan, terutama keluhan WMSDs.

6. Nordic Body Map


Untuk menilai apa yang anda rasakan pada bagian tubuh yang ditunjukkan
pada gambar. Apakah bagian tubuh yang sudah diberikan nomor tersebut tidak
terasa sakit (pilih A), sedikit sakit (pilih B), sakit (pilih C) dan sangat sakit (pilih
D). Pilih dengan memberikan tanda √ pada kolom huruf pilihan anda.

No. Lokasi Tingkat Kesakitan

A B C D

0 Sakit / kaku pada leher atas

1 Sakit pada leher bawah

2 Sakit pada bahu kiri

3 Sakit pada bahu kanan

4 Sakit pada lengan atas kiri

12
5 Sakit pada punggung

6 Sakit pada lengan atas kanan

7 Sakit pada pinggang

8 Sakit pada pantat (buttock)

9 Sakit pada pantat (bottom)

10 Sakit pada siku kiri

11 Sakit pada siku kanan

12 Sakit pada lengan bawah kiri

13 Sakit pada lengan bawah kanan

14 Sakit pada pergelangan tangan kiri

15 Sakit pada pergelangan tangan kanan

16 Sakit pada tangan kiri

17 Sakit pada tangan kanan

18 Sakit pada paha kiri

19 Sakit pada paha kanan

20 Sakit pada lutut kiri

21 Sakit pada lutut kanan

22 Sakit pada betis kiri

23 Sakit pada betis kanan

24 Sakit pada peergelangan kaki kiri

25 Sakit pada pergelangan kaki kanan

26 Sakit pada kaki kiri

27 Sakit pada kaki kanan

13
14
BAB III
HASIL PENGUKURAN

3.1 Hasil Pengukuran


Klasifikasi
No. Foto Kursi Uji Hasil Uji Standar kursi
Kursi
1. A. 20 cm <31 cm
B. 0 cm 14.9-24,9 cm
A. 24 cm 17.5-27.4 cm
Kursi A C. 37 cm <43 cm
B. 45 cm >31 cm
D. 43 cm <45 cm
C. 70 cm 70-75 cm

2. A. 57 cm <31 cm
B. 24 cm 14.9-24,9 cm
C. 20 cm 17.5-27.4 cm

Kursi B D. 47 cm <43 cm
E. 53 cm >31 cm
F. 49 cm <45 cm
G. 73 cm 70-75 cm

3. A. 43 cm <31 cm
B. 20 cm 14.9-24,9 cm
C. 0 cm 17.5-27.4 cm
Kursi C D. 38 cm <43 cm
E. 47 cm >31 cm
F. 38 cm <45 cm
G. 73 cm 70-75 cm

15
KETERANGAN
A Tinggi Sandaran Duduk
B Tinggi Sandaran Lumbal (Punggung)
C Tinggi Sandaran Siku
D Kedalaman Atas Siku
E Tinggi Atas Duduk

F Lebar Ruang Kaki Duduk


G Tinggi Permukaan Meja Dengan Permukaan Lantai

Gambar 3.1. Ilustrasi Kursi dan posisi meja yang sesuai

3.2 Form Ukuran Standar Pengujian Kursi Ergonomi

16
BAB IV
KESIMPULAN

Dimensi ukuran kursi kerja telah masuk dalam kisaran ukuran standar BIFMA. Dari uraian
tersebut di atas dapat ditarik suatu kesimpulan, bahwa suatu desain produk harus berpusat
pada pemakainya (human centered). Untuk mendapatkan sikap kerja menyetrika yang lebih
dinamis diperlukan desain stasiun kerja setrika yang memungkinkan pekerjaan dapat
dilakukan dengan sikap duduk di suatu saat dan sikap berdiri atau duduk-berdiri di saat
lainnya.

17
BAB V
SARAN

1. Dari hasil pengukuran terhadap 3 jenis kursi disarankan mahasiswa baiknya


menggunakan kursi B karena memiliki sandaran pinggul, juga memiliki sandaran
siku, namun jika menggunakan tipe B harus menggunakan tambahan meja yang
disesuaikan dengan tinggi kursi tersebut.
2. Jika tetap menggunakan kursi tipe A maka harus diatur jam pemakaiannya agar tidak
terus menerus, dan harus diberlakukan jam istirahat untuk mengistirahatkan bagian
tubuh agar tidak terjadi cidera punggung atau cidera lainnya.
3. Jika ingin menggunakan kursi tipe C maka harus menggunakan meja yang terdapat
sandaran siku sehingga tangan tidak mudah kram saat beraktifitas.

18
BAB VI
LAMPIRAN

6.1. Dokumentasi Pengukuran

19
6.2. Form Pengujian Ergonomi

20
20

Anda mungkin juga menyukai