Anda di halaman 1dari 23

MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS)

Tugas: Kelompok (7B)


Mata Kuliah: Penyakit Akibat Kerja
Dosen: Samuel Peratenta Tarigan, ST., MKKK

Disusun Oleh:
Andhika Audriansyah (161010500058) Mutiara (161010500046)
Ika Mustika Ningtyas (161010500067) Suci Rahmawati (161010500063)
Riska Chairasti (161010500056) Talitha El Zhafira H (161010500065)
Titik Pratiwi (161010500054) Tesa Apriyanti (161040500071)
Virginia Intan Lestari (161010500038)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT


STIKES KHARISMA PERSADA
TANGERANG SELATAN
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah STW yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam tidak lupa
pula penulis sampaikan kepada nabi Muhammad SAW yang telah memberikan
pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Penyakit Akibat
Kerja dengan judul “Musculoskeletal Disorders (MSDs)”. Selanjutnya penulis
mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah membantu kami selama pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Tangerang Selatan, 7 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................i

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3

A. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs) ......................................................... 3


B. Penyabab Musculoskeletal Disorders (MSDs) ....................................................... 4
C. Faktor Resiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) ................................................ 5
D. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs) ............................................................ 9
E. Jenis-jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs) ..................................................... 9
F. Dampak Musculoskeletal Disorders (MSDs) ........................................................ 10
G. Penatalaksanaan Musculoskeletal Disorders (MSDs) ........................................... 11
H. Pencegahan Musculoskeletal Disorders (MSDs) .................................................. 13

BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 19

A. Kesimpulan ........................................................................................................... 19
B. Saran ...................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan pada sistem otot rangka/musculoskeletal disorders
(MSDs)merupakan masalah dalam bidang kesehatan kerja pada saat ini.
Gangguan ini akanmenyebabkan penurunan aktivitas kerja yang berdampak pula
pada output dari hasilkerja. Data dari Bureu of labor statistic (USA) menunjukkan
bahwa terdapat 335.390kasus berupa gangguan pada sistem otot rangka (MSDs)
pada tahun 2007 di industriAmerika Serikat. Kasus tersebut berkontribusi sebesar
29% dari total kasus kecelakaankerja industri. Dari statistik K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) industri di Inggris,total kejadian MSDs pada tahun 2007-2008
adalah 539.000 kasus. Kasus tersebutberkontribusi sekitar 40% dari total kasus
yang berkaitan dengan kecelakaan kerja(Iridiastadi dan Yassierli, 2015).
Indonesia tahun 2013 terdapat 428.844 kasus penyakitakibat kerja (Depkes,
2014). Di indonesia, data statistik MSDs belum tersedia secaramemadai. Kondisi
industri Indonesia lebih dominan pekerja fisik dan lemahnyapengawasan K3
dibandingkan dengan 2 negara maju diatas, cukup mengisyaratkanbahwa
prevalensi MSDs di Indonesia lebih tinggi (Iridiastadi dan Yassierli, 2015).
Gangguan muskuloskeletal adalah cedera atau kelainan sistem otot rangka
yang disebabkan oleh cedera akibat pembebanan yang tiba-tiba atau kelainan
sistem otot rangka dalam jangka panjang dan akan menyebabkan keluhan pada
otot, ligamen, sendi, tendon, syaraf. Istilah kelainan otot rangka jangka panjang
diakibatkan oleh pembebanan yang berlebihan secara berulang-ulang disebut
Musculoskeletal Disorders (MSDs) (Iridiastadi dan Yassierli, 2015).Menurut
Humantech yang dikutip Bukhori (2010), pada awalnya keluhan muskuloskeletal
menyebabkan rasa sakit, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar,
gangguan tidur, dan rasa terbakar, yang pada akhirnya
mengakibatkanketidakmampuan seseorang melakukan pergerakan dan koordinasi
gerakan anggotatubuh sehingga mengakibatkan efisiensi kerja berkurang dan
produktivitas kerja menurun.

