Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MUSCULOSKELETAL

Disusun Oleh :

Nama : Hendra Jamil


Kelas : B Keperawatan 2018
Nim : C01418071

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Tim penulis panjatkan kepada Tuhan Yang maha Esa atas
Rahmat-Nya yang telah dilimpahkan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
yang berjudul “Makalah Musculoskeletal” yang merupakan salah satu tugas
Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan masih terdapat
beberapa kekurangan, hal ini tidak lepas dari terbatasnya pengetahuan dan
wawasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan di masa yang akan
datang, karena manusia yang mau maju adalah orang yang mau menerima kritikan
dan belajar dari suatu kesalahan.
Akhir kata penulis berharap semoga dengan terselesainya tugas ini
mendapat ridho dari Allah SWT, dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi pembaca umumnya. Amiin....

Gorontalo, 22 Juli 2021


DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anatomi adalah ilmu yg mempelajari suatu bangun atau suatu bentuk
dengan mengurai-uraikannya ke dalam bagian-bagiannya. Dilihat dari sudut
kegunaan, bagian paling penting dari anatomi khusus adalah yang mempelajari
tentang manusia dengan berbagai macam pendekatan yang berbeda. Dari sudut
medis, anatomi terdiri dari berbagai pengetahuan tentang bentuk, letak, ukuran,
dan hubungan berbagai struktur dari tubuh manusia sehat sehingga sering disebut
sebagai anatomi deskriptif atau topografis. Kerumitan tubuh manusia
menyebabkan hanya ada sedikit ahli anatomi manusia profesional yang benar-
benar menguasai bidang ilmu ini; sebagian besar memiliki spesialisasi di bagian
tertentu seperti otak atau bagian dalam.
Anatomi tubuh sangat penting untuk dipelajari khususnya bagi mahasiswa
kesehatan. Sebab ketika sudah di rumah sakit sebagai tenaga kesehatan dituntut
untuk dapat melayani pasien. Untuk itulah makalah ini dibuat, sebagai langkah
awal untuk mempelajari anatomi tubuh manusia.
Musculoskeletal disorders merupakan sekumpulan gejala yang berkaitan
dengan jaringan otot, tendon, ligamen, kartilago, sistem saraf, struktur tulang, dan
pembuluh darah dimana keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-
bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan ringan
sampai yang sangat fatal.(1) Pada awalnya, keluhan MSDs berupa rasa sakit,
nyeri, mati rasa, kesemutan, bengkak, kekakuan, gemetar, gangguan tidur, dan
rasa terbakar. Akibatnya berujung pada ketidakmampuan seseorang untuk
melakukan pergerakan dan koordinasi gerakan anggota tubuh atau ekstrimitas
sehingga mengurangi efisiensi kerja dan kehilangan waktu kerja sehingga
produktivitas kerja menurun.
Keluhan pada sistem muskuloskeletal telah menjadi trend penyakit terbaru
berkaitan dengan pekerjaan di seluruh dunia baik di negara berkembang maupun
negara industri (Chung, 2013). Keluhan muskuloskeletal atau Musculoskeletal
Disorder (MSDs) bersifat kronis, disebabkan adanya kerusakan pada tendon, otot,
ligament, sendi, saraf, kartilago, atau spinal disc biasanya menimbulkan rasa tidak
nyaman, nyeri, gatal dan pelemahan fungsi (Tarwaka, 2013).
World Health Organization (WHO) memperkirakan prevalensi gangguan
MSDs mencapai hampir 60% dari semua penyakit akibat kerja. Komisi Pengawas
Eropa menghitung kasus MSDs menyebabkan 49,9% ketidakhadiran kerja lebih
dari tiga hari dan 60% kasus ketidakmampuan permanen dalam bekerja. Di
