Anda di halaman 1dari 55

MAKALAH

KONSEP ANATOMI, FISIOLOGI, KIMIA, FISIKA, DAN BIOKIMIA,


PATOFISIOLOGI, FARMAKOLOGI, DAN TERAPI DIET TERKAIT SISTEM
MUSKULOSKELETAL (FRAKTUR, DISLOKASI, ARTHITIS, KEGANASAN PADA
TULANG)

Disusun guna melengkapi tugas Mata Kuliah “Keperawatan Dewasa Sistem


Musculoskeletal, Integumen, Persepsi Sensori dan Persarafan”

Dosen Pengampu:

Ns. Devia Putri Lenggogeni, M.Kep, Sp.Kep.MB

Disusun Oleh:

Kelompok 6

Hanny Nurizyani (2111313014) Neisha Aidilla J.M (2111312061)

Monica (2111312055) Syalsa Salsabil (2111313034)

Muhammad Iqbal (2311316011) Yurika Aprinade (2111312064)

KELAS A1 2021

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Makalah disusun untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa Sistem Musculoskeletal, Integumen,
Persepsi Sensori dan Persarafan. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan
mengenai Konsep Anatomi, Fisiologi, Kimia, Fisika, dan Biokimia, Patofisiologi,
Farmakologi, dan Terapi Diet Terkait Sistem Mukuloskeletal (Fraktur, Dislokasi, Artritis,
Keganasan pada Tulang).

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Devia Putri Lenggogeni, M.Kep,
Sp.Kep.MB, yang telah membimbing dalam mata kuliah ini. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

29 August 2023

Padang

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Anatomi fisiologi 3


B. Konsep Kimia, Fisika, dan Biokimia 16
C. Fraktur, Dislokasi, Arthitis, Keganasan pada Tulang 25

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 49

B. Saran 49

DAFTAR PUSTAKA 51

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
System musculoskeletal merupakan penunjang untuk bentuk tubuh. System ini
terdiri dari tulang, sendi, otot, rangka, ligamentum jaringan khusus yang
menghubungkan struktur ini. Sehingga tulang memiliki fungsi ganda yaitu fungsi
mekanik dan etabolik. Tulang juga memiliki fungsi sebagai pembentuk rangka tubuh
yang mempunyai berbagai jenis bentuk.
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang memberikan dukungan dan
stabilitas bagi tubuh dan memungkinkan untuk bergerak secara terkoordinasi. Apabila
sistem ini terganggu atau ada masalah, maka akan mempengaruhi sistem gerak tubuh
manusia.
Fraktur atau patah tulang adalah salah satu kondisi yang sering menyebabkan
seseorang harus menjalani pengobatan serta perawatan dirumah sakit. Penelitian oleh
smeltzer (2001), diperbaharui oleh Nanda, (2012) fraktur adalah terputusnya
kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadinya jika tulang
dikenai stress yang lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya.
Dislokasi adalah keluarnya tulang dari sendi atau dari posisi normalnya secara
paksa. Penangan dislokasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, metode operatif
dengan membuka jaringan disekitar daerah dislokasi terlebih dahulu kemudian
dilakukan reposisi dan diberikan immobilisasi biasanya dilakukan pada dislokasi hip
kronik. Metode konservatif yaitu reposisi tanpa operasi atau tanpa membuka jaringan
disekitrnya kemudian diimobilasi untuk mempertahan hasil reposisi.
Gout artritis atau yang dikenal dengan istilah asam uratmerupakan peradangan
persendian yang disebabkan olehtingginya kadar asam urat dalam tubuh
(hiperurisemia). Biasanya akan terjadi peradangan dengan rasa nyeri yang bersifat akut
pada persendian. Seringkali pada pergelangan kaki, kadang-kadang pada persendian
tangan, lutut, dan pundak atau jari-jari tangan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja konsep anatomi fisiologi system musculoskeletal?
2. Apa saja konsep kimia, fisika, dan biokimia system musculoskeletal?

1
3. Bagaimana patofisiologi, farmakologi, dan terapi diet terkait system
musculoskeletal?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep anatomi fisiologi system musculoskeletal

2. Untuk mengetahui konsep kimia, fisika, dan biokimia system musculoskeletal.

3. Untuk mengetahui patofisiologi, farmakologi, dan terapi diet terkait system


musculoskeletal

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Anatomi Fisiologi

Muskuloskeletal terdiri atas dua kata, yakni muskulus dan skeletal. Muskulus berasal
dari bahasa latin (musculus) yang berarti otot atau tikus kecil, dan dari kata inilah kemudian
dikenal istilah systema musculare untuk menyebut otot sebagai suatu sistem. Ilmu yang
mempelajari tentang otot dikenal sebagai myologia yang berasal dari bahasa Yunani,
terbentuk dari kata myos yang berarti otot atau tikus dan logos yang berarti ilmu. Skeletal
berasal dari bahasa Latin (skeleton) yang berarti kerangka, dan dari kata ini dikenal istilah
systema skeletale yang berarti tulang sebagai suatu sistem. Ilmu yang mempelajari tentang
tulang dikenal dengan istilah osteologi yang berasal dari bahasa Yunani, yakni osteon dan
logos. Skeleton pada orang dewasa terdiri atas beberapa unit terpisah yang disebut tulang
(os atau osseus), termasuk ke dalam unit-unit tersebut beberapa kartilago.

1. Tulang (osteon)
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat lainnya yang terdiri atas
hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya terdiri dari bahan mineral terutama calsium
kurang lebih 67 % dan bahan seluler 33%. Fungsi dari tulang adalah sebagai berikut :

a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh


b. Melindungi organ tubuh (jantung, otak, paru-paru, dan jaringan lunak).
c. Memberikan pergerakan (otot berhubungan dengan kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah di dalam sumsum tulang (hematopoesis).
Tulang diselimuti di bagian luar oleh membran fibrus padat disebut periosteum.
Periosteum memberikan nutrisi pada tulang dan memungkinkan tumbuh, selain sebagai
tempat perlekatan tendon dan ligament. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah,
dan limfatik. Lapisan yang terdekat mengandung osteoblast. Dibagian dalamnya terdapat
endosteum yaitu membran vascular tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang
dan rongga dalam tulang kanselus. Osteoklast terletak dekat endosteum dan dalam lacuna
howship (cekungan pada permukan tulang).

Sumsum tulang merupakan jaringan vascular dalam rongga sumsum (batang) tulang
panjang dan tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di sternum, ilium,
vetebra dan rusuk pada orang dewasa, bertanggungjawab dalam produksi sel darah merah

3
dan putih. Pada orang dewasa tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning. Jaringan
tulang mempunyai vaskularisasi yang baik. Tulang kanselus menerima asupan darah
melalui pembuluh metafis dan epifis. Pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang
kompak melalui kanal volkman. Selain itu terdapat arteri nutrient yang menembus
periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina (lubanglubang kecil). Arteri
nutrient memasok darah ke sumsum tulang, System vena ada yang keluar sendiri dan ada
yang mengikuti arteri.

Tulang tersusun dari 3 jenis sel yaitu :

a. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang dengan mensekresikan matrik


tulang. Matrik tulang tersusun atas 98% kolagen dan 2% substansi dasar
(glukosaminoglikan/ asam polisakarida dan proteoglikan). Matrik tulang
merupakan kerangka dimana garam garam mineral ditimbun terutama calsium,
fluor, magnesium dan phosphor.
b. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai pemeliharaan fungsi
tulang dan terletak pada osteon (unit matrik tulang). Osteon yaitu unit fungsional
mikroskopik tulang dewasa yang di tengahnya terdapat kapiler dan disekeliling
kapiler tedapat matrik tulang yang disebut lamella. Di dalam lamella terdapat
osteosit, yang memperoleh nutrisi lewat prosesus yang berlanjut kedalam kanalikuli
yang halus (kanal yang menghubungkan dengan pembuluh darah yang terletak
kurang lebih 0,1 mm).
c. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak memungkinkan mineral dan matriks
tulang dapat diabsorpsi, penghancuran dan remodeling tulang. Tidak seperti
osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang.
Struktur tulang terdiri atas dua macam yaitu;

a. tulang padat (compact) biasanya terdapat pada bagian luar semua tulang,
b. tulang berongga (spongiosa) biasanya terdapat pada bagian dalam tulang,
kecuali bagian yang digantikan oleh sumsum tulang.
Bila tulang diklasifikasi berdasarkan morfologi (bentuknya), dibagi menjadi lima jenis
yaitu ;

a. tulang panjang/tulang pipa (long bone), Fungsinya sebagai alat ungkit dari
tubuh dan memungkinkan untuk bergerak

4
b. tulang pendek (short bone), Fungsinya pendukung seperti tampak pada
pergelangan tangan.
c. Tulang tipis/pipih (flat bone), Fungsinya sebagai pelindung organ vital dan
menyediakan permukaan luas untuk kaitan otot-otot, merupakan tempat penting
untuk hematopoesis.
d. tulang tidak teratur (irreguler bone), Berbentuk unik sesuai dengan fungsinya.
e. tulang sesamoid, Merupakan tulang kecil disekitar tulang yang berdekatan
dengan persendian dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial.

Tulang pergelangan tangan ( tulang pendek)

Tulang Panjang

Tulang vertebrata (tulang tidak teratur)

Tulang tengkorak ( tulang pipih)

5
Pattela ( tulang sesamoid)

Terdapat 11 tulang rangka penyusun tubuh manusia yang kalau dihitung dari kesebelas
tulang penyusun tubuh terdiri dari 206 tulang.

a. Tulang tengkorak
Delapan buah tulang tengkorak yaitu; os frontalis (tulang dahi), os parietalis
(tulang ubun-ubun), os oksipitalis (tulang belakang kepala), os temporalis (tulang
pelipis), os sfenoidalis (tulang baji), os ethmoidalis (tulang tapis). Tulang-tulang
tengkorak saling berhubungan dalam bentuk sendi sutura (penghubung). Sutura yang
penting diantaranya : 1) sutura sagitalis (antara os frontalis dan kedua os parietalis), 2)
sutura sagitalis (antara kedua os parietalis, dan 3) lambdoidea (antara os oksipitalis dan
kedua os parietalis).
Pada bayi baru lahir, hubungan sutura masih renggang dan disebut ubun-ubun
(fontanella) yaitu: fontanella mayor atau fontanella anterior atau sering disebut ubun-
ubun besar yang terdapat di bagian depan, berikutnya adalah fontanella
minor/fontanella posterior/ubun-ubun kecil di bagian belakang. Berikut contoh gambar
tulang tengkorak, sutura dan fontanella.

Sutura-Sutura Penting

6
Tulang-Tulang Tengkorak

Fontanella Mayor dan Fontanella Minor

b. Tulang wajah
Semua tulang wajah tidak bergerak kecuali os mandibularis karena adanya sendi
temporomandibularis. Tulang-tulang wajah meliputi : os nasalis (tulang hidung), os
palatinus (tulang langit-langit), os lakrimalis (tulang air mata), os zigomatikus (tulang
pipi), konka nasalis inferior 9tulang tapis), os vomer (sekat hidung), os mandibularis
(tulang rahang bawah) dan os maksilaris (tulang rahang atas).
c. Tulang Telinga
Tulang telinga dalam berfungsi untuk meningkatkan frekuensi bunyi yang
masuk ke telinga. Ada enam buah tulang telinga dalam yaitu; 1) os malleus berjumlah
2 buah, 2) os inkus berjumlah 2 buah, dan 3) os stapes juga berjumlah 2 buah.

d. Ruas Tulang Belakang


Tulang belakang (os vertebrata) terdiri dari 33 ruas. Fungsi umum dari ruas
tulang belakang adalah ; menahan kepala dan alat tubuh lainnya, melindungi sumsum
tulang belakang, tempat melekatnya tulangtulang iga dan panggul, dan menentukan
sikap tubuh. Pengelompokkan tulang belakang sebagai berikut :
1) Vertebrae Servikalis (tulang leher), adalah 7 vertebrae di antara kranium dan
thoraks.

