Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. P DENGAN GANGGUAN SISTEM


MUSKULOSKELETAL: POST ORIF FIBULA SINISTRA”

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Agung Haryadi S.Kep,M.Kes

DISUSUN OLEH :

1. Arif Daryanto
2. Cindy Eka Jurniarni
3. Dapit Sopiana Silaban
4. Dea Monica
5. Dera Tri Yolendari

Kelas: 3B DIII Keperawatan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN BENGKULU


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul ”Perubahan
Fisiologis Sistem Muskuloskeletal pada Lansia”. Sebagai seorang perawat yang profesional
kita harus mengetahui bahwa pada usia lanjut fisiologis seluruh sistem tubuh akan mengalami
perubahan salah satunya yaitu perubahan fisiologis pada sistem muskuloskeletal dimana pada
sistem ini membahas terkait tulang, otot, sendi, dan saraf. Makalah ini akan membahas lebih
rinci mengenai perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal lansia, perubahan
pemenuhan kebutuhan mobilisasi, faktor yang memengaruhi fungsi sistem muskuloskeletal,
patologis, dan pengkajian umum muskuloskeletal serta jatuh pada lansia. Diharapkan setelah
mempelajari materi tersebut kita dapat mengetahui bagaimana melakukan pengkajian
kebutuhan mobilisasi pada lansia dengan benar dan memberikan asuhan keperawatan yang
sesuai.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya. Kritik dan saran tetap kami
harapkan guna perbaikan dan penyempurnaan makalah ini untuk tahap selanjutnya.

Bengkulu 16 agustus 2020

Tim Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penuaan merupakan proses yang wajar terjadi pada manusia seiring dengan
bertambahnya usia. Proses penuaan tersebut berpengaruh pada perubahan semua sistem
dalam tubuh termasuk pada sistem muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal terdiri dari
sistem muskulus dan skeletal. Beberapa perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal
lansia mencakup perubahan anatomi dan fisiologis. Perubahan tersebut berdampak pada
penurunan fungsi tubuh yang akan berlanjut pada penurunan fungsi tubuh secara keseluruhan
sehingga kegiatan sehari-hari dapat terganggu.

Perubahan umum yang terjadi pada sistem muskuloskeletal berupa sarkopenia


(kehilangan massa dan fungsi otot) dan osteopenia atau osteoporosis (kehilangan massa
tulang) pada usia lanjut ketika tidak diobati akan menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang besar untuk populasi lansia dan dapat mengakibatkan hilangnya kemandirian di
kemudian hari [ CITATION Col18 \l 1033 ]. Selain itu, beberapa kondisi patologis dapat muncul
seperti artritis yang mencakup osteoarthritis (OA), polymyalgia rheumatica (PMR),
rheumatoid arthritis (RA), dan gout serta osteoporosis (Tabloski, 2014; Touhy & Jett, 2014).
Penyakit-penyakit di atas dapat memperburuk kondisi lansia bahkan sampai mengganggu
aktivitas fisik rutin yang biasa dilakukan oleh lansia.

Perubahan fisiologis dan patolgis pada sistem muskuloskeletal lansia seharusnya


dapat diantisipasi sedari dini agar proses penuansaan yang berakibat pada perubahan
fisiologiss dan patologis tidak menimbulkan dampak yang lebih besar Dengan bertambahnya
jumlah lansia muncul juga peningkatan penyakit dan kondisi ini umumnya mempengaruhi
populasi tersebut. Oleh karena itu dalam makalah ini akan dibahas perubahan fisiologis dan
patologis pada lansia khususnya pada sistem muskuloskeletal yang dikaji dari berbagai
sumber.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang meliputi tulang,
otot, sendi, dan syaraf pada lansia?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sistem muskuloskletal pada lansia?
3. Apakah gangguan yang sering terjadi pada sistem muskuloskeletal lansia?
4. Apakah pengkajian yang perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi sistem
muskuloskeletal pada lansia?
5. Apakah pengkajian yang diperlukan untuk menilai risiko jatuh pada lansia?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Menguraikan perubahan fisiologis sistem muskuloskeletal pada lansia
2. Tujuan khusus
1. Menguraikan perubahan yang terjadi pada sistem muskuloskeletal yang
meliputi tulang, otot, sendi, dan syaraf pada lansia
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sistem muskuloskeletal
pada lansia
3. Mengetahui gangguan yang sering terjadi pada sistem muskuloskeletal lansia
4. Menguraikan pengkajian yang dilakukan untuk mengetahui kondisi sistem
muskuloskeletal pada lansia
5. Menguraikan pengkajian yang diperlukan untuk menilai risiko jantuh pada
lansia
.
BAB II
KONSEP TEORITIS

