Anda di halaman 1dari 25

TREN DAN ISU SISTEM MUSKULOSKELETAL DENGAN

KASUS MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS)

Dosen Pengampuh :

Ns. Rizkan Halalan Djafar S.Kep., M.Kep

Mata Kuliah :

Trend dan Issue Keperawatan

Oleh :
Kelas 7A Keperawatan Kelompok 3
1. Rahmawati Sasaerila (1801094)
2. Riyandi Hamundu (1801062)
3. Mustika Reni (1801018)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMUKESEHATAN (STIKES)
MUHAMMADIYAMANADO TAHUN AJARAN 2020/2021
BAB II
PEMBAHASAN
Gambaran Umum Musculosceletal Disorder
1. Epidemiologi

Musculoskeletal disorders (MSDs) merupakan masalah global. Di Indonesia,


prevalensi MSDs yang menyebabkan terganggunya aktivitas mencapai 9,2% pada
pekerja kantoran dengan keluhan pada leher sebesar 68%, punggung atas 62%, dan
punggug bawah 60%. Di negara berkembang, MSDs merupakan penyakit akibat kerja
yang paling sering ditemukan pada 40-95% staf pengajar. Pada tahun 2020, pandemi
COVID-19 di Indonesia mengakibatkan pemerintah menerapkan work from home
(WFH) yang menyebabkan 66,3% pekerja mengalami nyeri muskuloskeletal. Hal ini
dapat disebabkan oleh tidak terpenuhinya tidur yang merupakan kebutuhan fisiologis.
Didapatkan sebanyak 41,9% orang dewasa mengalami gangguan tidur yang berefek
pada munculnya keluhan MSDs.

Menurut data dari WHO Kondisi muskuloskeletal terdiri lebih dari 150 kondisi
yang mempengaruhi sistem lokomotor individu. Mereka berkisar dari yang muncul
tiba-tiba dan berumur pendek, seperti patah tulang, keseleo dan ketegangan, hingga
kondisi seumur hidup yang terkait dengan keterbatasan fungsi dan kecacatan yang
berkelanjutan. Kondisi muskuloskeletal biasanya ditandai dengan rasa sakit (sering
persisten) dan keterbatasan dalam mobilitas, ketangkasan dan tingkat fungsi secara
keseluruhan, mengurangi kemampuan orang untuk bekerja. Kondisi muskuloskeletal
termasuk kondisi yang mempengaruhi:

Sendi, seperti osteoarthritis, rheumatoid arthritis, psoriatic arthritis, asam urat,


ankylosing spondylitis. Tulang, seperti osteoporosis, osteopenia dan patah tulang
terkait kerapuhan, patah tulang traumatis, Otot, seperti sarkopenia, Tulang belakang,
seperti nyeri punggung dan leher beberapa area atau sistem tubuh, seperti gangguan
nyeri regional dan luas dan penyakit inflamasi seperti penyakit jaringan ikat dan
vaskulitis yang memiliki manifestasi muskuloskeletal, misalnya lupus eritematosus
sistemik.
Kondisi muskuloskeletal juga merupakan penyumbang tertinggi kebutuhan
global akan rehabilitasi. Mereka adalah salah satu penyumbang terbesar kebutuhan
akan layanan rehabilitasi di kalangan anak-anak dan menyumbang sekitar dua pertiga
dari semua orang dewasa yang membutuhkan rehabilitasi.

Analisis terbaru dari data Global Burden of Disease (GBD) menunjukkan


bahwa sekitar 1,71 miliar orang di seluruh dunia memiliki kondisi muskuloskeletal
(1). Sementara prevalensi kondisi muskuloskeletal bervariasi menurut usia dan
diagnosis, orang-orang dari segala usia di seluruh dunia terpengaruh. Negara-negara
berpenghasilan tinggi adalah yang paling terpengaruh dalam hal jumlah orang - 441
juta, diikuti oleh negara-negara di Wilayah Pasifik Barat WHO dengan 427 juta dan
Wilayah Asia Tenggara dengan 369 juta. Kondisi muskuloskeletal juga merupakan
kontributor terbesar untuk tahun hidup dengan disabilitas (YLDs) di seluruh dunia
dengan sekitar 149 juta YLDS, terhitung 17% dari semua YLD di seluruh dunia.

Nyeri punggung bawah adalah kontributor utama beban keseluruhan kondisi


muskuloskeletal. Kontributor lain untuk beban keseluruhan kondisi muskuloskeletal
termasuk patah tulang dengan 436 juta orang di seluruh dunia, osteoarthritis (343
juta), cedera lainnya (305 juta), nyeri leher (222 juta), amputasi (175 juta) dan
rheumatoid arthritis (14 juta) ( 1).

Sementara prevalensi kondisi muskuloskeletal meningkat seiring bertambahnya


usia, orang yang lebih muda juga terpengaruh, seringkali selama tahun-tahun
pendapatan puncak mereka. Nyeri punggung bawah, misalnya, adalah alasan utama
untuk keluar dari dunia kerja secara prematur. Dampak sosial dari pensiun dini dalam
hal biaya perawatan kesehatan langsung dan biaya tidak langsung (yaitu,
ketidakhadiran kerja atau kehilangan produktivitas) sangat besar. Kondisi
muskuloskeletal juga sangat terkait dengan penurunan kesehatan mental yang
signifikan dan fungsi yang memburuk. Proyeksi menunjukkan bahwa jumlah orang
dengan nyeri punggung bawah akan meningkat di masa depan, dan bahkan lebih cepat
di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (2). The WHO Rehabilitasi
Kebutuhan Pengukur alat memberikan kesempatan unik untuk mencari negara,
prevalensi regional atau global dan data YLD pada kondisi muskuloskeletal.
Penelitian tentang musculosceletal disorders (MSDs) pada berbagai jenis
industri mendapatkan bahwa terdapat beberapa otot yang sering dikeluhakan oleh para
pekerja yaitu otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang, serta otot-
otot bagian bawah. Dari berbagai keluhan tersebut, pinggang merupakan bagian otot
yang paling banyak dialami Data dari Berau Of Statistics (BLS) Departemen Tenaga
Kerja Amerika menyatakan bahwa 20% dari semua kasus sakit yang disebabkan
pekerjaan dan 25% biaya kompensasi di keluarkan karena adanya keluhan/ sakit
pinggang (Tarwaka,2015).