7
a) Vertebra servikalis I disebut tulang atlas. Tulang ini bersendi dengan kondilus
oksipitalis membentuk artikulasio atlanto oksipitalis.
b) Vertebra servikalis II disebut tulang aksis atau epistrofeus.
c) Vertebra servikalis VII disebut vertebra prominens.
2) Vertebrae Thorakalis (tulang punggung), berjumlah 12 ruas.
a) Mempunyai prosesus spinosus panjang dan melengkung
b) Mempunyai korpus vertebra yang tebal dan kuat
c) Membentuk sendi dengan kosta (artikulasio kostovertebralis)
3) Vertebrae Lumbalis (tulang pinggang), berjumlah 5 ruas.
a) Mempunyai prosesus spinosus agak picak
b) Badan ruas vertebra lumbalis V agak menonjol (promontorium)
4) Vertebrae Sakralis (tulang duduk), berupa sinostosis (penyatuan) 5 ruas vertebrae.
a) Pada bagian lateral terdapat 5 pasang foramen sakralis.
b) Berperan sebagai dinding belakang rongga panggul.
5) Vertebrae Koksigis (tulang ekor), berupa sinostosis 4 ruas vertebrae.
a) Persendian antara os koksigis dan sakrum memberi gerakan minimal.

e. Tulang Iga ( os costae)


f. Tulang Gelang Bahu
Tulang-tulang yang menyusun gelang bahu adalah 2 pasang skapula dan 2
pasang klavikula.

8
g. Tulang Anggota Gerak Badan Atas (ekstremitas atas/superior)
Tulang anggota badan atas terdiri dari 60 buah

Os Humerus Os Radius dan Ulna

9
Os carpalia, Metacarpalia dan Os falangea

h. Tulang Gelang Panggul


Rangka panggul terdiri dari 2 os koksae, os sakrum dan os koksigis. Masing-
masing os koksae merupakan sinostosis dari os ilium, os iskhium dan os pubis. Bagian-
bagian penting dari os koksae adalah ; fossa asetabulum, foramen obturatoriu,
tuberkulum pubikum, fossa iliaka, krista iliaka, spina iliaka, tuberositas ishiadikum dan
spina ishiadikum.

i. Tulang Anggota Gerak Badan Bawah

10
Os femur Os Tibia dan Os Fibula

Os tarsalis, metatarsalis dan falangea

2. Sendi (artikulasio)
Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Secara structural sendi dibagi
menjadi: sendi fibrosa, kartilaginosa, sinovial. Dan berdasarkan fungsionalnya sendi dibagi
menjadi: sendi sinartrosis, amfiartrosis, diarthroses. Secara structural dan fungsional
klasifikasi sendi dibedakan atas:

a. Sendi Fibrosa/ sinartrosis Sendi yang tidak dapat bergerak atau merekat ikat, maka tidak
mungkin gerakan antara tulangtulangnya. Sendi fibrosa tidak mempunyai lapisan
tulang rawan dan tulang yang satu dengan lainnya dihubungkan oleh jaringan
penyambung fibrosa. contohnya sutura pada tulang tengkorak, sendi kaitan dan sendi
kantong (gigi), dan sindesmosis (permukaan sendi dihubungkan oleh membran).

11
b. Sendi Kartilaginosa/ amfiartrosis Sendi dengan gerakan sedikit, dan permukaan
persendian- persendiannya dipisahkan oleh bahan antara dan hanya mungkin sedikit
gerakan. Sendi tersebut ujung-ujung tulangnya dibungkus tulang rawan hyalin,
disokong oleh ligament dan hanya dapat sedikit bergerak. Ada dua tipe kartilago :
1) Sinkondrosis : Sendi yang seluruh persendiannya diliputi oleh tulang rawan hialin
2) Simfisis : Sendi yang tulangnya memiliki hubungan fibrokartilago dan selapis tipis
tulang rawan hialin yang menyelimuti permukaan sendi. Contohnya :simfisis pubis
(bantalan tulang rawan yang mempersatukan kedua tulang pubis), sendi antara
manubrium dan badan sternum, dan sendi temporer / sendi tulang rawan primer
yang dijumpai antara diafisis dan epifisis.
c. Sendi Sinovial/ diarthroses Sendi tubuh yang dapat digerakkan. Sendi ini memiliki
rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi tulang rawan hialin. Kapsul sendi terdiri dari
suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan
penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium yang membentuk suatu kantong
yang melapisi suatu sendi dan membungkus tendontendo yang melintasi sendi.
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi.
Caiaran sinovial normalnya bening, tidak membeku dan tidak berwarana. Jumlah yang
ditemukan pada tiaptiap sendi relative kecil 1-3 ml. Cairan sinovial bertindak pula juga
sebagi sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.

Tulang rawan memegang peranan penting, dalam membagi organ tubuh. Tulang
rawan sendi terdi dari substansi dasar yang terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan
yang dihasilkan oleh sel-sel tulang rawan. Proteoglikan yang ditemukan pada tulang
rawan sendi sangat hidrofilik, sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu
menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban berat. Perubahan susunan kolagen
dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah.
Persendian yang bergerak bebas dan banyak ragamnya. Berbagai jenis sendi sinovial
yaitu sendi datar / sendi geser, sendi putar, sendi engsel, sendi kondiloid, sendi berporos,
dan sendi pelana / sendi timbal balik.Gerak pada sendi ada 3 kelompok utama yaitu
gerakan meluncur, gerkan bersudut / anguler, dan gerakan rotasi. Adapun pergerakan
yang dapat dilakukan oleh sendi-sendi adalah fleksi, ekstensi, adduksi, abduksi, rotasi,
sirkumduksi dan Pergerakan khusus seperti supinasi, pronasi, inversion, eversio,
protaksio. Sendi diartrosis terdiri dari:

12
a. Sendi peluru. Sendi peluru adalah persendian yang memungkinkan gerakan yang
lebih bebas. Sendi ini terjadi apabila ujung tulang yang satu berbentuk bonggol,
seperti peluru masuk ke ujung tulang lain yang berbentuk cekungan. Contoh sendi
peluru adalah hubungan tulang panggul dengan tulang paha, dan tulang belikat
dengan tulang atas.
b. Sendi engsel. Memungkinkan gerakan melipat hanya satu arah, Persendian yang
menyebabkan gerakan satu arah karena berporos satu disebut sendi engsel. Contoh
sendi engsel ialah hubungan tulang pada siku, lutut, dan jari-jari.
c. Sendi pelana. Sendi pelana adalah persendian yang membentuk sendi, seperti
pelana, dan berporos dua. Contohnya, terdapat pada ibu jari dan pergelangan
tangan. Memungkinkan gerakan 2 bidang yang saling tegak lurus. misal persendian
dasar ibu jari yang merupakan sendi pelana 2 sumbu.
d. Sendi pivot. Memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas untuk memutar
pegangan pintu, misal persendian antara radius dan ulna.
e. Sendi peluncur. Memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah. Contoh adalah
sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan

3. Otot
Otot memiliki fungsi pokok antara lain:
a. Motion Yaitu menghasilkan gerakan, baik gerakan seluruh tubuh (berjalan, lari dll.),
maupun gerakan lokal (memegang, mengangguk dll.)
b. Mempertahankan postur Yaitu fungsi otot rangka dalam berkontraksi untuk
mempertahankan tubuh dalam posisi tetap, misalnya duduk tegak, berdiri dll.
c. Menghasilkan kalor. Saat berkontraksi otot rangka menghasilkan panas yang sangat
penting untuk mempertahankan suhu tubuh yang normal.
Ciri-ciri sistem muskuler/otot:
b) Kontrakstilitas. Serabut otot berkontraksi dan menegang, yang dapat atau
tidak melibatkan pemendekan otot.
c) Eksitabilitas. Serabut otot akan merespons dengan kuat jika distimulasi oleh
impuls saraf.
d) Ekstensibilitas. Serabut otot memiliki kemampuan untuk menegang
melebihi panjang otot saat rileks.
e) Elastisitas. Serabut otot dapat kembali ke ukuran semula setelah
berkontraksi atau meregang.
13
Otot dapat dibedakan berdasarkan lokasi, struktur mikroskopis dan kontrol
persyarafannya. Terdapat tiga jenis otot yaitu : otot skelet, otot jantung dan otot polos.
Perbedaan ketiga otot tersebut sebagaimana keterangan berikut ;
a. Otot skelet/otot rangka/otot lurik/otot bergaris/otot seran lintang, dengan karakter:
f) Terdapat pada rangka dan dinamai sesuai dengan tulang yang berhubungan
g) Bergaris
h) Volunter (bekerja dengan pengendalian secara sadar)
b. Otot jantung
• Membentuk dinding jantung
• Bergaris
• Involunter (bekerja di luar kesadaran)
c. Otot polos
• Terdapat pada dinding struktur interna (visera) antara lain: lambung, kandung
kemih, pembuluh darah dll.
• Tidak bergaris
• Involunter (bekerja di luar kesadaran)

Secara makroskopis, otot memiliki bagian-bagian antara lain:


• Origo, yaitu tempat perlekatan ujung proksimal pada otot rangka
• Venter (badan otot), yaitu bagian tengah dari otot (di antara ujung proksimal dan
distal)
• Insersio, yaitu tempat perlekatan ujung distal otot pada rangka.

Mekanisme Gerakan Otot : Otot yang dapat menggerakkan rangka adalah otot yang
melekat pada rangka. Garis- garis gelap dan terang pada otot rangka adalah miofibril
yang merupakan sumber kekuatan otot dalam melakukan gerakan kontraksi, karena
massa utamanya adalah serabut. Setiap miofibril tersusun atas satuan-satuan kontraktil
yang disebut sarkomer. Garis gelap disebut zona Z sedangkan garis terang disebut zona
H. Zona Z merupakan bagian tumpang tindih dua molekul protein filamen otot, yaitu
aktin dan miosin. Protein otot yang tersusun atas aktin dan miosin disebut aktomiosin.
Protein kompleks inilah yang merupakan komponen terbesar dari bahan penyusun otot.
Pada saat serabut otot berkontraksi terjadilah perubahan panjang zona Z dan zona H.

14
jika otot berkontraksi maksimum, ukuran otot dapat 20 % lebih pendek dari ukuran saat
berelaksasi
Agar otot dapat berkontraksi, maka diperlukan suatu stimulus. Adapun urutan
prosesnya adalah sebagai berikut:
a. Stimulus datang dan diterima oleh sel saraf (neuron sensorik) yang selanjutnya
diubah menjadi impuls saraf.
b. Impuls dilanjutkan oleh neuron motorik menuju otot, melalui myoneural
junction (motor end plate) yaitu pertemuan antara neuron motorik dan otot. Pada
tempat ini terdapat sinapsis, tempat penyaluran neurotramsmitter (misalnya
asetilkolin) dari neuron ke otot. Di sinapsis, neurotransmitter meneruskan
impuls ke sarkolemma dan akhirnya kontraksi dimulai.
4. Ligamen (simplay)
Ligamen adalah suatu susunan serabut yang terdiri dari jaringan ikat keadaannya kenyal
dan fleksibel. Ligament mempertemukan kedua ujung tulang dan mempertahankan
stabilitas. Contoh ligamen medial, lateral, collateral dari lutut yang mempertahankan
diolateral dari sendi lutut serta ligament cruciate anterior dan posterior di dalam kapsul
lutut yang mempertahankan posisi anteriorposterior yang stabil. Ligament pada daerah
tertentu melengket pada jaringna lunak untuk mempertahankan struktur. Contoh ligament
ovarium yang melalui ujung tuba ke peritoneum.