A. DEFINISI
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita(Nugroho, 2000)
Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia !0 tahun ke atas yang akan
terusmenerus mengalami perubahan melalui proses menua yang bersifat mental
psikologis dan social, meskipun dalam kenyataannya terdapat perbedaan antara satu
orang dengan orang lainnya Perubahan normal musculoskeletal adalah perubahan
yang terkait usia pada lansiatermasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot
dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang
lambat, pengurangan kekuatan dan kekauansendi- sendi
B. TANDA DAN GELAJA
1. Nyeri dan ngilu
2. Kelelahan
3. Gangguan tidur
4. Peradangan, pembengkakan, kemerahan
5. Penurunan rentang gerak
6. Hilangnya fungsi
7. Kesemutan
8. Mati rasa ataau kekakuan
9. Kelemahan otot
10. Kekuatan cengkeraman menurun
C. PROSES PENUAAN
Masa dewasa tua (lansia) dimulai setelah pensiun, biasanya antara usia 65 dan
75 tahun. Jumlah kelompok usia ini meningkat drastis dan ahli demografi
memperhitungkan peningkatan populasi lansia sehat terus meningkat sampai abad
selanjutnya (Potter & Perry, 2005). Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), usia
lanjut meliputi: usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45 sampai 59
tahun, usia lanjut (erderly) antara 60 sampai 74 tahun, usia tua (old) antata 75 sampai
90 tahun dan usia sangat tua (veryold) di atas 90 tahun (Nugroho, 2008).
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 yang termuat dalam Bab 1
Pasal 1 Ayat 2, yang disebut usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60
tahun ke atas, baik pria maupun wanita (Nugroho, 2008).
Menua adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan
jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus menerus secara
alamiah dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup
(Bastaman, 2000). Proses menua adalah proses sepanjang hidup, yang dimulai sejak
permulaan kehidupan, sehingga merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa, dan tua (Nugroho, 2008).
Salah satu teori menua yaitu teori biologis, yang mencoba untuk menjelaskan
proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan,
panjang usia dan kematian. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan
molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk
berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. Teori biologis juga mencoba untuk
menjelaskan mengapa orang mengalami penuaan dengan cara yang berbeda dari
waktu ke waktu dan faktor apa yang mempengaruhi umur panjang, perlawanan
terhadap organisme, dan kematian atau perubahan seluler (Stanley & Beare 2007).
Teori ini lebih menekankan pada perubahan kondisi tingkat struktural
sel/organ tubuh, termasuk di dalamnya adalah pengaruh agen patologis. Fokus dari
teori ini adalah mencari determinan-determinan yang menghambat proses penurunan
fungsi organisme yang dalam konteks sistemik dapat mempengaruhi atau memberikan
dampak terhadap organ/sistem tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan
peningkatan usia kronologis (Hayflick, 1997 dalam Mujahidullah, 2012). Diantara
perubahan itu terdapat perubahan pada muskuloskeletal dimana pada lansia terjadi
penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan
porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan
kekakuan sendi-sendi (Stanley & Beare, 2007). Perubahan sistem muskuloskeletal
merupakan hal yang wajar dan dialami oleh setiap lansia yang menyebabkan berbagai
kondisi seperti perubahan penampilan, kelemahan, dan melambatnya pergerakan.
D. SISTEM MUSKULOSKELETAL DAN PERUBAHANNYA
Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang terdiri dari tulang, sendi, dan otot.
Sistem tersebut paling erat kaitannya dengan mobilitas fisik individu. Seiring
bertambahnya usia, terdapat berbagai perubahan yang terjadi pada sistem
musculoskeletal yang terdiri dari tulang, otot, sendi, dan saraf.
1. Perubahan Fisiologis Tulang
Sistem skeletal pada manusia tersusun dari 206 tulang termasuk dengan sendi
yang menghubungkan antar keduanya. Kerangka yang dibentuk dari susunan
tulang tersebut sangat kuat namun relatif ringan. Fungsi utama sistem skeletal ini
adalah memberikan bentuk dan dukungan pada tubuh manusia. Selain itu, sistem
ini juga berperan untuk melindungi tubuh, misalnya tulang tengkorak yang
melindungi otak dan mata, tulang rusuk yang melindungi jantung, serta tulang
belakang yang melindungi sumsum tulang belakang. Struktur pada kerangka ini
juga terdapat tendon otot yang mendukung adanya pergerakan [ CITATION
Mau06 \l 1033 ].
Tulang mencapai kematangan pada saat waktu dewasa awal tetapi terus
melakukan remodeling sepanjang kehidupan. Menurut Colón, et al. (2018) secara
umum, perubahan fisiologis pada tulang lansia adalah kehilangan kandungan
mineral tulang. keadaan tersebut bedampak pada meningkatnya risiko fraktur dan
kejadian terjatuh. Selain itu, terjadi juga penurunan massa tulang atau disebut
dengan osteopenia. Jika tidak ditangani segara osteopenia bisa berlanjut menjadi
osteoporosis yang ditandai dengan karakteristik berkuranganya kepadatan tulang
dan meningkatkan laju kehilangan tulang.
Perubahan-perubahan lain yang terjadi menurut Miller (2012) antara lain:
1. Meningkatnya resorbsi tulang (misalnya, pemecahan tulang diperlukan
untuk remodeling)
2. Arbsorbsi kalsium berkurang
3. Meningkatnya hormon serum paratiroid;
4. Gangguan regulasi dari aktivitas osteoblast;
5. Gangguan formasi tulang sekunder untuk mengurangi produksi
osteoblastik dari matriks tulang; dan
6. Menurunnya estrogen pada wanita dan testosterone pada laki-laki
2. Perubahan Fisiologis Otot
Selain tulang, otot yang dikontrol oleh neuron motorik secara langsung
berdampak pada kehidupan sehari-hari. Perubahan fisilogis pada otot yang terjadi
pada lansia disajikan dalam tabel berikut [ CITATION Col18 \l 1033 ].
Perubahan Efek Fungsional
Peningkatan variabilitas dalam ukuran Peningkatan heterogenitas jarak kapiler,
serat otot karena kapiler dapat hanya terletak di tepi
serat berdampak negatif terhadap
oksigenasi jaringan
Kehilangan massa otot Penurunan kekuatan dan tenaga
Serabut otot (fiber) tipe II menurun Terjatuh
Infiltrasi lemak Kerapuhan atau otot melemah
Secara keseluruhan akibat dari perubahan kondisi otot yang berhubungan
dengan bertambahnya usia disebut sarkopenia. Sarkopenia adalah kehilangan
masa, kekuatan dan ketahanan otot [ CITATION Mil12 \l 1033 ] . Berikut penampang
mikroskoping tulang dan otot dalam keadaan normal dan dalam kondisi patologis
Gambar 1 Penampang mikroskoping tulang dan otot