Berdasarkan data diatas, banyak terjadi musculoskeletal di beberapa wilayah


yang rata-rata hanya meneliti pada pekerja industri, nelayan, petani atau buruh
sedangkan belum adanya data mengenai muskuloskeletal pada pedagang kaki lima
padahal pedagang kaki lima juga memiliki risiko yang sama terhadap MSDS.
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis hubungan antara faktor ergonomi
terhadap keluhan MSDS pada pekerja buruh pasar di Pasar Minggu Jakarta Selatan.
Secara khusus bertujuan untuk mengetahui gambaran gejala MSDs pada pekerja
buruh pasar; mengetahui gambaran faktor ergonomi, usia, perilaku merokok,
kebiasaan olah raga, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan masa kerja pada pekerja buruh
pasar; menganalisis hubungan faktor ergonomi, usia, perilaku merokok, kebiasaan
olah raga, Indeks Massa Tubuh (IMT), dan masa kerja dengan gejala MSDs;
menganalisis faktor dominan terjadinya gejala MSDs.

2. Defenisi
Musculoskeletal disorders (MSDs) adalah gangguan yang mempengaruhi
fungsi normal sistem muskuloskeletal akibat paparan berulang berbagai faktor risiko
di tempat bekerja. Sistem muskuloskeletal meliputi tendon, bantalan tendon (tendon
sheath), ligamen, bursa, pembuluh darah, sendi, tulang, otot, dan persarafan. MSDs
terjadi tidak secara langsung melainkan kombinasi dan akumulasi dari cedera yang
terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama.
Keluhan muskuloskeletal atau gangguan otot rangka merupakan kerusakan
pada otot, saraf, tendon, ligament, persendian, kartilago, dan discus invertebralis.
Kerusakan pada otot dapat berupa ketegangan otot, inflamasi, dan degenerasi.
Sedangkan kerusakan pada tulang dapat berupa memar, mikro faktur, patah, atau
terpelintir (Merulalia, 2010).
3. Etiologi
Menurut Peter Vi (2004), faktor penyebab keluhan muskuloskeletal antara lain:
1. Peregangan otot yang berlebihan (over exertion)
Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya dikeluhkan oleh
pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan yang besar, seperti
aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, menahan beban yang berat. Perawat
melakukan aktivitas yang dikategorikan membutuhkan tenaga yang besar,
seperti mengangkat dan memindahkan pasien serta merapikan tempat tidur
(bed making).Mengangkat dan memindahkan pasien dilakukan 5-20 pasien
untuk setiap tugas bergilir yang khusus. Saat bed making membungkuk dan
mengharuskan untuk melakukan peregangan saat memasang sprai ke tempat tidur
(Sardewi, 2006).
2. Aktivitas berulang
Adalah pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Seperti
mencangkul, membelah kayu, angkat-angkat dan sebagainya. Perawat
memiliki aktivitas yang dilakukan berulang-ulangs seperti mengangkat dan
memindahkan pasien, melakukan bed making dan aktivitas kerja lainnya yang
dilakukan setiap hari secara berulang-ulang dan dalam waktu yang relative lama.
3. Sikap kerja tidak alamiah
Adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh
bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan terangkat,
punggung terlalu membungkuk dan sebagainya. Perawat adalah tenaga
medis yang 24 jam berada di dekat pasien, kebutuhan dasar pasien harus
diperhatikan oleh seorang perawat. Tingginya aktivitas yang dilakukan perawat,
sehingga perawat tidak memperhatikan posisi tubuh yang baik saat melakukan
tindakan.
Selain itu terdapat factor penyebab sekunder dari keluhan
muskuloskeletal yaitu:
a) Tekanan
Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak secara
berulang-ulang dapat menyebabkan nyeri yang menetap.
b) Getaran
Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot
bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak
lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri
otot.
c) Mikroklimat
Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan,
kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga pergerakan pekerja menjadi
lamban, sulit bergerak disertai dengan menurunnya kekuatan otot.
Perbedaan besar suhu yang besar antara lingkungan dan suhu tubuh akan
mengakibatkan sebagian energi yang ada di dalam tubuh akan diigunakan
untuk beradaptasi dengan suhu lingkungan. Apabila hal ini tidak diimbangi
dengan asupan energi yang cukup, suplai energi di otot akan menurun,
terhambati proses metabolisme karbohidrat dan terjadinya penimbunan
asan laktat yang dapat menyebabkan nyeri otot.
Penyebab lain yang berperan dalam terjadinya keluhan muskuloskeletal
apabila dalam melakukan tugas perawat di hadapkan pada beberapa factor risiko
dalam waktu yang bersamaan, yaitu:
a) Umur
Keluhan muskuloskeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu pada usia
25-65 tahun. Keluhan biasanya akan mulai dirasakan pada usia 35 tahun dan akan
semakin meningkat semakin bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena pada usia
setengah baya, kekuatan dan ketahanan otot akan meningkat (dryastiti, 2013).
b) Jenis Kelamin
Jenis kelamin sangat mempengaruhi ingkat risiko keluhan otot. Hal ini
terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita lebih rendah
daripada pria. Prevalensi sebagian besar gangguan tersebut meningkat dan
lebih menonjol pada wanita dibandingkan pria (3:1) sehingga daya tahan
otot wanita untuk bekerja lebih rendah dibandingkan pria.
c) Kebiasaan merokok
Semakin lama dan semakin tinggi tingkat frekuensi merokok, semakin tinggi
pula keluhan otot yang dirasakan. Kebiasaan merokok dapat menurunkan
kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk mengkosumsi oksigen
menurun. Apabila perawat denga kebiasaan merokok melakukan aktivitas kerja
dengan beban kerja yang tinggi, maka akan sangat mudak mengalami kelelahan
otot.
d) Kesegaran jasmani
Keluahan otot jarang terjadi pada perawat yang memiliki waktu istirahat
yang cukup, tetapi perawat memiliki system kerja shift malam yang
memungkinkan tidak mendapat waktu istirahat yang cukup. Tingkat kesegaran
tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot.
e) Kekuatan fisik
Secara fisiologis ada yang dilahirkan dengan struktur otot yang
mempunyai kekuatan fisik lebih kuat dibandingkan dengan yang lainnya.
Apabila dengan kekuatan otot yang sama, perawat diberikan beban kerja
yang tinggi, maka cenderung perawat yang memiliki kekuatan yang lebih
rendah akan mengalami cidera otot.
f) Ukuran tubuh (antrometri) :
Keluhan muskuloskeletal yang terkait dengan ukuran tubuh lebih
disebabkan oleh kondisi keseimbangan struktur rangka di dalam menerima
beban, baik beban berat tubuh maupun beban tambahan.