5. Tendon
Tendon adalah ikatan jaringan fibrous yang padat yang merupakan ujung dari otot yang
menempel pada tulang. Tendon merupakan ujung dari otot dan menempel kepada tulang.
Tendon merupakan ekstensi dari serabut fibrous yang bersambungan dengan aperiosteum.
Selaput tendon berbentuk selubung dari jaringan ikat yang menyelubungi tendon tertentu
terutama pada pergelangan tangan dan tumit. Selubung ini bersambungn dengan membrane
sinovial yang menjamin pelumasan sehinggga mudah bergerak.

6. Fascia
Fascia adalah suatu permukan jaringan penyambung longgar yang didapatkan langsung
di bawah kulit, sebagai fascia superficial atau sebagai pembungkus tebal, jaringan
penyambung fibrous yang membungkus otot, saraf dan pembuluh darah. Yang demikian
disebut fascia dalam

15
B. Konsep Kimia, Fisika, dan Biokimia

1. Kimia
a. Susunan Kimia Tulang
Tulang bekerja seperti “bank kimia” yang menyimpan elemen-elemen untuk
penggunaaan selanjutnya oleh tubuh. Tubuh dapat mengambil bahan kimia ini
sesuaikebutuhan. Sebagai contoh, tingkat minimum kalsiumyang dibutuhkan dalam
darah; bilatingkatnya turun terlalu rendah, “sensor kalsium” menyebabkan
kelenjerparathyroidmelepaskan sebagianparathormonke darah, dan hal
inimenyebabkan tulang melepaskan kalsium yang dibutuhkan.
Komposisi Kimia Tulang
Elemen Tuang Keras(%)
H 3,4
C 15,5
N 4,0
O 44,0
Mg 0,2
P 10,2
S 0,3
Ca 22,2
Campuran 0,2

Tulang terdiri atas komponen seluler dan komponen interseluler (matriks).


Komponen seluler terdiri atas :
1) Osteoprogenitor
Merupakan sel yang belum mengalami perubahan, serupa dengan fibroblast.
Memilikikemampuan tinggi untuk membelah.
2) Osteoblas
Terdapat pada permukaan tulang dan berfungsi sebagai penyusun tulang
danmensintesis komponen matriks tulang (kolagen dan glikoprotein).
3) Osteosit (sel tulang)
Merupakan sel matur (matang) yang ditemukan terbungkus di dalam lapisan
matrikstulang yang telah mengalami mineralisasi.
4) Osteoklas

16
Sel yang motil (dapat bergerak bebas) dan berinti banyak. Biasanya terdapat
pada permukaan matriks atau pada permukaan tulang.

Sedangkan komponen interseluler (matriks) terdiri atas bahan-bahan anorganik


serta zat dasar yang amorf (tidak mempunyai bentuk atau tidak jelas bentuknya) dan
bahan organik. Berdasarkan beratnya, matriks tulang yang merupakan penyusun
komponen interseluler terdiri dari ±70% senyawa anorganik dan 30% matriks senyawa
organik. 95% komponen organik dibentuk dari kolagen (golongan protein), sisanya
terdiridari substansi dasar proteoglycan, glikosaminoglikan (G.A.G) dan molekul-
molekul nonkolagen yang terlibat dalam pengaturan mineralisasi tulang.
Matriks senyawa anorganik merupakan bahan mineral yang sebagian besar
terdiridari kalsium (Ca) dan fosfat (Po4) dalam bentuk kristal-kristal hydroxyaptite.
Kristal-kristal tersebut tersusun sepanjang serabut kolagen. Bahan mineral lain:
ionsitrat, karbonat, magnesium, natrium dan potassium. Perlu diingat bahwa, kekerasan
tulang tergantung dari kadar bahan anorganik dalam matriks, sedangkan dalam
kekuatannya tergantung dari bahan-bahan organik khususnya serabut kolagen.

b. Susunan Kimia Sendi


Rawan sendi merupakan jaringan avaskuler dan juga tidak memiliki jaringan
syaraf, berfungsi sebagai bantalan terhadap beban yang jatuh ke dalam sendi.
Rawansendi dibentuk oleh sel rawan sendi (kondrosit) dan matriks rawan. Kondrosit
berfungsi mensintesis dan memelihara matriks rawan sehingga menjaga fungsi bantalan
sendi.Sedangkan matriks rawan sendi terutama terdiri dari air, proteoglikan (molekul
yang kompleks yang tersusun atas inti protein dan glikosaminoglikan) dan kolagen
Membaran sinovial merupakan jaringan avaskular yang melapisi permukaan
dalam kapsul sendi , tetapi tidak melapisi rawan sendi. Kaya akan pembuluh darah
danlimfe. Cairan sinovial diproduksi oleh membrane sinovial yang berfungsi sebagai
pelumas serta sumber nutrisi bagi rawan sendi.

c. Komposisi Otot Rangka


Komposisi otot rangka terdiri atas :
1) Otot Merah dan Putih
Otot merah banyak mengandung pigmen pernapasan yaitu mioglobin, yang
berfungsi membawa oksigen dari kapiler darah (ekstrasel) ke mitokondria (intrasel)
17
→ kapasitas metabolisme oksidatif yang lebih tinggi dengan aktivitas siklus Krebs
dan enzim transport electron yang kuat. Sedangkan otot putih karena kurang
mioglobin → kapasitas glikolisis anaerobic yang tinggi dengan aktivitas enzim
glikolisis dan fosforilase yang kuat.
2) Ekstraktif
Yaitu zat non-protein yang larut dalam air meliputi kreatinin, kreatinin fosfat,
ADP, asam amino, asam laktat, dll. Zat yang memiliki struktur grup fosfat
merupakan zat yang ‘kaya energi’.
3) Protein
Komponen enzim otot yang mengkatalisis berbagai tahapan pada proses
glikolisis merupakan protein sarkoplasmik. Protein lain yang membentuk struktur
otot ialah miosin, aktin, troponin, dan tropomiosin.

2. Fisika
1) Otot dan tulang sebagai komponen gerak
Sistem muskuloskeletal adalah sistem yang melaksanakan 2 fungsi yang
berhubungan erat satu sama lain yaitu gerak (lokomosi) dan penunjang / pendukung
Untuk melaksanakan gerak diperlukan :
a) Perintah untuk gerak
b) Energi untuk gerak
c) Kendali/pengaturan gerak
Dalam melakukan gerakan, tubuh harus memiliki organ pendukung yaitu tulang(alat
gerak pasif) dan otot (alat gerak aktif). Fungsi tulang sebagai alat gerak pasif yaitu:
a) Mendukung beban tubuh
b) Menahan berbagai gaya:
➢ Tekanan: vertikal (searah sumbu tulang) dan horizontal (tegak lurus sumbu
tulang).
➢ Tarikan
➢ Puntiran (Torsi)
Sedangkan fungsi otot sebagai alat gerak aktif yaitu mampu menggerakkan
tulang.Hal ini dikarenakan otot mampu berkontraksi (mengkerut) dan relaksasi
(mengendor).Otot yang mampu menggerakkan tulang adalah otot yang melekat pada
tulang ataurangka yang disebut otot lurik, sedangkan otot polos dan otot jantung
tidakmenggerakkan tulang, karena tidak melekat pada tulang atau rangka. Otot lurik
18
dapat berkontraksi karena mempunyai energi yang tersimpan dalam otot yang disebut
ATP(Adensin Tri Phosphat). ATP tersedia dari hasil pembakaran atau oksidasi
makanan (baikkarbohidrat maupun lemak). Jika otot terus-menerus berkontraksi, maka
energi akanhabis sehingga harus membentuk ATP lagi.

2) Hukum dasar dalam gerak (Hukum Newton)


Hukum dasar gerak menurut newton adalah sebagai berikut:
a) Hukum Newton I (Hukum Kelembaman)
➢ Benda/objek bersifat mempertahankan keadaan
➢ Semua benda/objek akan bergerak bila ada gaya (force) yang mengakibatkan
pergerakan.
b) Hukum Newton II
“Apabila ada gaya yang bekerja pada suatu benda maka benda akan mengalami suatu
percepatan yang arahnya sama dengan arah gaya”
c) Hukum Newton III
“Untuk setiap aksi selalu ada, selalu ada reaksi yang arahnya berlawanan”

3) Gaya Pada Tubuh Manusia


Dalam tubuh manusia terdapat 3 jenis gaya yaitu sebagai berikut :
a) Gaya gravitasi, yaitu gaya yang melalui pusat massa dari tiap segmen tubuh
manusia dengan arah kebawah. Besar gayanya adalah massa dikali percepatan
gravitasi (F = mg).
b) Gaya reaksi, yaitu gaya yang terjadi akibat beban pada segmen tubuh atau berat
segmen tubuh itu sendiri.
c) Gaya otot, gaya yang terjadi pada bagian sendi, baik akibat gesekan sendi atau
akibat gaya pada otot yang melekat pada sendi. Gaya ini menggambarkan besarnya
momen otot.

Pada sistem muskuloskeletal fokus kerjanya adalah sebagai pengumpil / pengungkit.


Ada 3 kelas sistem pengumpil pada sistem muskoloskeletal yaitu :
a) Kelas pertama
Titik tumpuan terletak diantara gaya berat dan otot. Contoh Posisi normalwajah dan
leher.

19
b) Kelas kedua
Gaya berat diantara titik tumpu dan dan gaya otot. Contoh posisi jinjit.

c) Kelas ketiga
Gaya otot terletak diantara titik tumpuan dan gaya berat. Contoh posisi tangan
menekuk memegang bola

Komposisi biokimia jaringan otot terdiri atas protein otot yang berfungsi struktural
untuk sistem biologis. Otot merupakan “transducer” (mesin) biokimia utama yang merubah
energi potensial (kimia) menjadi energi kinetik (mekanisme). Jaringan tunggal terbesar :
20% massa tubuh baru lahir, 40% massa tubuh dewasa dan 30% massa tubuh tua. Otot
sebagai transducer kimia mekanis memiliki syarat yaitu ada suplai energi kimia yang
konstan (ATP, kreatin fosfat), ada pengaturan aktivitas mekanis (kecepatan, lama dan
kekuatan kontraksi otot), mesin berhubungan dengan operator melalui sistem syaraf, bisa
digunakan lebih dari satu kali dan dapat dikembalikan ke keadaan semula.

20
Syarat diatas dipenuhi oleh 3 tipe otot terdiri atas otot rangka, otot jantung/lurik,
otot polos. Umumnya otot berfungsi sebagai penarik bukan pendorong. Otot rangka bersifat
volunter syaraf. Otot polos dan jantung involunter.