Argentina, pada tahun 2010 dilaporkan 22.013 kasus dari penyakit akibat kerja,
dan MSDs diantaranya merupakan kejadian yang paling sering terjadi (Sang dkk,
2013). Sedangkan hasil Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa prevalensi
penyakit muskuloskeletal yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan sebesar 11,9%
dan berdasarkan diagnosis atau gejala sebesar 24,7%.
Data keluhan Muskuloskeletal di Indonesia menunjukkan bahwa pekerja
mengalami cidera otot pada bagian leher bawah (80%), bahu (20%), punggung
(40%), pinggang kebelakang (40%), pinggul kebelakang (20%), pantat (20%),
paha (40%), lutut (60%), dan betis (80%) (ILO, 2018). Kuli panggul merupakan
pekerja yang bekerja dengan menjual jasa mengangkut barang dari satu tempat ke
tempat yang lain. Pada umumnya, pekerjaan tersebut menggunakan manual
handling (Cahyani, 2010). Pekerjaan kuli panggul memiliki beban kerja yang
cukup tinggi dan berisiko terhadap kesehatan dan keselamatan kerja. Setiap beban
kerja yang diterima oleh pekerja harus seimbang dengan kemampuan fisik dan
kognitif sesuai dengan keterbatasan pekerja yang menerima beban kerja tersebut
(Tarwaka, 2015).
Gangguan muskuloskeletal masih merupakan masalah dalam produktivitas
kerja, seperti yang terjadi di Jerman, gangguan muskuloskeletal telah
menyumbang sebanyak 20% ketidakhadiran dan sebanyak 50% pensiun dini.
Sementara di United Kingdom, sekitar 43,4% angka kesakitan dan cedera
berkaitan dengan gangguan muskuloskeletal. Cedera tersebut banyak terjadi 45%
padda punggung, 22% pada tangan, dan 13% pada lengan.
Keluhan muskuloskeletal telah menyumbang 29% dari total angka
penyebab kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Kejadian ini meningkat 6%
dari tahun sebelumnya menjadi 155 kasus per 100.000 pekerja. Masalah ini
mengakibatkan pekerja harus istirahat di rumah (lost day) selama rata-rata 20 hari,
dengan variasi mulai dari ringan hingga cacat permanen. Menurut penelitian yang
dilakukan terhadap 482 pekerja di 12 kabupaten/kota di Indonesia, 16% di
antaranya berupa gangguan muskuloskeletal. Penelitian Pusat Studi Kesehatan
dan Ergonomi ITB tahun 2006 – 2007 memperoleh data sekitar 40 – 80% pekerja
melaporkan keluhan muskuloskeletal.
Diperkirakan ada sekitar 59,0% pekerja Indonesia yang bekerja sektor
perekonomian informal pada bulan Agustus 2010, sedangkan pada Februari 2014,
46,4% dari pekerja bekerja di sektor perekonomian formal, sementara 53,6%
sisanya bekerja di sektor informal. Walaupun sudah ada perkembangan, masih
banyak pekerjaan di Indonesia yang bersifat informal, sehingga perlindungan dan
kesejahteraan tenaga kerja masih terbilang kecil.4 Menurut International Labour
Organization (ILO) tahun 2012, terdapat 2 juta kasus kematian dikarenakan
kecelakaan dan penyakit akibat kerja setiap tahunnya dan pada tahun 2013, ILO
menyatakan bahwa satu pekerja di dunia meninggal setiap 15 detik karena
kecelakaan kerja dan 160 pekerja mengalami sakit akibat kerja. Menurut
Direktorat Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga, laporan pelaksanaan kesehatan
kerja di 26 Provinsi di Indonesia tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah kasus
penyakit umum pada pekerja berjumlah 2.998.766 kasus, dan jumlah kasus
penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan berjumlah 428.844 kasus. Jumlah kasus
terkait kerja yang relatif rendah tidak menggambarkan keadaan sesungguhnya,
dimana lebih banyak kasus yang tidak terdeteksi dan terdiagnosis