1
2

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa definisi dari musculoskeletal disorders?
2. Apa saja penyebab dari musculoskeletal disorders?
3. Apa saja faktor resiko dari musculoskeletal disorders?
4. Bagaimana gejala dari musculoskeletal disorders?
5. Apa saja jenis-jenis dari musculoskeletal disorders?
6. Bagaimana dampak dari musculoskeletal disorders?
7. Bagaimana penatalaksanaanmusculoskeletal disorders?
8. Bagaimana pencegahan musculoskeletal disorders?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui definisi musculoskeletal disorders.
2. Untuk mengetahuipenyebab musculoskeletal disorders.
3. Untuk mengetahuifaktor resikomusculoskeletal disorders.
4. Untuk mengetahuigejalamusculoskeletal disorders.
5. Untuk mengetahuijenis-jenis musculoskeletal disorders.
6. Untuk mengetahuidampakmusculoskeletal disorders.
7. Untuk mengetahuipenatalaksanaanmusculoskeletal disorders.
8. Untuk mengetahuipencegahanmusculoskeletal disorders.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah gangguan pada bagian otot
skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang
dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan
berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon (Rizka, 2012). Menurut
National Safety Council (2002 dalam Lestari, 2014), MSDs juga bisa diartikan
sebagai gangguan fungsi normal dari otot, tendon, saraf, pembuluh darah, tulang
dan ligament akibat berubahnya struktur dan berubahnya sistem muskuloskeletal.
Menurut Occupational Health and Safety Council of Ontario (OHSCO) tahun
2007, keluhan muskuloskeletal adalah serangkaian sakit pada tendon, otot dan
saraf. Aktifitas dengan tingkat pengulangan tinggi dapat menyebabkan kerusakan
pada jaringan sehingga dapat menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak nyaman pada
otot. Keluhan muskuloskeletal dapat terjadi walaupun gaya yang dikeluarkan
ringan dan postur kerja yang memuaskan.
Berdasarkan beberapa pengertian yang diungkapkan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa musculoskeletal disorder (MSDs) adalah ganguan atau sakit
pada otot, tendon dan syaraf skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima
beban statis secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama
dan akan menyebabkan keluhan berupa rasa nyeri dan tidak nyaman serta dapat
terjadi walaupun gaya yang dikeluarkan ringan dan postur kerja yang memuaskan.
Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Keluhan sementara (reversible), yaitu kelhan otot yang terjadi pada saat
otot menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera
hilang apabila pembebanan dihentikan.
2. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan otot yang bersifat menetap.
Walau pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot
masih terus berlanjut.

3
4

B. Penyabab Musculoskeletal Disorders (MSDs)


Bahaya musculoskeletal disorder dapat disebabkan dari pekerjaan yang
dilakukan atau cara yang dilakukan dalam bekerja yang mana dapat meningkatkan
risiko terkena MSDs pada seorang pekerja. Penyebab utama MSDs yang
berhubungan dengan kerja adalah beban, postur statis atau janggal dan
repetisi/pengulangan (Sander et al, 2004).
1. Beban/kekuatan
Beban mengacu pada jumlah usaha yang dilakukan oleh otot, dan jumlah
tekanan pada bagian tubuh sebagai akibat dari tuntutan pekerjaan yang
berbeda. Semua tugas/pekerjaan memerlukan pekerja untuk menggunakan
otot, namun ketika pekerjaan mengharuskan mereka mengerahkan tingkat
kekuatan yang terlalu tinggi untuk setiap otot tertentu, hal itu dapat merusak
otot atau tendon, sendi dan jaringan lunak lainnya pada organ yang digunakan.
Kerusakan ini dapat terjadi dari gerakan atau tindakan tunggal yang
memerlukan otot untuk mengangkat beban yang sangat berat. Namun, pada
umumnya, kerusakan dihasilkan ketika otot menghasilkan tingkat beban
sedang sampai tinggi secara berulang kali, untuk durasi yang panjang, dan
atau saat tubuh dalam postur yang canggung.
2. Postur tetap (statis) atau janggal
Postur adalah posisi berbagai bagian tubuh selama beraktivitas. Untuk
sebagian besar sendi, postur netral atau baik berarti bahwa sendi yang
digunakan dengan pusat berbagai gerak. Semakin jauh bergerak menuju kedua
ujung rangkaian gerak, atau lebih jauh dari sikap netral, maka postur akan
semakin janggal sehingga akan terjadi ketegangan di otot, tendon dan ligamen
di sekitar sendi. Pada pekerja batik beberapa posisi kerja banyak yang
menjauhi pusat gerak atau tidak bekerja dalam posisi netral seperti saat
melakukan canting pada kain dan saat melakukan pengecapan pada batik cap
karena harus menjangkau semua bagian kain secara manual yang memaksakan
pekerja harus dalam posisi terlalu membungkuk dan sebagainya.
5

