Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILITAS FISIK DENGAN DIAGNOSA


MEDIS: HEMIPARESE DEXTRA EC SUSP RECURRENT SNH
DD SH DI BANGSAL ELANG RSUD SIMO

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Keperawatan Dasar

Clinical Teacher : Duwi Pudji Astuti, S.Kep., Ns., M.Kep

Clinical Instructor : Mahmudah,A.Md.Kep

Disusun oleh:

SELA PRAMUDITA
P27220022079

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURAKARTA
2023
Konsep Teori Gangguan Mobilitas Fisik
A. Pengertian
Gangguan mobilitas fisik yaitu dimana keterbatasan dalam pergerakan fisik dari
satu atau ekstermitas secara mandiri. (Tim Pokja SDKI PPNI, 2016). Perubahan
tingkat mobilitas fisik dapat menyebabkan pembatasan gerak dalam bentuk tirah
baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal yang dapat
mengakibatkan kehilangan fungsi motorik.

B. Etiologi gangguan mobilitas fisik


Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab terjadinya
gangguan mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur tulang, perubahan
metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot,
penurunan kekuatan otot, keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur,
malnutrisi, gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh
di atas persentil ke-75 usia, efek agen farmakologi, program pembatasan gerak, nyeri,
kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan, gangguan kognitif,
keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan sensoripersepsi.

C. Klasifikasi gangguan mobilitas fisik


Kemampuan mobilitas secara umum dibedakan menjadi dua, mobilitas penuh dan
mobilitas sebagian. Mobilitas penuh merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak atau beraktivitas secara bebas tidak terbatas, sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan
fungsi dari saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang. Sedangkan mobilitas sebagian merupakan kemampuan seseorang
untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
adanya gangguan pada saraf motorik dan sensorik di satu atau lebih ekstremitas
tubuhnya. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer
Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen
Kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadi
hemiplegia karena stroke, parapelgia karena cedera tulang belakang, poliomielitis
karena terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.

D. Manifestasi klinik gangguan mobilitas fisik


1) Tanda dan Gejala Mayor Tanda dan gejala mayor secara subjektif yaitu
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, sedangkan secara objektif yaitu kekuatan
otot menurun dan rentang gerak (ROM) menurun.
2) Tanda dan Gejala Minor Tanda dan gejala minor secara subjektif yaitu nyeri
saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak, sedangkan
secara objektif yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas dan
fisik lemah

E. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur gerakan
tulang Karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja
sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan pasien untuk
latihan kuadrisep (Potter & Perry, 2012).
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemaikan energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernapasan,fluktuasi irama jantung, tekan an darah) karena latihan
isometrik (Potter & Perry, 2012).
Penyebab gangguan mobilitas fisik terjadi karena trauma pada sistem
muskuloskeletal yang menyebabkan gangguan pada otot dan skeletal. Pengaruh otot
terjadi karena pemecahan protein terus menerus sehingga kehilangan massa tubuh
dibagian otot. Massa otot semakin menurun karena otot tidak dilatih sehingga
menyebabkan atrofi sehingga pasien tidak mampu bergerak terus menerus. Pasien
yang mengalami tirah baring lama berisiko mengalami kontraktur karena sendi-sendi
tidak digerakan. Imobilisasi atau tirah baring juga dapat menyebabkan penurunan
fungsi sensorik, perubahan emosional atau perilaku seperti : permusuhan, perasaan
pusing, takut, dan
perasaan tak berdaya samapi ansietas ringan bahkan sampai psikosis, depresi karena
perubahan peran dan konsep diri, gangguan pola tidur karena perubahan rutinitas atau
lingkungan, dan perubahan koping.
F. Pathway

Nyeri Lemah Kekuatan otot

Masalah kesehatan pada sistem


muskuloskeletal

Gangguan relaksasi dan kontraksi otot

Peningkatan pemakaian energi (peningkatan kecepatan pernafasan,


fluktuasi irama jantung, tekanan darah)

Trauma sistem muskuloskeletal

Penurunan massa otot

Tidak mampu
mempertahankan aktivitas

Gangguan mobilitas fisik

Bagan 1.1 Pathway gangguan mobilitas fisik.