3. Perubahan pada Sendi dan Jaringan Ikat


Proses degeneratif memengaruhi tendon, ligamen, cairan synovial. Perubahan-
perubahan yang terjadi pada sendi meliputi :
Organ/Jaringan Perubahan Fisiologis Efek
Sendi Menurunnya viskositas cairan Menurunnya perlindungan
synovial ketika bergerak (Miller, 2012).
 Erosi tulang (Miller, Menghambat pertumbuhan
2012). tulang (Miller, 2012).
 Mengecilnya kartilago
 Degenerasi gen dan sel Penurunan elastisitas,
elastin. fleksibilitas, stabilitas, dan
 Ligamen memendek imobilitas (Kurnianto, 2015).
 Fragmentasi struktur
fibrosa di jaringan ikat.
 Pembentukan jaringan
parut di kapsul sendi dan
jaringan ikat (Miller,
2012).
Penurunan kapasitas gerakan, Gangguan fleksi dan ekstensi
seperti: penurunan rentang sehingga kegiatan sehari-hari
gerak pada lengan atas, fleksi
punggung bawah, rotasi
eksternal pinggul, fleksi lutut,
dan dorsofleksi kaki (Miller,
2012).
menjadi terhambat.
Komponen-komponen kapsul sendi pecah dan kolagen pada jaringan
penyambung meningkat secara progresif (Stanley, et. al., 2007). Efek perubahan pada
sendi ini adalah gangguan fleksi dan ekstensi, penurunan fleksibilitas struktur berserat,
berkurang perlindungan dari kekuatan gerakan, erosi tulang, berkurangnya kemampuan
jaringan ikat (Miller, 2012), inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi, dan deformitas
(Stanley, et. al., 2007).

4. Perubahan pada Saraf


Proses degeneratif memengaruhi gerak refleks, sensasi, dan posisi sendi.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada saraf meliputi:
Organ/Jaringan Perubahan Fisiologis Efek
Saraf  Penurunan gerakan  Berjalan lebih lambat.
refleks.  Berkurangnya respon
 Gangguan proprioception terhadap rangsangan
terutama pada wanita. lingkungan (Miller, 2012).
 Berkurangnya rasa sensasi
getaran dan posisi sendi
pada ektremitas bagian
bawah (Miller, 2012).
Perubahan kemampuan visual Perubahan pemeliharaan dalam
posisi tegak
Perubahan kontrol postural Peningkatan goyangan tubuh
yang merupakan tolak ukur
dari gerakan tubuh saat berdiri
(Miller, 2012).

Adapun ringkasan perubahan fisiologis pada sistem muskuloskeletal


digambarkan dalam gambar berikut.