Komposisi biokimia jaringan otot yaitu otot lurik terdiri atas serabut sel otot berinti
banyak, dikelilingi membran yang peka terhadap listrik membentuk sarkolema yang
direntangkan terdiri miofibril dalam sarkoplasma terdapat dalam cairan intrasel, serta
mengandung ATP dan fosfokreatin.
Sarkomer merupakan unit fungsional otot, sarkomer ini akan berulang sepanjang poros
fibril jarak 1500-2500 nm. Bila dilihat menggunakan mikroskop terdiri atas pita A (gelap)
dan I (terang) berselang-seling, sedangkan pada pita A (zona H) bersifat kurang padat dan
pita I terbagi 2 dibatasi garis z

Potongan melintang myofibril, mikrograf elektron terdiri 2 filamen longitudinal


yaitu filamen tebal pada pita A yaitu miosin dengan diameter 16 nm deret heksagonal dan
filamen tipis pada pita I meluas ke pita A tidak sampai pita H, diameter 6 nm yaitu aktin,
tropomiosin dan troponin. Pita A filamen tipis terletak setangkup antara 3 filamen tebal
masing-masing filamen tebal dikelilingi simetris oleh 6 filamen tipis. Jembatan lintang/
silang (cross bridges) akan interaksi filamen tebal dan tipis. Kontraksi pada zona H dan pita
I memendek menyebabkan susunan filamen yang bertautan (interdigitating) harus bergeser
satu sama lain selama kontraksi otot.

Aktin merupakan monomer G-aktin, struktur protein globuler, BM 43.000, 25%


berat protein otot, terdapat magnesium serta berpolimerisasi membentuk G-aktin
berpolimerisasi.Aktin F (6-7 nm) mempunyai struktur berulang setiap 35,5 nm. Ada 4
Protein lain bagian kecil dari massa otot lurik yaitu tropomiosin yang terdiri dari molekul
fibrosa 2 rantai ∝ (alfa) dan ϐ (beta) pada celah aktin-F terdapat disemua otot, troponin
yang merupakan unit untuk otot lurik terdiri 3 protein berupa troponin T (TpT) terikat pada
tropomiosin, troponin I (TpI) menghambat interaksi aktif F-miosin dan troponin C (TpC)
protein pengikat 4 kalsium (mirip kalmodulin) dan filamen tipis otot lurik Aktin-F,
tropomiosin dan 3 komponen troponin.

Miosin memiliki 55% berat protein otot dan membentuk filamen tebal berupa
heksamer, BM 460.000, mempunyai bagian fibrosa 2 heliks membelit dengan kepala
globuler pada ujung heliks, BM sepasang heksamer rantai berat 200.000, BM sepasang

21
heksamer rantai ringan 15.000-27.000. Miosin otot beraktivitas menghidrolisis ATP (ATP-
ase) yang terikat pada aktinF. Miosin dipecah oleh tripsin menjadi 2 fragmen yosin yaitu :

a) Meromiosin ringan (LMM), light meromiosin, terdiri dari kumpulan serabut -


heliks tidak larut dan tidak ada aktivitas ATPase dan tidak terikat aktin-F

b) Meromiosin berat (HMM), heavy meromiosin merupakan protein larut, BM 34.000,


mempunyai bagian fibrosa dan globuler dan ada aktivitas ATPase dan terikat pada
aktin F

Ada 2 Subfragmen HMM

a) S1 : BM 115.000, fibrosa, ada aktitvitas ATP-ase

b) S2 : ada aktivitas ATPase, aktivitas katalitik dipercepat 100-200x dengan


penambahan aktin-F. Aktin-F dapat meningkatkan pelepasan produk ATPase ∝
(alfa) -Aktinin pada protein pada garis Z, terikat pada aktin-F dari filamen tipis

Siklus biokimia kontraksi otot kepala miosin menghidrolisis ATP → ADP + Pi, kepala
miosin yang mengandung ADP dan Pi berotasi mengikat aktin-F → 900 C, ADP dan Pi
dilepas dari aktin-miosin 450 C dengan menarik aktin ke pusat sarkomer , ATP baru terikat
pada aktin-F miosin terjadi miosin afinitas rendah menyebabkan kepala miosin lepas, aktin-
F relaksasi sampai tergantung pengikatan ATP pada siklus 1.

Pengaturan kontraksi dan Relaksasi Otot, dimana Ca²⁺ memegang peranan pengaturan
penting dan 2 mekanisme umum pengaturan kontraksi otot yaitu berdasarkan aktin dan
berdasarkan myosin. Pengaturan kontraksi berdasarkan aktin, terjadi pada otot lurik, otot
vertebrata dan otot jantung. ATP bukan molekul pengatur ideal karena sebagai sumber
energi yang segera untuk kontraksi. Penghambat (inhibitor) otot lurik adalah sistem
troponin. Bila tropomiosin, troponin terdapat bersama dengan filamen aktin dan miosin
pada tropomiosin terletak pada celah aktin F dengan ketiga komponen troponin yaitu TpT,
TPI dan TpC. TpI mencegah pengikatan kepala miosin ke tempat pengikatan aktin-F
dengan merubah konformasi aktin-F bertujuan mencegah percepatan ATPase myosin.

Relaksasi, Ca²⁺ sarkoplasma turun < 10-7 mol/L akibat Ca²⁺ kembali ke retikulum
sarkoplasma melalui pompa Ca²⁺ yang membutuhkan energi. TpC 4Ca²⁺ kehilangan Ca²⁺
Troponin berinteraksi dengan tropomiosin menghambat interaksi kepala miosin dengan
aktin-F. Terlepas kepala miosin dari aktin F pada relaksasi. Ca²⁺ mengatur kontraksi otot

22
dengan mekanisme alosterik yang diperantarai TpC, TpI, TpT, tropomiosin dan aktin F.
Otot jantung terdiri atas cairan ekstrseluler sumber utama Ca²⁺ bila cairan ekstraseluler
tidak membasahi otot jantung kontraksi berhenti 1 menit dan pada otot rangka dapat
bergerak beberapa jam tanpa Ca²⁺ ekstraseluler.

Akibat hilangnya ATP dalam sarkoplasma, pada pompa Ca²⁺ dalam retikulum
sarkoplasma berhenti mempertahankan konsentrasi Ca²⁺ sarkoplasma yang rendah terjadi
interaksi miosin-Aktin F dipermudah. Pelepasan miosin dari aktin F yang memerlukan ATP
tidak terjadi menyebabkan kaku mayat (rigor mortis). Pengaturan kontraksi berdasarkan
myosin. Semua otot mempunyai : aktin, miosin dan tropomiosin keculai otot lurik
vertebrata mempunyai troponin. Otot polos mempunyai molekul ∝ (alfa-aktinin dan
tropomiosin, tetapi tidak mempunyai troponin. Kontraksi otot polos diatur oleh Ca²⁺.
Miosin otot polos terikat aktin-F tidak ada tropomiosin serta tidak ada aktivitas ATPase.
Mekanisme otot polos mencegah pengikatan kepala miosin ke aktin-F fosforilasi rantai
ringan memulai siklus kontraksi pengikatan pelepasan dari otot polos.

Pengaturan kontraksi berdasarkan myosin, pada sarkoplasma otot polos terdapat kinase
rantai ringan miosin → aktivitas tergantung kalsium. Aktivitas C2+ dari kinase rantai
ringan miosin berikatan dengan kalmadulin. Ada 4Ca²⁺ ke subunit kinasenya (BM 105.000)
kinase rantai ringan akan diaktifkan oleh kalmadulin 4Ca²⁺ menfosforilasi rantai ringan-p
yang menghambat interaksi aktin-F miosin pada siklus kontraksi dimulai.

Relaksasi Otot Polos 1, Ca²⁺ sarkoplasma <10-7 mol/L menyebabkan Ca²⁺ berdisosiasi
dari kalmadulin dan kinase rantai ringan myosin. Inaktifasi kinase menyebabkan tidak ada
fosfat baru pada rantai ringan-p terjadi fosfatesi rantai ringan protein aktif terus tanpa
kalsium yang menyingkirkan fosfat dari rantai ringan-p. Terhambatnya pengikatan kepala
miosin ke aktin dan aktifitas ATPase . Kepala miosin terlepas dari aktin-F dengan adanya
ATP , tetapi tidak dapat terikat kembali karena rantai ringan-p defosforilasi terjadi
relaksasi.

Relaksasi Otot Polos 2, protein kinase diaktifkan oleh cAMP menyebabkan


mengfosforilasi kinase rantai ringan miosin terjadi afinitas kalmadulin Ca²⁺ menurun.
cAMP meningkat serta mengurangi respon kontraksi otot polos terhadap pengikatan Ca²⁺
sarkoplasma. Inhibitor fenotiazin dan obat antipsikotik akan terikat di kalmadulin dapat
mencegah pengikatan kalmadulin pada enzim-enzim yang memerlukan kalsium.

23
Fosforilasi protein Otot, fosforilasi rantai ringan miosin otot polos dapat mengurangi
hambatan interaksi aktin-miosin, mulai siklus kontraksi, fosforilasi dibutuhkan untuk
interaksi aktin-miosin otot polos. Fosfat rantai ringan miosin akan membentuk “chelate”
dengan Ca²⁺ pada kompleks tropomiosin-TpC aktin menyebabkan peningkatan kecepatan
pembentukan jembatan silang (cross bridges) miosin-aktin. TpI dan komponen peptida
pompa Ca²⁺ retikulum sarkoplasma otot jantung dapat difosforilasi oleh protein kinase
dengan bantuan cAMP.

Metabolisme otot, sumber ATP untuk siklus kontraksi-relaksasi otot yaitu :

a) Glikolisis menggunakan glukosa darah atau glikogen otot

b) Fosforilisasi oksidatif

c) kreatin fosfat (fosfagen)

d) 2 molekul ADP yang dikatalisis enzim adenilil siklase

Cadangan ATP di otot tidak bertahan lama (1-2 detik), harus diperbaharui, enzim yang
mengkatalisis fosforilasi kreatin yaitu CPK= kreatin fosfokinase, sarkoplasma otot rangka
dalam tempat cadangan glikogen pada granula-granula dekat pita I. Kelainan otot spesifik
(penyakit McArdle) akibatnya glikogen fosforilase inaktif dan penimbunan glikogen
(glikogen storage disease).

Fosforilasi oksidatif/ aerob, kontraksi otot misalnya sikap mempertahankan badan,


menyimpan oksigen dalam mioglobin, di mana hem / tempat oksigen terikat disebut
mioglobin pada otot berwarna merah. Mioadenilat kinase merupakan enzim otot
mengkatalisis pembentuk molekul 1 ATP, 2 AMP dan 2 ADP yang digabung dengan
hidrolisis ATP oleh ATPase miosin selama kontraksi otot.

Degradasi protein aktin-miosin, protein otot rangka sebagai sumber utama energi
cadangan (bukan lemak) yang berfungsi degradasi asam amino hasil penelitian berupa aktin
dan miosin dimetilisasi dengan ikatan peptide, metilhistidin (3Methis) dan diekskresikan
di dalam urin akibat dari pemecahan protein. Otot mengoksidasi leusin menjadi CO2 dan
rangka karbon dari aspartat, asparagin, glutamat, isoleusin dan valin menjadi asam
trikarboksilat dan didegradasi otot meningkat 3-5 kaki selama puasa dan DM.

24
Pada siklus glukosa alanin, dimana alanin disintesis dalam otot dengan transaminasi
piruvat yang berasal dari glukosa dilepas dalam aliran darah dan diambil oleh hati di dalam
hati rangka karbon dikonversi menjadi glukosa dan dilepaskan ke aliran darah , diambil
oleh otot untuk resistensi otot.