Sumber : Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017)
G. Pemeriksaan penunjang
a. Sinar-X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstrur, dan perubahan
hubungan tulang
b. CT scan
c. MRI
d. Pemeriksaan laboratorium
H. Penatalaksanaan
Ada beberapa penatalaksanaan gangguan mobilisasi secara umum diantaranya,
yaitu :
1) Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat disesuaikan
dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler (setengah duduk), posisi sim (miring
ke kanan atau ke kiri), trendelenburg (berbaring dengan kepala lebih rendah dari kaki),
dorsal recumbent (berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi diatas tempat tidur),
lithotomi (berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki & menariknya ke atas
bagian perut) , dan genu pectoral (menungging dengan kedua kaki ditekuk & dada
menempel pada alas tempat tidur).
2) Ambulasi Dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskuler. Tindakan ini bisa dilakukan dengan
cara melatih posisi duduk di tempat tidur , turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi
roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan
fungsi kardiovaskuler.
4) Latihan ROM pasif dan aktif
Menurut Juanidi (2011) setelah keadaan pasien membaik dan kondisinya telah stabil
baru diperbolehkan dilakukannya mobilisasi. Latihan ini dilakukan untuk memelihara
dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas persendian, seperti
fleksi dan ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi bahu, pronasi dan supinasi
lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi, rotasi bahu, fleksi dan
ekstensi jari, infers dan efersi kaki, fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan
ekstensi lutut, rotasi pangkal paha, dan abduksi dan adduksi pangkal paha.
5) Melakukan Komunikasi Terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi
perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya,
memberikan dukungan moril, dan lainlain.

I. Komplikasi
Menurut Garrison, gangguan mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi,
yaitu abnormalitas tonus, orthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta
kontraktur. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang
mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan daan
pembengkaan. Kemudian, juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan
yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu dekubitus.
Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit.
Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan sendi juga
menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas fisik. Hal itu disebabkan
karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi lainnya, seperti disritmia,
peningkatan tekanan intra cranial, kontraktur, gagal nafas, dan kematian.
Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1) Nama pasien
2) Penanggung jawab
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Data yang didapatkan pasien mengeluhkaan anggota gerak sebelah kanan
mengalami kelemahan
2) Riwayat kesehatan sekarang
Data yang didapatkan adalah riwayat penyakit yang diderita pasien saat
masuk rumah sakit, hasil pengkajian cek tanda-tanda vital dan terapi yang di
dapatkan klien sampai dirawat di ruang rawat inap.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Data yang didapatkan adalah pasien memiliki riwayat penyakit stroke
yaitu pada anggota gerak sebelah kiri 2 tahun lalu.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Data yang didapatkan keluarga pasien ada yang memiliki riwayat penyakit
seperti DM.

c. Pola kesehatan fungsional


1) Pola nutrisi
Pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik seperti anggota gerak
sebelah kanan melemah akan mengalami penurunan nafsu makan.
2) Pola eliminasi
Pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik seperti melemahnya
anggota gerak sebelah kanan akan mengalami hambatan dalam pola eliminasi
3) Pola aktivitas dan latihan
Pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik seperti melemahnya
anggota gerak sebelah kanan akan mengalami kesulitan dalam melakukan
aktivitas.
d. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
2) Tanda- tanda vital
3) Kepala
4) Mata
5) Hidung
6) Telinga
7) Mulut dan tenggorokan
8) Dada
9) Abdomen
10) Genetalia
11) Kulit
12) Ekstremitas
- Atas : Pada pasien didapatkan bahwa tangan kaanan tidak mampu
digerakan sedangkan tangan kiri mampu digerakan.
- Bawah : pada pasien didapatkan kaki kanan tidak mampu digerakan
sedangkan kaki kiri mampu digerakan

Status Fungsional
NO. Item yang dinilai Skor Nilai
1. Makan (feeding) 0= tidak mampu 1
1= Butuh bantuan memotong,
mengoles mentega dll.
2= mandiri
2. Mandi (Bathing) 0= Tergantung orang lain 0
1= Mandiri

3. Perawatan diri 0= Membutuhkan bantuan 0


(Grooming) orang lain
1= mandiri dalam perawatan
muka, rambut, gigi dan
bercukur
4. Berpakaian 0= tergantung orang lain 1
( dressing) 1= sebagian dibantu (misal
mengancing baju)
5. Buang air kecil 0= Inkontinensia atau pakai 2
(bowel) keteter dan tidak terkontrol
1= kadang inkontinensia
(maks,1x24 jam )
2= kontinensia (teratur untuk
lebih dari 7 hari)
6. Buang air besar 0= Inkontinensia (tidak teratur 2
(bladder) atau perlu enema)
1= kadang inkontinensia
(sekali seminggu )
2= kontinensia (teratur)
7. Penggunaan toilet 0= tergantung bantuan orang 1
lain
1= membutuhkan bantuan, tapi
dapat melakukan beberapa hal
sendiri
2= mandiri
8. Transfer 0= tidak mampu 2
1= butuh bantuan untuk bisa
duduk (2 orang)
2= bantuan kecil (1 orang)
3= mandiri
9. Mobilitas 0= tidak mampu 1
1= menggunakan kursi roda
2= berjalan dengan bantuan
orang lain
3= mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu seperti
tongkat)
10. Naik turun tangga 0= tidak mampu 0
1= membutuhkan bantuan (atau
alat bantu)
2= mandiri
Skor = 10