3. Repetisi/pengulangan
Risiko MSDs akan meningkat ketika bagian yang sama dari tubuh
digunakan berulang kali, dengan jeda sedikit atau kesempatan untuk
beristirahat. Tugas yang sangat berulang dapat menyebabkan kelelahan,
kerusakan jaringan, dan akhirnya nyeri dan ketidaknyamanan. Hal ini dapat
terjadi bahkan jika tekanan rendah dan postur kerja yang tidak terlalu
canggung. Dengan tugas yang berulang, tidak hanya penting untuk
mempertimbangkan bagaimana repetitif tugas tersebut tetapi juga:
a. Bagaimana para pekerja selama melakukan tugas
b. Postur diperlukan
c. Jumlah gaya yang digunakan
C. Faktor Resiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Menurut Pheasant (1991) dan Oborne (1995) dalam Zulfiqor (2010)
hubungan sebab akibat faktor penyebab timbulnya MSDs sulit untuk di jelaskan
secara pasti. Namun ada beberapa faktor resiko tertentu yang selalu ada dan
berhubungan atau turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor-faktor
tersebut bisa diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu pekerjaan, lingkungan, dan
manusia atau pekerja.
1. Faktor Pekerjaan
a. Postur Kerja
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan
bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya. Semakin jauh posisi
bagian tubuh dari pisat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot
skeletal. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian
pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen, 1993).
b. Frekuensi
Frekuensi yang tinggi atau gerakan yang berulang dengan sedikit
variasi, dapat menimbulkan kelelahan dan ketegangan pada otot dan
tendon oleh karena kurang istirahat untuk pemulihan penggunaan yang
berlebihan pada otot, tendon, dan sendi, akibat terjadinya inflamasi atau
6

radang sendi dan tendon. Radang ini meningkatkan tegangan pada saraf
(Kurniawidjaja, 2010).
c. Durasi
Durasi kerja yaitu lama waktu bekerja yang dihabiskan pekerja
dengan postur janggal, membawa atau mendorong beban, atau melakukan
pekerjaan repetitif tanpa istirahat (Kurniawidjaja, 2010).
d. Beban
Beban merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
gangguan otot rangka. Berat beban yang direkomendasikan adalah 23-25
kg, sedangkan menurut Departemen Kesehatan mengangkat beban
sebaiknya tidak melebihi dari aturan yaitu laki-laki dewasa sebesar 15-20
kg dan wanita (16-18 tahun) sebesar 12-15 tahun.
e. Alat Perangkai/Genggaman
Menurut Tarwaka (2004) pada saat tangan harus memegang alat
ataupun menekan tombol, maka jaringan otot tangan yang lunak akan
menerima tekanan langsung dari pegangan alat, apabila hal ini sering
terjadi, dapat menyebabkan rasa nyeri otot menetap.
2. Faktor Lingkungan
Faktor yang diklasifikasikan sebagai faktor llingkungan disini pada
dasarnya hampir sama dengan faktor penyebab sekunder terjadinya keluhan
Muskuloskeletal yaitu getaran, mikroklimat, dan tekanan.
a. Getaran
Getaran dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.
b. Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan
kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan pekerja
menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan menurunnya kekuatan
otot. Demikian juga dengan paparan udara yang panas. Beda suhu
lingkungan dengan suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan
7

sebagian energi yang ada pada tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk
beradaptasi dengan lingkungan tersebut. Apaabila hal ini tidak diimbangi
dengan pasokan energiyang cukup, makaakan terjadi kekurangan suplai
energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar, suplai
oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat terhambat dan
terjadi penimbunan asam laktat yang dapat meimbulkan nyeri otot.
c. Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak.
Sebagai contoh, pada saat tangan harus memegang alat, maka jaringan otot
tangan yang lunak akan menerima tekanan langsung dari pegangan alat,
dan apabila hal ini sering terjadi dapat menyebabkan rasa nyeri otot yang
menetap.
3. Faktor Pekerja
Pada dasarnya faktor yang merupakan faktor pekerja ini hampir sama saja
dengan faktor penyebab kombinasi pada terjadinya keluhan muskuloskeletal.
Faktor-faktor yang diklasifikasikan menjadi faktor pekerja antara lain adalah:
a. Usia
Pada umumnya keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada
umur 30 tahun dan semakin meningkat pada umur 40 tahun ke atas. Hal ini
disebabkan secara alamiah pada usia paruh baya kekuatan dan ketahanan
otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan pada otot
meningkat (Cindyastira, 2014).
b. Jenis Kelamin
Pada semua kelompok pekerjaan, angka prevelansi masalah
muskuloskeletal lebih besar pada wanita dibandingkan pada laki-laki.
Dominasi tertinggi pada wanita ditemukan untuk pinggul dan pergelangan
tangan. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor fisiologis kekuatan otot pada
wanita. Otot-otot wanita mempunyai ukuran yang lebih kecil dan
kekuatannya hanya dua pertiga (60%) daripada otot-otot pria terutama otot
lengan, punggung dan kaki. Dengan kondisi alamiah yang demikian maka
wanita mempunyai tingkat risiko terkena gangguan muskuloskeletal lebih
8