Gambar 2 Perubahan Fisiologis pada Sistem Muskuloskeletal


E. Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sistem Muskuloskeletal
 Gangguan hormon. Riwayat gangguan hormon yang tidak teratasi dengan baik
dapat menyebabkan metabolisme ke tulang maupun otot tidak optimal. Sebagai
contoh, hipertiroidisme berhubungan erat dengan kelemahan otot dan
meningkatkan risiko fraktur akibat demineralisasi tulang.
 Penyakit sistemik. Penyakit sistemik dapat berupa gangguan vaskuler atau
metabolik. Sebagai contoh, lansia dengan diabetes akan mengalami gangguan laju
atau volume pengiriman nutrisi yang dibutuhkan untuk remodeling jaringan. Oleh
karena itu, sangat penting untuk mengontrol proses patologis untuk
mengoptimalkan penyembuhan dan potensi perbaikan sistem muskuloskeletal.
 Faktor diet. Kekurangan nutrisi vitamin esensial (seperti vitamin D dan vitamin
C yang memainkan peran penting dalam pertumbuhan fungsional otot dan
tulang), kurangnya mineral tertentu (seperti kalsium, fosfor dan kromium dll)
dapat menjadi hasil dari masalah pencernaan yang berkaitan dengan usia. Dengan
demikian, terjadi penurunan penyerapan dari usus atau ketidakseimbangan dalam
produksi hormon tertentu yang mengatur konsentrasi serum vitamin dan mineral
seperti kalsitonin, vitamin D, hormon paratiroid (karena tumor yang sangat lazim
di usia lanjut). Diet yang sangat baik ialah diet yang kaya akan mikro-nutrisi
dalam kualitas tinggi sehingga mampu menurunkan risiko pengembangan cacat
tulang dan kelemahan otot sebagai bagian dari proses penuaan.
 Minimnya aktivitas fisik. Perubahan sistem muskuloskeletal dapat diperlambat
dengan melakukan olahraga karena dapat meningkatkan kemampuan untuk
mempertahankan kekuatan dan fleksibilitas sistem muskuloskeletal. Normalnya
dalam satu hari, setidaknya 30 menit aktivitas lansia diisi dengan olahraga ringan
(Miller, 2012). Beberapa olahraga yang terkenal dikalangan lansia yaitu Tai chi,
yoga, dan pilates (Arenson, 2009). Selain itu, berjalan juga merupakan olahraga
yang mudah dan tidak membutuhkan banyak peralatan sehingga dapat dilakukan
oleh lansia.
Jika faktor-faktor tersebut di atas tidak tertangani dengan baik, dapat berubah
menjadi penurunan fungsi muskuloskeletal pada lansia. Penurunan fungsi
muskuloskeletal dipicu oleh tiga faktor (Fillit, Rockwood & Young, 2017)
yaitu :
 Efek penuaan pada komponen sistem muskuloskeletal, misalnya tulang
rawan artikular, kerangka, jaringan lunak, memberikan kontribusi untuk
pengembangan osteoporosis dan osteoarthritis serta penurunan gerakan sendi,
kekakuan, dan kesulitan dalam memulai gerakan.
 Gangguan muskuloskeletal berhubungan dengan penuaan yang mulai
terjadi pada masa dewasa muda menyebabkan peningkatan rasa sakit dan
cacat tanpa memperpendek rentang hidupnya, misalnya seronegatif
spondyloarthritis, trauma muskuloskeletal.
F. Patologis pada Sistem Muskuloskeletal
 Osteoporosis
Osteoporosis merupakan penyakit skeletal istemik yang ditandai dengan
berkurangnya kepadatan tulang dan kerusakan jaringan tulang yang berakibat
pada menurunnya kekuatan tulang (Tabloski, 2014). Kekuatan tulang
mencerminkan kepadatan dan kualitas tulang. Kepadatan dan kualitas tulang
merupakan kedua hal yang berbeda. Kepadatan tulang dipengaruhi oleh gram
mineral yang terdapat di dalam tulang.
Faktor risiko utama terjadinya osteoporosis adalah usia yang sering terjadi
pada lansia, jenis kelamin yang sering terjadi pada wanita, ras kulit putih atau
asia, riwayat keluarga yang memiliki osteoporosis, dan gaya hidup seperti
aktivitas fisik yang kurang dan atau kurangnya konsumsi vitamin D (Tabloski,
2014). Osteoporosis dapat juga diakibatkan karna konsumsi alkohol berlebih,
rokok, stress, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang. Wanita memiliki
risiko tinggi terjadi osteoporosis. Hal ini diakibatkan oleh tulang pada wanita
memiliki lebih sedikit massa tulang dibanding laki-laki, penurunan kadar estrogen
saat menopause secara cepat mengakibatkan kerapuhan tulang secara cepat pula,
dan wanita mungkin juga kehilangan massa tulang saat masa reproduksi atau
laktasi (Tabloski, 2014). Selain itu, risiko tinggi osteoporosis terjadi pula pada
lansia.
Terapi selanjutnya ialah nonfarmakologi diantaranya mengurangi
konsumsi alkohol, kurangi konsumsi rokok, dan melakukan aktivitas fisik
minimal 30 menit seperti berjalan, aerobik, menari (Touhy & Jett, 2014). Selain
itu, lansia juga disarankan untuk diet tinggi kalsium dengan mengonsumsi dairy
product, tofu, jus jeruk, roti, dan sayuran hijau. Bagi wanita yang di atas 50 tahun
dan pria yang di atas 70 tahun, asupan kalsium yang disarankan setiap harinya
ialah 1200 mg/day (Touhy & Jett, 2014). Perawat juga perlu melakukan edukasi
kepada lansia terkait medikasi osteoporosis dan risiko jatuh. Perawat dapat
memberikan informasi tentang penggunaan sepatu yang ukurannya sesuai,
penggunaan handrails, menghindari berjalan di tempat yang kurang terang, dan