4. Faktor resiko Muskuloskeletal Disorder


MSDs dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian
cedera yang terdiri dari:
a) Faktor Pekerjaan
Salah satu faktor yang datang dari luar adalah kondisi lingkungan kerja di sekitar
tempat kerja seperti : temparatur, sirkulasi udara, cahaya, kebisingan dan kelembaban
yang kesemuanya berpengaruh secara signifikan terhadap hasil kerja manusia dan
kondisi pekerjaan agar senantiasa memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja (ILO. 1998).
1. Peregangan Otot
Peregangan otot yang berlebihan Gangguan Muskuloskeletal merupakan
gangguan yang terjadi pada tubuh manusia akibat dari kegiatan tubuh dilakukan
selama bergerak terlalu menerima beban berat yang dapat menyebabkan kelelahan
otot.Proses kerja secara manual lebih memerlukan penggunaan tenaga otot dan
kekuatan otot ditentukan oleh sifat dari sel otot itu sendiri. Kontraksi otot
memerlukan energi dan menghasilkan zat sisa metabolisme (Cummings. 2003).
2. Gerakan berulang
Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang dilakukan dalam
suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka
dapat disebut sebagai repetitive. Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat
dikarakteristikan baik sebagai kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas
sebagai gerakan yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.
3. Postur kerja
Penyimpangan dari postur kerja yang ideal dari lengan pada sisi siku batang
tubuh, lengan, dengan pergelangan tangan lurus.Postur janggal biasanya termasuk
meraih ke belakang, memutar, dan jongkok.Jika postur yang canggung selama
bekerja, ada peningkatan risiko cidera.Semakin sendi bergerak jauh dari posis
netral, kemungkinan cedera semakin besar.
4. Beban angkut
Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya gangguan otot rangka. Berat
beban yang direkomendasikan adalah 23-25 kg, sedangkan menurut Departemen
Kesehatan (2009) mengangkat beban sebainya tidak melebihi dari aturan yaitu
laki-laki dewasa sebesar 15-20 kg dan wanita (16-18) sebesar 12-15 kg.
5. Posisi kerja
Sikap tidak alamiah ini terjadi karena interaksi antara pekerja dan alat kerja
yang kurang berimbang atau alat kerja yang digunakan kurang sesuai dengan
antropometri pekerja.Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang
menyebabkan bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiahnya.Semakin jauh
posisi bagian tubuh dari pusat gravitasi, semakin tinggi pula terjadi keluhan otot
skeleta. Sikap kerja tidak alamiah pada umumnya karena ketidaksesuaian
pekerjaan dengan kemampuan pekerja (Grandjen. 1993)
6. Durasi
Durasi adalah lamanya pajanan dari faktor risiko. Durasi selama bekerja akan
berpengaruh terhadap tingkat kelelahan. Kelelahan akan menurunkan kinerja,
kenyamanan dan konsentrasi sehingga dapat menyebabkan kecelakaan kerja.
Durasi manual handling yang lebih besar dari 45 menit dalam 1 jam kerja adalah
buruk dan melebihi kapasitas fisik pekerja.Selain itu, ada pula yang menyebut
durasi manual handling yang berisiko adalah > 10 detik (Humantech. 1995).
b) Faktor Individu
1. Umur
Pertambahan umur pada masing-masing orang menyebabkan adanya
penurunan kemampuan kerja pada jaringan tubuh (otot, tendon, sendi dan
ligament). Penurunan elastisitas tendon dan otot meningkatkan jumlah sel mati
sehingga terjadi adanya penurunan fungsi dan kapabilitas otot, tendon, ligament
yang akan meningkatkan respon setres mekanik sehingga tubuh menjadi rentan
terhadap MSDs. Dengan demikian adanya kecenderungan bahwa risiko MSDs
meningkat seiring bertambahnya umur.
2. Kebiasaan merokok
Semakin lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula
tingkat keluhan yang dirasakan (Tarwaka. 2004).Perokok lebih memiliki
kemungkinan menderita masalah punggung dari pada bukan perokok. Efeknya
adalah hubungan dosis yang lebih kuat dari pada yang diharapkan dari efek batuk
risiko meningkat sekitar 20% untuk setiap 10 batang rokok perhari (Pheasant.
1991).
Hasil dari penelitian di kota klaten menunjukkan bahwa kebiasaan merokok
ada hubungannya dengan keluhan MSDs yaitu dengan persentase 19,04%
beresiko tinggi dan 54,76% beresiko sedang. Pekerja yang memiliki kebiasaan
merokok lebih berisiko mengalami keluhan MSDs dibanding dengan pekerja yang
tidak memiliki kebiasaan merokok.
3. Kebiasaan Olahraga
Tingkat kesegaran jasmani yang rendah akan meningkatkan risiko
terjadinya keluhan otot. Kesegaran tubuh terdiri dari 10 komponen, yaitu:
kekuatan, daya tahan, kecepatan, kelincahan, kelenturan, keseimbangan, kekuatan,
koordinasi, ketepatan dan waktu reaksi. Kesepuluh komponen tersebut dapat
diperkuat melalui kebiasaan olahraga. Bagi pekerja dengan kekuatan fisik yang
rendah, risiko keluhan menjadi tiga kali lipat dibandingkan yang memiliki
kekuatan fisik tinggi (Ariani. 2009)
4. Lama kerja
Menurut Disnaker Lama kerja juga diatur dalam undangundang no 13
tahun yang menyatakan bahwa jam kerja yang berlaku 7 jam dalam 1 hari dan 40
jam dalam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu, 8 jam 1 hari dan 40 jam
dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja. menurut pasal 77 ayat 2 dalam undang-undang
no 13 tahun 2003 menyatakan bahwa jumlah jam kerja secara akumulatif masing-
masing shift tidak diperbolehkan bekerja lebih dari 40 jam dalam seminggu. Lama
kerja mempunyai hubungan yang kuat dengan keluhan otot dan dapat
meningkatkan resiko gangguan musculoskeletal disorders terutama untuk jenis
pekerjaan dengan menggunakan kekuatan kerja yang cukup tinggi.
5. Masa kerja
Masa kerja adalah waktu yang dihitung dari pertama kali pekerja masuk
kerja sampai penelitian berlangsung. Penentuan waktu dapat diartikan sebagai
pengukuran kerja untuk mencatat tentang jangka waktu dan perbandingan kerja
yaitu mengenai suatu unsur pekerjaan tertentu yang dilaksanakan dalam suatu
keadaan.
6. Status gizi
Berat badan, tinggi badan dan massa tubuh erat kaitannya dengan status
gizi pada seseorang. Gizi kerja adalah gizi yang diterapkan pada karyawan untuk
memenuhi kebutuhan sesuai dengan jenis dan tempat kerja dengan adanya tujuan
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas yang tinggi. Status gizi pada
seorang pekerja umur 18 tahun keatas ditandai dengan indeks massa tubuh .
indeks massa tubuh dihitung berdasarkan pada berat badan dan tinggi
badan.Keterikatan antara indeks masa tubuh dengan MSDs yaitu semakin gemuk
seseorang maka akan bertambah besar risiko orang tersebut untuk mengalami
MSDs.
Indeks masa tubuh dapat digunakan sebagai indikator kondisi status gizi
pada pekerja. Dengan menggunakan rumus BB2/TB (berat badan2/tinggi badan),
sedangkan menurut WHO dikategorikan menjadi tiga yaitu kurus ringan (18,5-
25), gemuk (>25,0-27,0) dan obesitas (>27,0). Kaitan indeks masa tubuh dengan
MSDs adalah semakin gemuk seseorang maka bertambah besar risiko untuk
mengalami MSDs. Hasil penelitian pada tenaga kerja bongkar muat di pelabuhan
Manado menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan keluhan
MSDs.
c) Faktor Lingkungan
1. Getaran
Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak
dengan benda yang bergetar seperti menggunakan Power Hand Tooldan
pengoperasianforklift saat mengangkat beban. Getaran juga dapat menyebabkan
kontraksi otot meningkat yang menyebabkan peredaran darah tidak lancar,
sehingga terjadi peningkatan timbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa
nyeri.
2. Suhu
Beda suhu lingkungan dengan suhu tubuh mengakibatkan sebagian energi di
dalam tubuh dihabiskan untuk mengadaptasikan suhu tubuh terhadap lingkungan.
Apabila tidak disertai energi yang cukup akan terjadi kekurangan suplai energi ke
otot (Tarwaka. 2004).
3. Pencahayaan
Pencahayaan akan mempengaruhi ketelitian dan performa kerja. Bekerja dalam
kondisi cahaya yang buruk, akan membuat tubuh beradaptasi untuk mendekati
cahaya. Jika hal tersebut terjadi dalam waktu yang lama meningkatkan tekanan
pada otot bagian atas tubuh (Bridger. 1995).