C. Fraktur, Dislokasi, Arthitis, dan Keganasan pada Tulang

1. Fraktur

a. Defenisi
Fraktur adalah gangguan yang lengkap dalam suatu kontinuitas struktur tulang
dan didefinisikan sesuai dengan jenis dan luasnya. Fraktur terjadi ketika tulang
mengalami tekanan yang lebih besar daripada yang bisa diterimanya. Fraktur dapat
disebabkan oleh pukulan langsung, kekuatan penghancur, gerakan memutar tiba-tiba,
dan kontraksi otot yang ekstrem. Ketika tulang rusak, struktur yang berdekatan juga
terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan lunak, pendarahan ke otot dan sendi,
dislokasi sendi, pecahnya tendon, terputusnya saraf, dan rusaknya pembuluh darah.
Organ tubuh dapat terluka oleh kekuatan yang menyebabkan fraktur atau fragmen
fraktur (Smeltzer dll, 2010).
b. Klasifikasi Faktur
1) Klasifikasi Etiologis
a) Fraktur traumatic
b) Fraktur Patologis, yaitu fraktur yang terjadi pada daerah-daerah tulang yang
telah menjadi lemah oleh karena tumor atau proses patologik lainnya (infeksi
dan kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma
ringan.
c) Fraktur Beban (Kelelahan), yaitu fraktur yang terjadi pada orangorang yang
baru saja menambah tingkat aktivitas merka atau karena adanya stress yang
kecil dan berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.
2) Klasifikasi Klinis
a) Fraktur Tertutup (simple Fraktur), adalah fraktur dengan kulit yang tidak
tembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan.

25
b) Fraktur Terbuka (compound Fraktur), adalah frktur dengan kulit ekstremitas
yang terlibat telah ditembus, dan terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar. Karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi atas
3 derajat, yaitu :
➢ Grade 1 : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit.
• Luka < 1 cm
• Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
• Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
• Kontaminasi minimal
➢ Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit.
• Laserasi < 1cm
• Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse.
• Fraktur kominutif sedang
• Kontaminasi sedang
➢ Grade III : Banyak sekali jejas kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan
pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm (Sjamsuhidayat, 2010 dalam
wijaya & putri, 2013 : 237).
3) Klasifikasi Radiologis
a) Lokalisasi : diafisal, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan dislokasi.
b) Konfigurasi : F. Transversal, F.Oblik, F. Spinal, F. Segmental, F. Komunitif
(lebih dari dua fragmen), F. Avulse, F. Depresi, F. Epifisis.
c) Menurut Ekstensi : F. Total, F. Tidak Total, F. Buckle atau torus, F. Garis
rambut, F. greenstick.
d) Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak bergeser,
bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over riding, impaksi)
(Kusuma, 2015).
c. Manifestasi Klinis
1) Nyeri
2) Deformitas akibat kehilangan kelurusan (alignment) yang dialami.
3) Pembengkakan akibat vasodilatasi dalam infiltrasi leukosit serta selsel mast.
4) Saat ekstremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

26
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau
beberapa hari.
6) Krepitasi.
7) Spasme otot.
d. Etiologi Fraktur
1) Cedera Traumatik
Cedera traumatic pada tulang dapat disebabkan oleh :
a) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah seacara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2) Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur, seperti :
a) Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali atau progresif.
b) Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D.
d) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran
(Sachdeva, 2000 dalam Kristiyanasari,2012 :16).
e. Faktor Resiko
Sebagai faktor resiko, usia dan jenis kelamin adalah penyebab terbesar patah
tulang. Wanita jauh lebih mungkin mengalami patah tulang daripada pria. Hal ini
karena tulang-tulang wanita (usia 25-30) umumnya lebih kecil dan kurang padat
daripada tulang-tulang pria. Selain itu, wanita kehilangan kepadatan tulang lebih
banyak daripada pria saat mereka menua karena hilangnya eksterogen saat menopouse.
Pada pria, patah tulang biasanya terjadi di atas usia 50 tahun. Berikut beberapa faktor
lain yang dapat meningkatkan resiko fraktur.

27
1) Merokok merupakan faktor resiko patah tulang karena dampaknya pada tingkat
hormon. Wanita yang merokok umumnya mengalami menopouse pada usia yang
lebih dini.
2) Minum alkohol secara berlebihan dapat memengaruhi struktur dan massa tulang.
Penelitian yang diterbitkan oleh National Institute on Alcohol and Alcoholism
menunjukan bahwa seseorang yang mengonsumsi alkohol selama bertahun-tahun
akan mengalami kerusakan kualitas tulang dan hal tersebut dapat meningkatkan
resiko keropos tulang dan fraktur potensial.
3) Steroid (kortikosteroid) sering doresepkan untuk mengobati kondisi peradangan
kronis, seperti rematoid atritis, penyakit radang usus, dan penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Sayangnya penggunaannya pada dosis tinggi dapat menyebabkan
tulang keropos dan patah tulang. Efek samping yang tidak diinginkan ini tergantung
dosis dan secara langsung berkaitan dengan kemampuan steroid untuk menghambat
pembentukan tulang, mengurangi penyerapan kalsium di saluran pencernaan, dan
meningkatkan kehilangan kalsium melalui urine.
4) Artritis rematoid atritis merupakan penyakit autoimun yang menyerang sel-sel dan
jaringan sehat di sekiat sendi. Akibatnya, peradangan kronis terjadi pada sendi da
menyebabkan rasa sakit, bengkak, dan kaku. Peradangan ini seiring waktu dapat
menghancurkan jaringan persendian dan bentuk tulang.
5) Gangguan kronis lainya seperti penyakit celiac, penyakit Chorn, dan kolitis
ulserativa, sering dikaitkan dengan pengeroposan tulang. Berbagai kondisi tersebut
mengakibatkan kemampuan saluran cerna penderita berkurang, sehingga kalsium
yang berguna untuk mempertahankan kekuatan tulang tidak dapat terserap dengan
baik.
6) Pasien diabetes tipe I memiliki kepadatan tulang yang rendah. Onset diabetes tipe I
biasanya terjadi pada massa kanak-kanak ketika massa tulang terbentuk. Masalah
penglihatan dan kerusakan saraf yag sering menyertai diabetes dapat berkontribusi
pada pasien patah tulang terkait. Pada diabetes tipe II, biasanya dengan onset di
kemudian hari, penglihatan yang buruk, kerusakan saraf, dan ketidakaktifan dapat
menyebabkan jatuh meskipun kepadatan tulang biasanya lebih besar daripada
diabetes tipe I, kualitas tulang dapat terpengaruh oleh perubahan metabolik karena
kadar gula darah tinggi.
f. Patofisiologi

28
Ketika penderita mengalami fraktur pada tulang, maka periosteum serta
pembuluh darah di dalam korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak di sekitarnya akan
mengalami disrupsi. Hematoma akan terjadi di antara kedua ujung patahan tulang yang
mengalami fraktur serta di bawah periosteum, dan pada akhirnya jaringan granulasi
tersebut menggantikan hematoma.
Kerusakan jaringan pada tulang memicu adanya respons inflamasi intensif yang
dapat menyebabkan sel-sel dari jaringan lunak di sekitarnya serta dari rongga sumsum
tulang akan menginvasi daerah fraktur dan aliran darah ke seluruh tulang akan
mengalami suatu peningkatan. Sel-sel osteoblast di dalam periosteum, endosteum, dan
sumsum tulang akan memproduksi psteoid (tulang muda dari jaringan kolagen yang
belum mengalami klasifikasi, yang juga disebut kalus). Osteoid ini akan mengeras di
sepanjang permukaan luar korpus tulang dan pada kedua ujung patahan tulang. Sel-sel
osteoklast mereabsorpsi material dari tulang yang terbentuk sebelumnya dan sel-sel
osteoblast membangun kembali tulang tersebut. Kemudian osteoblast mengadakan
transformasi menjadi osteosit (sel-sel tulang yang matur).
Fraktur bisa terjadi secara terbuka atau tertutup. Fraktur terbuka terjadi apabila
terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan uadra luar atau
permukaan kulit, sedangkan fraktur tertutup terjadi apabila kulit yang menyelubungi
tulang tetap utuh. Fraktur terjadi ketika kekuatan ringan atau minimal mematahkan area
tulang yang dilemahkan oleh gangguan (misalnya, psteoporosis, kanker, infeksi, dan
kista tulang).
g. Komplikasi
1) Deformitas dan difungsi permanen jika tulang yang fraktur tidak bisa sembuh
(nonunion) atau menglami kesembuhan yang tidak sempurna (malunion)
2) Nekrosis aseptik (bukan disebabkan oleh infeksi) pada segmen tulang akibat
gangguang sirkulasi.
3) Syok hipovolemik akibat kerusakan pembuluh darah (khususnya pada fraktur
femur).
4) Kontraktur otot.
5) Sindrom kompartemen (lihat mengenai sindrom kompartemen).
6) Batu ginjal akibat dekalsifikasi yang disebabkan oleh imobilisasi yang lama.
7) Emboli lemak akibat distubsi sumsum tulang atau aktifsi sistem saraf simpatik
pascatrauma (yang dapat menimbulkan distress pernapasan atau sistem saraf pusat)
h. Pemeriksaan Penunjang
29
1) X-ray: untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2) Scan tulang untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3) Arteriogram, dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap, homokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan: peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
5) Kretinin: trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau
cedera hati (Doengoes, 2000 dalam Wijaya & Putri, 2013:241).
i. Penatalaksanaan Fraktur
Prinsip penanganang frraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian
fungsi seta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Brunner Sudarth, 2002 dalam Wijaya
& Putri, 2013:241). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fregmen tulang pada
kesejajaranya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah
dengan reduksi tetutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang di pilih untuk
mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Selanjutnya, traksi dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yan terjadi. Pada faktur
tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, feregmen tulang
dalam posisinya sampai penyembuhan tulang solid terjadi. Tahapan selanjutnya setelah
frraktur di reduksi adalah mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam
posisi dan kesejajaran yang mengimobilisasi dan mempertahankan frragmen tulang
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi ekstena. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin, dan teknik gips. Sedangkan implant logam
di gunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan frragmen tulang, dapat dilakukan dengan
reduksi dan imobilisasi. Pantau status neuro vaskuler, latihan isometik, dan memotivasi
klien untuk bepartisipasi dalam memperbaiki kemandirian (Brunner Sudarth, 2002
dalam Wijaya & Putri, 2013:241).
Penatalaksanaan menurut Mansjoer (2003) dalam Wijaya & Putri (2013) adalah
sebagai berikut:
30
1) Terlebih dahulu pehatikan adanya pendarahan, syok dan penurunan kesadaran, baru
periksa patah tulang.
2) Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencegah komplikasi.
3) Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neurocirculatory pada daerahyang cedera adalah:
a) Merabah lokasi apakah masih hangat
b) Observasi warna
c) Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
d) Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensai pada lokasi cidera
e) Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan sensasi nyeri
f) Obsevasi apakah daerah fraktur bisa di gerakkan.
g) Pertahankan kekuatan dan pergerakan
4) Mempertahankan kekuatan kulit
5) Meningkatkan gizi, makanan – makanan yang tinggi serat anjurkan intake potein
150-300 gr/hari
6) Memperhatikan immobilisasi frraktur yang telah di reduksi dengan tujuan untuk
memperrtahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai
sembuh (Wijaya & Putri, 2013:241-242)
j. Tindakan Pada Fraktur
Penanganan fraktur bergantung pada lokasi dan derajat fraktur di samping usia
dan kondisi pasien sebelum cidera. Umumnya, ada lima metode yang di gunakan yaitu:
1) Tidak dilakukan terapi atau hanya dilakukan pembatasan aktifitas yang sederhana
dengan penggunaan mitela atau kruk
2) Reposisi tertutup yang di ikuti oleh imobilisasi dengan pemasangan gips
3) Traksi kontinus yang biasanya di ikuti oleh imobilisasi dengan pemasangan gips
4) Reposisi terbuka atau tertutup dengan fiksasi interna
5) Reposisi dengan fiksasi eksterna.
Penanganan pada fraktur bertujuan sebagai berikut:
a) Meluruskan tulang baik dalam bidang anguler maupun rotasional
b) Restorasi tulang kepada panjangnya yang benar
c) Restorasi aposisi ujung-ujung tulang
d) Imobilisasi yang adekuat
e) Normalisasi fungsi tulang