menghindari mengangkat beban berat. Pada keluarga pun perawat dapat
memberikan edukasi terkait home safety, pastikan karpet tidak longgar dan tidak
ada kabel listrik (Touhy & Jett, 2014).
 Arthritis
Arthritis secara harfiah berarti peradangan sendi. Arthritis merupakan
sekelompok kondisi yang mempengaruhi sendi. Kondisi ini menyebabkan
kerusakan sendi, biasanya mengakibatkan rasa sakit dan kekakuan. Arthritis dapat
mempengaruhi banyak bagian yang berbeda dari sendi dan hampir setiap sendi di
dalam tubuh (Arthritis Care, 2016). Secara umum, arthritis dikenal dengan
rematik.
 Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan penyakit radang degenerative yang menyerang sendi
dan otot, tendon dan ligament yang melekat, hal ini ditandai dengan rasa sakit,
bengkak dan gerakan terbatas di persendian (Touhy & Jett, 2014). Faktor resiko
yang dapat menyebabkan terjadinya osteoarthritis yaitu penambahan usia,
obesitas, riwayat keluarga, dan memiliki trauma sendi.
Osteoarthritis terjadi dimana lapisan kartilago normal yang lembut dan ulet
menjadi tipis dan rusak, berlubang, kasar dan rapuh. Hal ini menyebabkan ruang
sendi menyempit dan akhirnya tulang-tulang sendi bergesekan, menyebabkan
kerusakan, rasa sakit, bengkak dan kesulitan bergerak. Tulang dibawah kartilago
menebal dan melebar keluar. Dalam beberapa kasus, osteofit dapat terbentuk di
tepi luar sendi, dan menyebabkan sendi terlihat menonjol. Membran sinoval dan
kapsul sendi menebal, dan ruang sendi menyempit yang dapat menyebabkan
peningkatakan jumlah cairan dalam sendi dan dapat membengkak (Arthritis Care,
2016).
 Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid arthritis yaitu penyakit autoimun yang disebabkan karena
inflamasi sendi pada sendi (Arthritis Research UK, 2014). Ganguan ini
merupakan gangguan sistemik dan kronis. Diperkirakan gangguan ini terjadi
ketika tubuh menciptakan peradangan pada persendiannya sendiri yang tidak di
perlukan dan bersifat merusak dirinya sendiri. Hal ini terjadi pada selaput
synovial tipis yang melapisi kapsul sendi, selubung tendon dan bursae menjadi
meradang. Sendi yang meradang kemudian menjadi kaku, nyeri dan bengkak.
Pasien biasanya akan merasa lelah atau mengalami kekakuan di pagi hari
melebihi osteoarthritis.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan rheumatoid arthritis yaitu faktor
genetik, lingkungan dan gaya hidup. Karena gangguan ini merupakan gangguan
autoimun, sesuatu yang bermasalah yaitu sistem imun. Penurunan sistem imun
juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya rheumatoid arthritis, gaya hidup
seperti merokok, banyak konsumsi daging merah dan kopi juga menjadi salah
satu faktor risiko (Arthritis Research UK, 2014). Gejala yang sering muncul pada
pasien ini yaitu kekakuan sendi dan nyeri, lelah, depresi, anemia, merasa panas
dan berkeringat, malaise dan demam yang sesekali tidak di rasakan.
 Gout
Gout merupakan bagian dari penyakit radang sendi yang ditandai dengan
adanya inflamasi pada sendi akibat akumulasi kristal asam urat (Touhy & Jett,
2014). Kadar asam urat dalam tubuh ditentukan dari keseimbangan antara
produksinya baik melalui asupan purin dalam diet atau produksi endogen dan
ekskresi ginjal. Menurut Ragab et al (2017), gout merupakan penyakit sistemik
yang dihasilkan dari pengendapan kristal Monosodium Urat (MSU) dalam
jaringan. MSU dapat disimpan disemua jaringan terutama di dalam sendi yang
nantinya akan membentuk tophi.
Salah satu kondisi yang mengakibatkan terjadinya gout ialah hyperuricemia.
Namun, Ragab et al (2017) mengungkapkan bahwa banyak individu yang
menderita hyperuricemia tidak berlanjut menjadi gout atau membentuk kristal
asam urat. Hanya 5% individu yang memiliki nilai asam urat diatas 9 mg/dL yang
menderita gout (Ragab et al, 2017). Faktor predisposisi lain yang mengakibatkan
gout ialah kelainan genetik metabolisme purin. Hal ini memberikan dampak pada
produksi purin yang berlebih. Pada pasien dengan kondisi kelainan genetik,
mengurangi asupan makanan purin pun tidak mempengaruhi tingkat produksi
asam urat (Ragab et al, 2017). Faktor lain yang berkontribusi pada gout ialah
konsumsi alkohol, tekanan darah tinggi, diet tinggi purin, obesitas, gagal ginjal,
dan medikasi seperti thiazid diuretic, aspirin, cyclosporine, dan ledovopa (Touhy
& Jett, 2014)
G. Pengkajian Umum pada Sistem Muskuloskeletal
Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan berupa
pengumpulan informasi yang bersifat sistematis mengenai status kesehatan klien
(Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Menurut Miller (2012), pengkajian pada sistem
muskuloskeletal berfokus pada mengidentifikasi risiko jatuh, patah tulang, dan
osteoporosis. Pengkajian muskuloskeletal dapat diawali dengan mengajukan
pertanyaan dan pengamatan mengenai mobilitas dan aktivitas lansia. Perawat dapat
mengawali menggunakan pertanyaan seperti “apakah Anda kesulitan melakukan
aktivitas biasa karena keterbatasan sendi?”, “apakah Anda merasa sakit atau tidak