d) Faktor Psikososial
Faktor psikososial yaitu kepuasan kerja, stress mental, organisasi kerja
(shift kerja, waktu istirahat, dll) (Dinardi, 1997). Organisasi kerja didefinisikan
sebagai distribusi dari tugas kerja tiap waktu dan diantara para pekerja, durasi dari
tugas kerja dan durasi serta distribusi dari periode istirahat. Durasi kerja dan periode
istirahat memiliki pengaruh pada kelelahan jaringan dan pemulihan. Studi khusus
pada pengaruh organisasi kerja pada gangguan leher telah dilakukan. Ditemukan
bahwa kerja VDU yang melebihi empat jam per hari berhubungan dengan gejala pada
leher (Riihimaki,1998).
Bernard et al (1997) menyatakan bahwa walaupun banyak penelitian yang
menunjukkan MSDs dipengaruhi oleh faktor psikososial tetapi umumnya memiliki
kekuatan yang lemah. Pernyataan Bernard tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Kerr et al (2001) menunjukkan bahwa faktor psikososial menyebabkan
terjadinya MSDs tetapi memiliki hubungan yang lemah.
5. Manifestasi Klinis Muskuloskeletal Disorder
MSDs ditandai dengan adanya gejala sebagai berikut yaitu : nyeri, bengkak,
kemerah-merahan, panas, mati rasa retak atau patah pada tulang dan sendi dan
kekakuan, rasa lemas atau kehilangan daya koordinasi tangan, susah untuk
digerakkan. MSDs diatas dapat menurunkan produktivitas kerja, kehilangan waktu
kerja, menimbulkan ketidakmampuan secara temporer atau cacat tetap.Untuk
memperoleh gambaran tentang gejala MSDs bisa menggunakan Nordic Body Map
(NBM) dengan cara melihat tingkat keluhan sakit dan tidak sakit. Dengan melihat dan
menganalisa peta tubuh (NBM) sehingga dapat diestimasi tingkat dan jenis keluhan
otot skeletal yang dirasakan oleh para pekerja.
Gejala keluhan muskuloskeletal dapat menyerang secara cepat maupun lambat
(berangsur-angsur), menurut Kromer (1989), ada tiga tahap terjadinya MSDs yang
dapat diidentifikasi yaitu:
Tahap 1 : Sakit atau pegal-pegal dan kelelahan selama jam kerja tapi gejala
inibiasanya menghilang setelah waktu kerja (dalam satu malam). Tidak
berpengaruh pada kinerja. Efek ini dapat pulih setelah istirahat;
Tahap 2 : Gejala ini tetap ada setelah melewati waktu satu malam setelah
bekerja. Tidak mungkin terganggu. Kadang-kadang menyebabkan
berkurangnya performa kerja;
Tahap 3 : Gejala ini tetap ada walaupun setelah istirahat, nyeri terjadi ketika
bergerak secara repetitif. Tidur terganggu dan sulit untuk
melakukan pekerjaan, kadang-kadang tidak sesuai kapasitas kerja.
Menurut Humantech (1995), gejala MSDs biasanya sering disertai dengan
keluhan yang sifatnya subjektif, sehingga sulit untuk menentukan derajat keparahan
penyakit tersebut. MSDs ditandai dengan beberapa gejala yaitu sakit, nyeri, rasa
tidak nyaman, mati rasa, rasa lemas atau kehilangan daya dan koordinasi tangan, rasa
panas, agak sukar bergerak, rasa kaku dan retak pada sendi, kemerahan, bengkak,
panas, dan rasa sakit yang membuat terjaga ditengah malam dan rasa untuk memijit
tangan, pergelangan dan lengan.
6. Keluhan Muskuloskeletal Disorder
Keluhan muskuloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang
dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit.
Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama, akan
dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligament, dan tendon.
Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan keluhan MSDs
atau cedera pada system musculoskeletal (Grandjean, 1993). Secara garis besar
keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Keluhan sementara (reversible), yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot
menerima beban statis, namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang
apabila pembebanan dihentikan.
b. Keluhan menetap (persistent), yaitu keluhan oto yang bersifat menetap. Walaupun
pembebanan kerja telah dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus
berlanjut.