tinggi. Perbandingan keluhan otot antara wanita dan pria adalah 3


dibanding 1.
c. Masa Kerja
Masa kerja merupakan faktor risiko yang dapat meningkatkan
risiko terjadinya MSDs, terutama untuk jenis pekerjaan yang
menggunakan kekuatan kerja yang tinggi.
d. Kebiasaan Merokok
Kebiasaan merokok menjadi faktor risiko MSDs, karena nikotin
pada rokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke jaringan.
Selain itu, merokok dapat pula menyebabkan berkurangnya kandungan
mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat terjadinya
keretakan atau kerusakan pada tulang.
e. Kesegaran Jasmani
Pada umumnya keluhan otot lebih jarang ditemukan pada orang
yang mempunyai cukup waktu istirahat dalam aktivitas sehari-harinya.
Pekerja yang tidak terbiasa berolahraga memiliki resiko lima kali lebih
besar menderita gangguan muskuloskeletal dibanding yang sering
berolahraga (Deyyas and Tafese, 2014).
f. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Pada individu yang overwight ataupun obesitas ditemukan terdapat
kerusakan pada sistem muskuloskeletal yang bermanifestasi sebagai nyeri
dan discomfort. Keluhan tersebut dapat menghalangi dan menganggu
aktivitas fisik. Keluhan muskuloskeletal yang terjadi disebabkan oleh
pengaruh ukuran antropometri terkait pada keseimbangan dari struktur
rangka dalam menerima beban baik berat tubuh maupun beban dari
pekerjaan.
g. Ukuran Tubuh/Antropometri
Meskipun pengaruhnya relatif kecil, berat badan, tinggi badan dan
massa tubuh mempengaruhi terjadinya keluhan otot. Misalnya wanita yang
gemuk mempunyai risiko keluhan otot dua kali lipat dibandingkan wanita
kurus. Ukuran tubuh yang tinggi pada umumnya juga sering menderita
9

sakit punggung. Kemudian orang-orang yang mempunyai ukuran lingkar


pergelangan tangan kecil juga lebih rentan terhadap timbulnya gangguan
muskuloskeletal.
D. Gejala Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Gejala musculoskeletal disorders (MSDs) dapat menyerang secara cepat
maupun lambat (berangsur-angsur), menurut Kromer (1997), ada 3 tahap
terjadinya MSDs yang dapat diidentifikasi yaitu:
1. Tahap 1: Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala
ini biasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak
berpengaruh pada performance kerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat;
2. Tahap 2: Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah
bekerja. Tidak mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan
berkurangnya performance kerja;
3. Tahap 3: Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi
ketika bergerak secara repetitive. Tidur terganggu dan sulit untuk
melakukan pekerjaan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja.
E. Jenis-jenis Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Jenis-jenis keluhan MSDs terdiri dari beberapa (Soedirman, 2014),
diantaranya adalah:
1. Sakit leher, adalah penggambaran umum terhadap gejala yang mengenai
leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau kaku
leher.
2. Nyeri punggung, merupakan istilah yang digunakan untuk gejala nyeri
punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis, ataupun spasme
otot. Nyeri punggung juga dapat disebabkan oleh tegangang otot dan
postur yang buruk saat bekerja.
3. Carpal Tunnel Syndrome, merupakan kumpulan gejala yang mengenai
tangan dan pergelangan tangan yang diakibatkan iritasi dan nervus
medianus. Keadaan ini disebabkan oleh aktvitas berulang yang
menyebabkan penekanan pada nervus medianus. Keadaan berulang ini
antara lain seperti mengetik, arthritis, fraktur pergelangan tangan yang
10

penyembuhannya tidak normal, atau kegiatan apa saja yang menyebabkan


penekanan pada nervus medianus.
4. De Quervains Tenosynovitis, penyakit ini mengenai pergelangan tangan,
ibu jari, dan terkadang lengan bawah, disebabkan oleh inflamasi
tenosinovium dan dua tendon yang berasa di ibu jari pergelangan tangan.
Aktivitas berulang seperti mendorong space bar dengan ibu jari,
menggenggam, menjepit, dan memeras dapat menyebabkan inflamasi pada
tenosinovium. Gejala yang timbul antara lain rasa sakit pada sisi ibu jari
lengan bawah yang dapat menyebar ke atas dan ke bawah.
5. Thoracic Outlet Syndrome, adalah keadaan yang mempengaruhi bahu,
lengan, dan tangan yang ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa
pada daerah tersebut. Terjadi jika lima saraf utama dan dua arteri yang
meninggalkan leher tertekan. Thoracic outlet syndrome disebabkan oleh
gerakan berulang dengan lengan di atas atau maju kedepan. Pengguna
komputer beresiko terkena sindrom ini karena adanya gerakan berulang
dalam menggunakan keyboard dan mouse.
6. Tennis Elbow, adalah suatu keadaan inflamasi tendon ekstensor, tendo
yang berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar ke pergelangan
tangan. Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan tekanan pada
tendon ekstensor.
7. Low Back Pain, terjadi apabila ada penekanan pada daerah lumbal.
Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh membungkuk ke depan
maka akan terjadi penekanan pada discus. Hal ini berhubungan dengan
posisi duduk yang janggal, kursi yang tidak ergonomis, dan peralatan
lainnya yang tidak sesuai dengan antopometri pekerja.
F. Dampak Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Suma’mur (2009) menjelaskan, bahwa setiap kontraksi otot yang
dipaksakan atau melebihi kemampuan atau penggunaannya melampaui
kapasitasnya dapat menyebabkan trauma pada sistem muskuloskeletal yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Trauma tersebut tidak hanya mengenai
ototnya saja, tetapi juga terhadap saraf, sendi, ligament atau struktur lainnya.
11