31
2. Dislokasi

a. Definisi
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya
seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi).
Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka
mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain:
sendi rahangnya telah mengalami dislokasi (Wahid, 2013).
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi
macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi,
ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang
dislokasi lagi.
b. Klasifikasi
1) Menurut (Brunner and Suddarth, 2012). Dislokasi dapat diklasifikasi sebagai
berikut :
a) Dislokasi congenital :
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
b) Dislokasi patologik :
Akibat penyakit sendi atau jaringan sekitar sendi. Misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang
berkurang.
c) Dislokasi traumatic :
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan
mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema
(karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga
dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.
2) Berdasarkan tipe kliniknya dibagi sebagai berikut :
a) Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.
b) Dislokasi berulang

32
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi
biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau
kontraksi otot dan tarikan (Wahid, 2013).
3) Berdasarkan tempat terjadinya :
a) Dislokasi sendi rahang
Menguap terlalu lebar, Terkena pukulan keras saat rahang
terbuka,akibatnya penderita tidak dapat menutup mulutnya.
b) Dislokasi sendi bahu
Pergeseran kaput humerus dari sendi glenuhumeral berada dianterior
dan medial glenoid (dislokasi anterior,posterior,inferior).
c) Dislokasi sendi siku
Merupakan mekanisme cidera biasanya trejadi pada tangan yang
menyebabkan dislokasi sendi siku ke arah posterior dengan jelas siku berubah
bentuk dengan kerusakan tonjolan-tonjolan tulang siku.
d) Dislokasi sendi jari
Sendi jari mudah mengalami dislokasi dan apabila tidak ditolong dg
segara,sendi tersebut akan menjadi kaku kelak.Sendi jari dapat mengalami
dislokasi kearah telapak tangan dan punggung tangan.
e) Dialokasi sendi Methacarpopalangeal dan interpalangeal
Dislokasi yang disebabkan karena hiperekstensi ekstensi persendian
f) Dislokasi Panggul
Bergesernya caput femur dari sendi pamggul berada dianterior dan atas
acetabulum(dislokasi posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan
caput femur menembus acetabulum (dislokasi sentra).
g) Dislokasi Patella
➢ Paling sering terjadi ke arah lateral.
➢ Reduksi dicapai dengan memberikan tekanan ke arah medial pada sisi
lateral patella sambil mengekstensikan lutut perlahan-lahan
➢ Apabila dislokasi dilakukan berulang-ulang diperlukan stabilisasi secara
bedah

33
➢ Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang
disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya
trauma, tonus/kontraksi otot dan tarikan
c. Manifestasi klinis
1) Nyeri akut
2) Terjadi perubahan kontur sendi
3) Perubahan panjang ekstremitas
4) Mengalami deformitas pada persendian
5) Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6) Kehilangan mobilitas normal
7) Terjadi gangguan gerakan obat-obat tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang
tersebut
8) Pembekakan dan kekakuan
d. Etiologi
1) Terjatuh
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.
2) Cedera olahraga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki,
serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
voli. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada
tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
3) Trauma tidak berhubungan dengan olahraga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
e. Patofisiologi
Cedera pada dislokasi sendi berbagai macam , seperti cedera saat trauma,
terjatuh dan cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan
exercise sebelum olahraga memungkinkan terjadinya dislokasi, dimana cedera olahraga
menyebabkan terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat
merusak struktur sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan
tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid
teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi normal. Keadaan tersebut dikatakan
sebagai dislokasi. Trauma kecelakaan karena kurang kehati-hatian dalam melakukan
suatu tindakan atau saat berkendara tidak menggunakan helm dan sabuk pengaman
kemungkinan terjadi terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan dapat kompresi jaringan
34
tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur Dn ligament. Keadaan
selanjutnya terjadi kompresi jaringan tulang yang terdorong ke depan sehingga
merobek kapsul/menyebabkan tepi glenoid teravulsi akibatnya tulang berpindah dari
posisi normal yang menyebabkan dislokasi.
f. Komplikasi
1) Komplikasi dini
a) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tersebut
b) Cederah pembuluh darah : arteri aksila dapat rusak
c) Fraktus dislokasi
2) Komplikasi lanjut
a) Kekakuan sendi bahu :Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun. Terjadinya
kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
b) Dislokasi yang berulang : terjadi kalau labrum glenoid robek atau kapsul
terlepas dari bagian depan leher glenoid.
c) Kelemahan otot.
g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik yang dapat menunjang diagnosa adalah sebagai berikut :
1) Sinar-X (Rontgen)
Pemeriksaan rontgen merupakan pemeriksaan diagnostik noninvasif untuk
membantu menegakkan diagnosa medis. Pada pasien dislokasi sendi ditemukan
adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi dimana tulang dan sendi berwarna
putih
2) CT scan
CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan
komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat
gambaran secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi
dimana sendi tidak berada pada tempatnya.
3) MRI
MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan
frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat
diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti

35
halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari
mangkuk sendi.
h. Penatalaksanaan .
1) Penatalaksanaan Medis
a) Farmakologi (ISO Indonesia 2011-2012)
➢ Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik
• Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala,
nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis.
Dosis: sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2
kapsul.
• Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau
sedang, kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot,
nyeri setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual,
muntah, agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg
lalu 250mg tiap 6 jam.
b) Pembedahan
Operasi ortopedi Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang
mengkhususkan pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang memiliki
kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama, pinggul, lutut
dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah penggantian sendi. Prosedur
pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi
Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation).Berikut dibawah
ini jenis-jenis pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :
➢ Reduksi Terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang
patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan pemajanan tulang yang
patah.
➢ Fiksasi Interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup,
plat, paku dan pin logam.
➢ Graft Tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau
mengganti tulang yang berpenyakit.
➢ Amputasi : penghilangan bagian tubuh.

36
➢ Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat yang
memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang
besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
➢ Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
➢ Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau
sintetis.
➢ Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler dalam
sendi dengan logam atau sintetis.
c) Non Medis

➢ Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan


anastesi jika dislokasi berat.
➢ RICE
R : Rest (istirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi / pemasangan pembalut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)

3. Artritis

a. Definsi
Arthritis merupakan suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya
tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan
seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi. Kata arthritis berasal
dari bahasa Yunani, “arthon” yang berarti sendi, dan“itis” yang berarti peradangan.
Secara harfiah, arthritis berarti radang pada sendi.
Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak
mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan
ekonomi yang besar. Diagnosis dini sering menghadapai kendala karena pada masa
dini sering belum didapatkan gambaran karakteristik yang baru akan berkembang
sejalan dengan waktu dimana sering sudah terlambat untuk memulai pengobatan
yang adekuat.
b. Patofisiologi