7. Jenis-jenis Muskuloskeletal Disorder


Adanya gangguan muskuloskeletal yang diakibatkan oleh cidera pada saat bekerja
yang dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan cara bekerja. Sehingga menyebabkan
kerusakan pada otot, syaraf, tendon, persendian.Sedangkan arti gangguan
musculoskeletal sendiri adalah penyakit yang menimbulkan rasa nyeri
berkepanjangan. Gangguan musculoskeletal yang berhubungan dengan pekerjaan
dapat terjadi bilamana ada ketidak cocokan antara kebutuhan fisik kerja dan
kemampuan fisik tubuh manusia. Jenis-jenis keluhan Keluhan muskuloskeletal antara
lain:
a. Sakit Leher : Sakit leher adalah penggambaran umum terhadap gejala yang
mengenai leher, peningkatan tegangan otot atau myalgia, leher miring atau
kaku leher.
b. Nyeri Punggung : Nyeri punggung merupakan istilah yang digunakan untuk
gejala nyeri punggung yang spesifik seperti herniasi lumbal, arthiritis,
ataupun spasme otot.
c. Carpal Tunnel Syndrome : Merupakan kumpulan gejala yang mengenai tangan
dan pergelangan tangan yang diakibatkan iritasi dan nervus medianus.
Keadaan ini disebabkan oleh aktivitas berulang yang menyebabkan
penekanan pada nervus medianus.
d. Thoracic Outlet Syndrome : Merupakan keadaan yang mempengaruhi bahu,
lengan, dan tangan yang ditandai dengan nyeri, kelemahan, dan mati rasa
pada daerah tersebut.
Thoracic outlet syndrome disebabkan oleh gerakan berulang dengan lengan
diatas atau maju kedepan.
e. Tennis Elbow : Tennis elbow adalah suatu keadaan inflamasi tendon
ekstensor, tendon yang berasal dari siku lengan bawah dan berjalan keluar
ke pergelangan tangan. Tennis elbow disebabkan oleh gerakan berulang dan
tekanan pada tendon ekstensor.
f. Low Back Pain : Low back pain terjadi apabila ada penekanan pada daerah
lumbal yaitu L4 dan L5. Apabila dalam pelaksanaan pekerjaan posisi tubuh
membungkuk ke depan maka akan terjadi penekanan pada discus.Hal ini
berhubungan dengan posisi duduk yang janggal, kursi yang tidak ergonomis,
dan peralatan lainnya yang tidak sesuai dengan antopometri pekerja.

8. Upaya pencegahan Muskuloskeletal Disorder


Diperlukan suatu upaya pencegahan untuk meminimalisasi timbulnya MSDs pada
lingkungan kerja.upaya pencegahan tersebut dapat mempunyai manfaat berupa
penghematan biaya, meningkatkan produktivitas serta kualitas kerja dan
meningkatkan kesehatan para karyawan.
Berikut upaya yang bisa dilakukan oleh para pekerja untuk mengurangi risiko
terjadinya kecelakaan kerja yaitu:
1. Peregangan otot sebelum melakukan pekerjaan pada setiap harinya.
2. Posisi sedikit berlutut saat mengambil barang jangan membungkuk.
3. Mencodongkan punggung saat mengangkat beban.

Tren dan Issu Muskuloskeletal Disorder


1. Tren dan Issu Muskuloskeletal di masa Pandemi Covid-19
a. Kasus Muskuloskeletal Disorders / MSDs ketika Work From Home / WFH
Pada tahun 2020, pandemi COVID-19 di Indonesia mengakibatkan
pemerintah menerapkan work from home (WFH). Hasil penelitian menunjukkan
selama 12 bulan terakhir, sebanyak 86,3% pekerja mengalami nyeri
muskuloskeletal dan 66,3% mulai mengalami nyeri selama WFH (Condrowati et
al., 2020).
Gangguan muskuloskeletal terkait pekerjaan atau work-related
musculoskeletal disorders (WMSDs) saat ini menimbulkan tantangan bagi
kesehatan masyarakat dan menimbulkan masalah keuangan, fisik dan sosial yang
cukup besar bagi para pekerja. Ada kebutuhan untuk memperoleh pemahaman
yang lebih dalam tentang hal ini di kalangan pekerja kantoran, untuk
menanganinya dengan sukses. Survey yang dilakukan di Nigeria menyebutkan
bahwa sekitar 70% dari pekerja kantoran Lembaga Pendidikan Tinggi mengalami
penyakit ini terutama yang paling umum pada bagian lower back (Besharati et al.,
2020).
Untuk sekarang istilah work from home bukanlah hal yang dianggap tabu oleh
masyarakat. Beberapa studi epidemiologi telah menemukan hubungan kausal
aktivitas fisik pada saat bekerja dan gangguan MSDs terkait pekerjaan, beberapa
faktor penyebabnya antara lain; gerakan berulang, tenaga yang dikeluarkan
berlebihan, tegang, posisi yang dipertahankan serta duduk dan berdiri dalam
waktu yang lama(Da Costa & Vieira, 2010).

Berdasarkan the National Institute for Occupational Safety and Health United
States, MSDs adalah penyakit terkait pekerjaan yang paling penting dan umum,
MSDs juga menjadi salah satu penyebab utama dari ketidakhadiran dalam
pekerjaan. Setiap pekerjaan pasti memiliki risiko kesehatan tersendiri. Para
pekerja pelayanan kesehatan berisiko dalam perkembangan MSDs. Statistik
menyebutkan satu pertiga dari pekerja pelayanan kesehatan merasa sakit yang
berkaitan dengan MSDs (Jafari-Nodoushan et al., 2020).

b. Pengaruh penggunaan smartphone dan laptop terhadap muskuloskeletal


pada pandemi covid-19
Salah satu langkah yang diterapkan pemerintah untuk mencegah penularan
ini dengan physical distancing melalui kegiatan work from home. Akibat work
from home, berbagai aktivitas dilakukan secara online menggunakan smartphone
maupun laptop sehingga penggunaan kedua benda tersebut mengalami
peningkatan pesat selama masa pandemi. Tujuan: Mengetahui potensi munculnya
keluhan muskuloskeletal selama aktivitas work from home penduduk Indonesia
pada masa pandemi di Indonesia.
Selain dapat meminimalisir risiko tatap muka, meminimalisir penularan
Covid-19, dan membuat pekerjaan menjadi lebih fleksibel pengerjaannya,
aktivitas work from home juga dapat membawa dampak negatif seperti
menimbulkan efek penat dan jenuh karena melakukan berbagai aktivitas secara
daring, stress, maupun muncul keluhan muskuloskeletal (Sharena et al., 2020).
Sebagian besar orang belum bisa mengimbangi durasi antara work from home
maupun pekerjaan rumah sehingga tanpa sadar seringkali orang tersebut
melakukan aktivitas work from home melebihi durasi kerja normal denggan
menggunakan gadget maupun laptop mereka (Marimuthu dan Vasudevan, 2020).
Penggunaan smartphone dan laptop selama masa work from home secara
berkesinambungan dengan posisi tubuh yang kurang tepat dalam jangka waktu
tertentu dapat menimbulkan berbagai keluhan muskuloskeletal (Pratik et al.,
2020). Keluhan muskuloskeletal merupakan suatu kondisi yang dapat terjadi
akibat adanya gangguan atau cedera pada sistem muskuloskeletal. Kondisi ini bisa
terjadi ketika salah satu bagian tubuh dipaksa untuk bekerja lebih keras,
diregangkan secara berlebihan atau digunakan melebihi batas fungsinya
(Darmawan et al., 2020).