Keluhan-keluhan pada tulang belakang yang dialami pekerja jika terus dibiarkan
juga berpeluang besar menyebabkan dislokasi bagian tulang punggung yang
menimbulkan rasa sangat nyeri dan bisa irreversible serta fatal.
Rasa sakit yang menganggu sistem muskuloskeletal pada saat bekerja
dapat menyebabkan pecahnya lempeng dan bahan atau bagian dalam yang
menonjol keluar serta mungkin menekan saraf-saraf di sekitarnya, hal tersebut
yang menyebabkan cidera atau bahkan menyebabkan kelumpuhan. Rasa nyeri
pada tubuh juga secara psikologis dapat menyebabkan menurunnya tingkat
kewaspadaan dan kelelahan akibat terhambatnya fungsi-fungsi kesadaran otak dan
perubahan-perubahan pada organ-organ di luar kesadaran sehingga berpotensi
menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Sedangkan pada aspek
ekonomi perusahaan akan berdampak pada banyaknya pengeluaran biaya.
G. Penatalaksanaan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
1. Terapi Obat-obatan
Sebagian besar korban dengan gangguan MSDs tidak ada terapi obat-
obatan spesifik. Contohnya tidak ada terapi obat khusus untuk meningkatkan
akselerasi pertumbuhan normal jaringan lunak setelah mengalami injury.
Walaupun begitu, peran terapi obat-obatan sangat penting dalam
penatalaksanaan gangguan MSDs. Setelah berkembangnya preparat farmasi,
beberapa obat memberikan dampak terhadap penatalaksanaan berbagai
gangguan MSDs.Terapi obat-obatan yang ladzim digunakan untuk gangguan
MsDs, meliputi analgetik, obat antiinflamasi non-steroid, agen kemoterapi,
kortikosteroid, vitamin dan obat-obat khusus.
2. Penatalaksanaan Ortopedi
a. Istirahat
b. Support
c. Pencegahan dan koreksi
3. Terapi Fisik dan Okupasi
Terapi fisik dan okupasi terutama berfokus pada mengevaluasi dan
memperbaiki penurunan kemampuan fungsional individu. Seorang terapis
akan membantu korban/pasien dalam mengoptimalkan kemandirian dan
12

kemampuan untuk menyelesaikan kegiatan sehari-hari mereka setelah cedera


atau dalam situasi gangguan MSDs.
4. Manipulasi Bedah
Penatalaksanaan manipulasi bedah dilakukan untuk melakukan koreksi
deformitas pada tulang fraktur atau sendi yang mengalami dislokasi.
Pemberian manipulasi ini biasa dilakukan dibawah anastesi umum dengan
penatalaksanaan reduksi tertutup.
5. Terapi Bedah
Metode terapi bedah pada gangguan MsDs dilaksanakan secara 5R yaitu
repair, release, resection, reconstruction, dan replacement. Pada
pemilihannya, setiap intervensi ini akan digunakan sesuai kebutuhan pada
pasien.
6. Pembedahan pada Otot, Tendon, dan Ligamen
Pada kondisi sindrom kompartemen maka pembedahan fasiotomi
dilakukan untuk mencegah terjadinya nekrosis pada bagian distal.
7. Pembedaan pada Sendi
a. Pembedahan sendi dengan tekhnik terbuka (artrotomi) dan eksplorasi
dengan artkoskopi. Intervensi ini dilakukan terhadap berbagai
gangguan pada sendi.
b. Pembedahan dengan melepaskan kapsul disebut dengan kapsulotomi.
Apabila dalam kondisi penyakit yang berat seperti pada artritis rematik
dimana kerusakan membran sinovia sangat parah, maka akan
dilakukan sinovektomi.
8. Pembedaan pada Tulang
Pembedahan dilaksanakan pada beberapa kondisi, misalnya dengan tujuan
untuk mendrainase pus pada pasien dengan osteomielitis hematogen,
pengangkatan sekuestrum (sekuestromi) pada osteomielitis kronis, membuka
tulang (saukerisasi) untuk tujuan drainase tulang, pengangkatan sebagian
tulang (osteotomi) pada kondisi tumor tulang atau optimalisasi anatomis
tulang dengan tujuan menghilangkan gangguan osteoartritis pada pembedahan
13