nyaman di persendian?”, “apakah Anda pernah merasa kehilangan keseimbangan?”,
“apakah Anda kesulitan berjalan atau berkeliling?”, “apakah Anda menggunakan alat
bantu berjalan?” (Miller, 2012). Selanjutnya, mengajukan pertanyaan terkait risiko
untuk osteoporosis. Perawat dapat menggunakan pertanyaan seperti “apakah Anda
memiliki keluarga yang menderita osteoporosis atau yang mengalami patah tulang di
usia lanjut?”, “apakah Anda pernah mengalami patah tulang?”, ”apakah Anda
mengonsumsi suplemen kalsium atau vitamin D?" (Miller, 2012).
Pengkajian pada sistem muskuloskeletal lansia yang pertama dapat dimulai
dengan mengidentifikasi risiko jatuh. Kondisi seperti osteoporosis dapat
meningkatkan risiko jatuh pada lansia. Kejadian jatuh dapat menyebabkan cedera
termasuk penurunan fungsi, patah tulang, bahkan kematian (Cary & Lyder, 2011).
Pengkajian sistem muskuloskeletal berikutnya yaitu pengkajian keseimbangan
yang dapat dilakukan menggunakan pengkajian Berg Balance Scale (BBS). Berg
Balance Test mencakup 14 perintah yang dinilai menggunakan skala ordinal (Berg,
Wood, Williams, & Maki, 1992). BBS dikembangkan pada tahun 1990-an yang
didesain untuk membantu menentukan perubahan fungsi keseimbangan baik statis
(saat diam) maupun dinamis (saat bergerak) pada lansia. Instrumen ini mengkaji
perfomans dalam lima tingkat, dari 0 (tidak dapat melakukan perfomans) sampai 4
(perfomans normal), dengan melakukan 14 kegiatan yang berbeda (Berg, Wood,
Williams, & Maki, 1992).
Pengkajian sistem muskuloskeletal yang ketiga yaitu pengkajian kekuatan
otot. Metode yang paling umum digunakan untuk menilai kekuatan otot adalah skala
Medical Research Council Manual Muscle Testing (Naqvi, 2017). Metode ini
melibatkan pengujian otot-otot kunci dari ekstremitas atas dan bawah pasien untuk
melawan penahanan dari pemeriksa yang menilai kekuatan pasien pada skala 0 hingga
5. Berikut hasilnya, yaitu skala 0: tidak ada pergerakan otot; skala 1: ada pergerakan
otot, seperti kedutan, tanpa mencapai jangkauan gerak penuh; skala 2: pergerakan otot
dengan gravitasi dihilangkan, mencapai rentang gerak penuh; skala 3: pergerakan otot
melawan gravitasi, berbagai gerak penuh; skala 4: pergerakan otot melawan beberapa
penahan, berbagai gerak penuh; skala 5: pergerakan otot dapat melawan pemeriksa
(Naqvi, 2017). Otot-otot yang teruji meliputi fleksor siku, ekstensor siku, ekstensor
pergelangan tangan, fleksor jari, fleksor pinggul, ekstensor lutut, dorsofleksi,
instrinsik tangan, fleksor plantar (Naqvi, 2017).
H. Pengkajian Risiko Jatuh pada Lansia
Menurut Herdman & Kamitsuru (2014), risiko jatuh adalah kondisi dimana
terjadi peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik.
Hal ini dapat meningkat jika klien mengalami penurunan dari fungsi
muskuloskeletalnya karena dapat mengganggu kondisi keseimbangan klien itu
sendiri. Faktor risiko yang dapat meningkatkan untuk terjadinya risiko jatuh terdiri
dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti usia, kognitif, dan
kondisi fisiologis seperti usia yang lebih dari 65 tahun, riwayat jatuh, penyakit akut,
anemia dan faktor eksternal seperti lingkungan dan medikasi misalnya penggunaan
alat bantu, lingkungan yang berantakan, paparan tidak aman, pencahayaan tidak
memadai, dan lain-lain.
Penggunaan medikasi yang dapat memperbesar risiko jatuh seperti diuretik,
benzodiazepin, antikonvulsan, agen antiparkinson, antiaritmia, obat
penenang/hipnotik, antidepresan, analgesik opioid, dan lain-lain (Marquis, Foreman,
Milisen, & Fulmer, 2010). Namun obat antidepresan adalah obat yang paling
konsisten sebagai penyebab terjadinya risiko jatuh. Obat-obatan ini dapat membuat
klien merasa kebingungan, depresi, sedasi, aritmia, hipovolemia, hipotensi ortostatik,
fungsi kognitif berkurang, dan perubahan gaya berjalan dan keseimbangan (misalnya
ataksia, penurunan proprioception, dan meningkatkan body sway) (Marquis, Foreman,
Milisen, & Fulmer, 2010). Namun bahaya lingkungan yang meningkatkan risiko jatuh
termasuk kekacauan, pencahayaan yang buruk, dan kurangnya pegangan tangan di
tangga atau pegangan di kamar mandi. Lingkungan merupakan faktor risiko eksternal
yang dapat memengaruhi individu lansia.
Pengkajian selanjutnya adalah kaji risiko terjatuh dan luka. Apakah ada
kondisi tertentu yang membuat klien terjatuh atau sulit untuk bergerak. The Hartford
Foundation for Geriatric Nursing merekomendasikan penggunaan Hendrich II Fall
Risk Model dalam pengaturan kelembagaan sebagai alat berbasis bukti untuk menilai
risiko jatuh pada lansia (Miller, 2012). Selain dengan menggunakan Hendrich II Fall
Risk Model, pengkajian risiko jatuh dapat dilakukan dengan Morse Fall Scale.
Hasilnya adalah score 0-24 berarti klien tidak memiliki risiko jatuh, 25-50 berarti
memiliki risiko jatuh walaupun rendah, sedangkan lebih dari 51 memiliki risiko jatuh
yang tinggi.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Nama Panti : Panti Sosial Tresna Werdha