Berbagai faktor yang menyebabkan kadar asam urat di dalam tubuh


menjadi tinggi antara lain disebabkan oleh faktor usia, jenis kelamin, obesitas,

37
dan obat-obatan. Namun, pada awalnya proses terjadinya asam urat disebabkan
oleh konsumsi zat yang banyakmengandung purin karena tubuh yang tidak dapat
mengubah purin menjadi nukleotida purin. Ketidakmampuan metabolisme purin
menjadi nukleotida purin menyebabkan terjadinya metabolisme purin berubah
menjadi asam urat, dan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di
dalam plasma darah (hiperurisemia), sehinggamengakibatkan kristal asam urat
menumpuk dalam tubuh (deposit kristal urat dalam tubuh). Proses pengubahan
purin menjadi asam urat ini melibatkan enzim yang disebut xhantine oxidase
(Risnanto & Insani, 2014).
Gangguan metabolisme purin menghasilkan jumlah asam urat yang
abnormal dalam tubuh. Purin merupakan hasil pencernaan protein. Purin adalah
salah satu penyusun rantai DNA dan RNA bersama-sama dengan pirimidin.
Enzim HGPRT (hypoxhantine-guanyl phosphorilbosyl transferase) bertugas
mengubah purin menjadi nukleotida purin supaya bisa digunakan kembali
sebagai penyusun DNA dan RNA. Sederhananya, purin yang terkandung dalam
makanan yang dikonsumsi akan dirombak dan disusun lagi menjadi protein-
protein tubuh. Inilah cara tubuhmemperoleh gizi dari makanan yang kita makan.
Proses pengubahan purin ini melibatkan enzim HGPRT. Jika tubuh kekurangan
atau mengalami defisiensi enzim tersebut, jumlah purin dalam tubuh akan
menumpuk.Purin yang tidak terpakai ini pada akhirnya diubah menjadi asam urat
dalam jumlah besar. Akhirnya, darah mengalami hiperurisemia (Risnanto &
Insani, 2014).
c. Klasifikasi
Arthritis dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh, menyebabkan rasa sakit,
kehilangan kemampuan bergerak dan kadang bengkak. Beberapa tipe arthritis:
1) Ostheoarthritis (OA)
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degenatif yang berkaitan
dengankerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan
kaki paling seringterkena OA. Prevelansi OA lutut radiologis di indonesia
cukup tinggi, yaitu mencapai 15.5% pada pria dan 12,7% pada wanita.
Osteoartitris adalah gangguan yang sedikit lebih banyak pada
perempuan dari pada laki-laki dan terutama ditemukan pada orang-orang
yang berusia lebih dari 45 tahun. Penyakit ini pernah dianggap sebagai suatu
proses penuaan normal, sebab insidens bertambah dengan menungkatnya
38
usia. Osteoartitris dahulu di beri nama artitris “yag rusak karena dipakai”
karena sendi namun, menjadi aus denang bertambahnya usia. Tetapi
temuan-temuan yang lebih baru dalam bidang biokimia dan biomekanik
telah menyanggah teori ini.
Kondrosit adalah sel yang tugasnya yang membentuk proteoglikan dan
kolagen pada rawan sendi. Dengann alasan-alasan yang masih belum
diketahui, sintesis proteoglikan dan kolagen meningkat tajam pada
osteoartitris. Tetapi substansi ini juga dihancurkan dengan kecepatan yang
lebih tinggi, sehingga pembentukan tidak mengimbangi kebutuhan.
Sejumlah kecil kartilago tipe I menggantikan tipe II yang normal, sehingga
terjadi perubahan pada diameter dan orientasi serat kolagen yang mengubah
biomekanika dari kartilago. Rawan sendi kemudian kehilangan sifat
kompresebilitas yang unik. Walaupun penyebab yang sebenarnya dari
osteoartitris tetap tidak diketahui, tetapi kelihatannya proses penuaan dan
hubungannya dengan perubahan-perubahan dalam fungsi kondrosit,
menimbulkan perubahan pada komposisi rawan sendi yang mengarah pada
perkembangan osteoartitris.
Faktor-faktor genetik memainkan peranan pada beberapa bentuk
osteoartitris. Perkembangan osteoartitris pada sendi-sendi interfalang distal
dengan (nodus herbeden) dipengaruhi oleh jenis kelamin dan lebih dominan
pada perempuan. Nodus heberdens 10 kali lebih sering ditemukan pada
perempuan di bandingkan laki-laki.
2) Arthritis Gout (pirai)
Gout merupakan gangguan metabolik yang sudah dikenal oleh
hipokrates pada zaman yunani kuno. Pada waktu itu gout dianggap sebagai
penyakit kalangan sosial elite yang disebabkan karena terlalu banyak
makan, minum anggur dan seks. Sejak saat itu banyak teori etiologis dan
terapeutik yang telah dikemukakan, namun kini banyak yang telah diketahui
mengenai penyakit hout dan tingkat keberhasilan pengobatannya juga
tinggi.
Gout merupakan istilah yang dipakai untuk gangguan metabolik,
sekurang-kurangnya ada sembilan gangguan yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Gout dapat bersifat
primer maupun sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung
39
pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan
ekskresi asam urat.
3) Artitris Reumatoid
Artitris reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai
sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit
jaringan ikat difus yang diperantai oleh imunitas dan tidak diketahui
penyebabnya. Pada pasien biasanya terjadi destruksi sendi progresif,
walaupun episode peradangan peradangan sendi dapat mengalami masa
remisi. Artritis reumatoid kira-kira hanya dua setengah kali lebih sering
menyerang perempuan dari pada laki-laki. Insidens meningkat dengan
bertambahnya usia, terutama pada perempuan. Insiden puncak adalah antara
40 hingga 60 tahun. Penyakit ini menyerang orang-orang diseluruh dunia
dari berbagai suku bangsa. Penyebab atritis reumatoid masih belum
diketahui walaupun banyak hal mengenai patogenesisnya telah terungkap.
Penyakit ini tidak dapat di tunjukkan memiliki hubunngan pasti dengan
genetik. Terdapat kaitan dengan penanda genetik seperti HLA-Dw4 dan
HLA-DR5 pada orang kaukasia. Namun pada orang amerika afrika, jepang
dan india chippewa,hanya ditemukan kaitan dengan HLA-Dw4.Destruksi
jaringan sendi terjadi melalui dua cara. Pertama adalah destruksi pencernaan
oleh produksi protease, kolagenase dan enzim-enzim hidrolitik lainnya.
Enzim-enzim ini memecah kartilago, ligamen, tendon, dan tulang pada
sendi, serta di lepaskan bersama-sama dengan radikal oksigen dan metabolit
asam arakidonat oleh leukosit polimorfonuklear dalamcairan sinovial.
Proses ini diduga adalah bagian dari respon autoimuns terhadap antigen
yang diproduksi secara lokal.
4) Ankylosing spondilitis
Spondilitis ankilosans adalah suatu penyakit peradangan kronik
progresif. Penyakit ini biasanya menyerang sendi-sendi sakroiliaka dan
persendian tulang belakang. Sendi panggul dan sendi kostovertebram juga
dapat terserang oleh penyakit ini. Spondilitis ankilosans pernah diduga
sebagai suatu varian dari atritis reumatoid. Tetapi anggapan ini tidak
berlakulagi berdasarkan tidak adanya faktor reumatoid, nodul-nodul
reumatoid, dan perbedaan dalam perubahan yang terjadi pada tulang
belakang. Perbandinangan 9:1 antara laki-laki dan perempuan pada penyakit
40
sudah dianggap tidak lagi akurat setelah ditetapkannya kriteriadiagnosis
yang lebih baik. Laki-laki kelihatannya cenderung mengalami penyakit
pada tulang belakang yang lebih progresif dan lebih sering didiagnosis
menderita spondilitis ankilosans.Hal ini membuat rasio berubah menjadi
sekitar tiga laki-laki berbanding satu perempuandengan keterlibatan dengan
tulang punggung.Spondilitis ankilosans menyerang rawan dan
fibrokartilago sendi pada tulang belakangdan ligamen-ligamen
paravertebral.
5) Systemic Lupus Erythematosus (lupus)
Lupus eritematesus sistemik adalah penyakit rematik autoimun yang
ditandai adanya inflamasi terrsebar luas, yang mempengaruhi setiap organ
atau sistem dalam tubuh. penyakitini berhubungan dengan deposisi auto
antibodi dan kompleks imun, sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.
SLE paling sering merusak jantung, sendi, kulit, paru-paru, pembuluh darah,
hati, ginjal, dan sistem saraf. Perjalanan penyakit tidak dapat diprediksi,
dengan periode sakit (flare disebut) bergantian dengan remisi. Penyakit ini
terjadi sembilan kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria,
terutama pada wanita melahirkan anak diusia 15 sampai 35 tahun, dan juga
lebih umum pada mereka dari keturunan non-Eropa. Etipatologi dari SLE
belum diketahui secara pasti. Di duga melibatkan interaksi yang kompleks
dan multifaktorial antara variasi genetik dan faktor lingkungan. Faktor
genetik diduga berperan penting dalam presdiposisi penyakit ini. Pada kasus
SLE yang terjadi secara sporadik tanpa identifikasi faktor genetik , berbagai
faktor lingkungan diduga terlibat atau belum diketahui faktor yang
bertanggung jawab.
6) Skleroderma
Skleroderma atau sklero sistemik adalah suatu penyakit jaringan ikat
yang jarang dijumpai, ditandai fibrosis pada kulit dan organ-organ lainnya.
Berdasarkan dari luas lesi kulit, skleroderma dapat diklasifikasikan menjadi
tiga kelompok. Skleroderma generalisata (sklerosis sistemik) dapat
merupakan salah satu dari dua tipe berikut ini: 1) sklerosis sistemik kutaneus
difus yang melibatkan kulit pada tubuh, penyakit viseral yang menyerang
banyak organ dan perjalanan penyakit yang cepat, atau 2) sklerosis sitemik
kutaneus lokalisata, termasuk varian CREST. Skleroderma lokalisata
41
biasanya hanya menyerang daerah kulit yang sangat terbatas dan tidak
menyerang organ visera. Sidrom yang menyerupai skleroderma akibat
lingkungan dan pekerjaan dapat terjadi setelah terpapar agen misalnya vinil
klorida, bleomisin, dan minyak lobak.
7) Juvenile Arthritis (Arthritis pada anak-anak)
Juvenile Arthritis (JA) mengacu pada setiap bentuk arthritis atau radang
sendi yang berhubungan dengan kondisi yang berkembang pada anak-anak
atau remaja yang kurang dari 18 tahun.
d. Manifestasi klinis
Keluhan biasanya mulai secara perlahan dalam beberapa minggu atau bulan.
Sering pada keadan awal tidak menunjukkan tanda yang jelas. Keluhan tersebut
dapat berupa keluhan umum, keluhan pada sendi dan keluhan diluar sendi.
1) Keluhan umum
Keluhan umum dapat berupa perasaan badan lemah, nafsu makan
menurun, peningkatan panas badan yang ringan atau penurunan berat badan.
2) Kelainan sendi
Terutama mengenai sendi kecil dan simetris yaitu sendi pergelangan
tangan, lutut dan kaki (sendi diartrosis). Sendi lainnya juga dapat terkena
seperti sendi siku, bahu sterno-klavikula, panggul, pergelangan kaki.
Kelainan tulang belakang terbatas pada leher. Keluhan sering berupa kaku
sendi di pagi hari, pembengkakan dan nyeri sendi.
3) Kelainan diluar sendi
a) Kulit : nodul subukutan (nodul rematoid)
b) Jantung : kelainan jantung yang simtomatis jarang didapatkan, namun
40% pada autopsi RA didapatkan kelainan perikard
c) Paru : kelainan yang sering ditemukan berupa paru obstruktif dan
kelainan pleura (efusi pleura, nodul subpleura)
d) Saraf : berupa sindrom multiple neuritis akibat vaskulitis yang sering
terjadi berupa keluhan kehilangan rasa sensoris di ekstremitas dengan
gejala foot or wrist drop
e) Mata : terjadi sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika) berupa
kekeringan mata, skleritis atau eriskleritis dan skleromalase perforans
f) Kelenjar limfe: sindrom Felty adalah RA dengan spleenomegali,
limpadenopati, anemia, trombositopeni, dan neutropeni
42
e. Etiologi
Penyebab Arthritis belum diketahui dengan pasti. Namun, kejadiannya
dikorelasikan dengan interaksi yang kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan.
1) Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB1 dan faktor ini memiliki
angka kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60%.
2) Hormon Sex, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental
Corticotraonin Releasing Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis estrogen plasenta.
Dan stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2)
dan menghambat respon imun selular (TH1). Pada RA respon TH1 lebih
dominan sehingga estrogen dan progesteron mempunyai efek yang
berlawanan terhadap perkembangan penyakit ini.
3) Faktor Infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk
semang (host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul
timbulnya penyakit RA.
4) Faktor Lingkungan, salah satu contohnya adalah merokok dan aktifitas yang
berat sehari-harinya.
f. Patofisiologi
Berbagai faktor yang menyebabkan kadar asam urat di dalam tubuh menjadi
tinggi antara lain disebabkan oleh faktor usia, jenis kelamin, obesitas, dan obat-
obatan. Namun, pada awalnya proses terjadinya asam urat disebabkan oleh
konsumsi zat yang banyakmengandung purin karena tubuh yang tidak dapat
mengubah purin menjadi nukleotida purin. Ketidakmampuan metabolisme purin
menjadi nukleotida purin menyebabkan terjadinya metabolisme purin berubah
menjadi asam urat, dan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di
dalam plasma darah (hiperurisemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat
menumpuk dalam tubuh (deposit kristal urat dalam tubuh). Proses pengubahan
purin menjadi asam urat ini melibatkan enzim yang disebut xhantine oxidase
(Risnanto & Insani, 2014).
Gangguan metabolisme purin menghasilkan jumlah asam urat yang abnormal
dalam tubuh. Purin merupakan hasil pencernaan protein. Purin adalah salah satu
penyusun rantai DNA dan RNA bersama-sama dengan pirimidin. Enzim HGPRT
(hypoxhantine-guanyl phosphorilbosyl transferase) bertugas mengubah purin
43
menjadi nukleotida purin supaya bisa digunakan kembali sebagai penyusun DNA
dan RNA. Sederhananya, purin yang terkandung dalam makanan yang dikonsumsi
akan dirombak dan disusun lagi menjadi protein-protein tubuh. Inilah cara tubuh
memperoleh gizi dari makanan yang kita makan. Proses pengubahan purin ini
melibatkan enzim HGPRT. Jika tubuh kekurangan atau mengalami defisiensi enzim
tersebut, jumlah purin dalam tubuh akan menumpuk. Purin yang tidak terpakai ini
pada akhirnya diubah menjadi asam urat dalam jumlah besar. Akhirnya, darah
mengalami hiperurisemia (Risnanto & Insani, 2014).
g. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium
a) Penanda inflamasi : Laju Endap Darah (LED) dan C-ReactiveProtein (CRP)
meningkat
b) Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki Rf positif namun RF negatif
tidak menyingkirkan diagnosis
c) Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan dalam
diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifisitas 95-98% dan
sensitivitas 70% namun hubungan antara anti CCP terhadap beratnya
penyakit tidak konsisten
2) Radiologis
Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang
sendi, demineralisasi “juxta articular”, osteoporosis, erosi tulang, atau
subluksasi sendi.
h. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan farmakologis
Pengobatan secara medis pada umumnya menggunakan lima jenis obat
kimia sebagai berikut (Herliana, 2013):
a) Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID). Obat ini berfungsi untuk
mengatasi nyeri sendi akibat peradangan. Beberapa contoh obat
golongan NSAID yang direkomendasi adalah aspirin, indometasin,
piroksikam, ibuprofen, asam mefenamat, meloksikam, dan natrium
diklofenak (Widyanto, 2014).
b) Obat kortikosteroid. Obat ini berfungsi sebagai anti radang dan menekan
reaksi imun. Biasanya obat ini diberikan dalam bentuk tablet atau
disuntikkan di bagian sendi yang sakit.
44
c) Obat pengubah perjalanan penyakit arthritis rheumatoid. Obat ini harus
segera diberikan setelah seseorang divonis menderita penyakit asam
urat.
d) Obat imunorepresif. Obat ini berfungsi menekan reaksi imun. Efek
samping obat ini cukup berat, yaitu dapat menimbulkan kanker dan
kerusakan pada ginjal dan hati, sehingga obat ini jarang diberikan.
e) Suplemen antioksidan. Suplemen ini mengandung vitamin dan mineral
yang dapat mengobati asam urat.
2) Penatalaksanaan non farmakologis
Menurut Suriana (2014) dan Dalimartha (2008) apabila tubuh
merasakan tanda- tanda kadar asam urat dalam darah tinggi perlu tindakan
non farmakologis meliputi:
a) Diet
Salah satu cara penatalaksanaan penyakit gout adalah dengan
mengatur jumlah kalori yang masuk ke dalam tubuh dan jenis makanan
yang boleh dimakan. Berikut ini diet bagi penderita asam urat:
➢ Batasi mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi purin.
➢ Jumlah kalori yang berasal dari makanan harus sesuai dengan
kebutuhan tubuh berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) dan
aktivitas fisik. Bagi mereka yang obesitas, masuknya kalori
harus dikurangi secara bertahap guna menghindari pembakaran
lemak tubuh secara berlebihan.
➢ Memperbanyak konsumsi air putih untuk mengurangi gangguan
pada ginjal.
➢ Batasi konsumsi protein hingga 15% dari total kalori
➢ Hindari alkohol.
b) Rutin melakukan pemeriksaan kadar asam urat
c) Kompres
Penatalaksanaan non farmakologis yang dilakukan untuk
mengurangi rasa nyeri dan peradangan Gout Arthritis adalah dengan
memberikan stimulasi kulit menggunakan kompres air hangat.
Penggunaan kompres hangat memberikan efek mengatasi dan
menghilangkan sensasi nyeri, teknik ini juga memberikan reaksi