rekonstruksi. Untuk menstabilisasi osteotomi, maka dipasang piranti internal


agar bisa dapat terjadi penyatuan tulang.
9. Terapi Radiasi
Terapi radiasi atau radioterapi juga disebut radiasi onkologi, adalah
penggunaan radiasi medis sebagai bagian dari pengobatan kanker untuk
mengontrol sel-sel ganas. Radioterapi dapat digunakan untuk tujuan
pengobatan kuratif atau kanker. Hal lain juga digunakan sebagai perawatan
paliatif (dimana tidak mungkin menyembuhkan dan tujuannya adalah untuk
pengendalian penyakit lokal atau mengurangi gejala-gejala) atau sebagai
terapi pengobatan (dimana terapi memiliki manfaat kelangsungan hidup dan
dapat kuratif).
10. Rehabilitasi Muskuloskeletal
Tujuan rehabilitasi muskuloskeletal adalah meningkatkan dan
mempertahankan kemampuan fungsi muskuloskeletal dalam kondisi yang
paling dapat diterima dan kemandirian yang optimal. Rehabilitasi pada
pelaksanaan dilakukan sesuai kebutuhan individu.
H. Pencegahan Musculoskeletal Disorders (MSDs)
Upaya pencegahan ataupun perbaikan memiliki banyak cara untuk
melakukan evaluasi ergonomi untuk mengetahui hubungan tekanan fisik dengan
risiko keluhan muskuloskletal. Pengukuran terhadap tekanan fisik ini cukup sulit
karena melibatkan berbagai faktor subjektif seperti kinerja, motivasi, harapan dan
toleransi kelelahan. Sebelum melakukan evaluasi ergonomi perlu diketahui faktor
risiko gangguan musculoskeletal yang ada terlebih dahulu dengan dilakukan
penilaian faktor risiko.
Penilaian faktor risiko ergonomi dapat dilakukan dengan beberapa metode
baik itu dengan RULA, REBA, BRIEF, OWAS maupun QEC. Metode tersebut
merupakan tools/alat yang digunakan dalam upaya penilaian risiko ergonomi
terutama yang berkaitan dengan gangguan musculoskeletal yang berhubungan
dengan pekerjaan. Metode tersebut memiliki cara penilaian, jenis pekerjaan,
subjek, variabel penilaian yang berbeda dan memiliki kelebihan serta kekurangan
masing-masing.
14

Occupational Safety and Health Administration(OSHA)


merekomendasikan suatu tindakan ergonomik untuk mengatasi keluhan
muskuloskeletal melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik pada desain stasiun dan
alat kerja, dan rekayasa manajemen pada kriteria dan organisasi kerja.
1. Rekayasa Teknik
Beberapa alternatif yang dapat dilakukan antara lain:
a. Eliminasi, dengan cara menghilangkan sumber bahaya yang ada,
namun cara ini jarang dapat dilakukan mengingat tuntutan dan kondisi
pekerjaan yang mengharuskan menggunakan peralatan kerja yang ada.
b. Subtitusi, dengan cara mengganti alat/bahan lama dengan yang baru
dan aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan
prosedur penggunaan peralatan.
c. Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber risiko dengan
pekerja.
d. Ventilasi, yaitu menambah ventilasi untuk mengurangi risiko, seperti
suhu udara yang terlalu panas.
2. Rekayasa Manajemen
Tindakan yang dapat dilakukan dalam rekayasa manajemen antara lain:
a. Pendidikan dan pelatihan, hal ini dilakukan agar pekerja dapat lebih
memahami alat dan lingkungan kerja, sehingga dapat melakukan
upaya pencegahan terhadap risiko.
b. Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, untuk mencegah
paparan berlebihan terhadap faktor risiko.
c. Pengawasan yang intensif.
Berikut adalah aplikasi ergonomik yang dapat mencegah
terjadinyamuskulosceletal disease yaitu:
1. Kerja Duduk
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja dengan posisi duduk yang
memerlukan waktu lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang
belakang melengkung, otot bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa
lelah. Kejadian tersebut jika tidak diimbangi dengan tempat duduk yang
15