Penatalaksanaan Musculoskeletal Disorder (MSDs)


Berikut penatalaksanaan Musculoskeletal Disorder (MSDs) dan pemberian
pelatihan tentang upaya preventif terjadinya Musculoskeletal Disorder (MSDs) :
Gangguan musculoskeletal disebut juga Musculoskeletal disorders (MSDs)
merupakan gangguan pada sistem muskuloskeletal yang mengakibatkan gejala
seperti nyeri akibat kerusakan pada nervus, dan pembuluh darah pada berbagai
lokasi tubuh seperti leher, bahu, pergelangan tangan, pinggul, lutut, dan tumit
disebabkan oleh cara kerja yang tidak ergonomis. Berdasarkan hal tersebut, perlu
dikembangkan dan ditingkatkan upaya promosi dan preventif dalam rangka
menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat pekerjaan atau
lingkungan kerja salah satunya yakni membenahi dari sektor ergonomi untuk
mencegah terjadinya gangguan musculoskeletal pada perawat sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja.
Gangguan musculoskeletal disebut juga Musculoskeletal disorders (MSDs)
merupakan gangguan pada sistem muskuloskeletal yang mengakibatkan gejala
seperti nyeri akibat kerusakan pada nervus, dan pembuluh darah pada berbagai
lokasi tubuh seperti leher, bahu, pergelangan tangan, pinggul, lutut, dan tumit
disebabkan oleh cara kerja yang tidak ergonomis. Berdasarkan hal tersebut, perlu
dikembangkan dan ditingkatkan upaya promosi dan preventif dalam rangka
menekan serendah mungkin risiko penyakit yang timbul akibat pekerjaan atau
lingkungan kerja salah satunya yakni membenahi dari sektor ergonomi untuk
mencegah terjadinya gangguan musculoskeletal pada perawat sehingga dapat
meningkatkan produktivitas kerja.
Muskuloskeletal Disorders (MSDs) diklasifikasikan menjadi beberapa
stadium menurut Oliveira dan Browne.

a. Menurut Oliveira
1. Stadium I : Lelah, tidak nyaman, nyeri terlokalisasi yang memburuk saat
bekerja dan membaik saat istirahat.
2. Stadium II : Nyeri persisten dan lebih intens, diikuti dengan parestesia
dan perasaan terbakar. Memburuk saat bekerja dan aktivitas sehari-hari.
3. Stadium III : Nyeri persisten dan berat diikuti penurunan kekuatan otot
dan kontrol pergerakan, edema dan parestesia.
4. Stadium IV : Nyeri kuat dan berlangsung terus menerus.
b. Menurut Browne
1. Stadium I : Nyeri saat bekerja, berhenti saat malam hari tanpa gangguan
tidur.
2. Stadium II : Nyeri selama bekerja, menetap sampai malam menyebabkan
gangguan tidur.
3. Stadium III : Nyeri bahkan saat beristirahat dengan gangguan tidur

Faktor risiko MSDs Hernandez dan Peterson (2013) mengelompokkan faktor


risiko dari MSDs ke dalam tiga kelompok besar yaitu faktor biomekanik, faktor
psikososial, dan faktor individu.

a. Faktor biomekanik
1. Postur tubuh saat bekerja
Postur kerja yang tidak benar dapat menyebabkan posisi bagian tubuh
bergerak menjauhi posisi alamiahnya, misalnya pergerakan tangan terangkat,
punggung yang terlalu membungkuk, kepala terangkat, dan leher yang berputar.
Semakin jauh suatu bagian tubuh seseorang dari pusat gravitasi tubuh, maka
semakin tinggi pula risiko terjadinya keluhan sistem muskuloskeletal. Postur kerja
yang tidak benar dan terlalu dipaksakan akan berdampak pada kelelahan otot
sehingga kerja menjadi tidak efisien, dalam jangka waktu lama akan menyebabkan
punggung.
Berdasarkan posisi tubuh, postur tubuh saat bekerja dalam ergonomi terdiri
atas:
 Posisi netral adalah postur tubuh dimana setiap anggota tubuh berada pada
posisi yang sesuai dengan anatomi tubuh, sehingga tidak terjadi kontraksi
otot yang berlebihan serta pergeseran atau penekanan pada bagian tubuh.
 Posisi janggal adalah postur dimana posisi tubuh menyimpang secara
signifikan dari posisi netral saat melakukan aktivitas yang disebabkan oleh
keterabatasan tubuh dalam menghadapi beban dalam waktu lama.
Berdasarkan pergerakan, postur kerja dapat dibedakan menjadi:
 Postur statis adalah postur dimana sebagian besar tubuh tidak aktif atau
hanya sedikit terjadi pergerakan. Postur statis dalam waktu lama dapat
menyebabkan kontraksi otot terus menerus dan tekanan pada anggota tubuh.

 Postur Dinamis adalah postur yang terjadi dimana sebagian besar anggota
tubuh bergerak. Bila pergerakan tubuh wajar, hal ini dapat membantu
mencegah masalah yang ditimbulkan postur statis, namun bila terjadi
pergerakan berlebihan, hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan.

2. Force/beban
Pada pekerjaan mengangkat atau mengangkut, efisiensi kerja dan
pencegahan terhadap masalah tulang belakang harus mendapat perhatian cukup.
Pemindahan material secara manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis
dapat menimbulkan pembebanan pada tulang punggung.