Skor pengkajian resiko jatuh


Dewasa ( Morse fall sacle) Kriteria Nilai Score
Riwayat jatuh -Tidak 0 0
- Ya 25
Punya diagnosa sekunder -Tidak 0 15
-Ya 15
Menggunakan alat bantu - Bed rest/dibantu 0 0
perawat
-Kruk / tongkat/ 15
walker
- berpegangan pada 30
benda sekitar
Terpasang infus - Ya 20 20
- Tidak 0
Gaya berjalan - Normal/ bed rest/ 0 20
immobile
- Lemah (tidak 10
bertenaga)
- Gangguan / tdak 20
normal
Status mental - Lansia menyadari 0 0
kondisi dirinya
- Lansia mengalami 20
keterbatasan daya
ingat
Total score 55
Resiko ringan (0-24)
Resiko sedang (25-44)
Resiko berat (>45) 
e. Data penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
2. Diagnosa Keperawatan / Kemungkinan Masalah Berdasarkan SDKI
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
(D.0054)
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler (D.0119)

1. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Dx (SDKI, 2017) kriteria hasil (SIKI, 2018)
(SLKI, 2018)
1. Gangguan Luaran Intervensi: a. Membantu
Mobilitas Fisik utama : Dukungan mengetahui kondisi
Mobilitas fisik ambulasi (L.06171) mobilisasi pasien
( L.05042) b. Untuk
O(Observasi) meningkatkan
Setelah a. identifikasi kekuatan otot dan
dilakukan toleransi fisik sendi
tindakan selama melakukan c. Meningkatkat
3x24 jam pergerakan kekuatan otot yang
diharapkan diperlukan untuk
gangguan T (Terapeutik) mobilisasi
mobilitas fisik b. Fasilitasi d. Membantu pasien
meningkat melakukan meningkatkan
dengan kriteria mobilitas, jika perlu pergerakan
hasil: c. Fasilitasi aktivitas e. Meningkatkan
1. Pergerakan pergerakan dengan kekuatan otot dan
ekstremitas alat bantu (mis. ketahanan otot
meningkat tongkat, kruk)
2. Kekuatan d. libatkan keluarga
otot meningkat untuk membantuk
3. Rentang pasien dalam
gerak sendi meningkatkan
(ROM) pergerakan
meningkat
4. Gerakan E (Edukasi)
terbatas e. Ajarkan untuk
menurun melakukan
5. Kelemahan mobilisasi sederhana
fisik menurun (mis. Duduk di
6. Gerakan tempat tidur, duduk
tidak di sisi tempat tidur,
terkoordinasi pindah dari tempat
menurun tidur ke kursi)
7. Kaku sendi
menurun

2. Gangguan Luaran Intervensi : a. Untuk


komunikasi utama : promosi mengetahui proses
verbal Komunikasi komunikasi defisit kognitif, anatomis,
verbal bicara ( L.13492) dan fisiologis yang
(L.13118) berkaitan dengan
O (Observasi) bicara
Setelah a. Monitorproses b. Untuk
dilakukan kognitif, anatomis, mengetahui
tindakan selama dan fisiologis yang kemampuan
3x24 jam berkaitan dengan komunikasi pasien
diharapkan bicara (mis. c. Untuk
komunikasi Memori, mempermudah
verbal pendengaran, komunikasi
meningkat bahasa) komunikasi dengan
dengan b. Monitor pasien
kriteria hasil: kecepatan, tekanan, d. Untuk
1. Kemampuan kuantitas, volume, meningkatkan
berbicara dan diksi biacara tingkat komunikasi
meningkat pasien dan
2. Pelo mengetahui
menurun T (Terapeutik ) perkembangan
3. Pemahaman c. Berdiri di depan komunikasi verbal
komunikasi pasien pada saat pasien
membaik bicara
d. Ulangi apa yang
disampaikan oleh
pasien

E (Edukasi)
e. Anjurkan
berbicara perlahan
f. Ajarkan pasien
dan keluarga proses
kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan
berbicara

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh
perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses
penyembuhan dan perawatan serta masalah kesehata yang dihadapi pasien yang
sebelumnya disusun dalam rencana keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (Subjektif,
Objektif, Assesment, Planning). Adapun komponen SOAP yaitu :
a. S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan keperawatan.
b. O (Objektif) adlaah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi
perawat secara langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan
keperawatan.
c. A (Assesment) adalah interpretasi dari data subjektif dan objektif
d. P (Planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia definisi dan indicator


diagnostic edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia desifini dan tindakan


keeperawatan. edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia definisi dan kritria hasil
keperawatan. edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Adha, S.A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien
Stroke Non Hemoragik Di IRNA C RSSN Bukittinggi. Karya Tulis Ilmiah.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang

Nurlitasari, N.(2021). Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien


Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di Ruang Al Fajr RSUI Kustati Surakarta.
Laporan Pendahuluan. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sahid Surakarta:
Surakarta

Anda mungkin juga menyukai