45
fisiologis antara lain meningkatkan respons inflamasi, dan
meningkatkan aliran darah dalam jaringan.

4. Keganasan

Osteosarkoma adalah tumor ganas tulang primer yang berasal dari sel mesenkimal
primitif yang memproduksi tulang dan matriks osteoid. Penyakit tulang yang satu ini adalah
kanker tulang yang paling ganas dan cukup sering ditemukan.

Penatalaksanaan keganasan pada tulang

a. Sebelum Tindakan (operasi, kemoterapi, dan radioterapi)


1) Promotif: peningkatan fungsi fisik, psikososial dan kualitas hidup
2) preventif terhadap keterbatasan/ gangguan fungsi yang dapat timbul
3) Penanganan terhadap keterbatasan/ gangguan fungsi yang sudah ada
b. Pasca Tindakan (operasi, kemoterapi dan radioterapi)
1) Penanggulangan keluhan nyeri Nyeri yang tidak teratasi dengan baik dan benar
dapat menimbulkan disabilitas.
• Edukasi farmakoterapi dan rehabilitasi
• Edukasi pasien untuk ikut serta dalam penanganan nyeri memberi efek baik
pada pengontrolan nyeri
• Terapi medikamentosa sesuai prinsip tatalaksana nyeri World Health
Organization (WHO)
• Terapi non medikamentosa modalitas kedokteran fisik dan rehabilitasi
2) Preventif terhadap gangguan fungsi yang dapat terjadi pasca tindakan:
keterbatasan lingkup gerak sendi (fleksibilitas), gangguan mobilitas, dan
sindrom dekondisi

5. Terapi Diet

a. Diet
Penyakit Penyakit tersebut menggunakan diet rendah purin, rendah lemak, cukup
vitamin dan mineral. Diet rendah purin dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Diet rendah purin I (1500 kalori) atau disebut DPR I
2) Diet rendah purin II (1700 kalori) atau disebut DPR II
b. Tujuan diet

46
Untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal serta menurunkan kadar
asam urat dalam darah atau urine
c. Syarat
1) Energi sesuai dengan kebutuhan tubuh, bila berat badan berlebih atau kegemukan,
asupan energi sehari dikurangi secara bertahap sebanyak 500-1000 kalori dari
kebutuhan E normal hingga mencapai berat badan normal.
2) Protein cukup, yaitu 1,0 1,2 gr/kg berat badan atau 10-15% dari kebutuhan E total.
3) Hindari bahan makanan sumber protein yang mempunyai kandungan purin lebih
dari 150 mg/100 gr.
4) Lemak sedang, yaitu 10 - 20% dari kebutuhan E total. Lemak berlebih dapat
mengjambat pengekuaran asam urat atau purim melalui urin.
5) Karbohidrat diberikan lebih banyak yaitu 65 -75% dari kebutuhan E total terutama
sumber karbohidrat kompleks.
6) Vitamin dan mineral sukup sesuai dengan kebutuhan.
7) Cairan disesuaikan dengan urin yang dikeluarkan setiap hari. Rata-rata asupan
cairan yang dianjurkan 2 - 2,5 liter/hari
d. Bahan Makanan Yang Mengandung Purin
1) Kelompok 1 Kandungan purin tinggi (100-1000 mg purin/100 gr bahan makanan
sebaiknya dihindari.
Otak, hati, jantung, ginjal, jeroan, kaldu, daging bebek, ikan sarden, remis, kerang.
2) Kelompok II: Kandungan purin tinggi (9-100 mg purin/100 gr bahan makanan
sebaiknya dibatasi maksimal 50-70 gr (1-11/5 potong daging, ikan atau unggas, I
mangkok (100 gr) sayur sehari.
Daging sapi, ikan, kecuali yang terdapat dalam kelompok 1 ayam, udang, kacang
kering dan hasil olahan seperti tahu tempe, asparagus, bayam, daun singkong,
kangkung, daun dan biji melinjo.
3) Kelompok III: Kandungan purin rendah (dapat diabaikan), dapat dimakan setiap
hari.
Nasi, ubi, singkong, jagung, roti, mie, bihun, tepung beras, cake, kue kering, puding,
susu, keju, telur, lemak dan minyak, gula, sayuran dan buah-buahan (kecuali
sayuran dalam kelompok II).
e. Prinsip Diet Pencegahan Radang Sendi
1) Mengontrol berat badan agar tidak kegemukan atau obesitas

47
2) Konsumsi suplemen glikosamin alami ( kerang, udang, teripang, kepiting,
rajungan)
3) Penderita Ghout (asam urat) membatasi protein (purin)
4) Tidak minum alkohol
5) Konsumsi air putih (> 2 liter/hari)

48
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Muskuloskeletal terdiri atas dua kata, yakni muskulus dan skeletal. Muskulus
berasal dari bahasa latin (musculus) yang berarti otot atau tikus kecil, Skeletal berasal
dari bahasa Latin (skeleton) yang berarti kerangka, dan dari kata ini dikenal istilah
systema skeletale yang berarti tulang sebagai suatu sistem. Tulang berfungsi untuk
mendukung jaringan tubuh, memberi bentuk tubuh, melindungi organ, dll. Sendi adalah
tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Otot memiliki fungsi untuk motion
(menghasilkan Gerakan), mempertahankan poostur, dan menghasilkan kalor. Ligament
mempertemukan kedua ujung tulang dan mempertahankan stabilitas. Tendon
merupakan ujung dari otot yang menempel pada tulang. Fascia adalah jaringan
penyambung longgar yang didapatkan langsung dibawah kulit.

Tulang terdiri dari komponen seluler dan interseluler. Komponen seluler yaitu :
osteoprogenitor, osteoblast, osteosit, osteoklas Sedangkan komponen interseluler
(matriks) terdiri atas bahan-bahan anorganik serta zat dasar yang amorf (tidak
mempunyai bentuk atau tidak jelas bentuknya) dan bahan organic.

Komposisi otot rangka terdiri dari : otot merah dan putih, ekstraktif, dan protein.
Otot yang mampu menggerakkan tulang adalah otot yang melekat pada tulang
ataurangka yang disebut otot lurik, sedangkan otot polos dan otot jantung
tidakmenggerakkan tulang, karena tidak melekat pada tulang atau rangka.

Salah satu terapi komplementer yang dapat dilakukan untuk patofisiologi pada
system musculoskeletal adalah terapi diet. Terapi diet dilakukan untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi optimal serta menurunkan kadar asam urat dalam darah
atau urine.

B. Saran

Menyadari bahwa kami sebagai tim penulis masih jauh dari kata sempurna,
dengan demikian sebagai tim penulis makalah ini, kami meminta saran dan kritik
karena masih banyak kekurangan yang harus diperbaiki agar teman-teman mahasiswa

49
yang membaca ataupun dosen yang membimbing dapat memberikan masukan demi
kesempurnaan penulisan makalah ini.

50
DAFTAR PUSTAKA

Dalimartha, S. 2008. Herbal Untuk Pengobatan Reumatik. Jakarta: P


enebarSwadaya.

Gabriel. 2013. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC

Herliana, Ersi. 2013. Penyakit Asam Urat Kandas Berkat Herbal. Jakarta:
Fmedia.

Khadijah, Sitti, dkk. (2020). ANATOMI & FISIOLOGI MANUSIA. Respati Press :
Universitas Respati Yogyakarta

Latar, Muh Arif. 2012. Biomekanika. Tersedia pada www.digilib.esaunggul.ac.id. Diakses


pada tanggal 28 Agustus 2023

Pramestiyani, M., Oktavia, S., Sulung, N., Wahyuni, T. P., Safitri, W., Lestari, N. C., &
Iriani, F. A. (2022). Anatomi Fisiologi. Global Eksekutif Teknologi.

Risnanto, dan Isnaini U. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah (Sistem
Muskuloskeletal). Yogyakarta: Deepublish.

Rosyidi, Kholid. 2013. Muskuloskeletal. Jakarta: Trans Info Media Jakarta

Sadikin, Mohamad. 2011. Biokimia Muskuloskeletal. Tersedia pada www.staff.ui.ac.id.


Diakses pada tanggal 28 Agustus 2023

Sunarto, dkk. (2019). Modul Ajar Anatomi Fisiologi. Prodi Kebidanan Magetan : Poltekkes
Kemenkes Surabaya

Suriana, N. 2014. Herbal Sakti Atasi Asam Urat. Depok: Mutiara Allamah Utama.

Suriya, M., Ners, M. K., Zuriati, S. K., & Ners, M. K. (2019). Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi
NANDA NIC & NOC. Pustaka Galeri Mandiri.

Widyanto, Wahyu Fandi. 2014. ―Arthritis Gout dan Perkembangannya‖ dalam jurnal E-
Keperawatan Vol 10 No 2 (halaman 145-151). Jawa Timur:Rumah Sakit Aminah Blit

Wulandari, E.Hendarim, L. 2015. Integrasi Biokimia dalam Modul Kedokteran. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.

51
52

Anda mungkin juga menyukai