Untuk mengurangi terjadinya keluhan musculoskeletal pada perawat, maka


perawat perlu diberikan pelatihan khusus tentang penanganan pasien yang
ergonomis. Perawat tidak perlu berusaha untuk mengangkat pasien bila tidak
diperlukan sekali ataupun kalau bisa diusahakan mengangkat pasien minimal
dilakukan 2 orang perawat.
3. Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya gerakan yang dilakukan dalam satu
periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka disebut
sebagai gerakan repetitif. Keluhan muskuloskeletal terjadi karena otot menerima
tekanan akibat kerja terus menerus tanpa ada kesempatan untuk berelaksasi.

4. Durasi
Durasi adalah lamanya waktu pajanan terhadap faktor risiko. Asumsinya
bahwa semakin lama durasi paparan semakin besar risiko cedera yang terjadi.23
Durasi diklasifikasikan menjadi :

 Durasi singkat : < 1 jam/ hari

 Durasi sedang : 2 jam/hari

 Paparan Pada Getaran


Getaran akan menyebabkan bertambahnya kotraksi otot. Hal ini akan
menyebabkan tidak lancarnya aliran darah, meningkatnya penimbunan asam
laktat dan akhirnya timbul nyeri otot.

5. Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya gerakan yang dilakukan dalam satu
periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan dilakukan secara berulang, maka disebut
sebagai gerakan repetitif. Keluhan muskuloskeletal terjadi karena otot menerima
tekanan akibat kerja terus menerus tanpa ada kesempatan untuk berelaksasi.
6. Durasi
Durasi adalah lamanya waktu pajanan terhadap faktor risiko. Asumsinya
bahwa semakin lama durasi paparan semakin besar risiko cedera yang terjadi.23
Durasi diklasifikasikan menjadi :

 Durasi singkat : < 1 jam/ hari

 Durasi sedang : 2 jam/hari

 Paparan Pada Getaran


Getaran akan menyebabkan bertambahnya kotraksi otot. Hal ini akan
menyebabkan tidak lancarnya aliran darah, meningkatnya penimbunan asam
laktat dan akhirnya timbul nyeri otot.
b. Faktor Individu

1. Usia

Otot memiliki kekuatan maksimal pada saat mencapai usia 20-29 tahun,
lalu setelah usia mencapai 60 tahun kekuatan otot akan menurun hingga 20%.

2. Jenis kelamin
Pada semua kelompok pekerjaan, angka prevalensi masalah
muskuloskeletal lebih besar pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
Dominasi tertinggi pada wanita ditemukan untuk pinggul dan pergelangan tangan.
Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor fisiologis kekuatan otot pada perempuan
yang berkisar 2/3 kekuatan otot dari pria.

3. Indeks Massa Tubuh (IMT)


Keluhan MSDs yang umum terjadi pada individu yang obesitas seperti
nyeri leher, tendinitis rotator cuff, osteoatritis pada lutut, nyeri kaki, dan cedera
tendon Achilles terjadi disebabkan oleh ketidakseimbangan struktur rangka dalam
menerima beban baik berat tubuh maupun beban dari pekerjaan.

4. Masa Kerja
Semakin lama waktu bekerja atau semakin lama seseorang terpapar faktor
risiko maka semakin besar pula risiko untuk mengalami keluhan musculoskeletal
disorders. Gejala yang timbul biasanya seperti kesemutan, perasaan terbakar, dan
baal pada tangan dan jari khususnya jari telunjuk dan jari tengah.

c. Faktor Psikososial
1. Pengaruh dan kontrol pekerjaan

2. Iklim terhadap supervisor (pengawas)

3. Rangsangan dari pekerjaan itu sendiri

4. Hubungan dengan rekan kerja

5. Beban kerja secara psikologis

Gangguan Muskuloskeletal Pada Berbagai Bagian Tubuh


a. Gangguan pada tangan
1. Tendonitis: adalah peradangan pada tendon, umumnya digambarkan
sebagai nyeri lokal pada titik inflamasi dan kesulitan untuk menggerakan
persendian yang terkena disebabkan trauma atau penggunaan berlebih
pada pergelangan tangan, siku (tennis elbow), dan sendi bahu.
2. Tenosinovitis: contohnya inflamasi kronik pada otot dan tendon
pergelangan tangan bagian lateral. Gejala yang timbul termasuk nyeri,
edema, baal, kesemutan dan sulit menggerakan ibu jari.
3. Carpal Tunnel Syndrome (CTS). CTS terjadi ketika terjadi kompresi
nervus medianus pada terowongan karpal. Faktor yang menyebabkan
terjadinya CTS diantaranya tekanan pada tangan dalam jangka waktu yang
lama, pergerakan repetitif, pemakaian sarung tangan yang tidak pas.
4. Trigger finger atau juga dikenal sebagai tenosinovitis stenosing adalah
terjadinya hentakan tiba-tiba, triggering dan terkuncinya jari pada posisi
fleksi atau ekstensi.

b. Gangguan pada leher dan bahu


1. Bursitis: peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada
jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat
posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di atas kepala dan
bekerja dalam waktu yang lama.
2. Tension Neck Syndrome: gejala ini terjadi pada leher yang mengalami
ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur leher menengadah ke atas
dalam waktu yang lama. Sindroma ini mengakibatkan kekakuan pada otot
leher, kejang otot, dan rasa sakit yang menyebar ke bagian leher.
3. Thoracic Outlet Syndrome: adalah terjadinya kompresi pada pleksus
brachialis, arteri dan vena subclavialis pada ekstremitas atas. Gejala yang
timbul antara lain, nyeri pada bahu atau lengan, baal dan kesemutan pada
jari.

c. Gangguan pada punggung dan lutut


1. Low Back Pain: kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon,
syaraf, ligamen, intervertebral disc dari lumbar spine (tulang belakang).
Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot tulang belakang mengalami
peregangan jika postur punggung sering membungkuk. Diskus mengalami
tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk
syaraf.
2. Pada lutut Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut
berkaitan dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon.
Tekanan yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan
tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau biasa
disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon pada lutut
meradang yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis).

d. Gangguan muskuloskeletal pada kaki atau tumit (Ankle strains / sprains).


Ankle strains terjadi akibat tertariknya tendon dari otot. Sedangkan sprain
diakibatkan terjadi peregegangan atau robeknya ligament pada sistem
muskuloskeletal. Gejala yang mungkin timbul seperti nyeri, bengkak, merah,
dan kesulitan untuk menggerakan persendian.