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan pada latar belakang, maka
rumusan masalah pada makalah ini yaitu “ Untuk mengetahui hubungan masa
kerja, postur kerja dan beban kerja dengan keluhan musculoskeletal

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan masa kerja, postur kerja dan beban kerja
dengan keluhan musculoskeletal
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui anatomi sistem musculoskeletal
2. Menegetahui pembagian serta letak anatomi tubuh manusia khususnya
mengenai sistem skeletal, muscular san persendian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot
(muskulo) dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah
jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi
energi mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari
tulang-tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan
posisi.
1. Kerangka tubuh Sistem muskuloskeletal memberi bentuk bagi tubuh.
2. Proteksi Sistem muskuloskeletal melindungi organ-organ penting,
misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-
paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang dibentuk oleh tulang-
tulang kostae (iga).
3. Ambulasi & Mobilisasi Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya
pergerakan tubuh dan perpindahan tempat.
4. Hemopoesis Berperan dalam pembentukan sel darah pada red marrow.
5. Deposit Mineral Tulang mengandung 99 % kalsium & 90 % fosfor tubuh.
2.1.1. Pertumbuhan Tulang
Tulang mencapai kematangannya setelah pubertas dan pertumbuhan
seimbang hanya sampai usia 35 tahun. Berikutnya mengalami percepatan
reabsorpsi sehingga terjadi penurunan massa tulang sehingga pada usila
menjadi rentan terhadap injury. Pertumbuhan dipengaruhi hormon &
mineral.
2.1.2. Penyusunan Tulang
Tulang disusun oleh sel-sel tulang yang terdiri dari osteosit, osteoblast dan
osteoklast serta matriks tulang. Matriks tulang mengandung unsur organik
terutama kalsium dan fosfor.
2.1.3. Struktur Tulang
Secara makroskopis tulang terdiri dari dua bagian yaitu pars spongiosa
(jaringan berongga) dan pars kompakta (bagian yang berupa jaringan padat).
Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum); lapis tipis jaringan
ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum & meluas ke dalam kanalikuli tulang
kompak.
Membran periosteum berasal dari perikondrium tulang rawan yang
merupakan pusat osifikasi. Periosteum merupakan selaput luar tulang yang tipis.
Periosteum mengandung osteoblas (sel pembentuk jaringan tulang), jaringan ikat
dan pembuluh darah. Periosteum merupakan tempat melekatnya otot-otot rangka
(skelet) ke tulang dan berperan dalam memberikan nutrisi, pertumbuhan dan
reparasi tulang rusak.
Pars kompakta teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki
sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur (Calsium Phosfat dan
Calsium Carbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat. Kandungan tulang
manusia dewasa lebih banyak mengandung kapur dibandingkan dengan anak-anak
maupun bayi.
Bayi dan anak-anak memiliki tulang yang lebih banyak mengandung serat-
serat sehingga lebih lentur. Tulang kompak paling banyak ditemukan pada tulang
kaki dan tulang tangan.
Pars spongiosa merupakan jaringan tulang yang berongga seperti spon
(busa). Rongga tersebut diisi oleh sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel
darah. Tulang spongiosa terdiri dari kisi-kisi tipis tulang yang disebut trabekula.
Secara Mikroskopis tulang terdiri dari :
1. Sistem Havers (saluran yang berisi serabut saraf, pembuluh darah, aliran
limfe)
2. Lamella (lempeng tulang yang tersusun konsentris).
3. Lacuna (ruangan kecil yang terdapat di antara lempengan²lempengan yang
mengandung sel tulang).
4. Kanalikuli (memancar di antara lacuna dan tempat difusi makanan sampai
ke osteon).
2.1.4. Bentuk Tulang
Sistem skelet disusun oleh tulang-tulang yang berjumlah 206 buah.
Berdasarkan bentuknya, tulang-tulang tesebut dikelompokkan menjadi :
1. Ossa longa (tulang panjang): tulang yang ukuran panjangnya terbesar
contohnya os humerus dan os femur.
2. Ossa brevia (tulang pendek): tulang yang ukurannya pendek, contoh: ossa
carpi
3. Ossa plana (tulang gepeng/pipih): tulang yg ukurannya lebar, contoh: os
scapula
4. . Ossa irregular (tulang tak beraturan), contoh: os vertebrae.
5. Ossa pneumatica (tulang berongga udara), contoh: os maxilla