Alamat panti : Batu Raja

Tanggal masuk : Klien masuk kira-kira 6 bulan yang lalu

NO. Register : Tidak diketahui

A. IDENTITAS
1. Nama : Tn.P
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Umur : 68 tahun
4. Agama : Islam
5. Status Perkawinan : Kawin
6. Pendidikan Terakhir : SD
7. Pekerjaan : Swasta
8. Alamat rumah : Batu Raja
B. RIWAYAT KESEHATAN
1. Masalah kesehatan yang pernah dialami dan dirasakan saat ini
Klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi fibula sinistra dan mengalami
kesulitan dalam beraktifitas karena luka bekas operasi tersebut. Pasien
mengatakan lutut kanan nyeri, sakit kalau ditekuk tidak bisa, kaku dan terasa sakit
sekali.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang


Senin, 2 April 2020 pasien terpeleset jatuh dan saat itu lutut kanan merasakan
sakit yang luar biasa. Kemudian pada hari Selasa, 3 Juli 2018 dibawa ke
Puskesmas Danurejan diperiksa Dokter dan selanjutnya diberi rujukan ke RS. Dr.
Soetarto ( DKT ) lalu opname.

3. Masalah kesehatan keluarga/keturunan


Tidak ada penyakit keturunan

C. KEBIASAAN SEHARI-HARI
1. Biologis
■ Pola Makan
Klien makan 3 x sehari, menu seimbang, diet buah 2 x seminggu. Klien
kurang suka makan sayuran.
■ Pola Minum

Klien minum sehari sebanyak 8 gelas 1 hari . Selain itu klien juga rutin
minum segelas air teh setiap pagi. Minum susu 1 x seminggu

■ Pola Eliminasi
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan BAB normal 1 sehari, BAK normal tidak
ada masalah.
Selama Sakit : Pasien mengatakan BAB terganggu dengan sakit di lutut kanan,
BAK lancar tapi harus memakai kursi roda untuk ke kamar kecil.

■ Pola Tidur
Klien mengatakan sulit tidur karena nyeri bekas luka operasi. tidur kira-kira 4
jam sehari yaitu dari jam 21.00- 23.00. Tn. P mengatakan susah tidur pada
malam hari. Tidurnya tidak pulas dan sering terbangun pada malam hari sekitar
pukul 01.00. Saat terbangun, Tn. P biasanya langsung mengompres luka bekas
operasi dengan air hangat. Tn. P juga menyatakan tidak pernah dan sulit untuk
tidur siang. Saat pengkajian, pengkaji melihat ada lingkaran hitam di bawah
mata Ny. M, wajah tampak meringis kesakitan lesu dan kelelahan. Saat
menjawab pertanyaan
2. Keadaan emosi
Klien mengatakan sering putus asa karna tidak bisa bergerak bebas saat mau meu
beraktivitas seperti contoh, mengambil nasi untuk makan atau minum.
3. Sosial
■ Dukungan Keluarga
Keluarga sering mengunjungi Tn. P ke panti
■ Hubungan Antar Keluarga
Masih terjalin hubungan komunikasi dengan keluarga lain
■ Hubungan Dengan Orang Lain
Pasien sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain karena sulit untuk bergerak
karena luka post operasi
4. Spiritual/Kultural
■ Pelaksanaan Ibadah
Klien adalah seorang muslim yang taat melakukan ibadah dengan cara
berjamaah di mushalla dalam lingkungan, tetapi setelah operasipasien jadi
jarang melakukan jamaah di mushalla
■ Keyakinan tentang kesehatan
Menurut klien sehat adalah mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari. Sakit
adalah tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari.
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda Vital

■ Keadaan umum : lemah, kurang bersemangat


■ Kesadaran : compos mentis
■ Suhu : 36,1 0 C
■ Nadi : 88 x / menit
■ Tekanan Darah : 130/80 mmHg
■ Pernapasan : 18 x /menit
■ Tinggi Badan : 150 cm
■ Berat Badan : 45 cm
■ Suhu = 36,50 C RR = 22 x/mm
2. Skala Nyeri

1 2 3 4 5 6 7 8
9 10

3. Pemeriksaan fisik head to toe


a. Kepala : bentuk simetris, kulit kepala tampak bersih
b. Rambut: rambut sudah banyak uban, kepala tidak ada lesi
c. Mata : simetris
■ ketajaman penglihatan : kurang baik sehingga menggunakan alat bantu
penglihatan
■ konjungtiva : tidak anemis
■ sclera : tidak ikterus
■ pupil : isokor (kanan dan kiri)
■ pemakaian alat bantu : memakai kaca mata baik membaca ataupun tidak
membaca.
■ Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada bola mata.
d. Hidung :
■ bentuk : simetris
■ fungsi penciuman : baik,dapat membedakan bau
■ pendarahan : tidak mengalami perdarahan
■ Tidak ada bengkak dan nyeri tekan
e. Mulut
■ keadaan bibir : bibir klien kering
■ keadaan gusi dan gigi : tidak ada perdarahan gusi dan gigi, gigi terlihat
bersih dan tidak lengkap.
■ keadaan lidah : tidak ada tanda perdarahan.
f. Telinga
■ bentuk telinga : simetris
■ lubang telinga : terdapat serumen tapi masih dalam batas normal
■ ketajaman pendengaran : kurang mendengar karena sudah tua
■ tidak ada nyeri tekan
g. Leher
■ warna kulit sama dengan lain integritas kulit baik
■ bentuk simetris
■ tyroid : tidak terdapat
■ denyut nadi karotis : teraba
■ vena jugularis : teraba
h. Dada / thorax
■ bentuk thorax : simetris (kiri dan kanan)
■ Pernafasan : frequensi 24 kali/mnt
■ Irama teratur dan tidak ada suara tambahan, Tidak ada tanda kesulitan
bernafas.
i. Paru – paru :bentuk thorax : simetris kiri dan kanan. Tidak menggunakan
otot bantu pernafasan, terdengar dan teratur, bunyi normal : sonor, suara
nafas teratur
j. Abdomen
■ bentuk abdomen : simetris kiri dan kanan, tidak ada benjolan
■ tanda nyeri tekan : tidak ada
■ Hepar : tidak ada pembengkakan
■ Benjolan : tidak ada
■ asites : tidak ada
■ bising usus : 13/16 menit
k. Musculoskeletal
■ kesimetrisan otot : tidak simetris kiri dan kanan
■ edema : ada edema
■ Kekuatan otot : kekuatan otot telah berkurang
■ Warna kulit : menghitam dan kebiru-biruan
■ Kontur tulang : kontur tulang kropos
E. ANALISA DATA