Aplikasi Ergonomi
1. Kerja Duduk
Ditinjau dari aspek kesehatan, bekerja dengan posisi duduk yang memerlukan
waktu lama dapat menimbulkan otot perut semakin elastis, tulang belakang
melengkung, otot bagian mata terkonsentrasi sehingga cepat merasa lelah.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melaksanakan pekerjaan dengan
duduk:
a. Duduk bergantian dengan berdiri dan berjalan, duduk dalam waktu yang
relatif lama harus dihindari karena akan berpengaruh pada kesehatan.
b. Ketinggian kursi dan sandaran kursi harus disesuaikan, ketinggian kursi harus
dipilih sedemikian rupa sehingga ketika duduk, bagian belakang lutut tidak
sempit. Sandaran harus memberikan kenyamanan terutama untuk punggung
bagian bawah.

c. Karakteristik kursi secara spesifik ditentukan oleh jenis tugas, sebuah kursi
dengan sandaran lengan dapat dipilih jika dipandang tidak mengahambat
kegiatan, dan ketinggian tempat duduk pada saat bekerja.

d. Gunakan sandaran kaki jika tinggi pekerjaan tetap. Jika ketinggian kerja tidak
dapat disesuaikan oleh pengguna, seperti pada mesin, permukaan kerja yang
relative tinggi harus dipilih sesuai dengan tinggi pengguna.
e. Hindari jangkauan berlebihan, benda kerja, alat, dan kontrol yang digunakan
secara teratur harus ditempatkan di depan atau di dekat tubuh.
2. Kerja Berdiri
Postur tubuh dalam pekerjaan berdiri merupakan suatu totalitas perilaku
kesiagaan dalam menjaga keseimbangan fisik dan mental.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam posisi kerja berdiri :


a. Berdiri bergantian dengan duduk dan berjalan. Tugas yang harus dilakukan
dalam waktu lama dengan posisi berdiri harus diselingi dengan tugas yang
dapat dilakukan dengan duduk dan berjalan.
b. Ketinggian meja kerja harus disesuaikan. Ketinggian meja kerja harus
disesuaikan dengan jenis pekerjaan.
c. Menyediakan cukup ruang untuk kaki. Antara bagian tengah meja harus lebih
lebar 5 cm dengan tumpuan meja. Antara sandaran meja dan jarak lantai
minimal 75 cm.
d. Hindari jangkauan berlebihan. benda kerja, alat, dan kontrol yang digunakan
secara teratur harus ditempatkan di depan atau di dekat tubuh.
e. Pilih permukaan kerja yang miring untuk membaca tugas.

f. Postur tangan dan lengan. Bekerja untuk jangka waktu yang lama dengan
tangan dan lengan dalam sikap tubuh yang buruk dapat menyebabkan keluhan
spesifik dari pergelangan tangan, siku, dan bahu. Masalah ini timbul terutama
dari manual handling alat.
g. Pilih model alat yang tepat. Sebuah alat tertentu sering tersedia dalam
berbagai model. Pilih model yang paling cocok untuk tugas dan postur tubuh
agar tidak terjadi permasalahan di persendian.
h. Bila menggunakan alat genggam, pergelangan tangan harus dijaga selurus
mungkin. Alat genggam tidak boleh terlalu berat. Alat genggam yang masih
bisa ditoleransi beratnya adalah sekitar 2 kg.
i. Perawatan alat. Alat kerja harus dijaga kualitasnya agar tidak membutuhkan
kekuatan yang besar dalam penggunaannya.
j. Hindari melaksanakan tugas di atas bahu. Jika pekerjaan di atas permukaan
bahu tidak dapat dihindari, durasi kerja harus terbatas dengan diselingi oleh
istirahat teratur.
3. Manual material handling (MMH)

Manual material handling adalah aktivitas penanganan material yang meliputi


kegiatan mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik, memutar, menahan dan
membawa beban yang dilakukan tanpa bantuan alat. Untuk mencegah masalah
kesehatan maupun cidera akibat manual material handling, beberapa pemindahan
material secara teknis dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : Ada beberapa
cara mengangkat beban yang benar, yaitu :
a. Memegang dan mengangkat beban
 Dengan posisi tubuh setegak mungkin

 Dengan posisi punggung lurus

 Dengan posisi lutut cenderung kuat


b. Taruhlah beban sedekat mungkin dengan tubuh anda.
c. Memegang beban dengan cara yang aman (pada handle) sehingga anda dapat
melakukan pemindahan dengan sekuat mungkin.
d. Perlu didesain alat bantu agar mengurangi aktifitas membungkuk untuk
mengambil dan memindahkan barang.

DAFTAR PUSTAKA

Mayasari, D., Saftarina, F., 2016, Ergonomi sebagai Upaya Pencegahan Musculoskeletal
Disorders pada Pekerja. Jurnal Kedokteran Unila Vol. 1 No. 2.

Sulistiyo T.H., Rico J. Sitorus , Ngudiantoro, 2018, Analisis faktor risiko ergonomi dan
musculoskeletal disorders pada radiografer instalasi radiologi rumah sakit di kota
Palembang. JKK, Vol. 5, No 1, 26-37.

Padmanathan V, Joseph L, Omar B, dan Nawawi R. Prevalence Of Musculoskeletal


Disorders And Related Occupational Causative Factors Among Electricity Linemen :
A Narrative Review. IJOMEH. 2016;29(5):725–34

Balaputra, I.,& Sutomo, A.H., 2017, Pengetahuan ergonomi dan postur kerja perawat
pada perawatan luka dengan gangguan muskuloskeletal di dr. H. Koesnadi
Bondowoso Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 33 No. 9

As’adi, A. Musthofa. Sujoso, A. Prahastuti., Prasetyowati, I., 2014. Hubungan Antara


Karakteristik Individu Dan Manual Material Handling Dengan Keluhan
Muskuloskeletal Akibat Kerja. EJurnal Pustaka Kesehatan. Vol. 2 (No.2).

Putri, S.E., Suwandi, T., Makomulamin, 2018, HUBUNGAN ANGKAT ANGKUT


PASIEN DENGAN KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSD’S)
PADA PERAWAT RUANG RAWAT INAP RSUD TELUK KUANTAN TAHUN
2018, Jurnal Photon Vol. 9. No. 1.

Permata, E. G., Husni, A, 2016. Analisis Gangguan Muskuloskeletal Terhadap Perawat


Berdasarkan Tingkat Paparan dengan Menggunakan Metode Movement and
Assistance of Hospital Patients (mapo) Index. Jurnal Teknik Industri Vol. 2, No. 1

Helmina , Noor Diani, Ifa Hafifah, 2019. HUBUNGAN UMUR, JENIS KELAMIN,
MASA KERJA DAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KELUHAN
MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA PERAWAT,
Caring Nursing Jurnal Vol. 3 No. 1

Anda mungkin juga menyukai