memberikan keleluasaan gerak atau alih pandang yang memadai tidak


menutup kemungkinan terjadi gangguan bagian punggung belakang, leher,
dan mata. Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan
pekerjaan dengan duduk.
a. Duduk bergantian dengan berdiri dan berjalan, duduk dalam waktu
yang relatif lama harus dihindari karena akan berpengaruh pada
kesehatan.
b. Ketinggian kursi dan sandaran kursi harus disesuaikan, ketinggian
kursi harus dipilih sedemikian rupa sehingga ketika duduk, bagian
belakang lutut tidak sempit. Sandaran harus memberikan kenyamanan
terutama untuk punggung bagian bawah (untuk orang dewasa di
Inggris, rentang pengaturan minimal harus 10 cm antara ketinggian 20
dan 30 cm). bagian bawah sandaran harus diberi bentuk cembung
untuk menjaga lekukan punggung bawah. Selain itu, kursi juga harus
dapat berputar untuk mengurangi kebutuhan memutar tubuh.
c. Karakteristik kursi secara spesifik ditentukan oleh jenis tugas, sebuah
kursi dengan sandaran lengan dapat dipilih jika dipandang tidak
mengahambat kegiatan. Sandaran lengan pada kursi berfungsi untuk
mendukung berat lengan dan berguna ketika bangkit dari kursi.
Sandaran lengan harus pendek untuk memungkinkan dekat ke meja.
d. Ketinggian bekerja bergantung pada tugas

Tipe Tugas Ketinggian Kerja


Penggunaan mata : sering
10-30 cm dibawah ketinggian mata
Penggunaan tangan/lengan : jarang
Penggunaan mata : sering
0-15 cm diatas tinggi siku
Penggunaan tangan/lengan : sering
Penggunaan mata : jarang
0-30 cm dibawah tinggi siku
Penggunaan tangan/lengan : sering

e. Gunakan sandaran kaki jika tinggi pekerjaan tetap. Jika ketinggian


kerja tidak dapat disesuaikan oleh pengguna, seperti pada mesin,
permukaan kerja yang relative tinggi harus dipilih sesuai dengan tinggi
pengguna. Ketinggian kursi kemudian harus disesuaikan dengan
16

permukaan kerja.. ketinggian kaki juga harus disesuaikan dengan


menggunakan pijakan kaki yang cocok.
f. Hindari jangkauan berlebihan, benda kerja, alat, dan kontrol yang
digunakan secara teratur harus ditempatkan di depan atau di dekat
tubuh. Jangkauan yang ditoleransi dalam pekerjaan duduk maupun
berdiri maksimal 50 cm.
g. Pilih permukaan kerja miring untuk membaca, sebuah permukaan
kerja miring membawa pekerjaan ke mata bukan sebaliknya. Dalam
tugas yang tidak memerlukan pekerjaan manual, seperti membaca,
membungkukkan kepala dan batang leher ke depan dapat dikurangi
dengan menggunakan kemiringan permukaan kerja minimal 45o untuk
melihat. Untuk tugas yang menggunakan mata dan tangan, kemiringan
permukaan kerja sekitar 15o.
h. Berikan ruang kaki yang memadai, ruang kaki yang cukup harus
disediakan di bawah permukaan tempat kerja. Lebar sekitar 60 cm,
kedalaman minimal 40 cm dan bagian lutut sekitar 100 cm. Hal ini
digunakan untuk meregangkan kaki sesekali duduk untuk waktu yang
lama. Untuk memiliki ruang yang cukup antara bawah permukaan
kerja dan bagian atas kaki, ketebalan permukaan kerja tidak boleh
lebih dari 3 cm.
2. Kerja Berdiri
Postur tubuh dalam pekerjaan berdiri merupakan suatu totalitas perilaku
kesiagaan dalam menjaga keseimbangan fisik dan mental. Kecenderungan
lainnya adalah memerlukan tenaga yang lebih besar dibandingkan dengan
posisi duduk mengingat kaki sebagai tumpuan tubuh. berikut ini hal-hal yang
harus diperhatikan dalam posisi kerja berdiri.
a. Berdiri bergantian dengan duduk dan berjalan. Tugas yang harus
dilakukan dalam waktu lama dengan posisi berdiri harus diselingi
dengan tugas yang dapat dilakukan dengan duduk dan berjalan.
b. Ketinggian meja kerja harus disesuaikan. Ketinggian meja kerja harus
disesuaikan dengan jenis pekerjaan. Ketinggian meja maksimal untuk
17