NO DATA PENYEBAB MASALAH


1. DS. Pasien menyatakan nyeri dilutut Agen injuri biologis Nyeri akut
kanan sejak 6 bulan sebelum dirawat di
RS.
DO. KU Cm
sedang TD :
130/80
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,50 C
P : jatuh dari motor
Q : pegel-pegel,kemeng, nyeri
R : lutut kanan
S:6
T : setiap berjalan sakit
Therapi ; inj
➢ Satagesic 3x tiap 8 jam
➢ Ranitidin 2xtiap 12 jam
➢ MTP 62,5 mg 3xtiap 8 jam
Per 1.V
2. DS. Pasien mengatakan lutut kanan sakit
untuk ditekuk atau digerakkan Kelemahan otot Hambatan
DO. Pasien dalam berpindah tempat mobilitas Fisik
menggunakan kursi roda ADL dibantu
keluarga
3.
Kurang informasi
DO. Terpasang infus RL 20 tpm, di tentang kesehatan
lengan kanan, sejak hari Selasa, 3 Juli
2018 Kurang
4. pengetahuan
tentang
kesehatan
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem muskuloskeletal yang ada pada lansia akan mengalami perubahan fisiologis
tertentu yaitu perubahan pada tulang, sendi, otot, dan saraf. Perubahan ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti gangguan hormon, penyakit sistemik, faktor diet, dan aktivitas fisik yang
kurang. Faktor ini dapat memicu terjadinya gangguan pada sistem muskuloskeletal.
Gangguan ini misalnya osteoporosis dan arthritis. Perubahan pada sistem muskuloskeletal ini
dapat menimbulkan berbagai macam masalah misalnya lansia lebih rentan untuk mengalami
risiko jatuh, patah tulang, dan osteoporosis. Maka dari itu penting untuk dilakukan
pengkajian pada sistem ini. Pengkajian yang dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik,
dan juga pemeriksaan penunjang.

3.2 Saran
Makalah ini memang belum sempurna, maka dari itu penulis sangat terbuka dengan
masukan yang diberikan oleh pembaca dan juga penulis berharap supaya makalah ini dapat
bermanfaat dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Amelio, P., & Isaiya, G, C. (2015). Male osteoporosis in elderly. International Journal of
Endocrinology. Vol. 15 (9)
Arenson, C., et al. (2009). Reichel’s care of the elderly. (6th Ed). United States: Cambridge
University Press.
Arthritis Care. (2016). Understanding Arthritis. London: Arthritis Care retrieved by
https://www.arthritiscare.org.uk/assets/000/001/820/Understanding_FINAL_100516_
web_original.pdf?1502875508 on Monday, 16 April 2018.
Arthritis Research UK. (2011). Clinical assessment of the musculoskeletal system: A guide
for
medical students and healthcare professionals. Registered Charity England and Wales
No. 207711, ISBN 978 1 901815 17 7.
Berg, K., Wood-Dauphinee, S., Williams, J. L., and Maki, B. Measuring balance in the
elderly: Validation of an instrument. Can. J. Pub. Health, July/August supplement
2:S7-11, 1992
Cary, M. and Lyder, C. H. (2011). Geriatric assessment: Essential skills for nurses.
American Nurses Today [July, 2011] Vol. 6 No. 7
CDC. (2017). Assessment timed up & go (TUG). Retrieved from www.cdc.gov/steadi
Colón, C. J., Molina-Vicenty, I. L., Frontera-Rodríguez, M., García-Ferré, A., Rivera, B. P.,
Cintrón-Vélez, G., & Frontera-Rodríguez, S. (2018). Muscle and Bone Mass Loss in
the Elderly Population: Advances in diagnosis and treatment (Vol. 3). doi:
10.7150/jbm.23390

Fillit, H., Rockwood, K., & Young, J. (2017). Brocklehurst's textbook of geriatric medicine
and gerontology (8th ed., p. 120). Philadelphia: Elsevier.
Herdman, T., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses: Definitions
& classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Kurnianto, D. (2015). Menjaga kesehatan usia lanjut. Jurnal Olahraga Prestasi. 11 (2): 19-30
Marquis, D., Foreman, Milisen, K., & Fulmer, T. (2010). Critical care nursing of older
adults: Best Practices. New York: Springer Publishing Company, LLC
Mauk, K. L. (2006). Gerontological nursing: Competencies for care. London: Jones and
Bartlett Publishers, Inc.

Anda mungkin juga menyukai