2.2 Sistem Skelet (Tulang Kerangka)


Susunan tulang atau skelet(kerangka) merupakan salah satu unsur system
penegak dan pengerak. Tulang manusia dihubungkan dengan yang lain melalui
sambungan tulang atau persendian sehingga terbentuk kerangka yang merupakan
system lokomotor pasif, yang akan diatur oleh alat-alat lokomotif aktif dari otot.
Sistem skeletal dibagi kedalam kedua bagian besar yaitu axial skeleton yang
terdiri atas tulang kepala, vertebra, sternum, dan tulang iga. Pembagian yang
berikutnya adalah appendicular skeleton yang terdiri dari ekstremitas atas dan
ekstermitas bawah.
2.2.1 Karakteristik Tulang Kerangka
1. Tulang panjang Pada bagian tengah tulang panjang terdapat diafise dan
ujungnya disebut epifise. Ujung tulang dilapisi oleh tulang rawan yang
memudahkan gerakan sendi rawan disebut rawan sendi (artikulasio).
Permukaan luar tulang dibungkus oleh selaput tulang (periostinum) yang
merupakan sifat menyerupai jaringan ikat.
2. Tulang atap kepala Tulang atap kepala terdiri atas 2 lapisan, yaitu
substansi kompakta tubula eksterna (lapisan luar) dan substansi kompakta
tubula interna (lapisan dalam). Diantara dua lapisan ini terdapat substansi
spongeosa. Lubang bagian dalam diafise terdapat ruang yang disebut
kavum medulla yang berisi sumsum tulang kuning (medulla osseum plava)
dan pada lubang substansi spongeosa terdapat sumsum tulang merah 9
Upper limb Os Scapula − Os Clavicula − Os Humerus Os Radius Os Ulna
Os Carpals Ossa Metacarpals Ossa Phalanges(medulla osseum rubra).
Permukaan dalam substansi kompakta diliputi oleh selaput tipis yang
disebut endosteum. Substansi kompakta dan spongeosa ini termasuk
jaringan penunjang. Jaringan penunjang pada jaringan antar sel banyak
yang mengandung kalsium, fosfat, kalsium karbonat, dan memiliki sifat
yang keras. Bila dibandingkan zat-zat organis lebih banyak terdapat dalam
tulang anakanak daripada lansia sehingga tulang anak-anak lebih lentur
(bingkas). Dalam substansi kompakta terdapat saluran yang dikelilingi
oleh beberapa lapis yang disebut lamella havers (keping tulang yang
membentuk saluran) dan dibawah periostinum terdapat lapisan tulang.

2.3 Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Fraktur


1. Pengertian
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144). Fraktur atau patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347). Fraktur tertutup
adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka
adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk
terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999 : 1138). Fraktur femur adalah terputusnya
kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan
lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki
dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543) Fraktur
olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang disebabkan oleh kekerasan
langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior
dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
2. Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga
yaitu :
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang pata secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh
dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur
dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses
penyakit dimana dengan trauma minor dapat mengakibatkan
fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan
baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat
infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses
yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan
skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat
yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas
dikemiliteran.
3. Patofisiologi
Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
a. Fase hematum
1) Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume
disekitar fraktur
2) Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
b. Fase granulasi jaringan
1) Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
2) Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
3) Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi
pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
c. Fase formasi callus
1) Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri
2) Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
d. Fase ossificasi
1) Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan
sembuh
2) Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan
endapan garam kalsium yang menyatukan tulang yang
patah
e. Fase consolidasi dan remadelling Dalam waktu lebih 10 minggu
yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas osteoblast
dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
4. Tanda dan Gejala
a. Deformitas Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur
terjadi seperti :
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness/keempukan
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah j. Krepitasi (Black,
1993 : 199).
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Rontgen Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur
secara langsung− Mengetahui tempat dan type fraktur− Biasanya
diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodic
b. Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
d. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi )
atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada trauma multiple) Peningkatan jumlah SDP adalah respon
stres normal setelah trauma
e. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
6. Penatalaksanaan
a. Fraktur Reduction
Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah
penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang
terhadap posisi otonomi sebelumnya. Penurunan terbuka
merupakan perbaikan tulang− terusan penjajaran insisi
pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap
fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi,
dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien. Peralatan
traksi :
1) Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek
2) Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka
panjang.
b. Fraktur Immobilisasi
1) Pembalutan (gips)
2) Eksternal Fiksasi
3) Internal Fiksasi
4) Pemilihan Fraksi
c. Fraksi terbuka
1) Pembedahan debridement dan irigrasi
2) Imunisasi tetanus
3) Terapi antibiotic prophylactic
4) Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
7. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Pengkajian Primer
2) Pengkajian Sekunder
b. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1) Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan,
alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas Tujuan : nyeri dapat
berkurang atau hilang. Kriteria Hasil : nyeri berkurang atau
hilang dan klien tampak tenang.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea,
kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi,
ansietas, dan gangguan pola tidur. Tujuan : pasien memiliki
cukup energi untuk beraktivitas.
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan,
perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan
penurunan sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi,
kelemahan, penurunan berat badan, turgor kulit buruk,
terdapat jaringan nekrotik.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang
sesuai. Kriteria Hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti
pus.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas
optimal.
Kriteria hasil : penampilan yang seimbang..
5) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh,
respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
6) Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan
kebutuhan pengobatan berhubungan dengan keterbatasan
kognitif, kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi
informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,
efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : melakukan prosedur yang diperlukan dan
menjelaskan alasan dari suatu tindakan.
BAB III
KESIMPULAN