pria adalah 110 cm dan wanita adalah 105 cm, sedangkan ketinggian
meja minimal untuk pria adalah 90 cm dan untuk wanita adalah 85 cm.
c. Menyediakan cukup ruang untuk kaki. Antara bagian tengah meja
harus lebih lebar 5 cm dengan tumpuan meja. Antara sandaran meja
dan jarak lantai minimal 75 cm.
d. Hindari jangkauan berlebihan. benda kerja, alat, dan kontrol yang
digunakan secara teratur harus ditempatkan di depan atau di dekat
tubuh. Jangkauan yang ditoleransi dalam pekerjaan duduk maupun
berdiri maksimal 50 cm.
e. Pilih permukaan kerja yang miring untuk membaca tugas.
f. Postur tangan dan lengan. Bekerja untuk jangka waktu yang lama
dengan tangan dan lengan dalam sikap tubuh yang buruk dapat
menyebabkan keluhan spesifik dari pergelangan tangan, siku, dan
bahu. Masalah ini timbul terutama dari manual handling alat.
g. Pilih model alat yang tepat. Sebuah alat tertentu sering tersedia dalam
berbagai model. Pilih model yang paling cocok untuk tugas dan postur
tubuh agar tidak terjadi permasalahan di persendian.
h. Bila menggunakan alat genggam, pergelangan tangan harus dijaga
selurus mungkin. Alat genggam tidak boleh terlalu berat. Alat
genggam yang masih bisa ditoleransi beratnya adalah sekitar 2 kg.
i. Perawatan alat. Alat kerja harus dijaga kualitasnya agar tidak
membutuhkan kekuatan yang besar dalam penggunaannya.
j. Bentuk genggaman. Bentuk dan lokasi genggaman di troli, mesin, dan
sebagainya harus mempertimbangkan posisi tangan dan lengan. Jika
seluruh tangan digunakan untuk mengerahkan kekuatan, handgrip
harus memiliki diameter sekitar 3 cm dan panjang sekitar 10 cm.
pegangannya harus agak cembung untuk meningkatkan kontak
permukaan dengan tangan.
k. Hindari melaksanakan tugas di atas bahu. Tangan dan siku harus
berada jauh di bawah bahu ketika melaksanakan tugas. Jika pekerjaan
18

di atas permukaan bahu tidak dapat dihindari, durasi kerja harus


terbatas dengan diselingi oleh istirahat teratur.
l. Hindari bekerja dengan tangan di belakang tubuh. Posisi tangan dan
lengan di belakang tubuh menimbulkan gangguan, misalnya nyeri pada
bagian lengan atas dan dikhawatirkan terjadi disposisi sendi (terkilir).
3. Manual Material Handling (MMH)
Manual material handling adalah aktivitas penanganan material yang
meliputi kegiatan mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, dan
membawa beban yang dilakukan tanpa bantuan alat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Musculoskeletal disorder (MSDs) adalah ganguan atau sakit pada otot,
tendon dan syaraf skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban
statis secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dan akan
menyebabkan keluhan berupa rasa nyeri dan tidak nyaman serta dapat terjadi
walaupun gaya yang dikeluarkan ringan dan postur kerja yang memuaskan.Secara
garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu keluhan secara
sementara (reversible) dan menetap (persistent).Penyebab utama MSDs yang
berhubungan dengan kerja adalah beban, postur statis atau janggal dan
repetisi/pengulangan (Sander et al, 2004).
Ada beberapa faktor resiko tertentu yang selalu ada dan berhubungan atau
turut berperan dalam menimbulkan MSDs. Faktor-faktor tersebut bisa
diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu pekerjaan, lingkungan, dan manusia atau
pekerja.Jenis-jenis keluhan MSDs terdiri dari beberapa (Soedirman, 2014),
diantaranya yaitu Sakit leher nyeri punggung, Carpal Tunnel Syndrome, De
Quervains Tenosynovitis, Thoracic Outlet Syndrome, Tennis Elbow, dan Low
Back Pain. Akibatnya rasa sakit yang menganggu sistem muskuloskeletal pada
saat bekerja dapat menyebabkan pecahnya lempeng dan bahan atau bagian dalam
yang menonjol keluar serta mungkin menekan saraf-saraf di sekitarnya, hal
tersebut yang menyebabkan cidera atau bahkan menyebabkan kelumpuhan.
B. Saran
Diharapkan untuk memahami tentang musculoskeletal disorders
khususnya kepada pekerja agar dapat melakukan pekerjaan secara ergonomis dan
sesuai dengan jenis pekerjaan sehingga dapat mencegah terjadinya bahaya
musculoskeletal disorderstersebut.

19
DAFTAR PUSTAKA

Bukhori, Endang. 2010. Hubungan Faktor Resiko Pekerjaan dengan Terjadinya


Keluhan Musculosceletal Disease (MSDs) pada Tukang Angkut Beban
Penambang Emas di Kecamatan Cilograng Kabupaten Lebak Tahun 2010.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/1224/1/ENDANG
%2520BUKHORI-FKIK.PDF. Diakses pada 6 November 2019
Indriastuti, Miftah. 2012. Analisis Faktor Risiko Gangguan Muskuloskeletal
dengan Metode Quick Exposure Checklist (Qec) pada Perajin Gerabah di
Kasongan Yogyakarta.
https://www.neliti.com/id/publications/18770/analisis-faktor-risiko-
gangguan-muskuloskeletal-dengan-metode-quick-exposure-che&ved.
Diaskes pada 7 November 2019
Mayasari, Diana dan Saftarina, Fitria. 2016. Ergonomi sebagai Upaya
Pencegahan Musculosceletal Disorders pada Pekerja.
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/download/1643/1601
&ved. Diakses pada 7 November 2019

20

Anda mungkin juga menyukai