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot


(muskulo) dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah
jaringan tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi
energi mekanik (gerak). Sedangkan rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari
tulang-tulang yang memungkinkan tubuh mempertahankan bentuk, sikap dan
posisi.
DAFTAR PUSTAKA

As’adi, Sujoso & Prasetyowati. (2014). Hubungan antara Karakteristik Individu


dan Manual Material Handling dengan Keluhan Muskuloskeletal Akibat
Kerja. e-Jurnal Pustaka Kesehatan, 2(2)271-276
Cahyani, W. D. (2010). Hubungan Antara Beban Kerja Dengan Kelelahan Kerja
Pada Pekerja Buruh Angkut. Pena Jurnal Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, Vol. 19 No. 2.
Chung, Y.C., C.T. Hung, , H.M. Lee Wang, S.G. Chang, S.C. Pai, L.W, and J. H.
Yang (2013). Risk of musculoskeletal disorder among Taiwanese nurses
cohort: a nationwide population-based study. BMC Musculoskeletal
Disorders , 14, 144. Available at URL :http://www.biomedcentral.com/147
1-2474/14/144.
ILO. (2013). The Prevention of Occupational Diseases, (online). Diakses dari:
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@ed_protect/@protrav/@safew
ork/docume nts/publication/wcms_208226.pdf
Kristianti. (2009). Beberapa Faktor yang Berkaitan dengan Keluhan Subjektif
Muskuloskeletal Pekerja Angkat Angkut di Gudang Persediaan Pupuk
Pusri Kediri. Skripsi: Universitas Airlangga
Riskesdas. (2013). Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI
Sang; Djajakusli; Russeng. (2013) “Hubungan Risiko Postur Kerja Dengan
Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pemanen Kelapa Sawit
di PT. Sinergi Perkebunan Nusantara di askes di
http://repository.unhas.ac.id/
Sartika, Dewi. (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Low Back Pain
(LBP) Pada Penenun Tradisional Sarung Samarinda Di Kampung Tenun
Seberang. Samarinda: FKM Universitas Mulawarman
Tania, C. (2015). Hubungan Antara Aktivitas Kerja Manual Handling dengan
Keluhan Nyeri Punggung Bawah pada Perawat di RSUP Haji Adam Malik
Medan. Skripsi: Universitas Sumatera Utara
Tarwaka. (2013). Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan
Aplikasi Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.
Tarwaka. (2015). Ergonomi Industri : Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan
Aplikasi Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press Widyastuti. (2010).
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Muskuloskeletal pada
Buruh Angkut Sayur di Jalan Pedamaran Pasar Johar 2009. Skripsi.
Semarang. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang.
http://lib.unnes.ac.id. Diakses 15 Januari 2020
Atiqoh J, Wahyuni I, Lestantyo D. FaktorFaktor yang Berhubungan dengan
Kelelahan Kerja pada Pekerja Konveksi Bagian Penjahitan di CV. Aneka
Garment Gunungpati Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat [Internet].
Feb 2014 [cited 2015 Aug 22]; 2(2): 119-26. Available from:
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm/article/downloa d/6386/6164
Effendi F. Ergonomi Bagi Pekerja Sektor Informal. Cermin Dunia Kedokteran.
2007; 34(154): 9-12
AN-Nur: Jurnal Kajian dan Pengembangan Kesehatan Masyarakat Website :
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/AN-NUR Vol. 01 Nomor 01 Agustus
2020 Hal. 64 – 73
AM. Sugeng Budiono. Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang: BP UNDIP,
2003.
Tarwaka. Ergonomi industri. Surakarta: Harapan Press Solo; 2010.
Sethi J, Sandhu JS, Imbanathan V. Effect of body mass index on work related
musculoskeletal discomfort and occupational stress of computer workers
in a developed ergonomic setup. Sports Medicine, Arthroscopy,
Rehabilitation, Therapy & Technology. 2011; 3 (1): 22.
Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta.
EGC
http://akhmadrapiuddin.blogspot.com/2009/06/makalah-medula-spinalis.html.

Anda mungkin juga menyukai