Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILITAS FISIK


1.1. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannnya. Mobilisasi adalah kemampuan seseorang
untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi (Santosa & Budi, 2017).
Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di mana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat
disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (Widuri, 2010). Gangguan
mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstermitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI PPNI, 2017).

1.2 Kebutuhan Fisiologis


Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% BB dan otot
menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan dan baiknya sistem muskulus skeletal
sangat tergantung pada sistem tubuh (Ignatavicius, 2017). Struktur tulang
memberikan perlindungan terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan
paru-paru. Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga
struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
Sistem muskulus skeletal merupakan sistem tubuh yang terdiri dari otot
(muskula) dan tulang-tulang yang membentuk rangka (skelet). Otot adalah
fungsi tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi
energi mekanik. (Aziz, 2008).
1.3 Faktor yang Mempengaruhi Mobilitas Fisik
1. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku
yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan
pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat.
2. Proses Penyakit dan Injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan
untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani
operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih
lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita
penyakit tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan
penyakit kardiovaskuler.
3. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang
lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
apalagi dengan seorang pelari.
4. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa
pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan
dengan anak yang sering sakit.

Faktor Resiko
1. Gangguan Muskuluskeletal
a. Arthritis
b. Osteoporosis
c. Fraktur
d. Bunion, kalus.
2. Gangguan Neurologis
a. Stroke
b. Parkinson
c. Lain lain
1.4 Jenis Mobilitas
a. Mobilitas penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter
dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya
1.3 Etiologi
Gangguan Mobilitas Fisik
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Kekakuan sendi
h. Gangguan muskulokeletal
1.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala Gangguan Mobilitas Fisik
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
2) Kekuatan otot
3) Rentang gerak (ROM) menurun
4) Nyeri saat bergerak
5) Enggan melakukan pergerakan
6) Sendi kaku
7) Gerakan tidak terkoordinasi

1.5 Patofisiologi

Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon,


kartilago, dan saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang diatur

otot skeletal karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang

bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik

dan isometrik. Peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek pada

kontraksi isotonik. Selanjutnya, pada kontraksi isometrik menyebabkan

peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak terjadi pemendekan atau

gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan pasien untuk latihan

kuadrisep. Gerakan volunter merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi

isotonik dan kontraksi isometrik. Perawat harus memperhatikan adanya

peningkatan energi, seperti peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi

irama jantung, dan tekanan darah yang dikarenakan pada latihan isometrik

pemakaian energi meningkat. Hal ini menjadi kontraindikasi pada pasien

yang memiliki penyakit seperti infark miokard atau penyakit obstruksi paru

kronik (Sulistiyowati, 2017)


1.6 Pathway

Mobilisasi

Tidak mampu beraktivitas

Tirah baring yang lama

Kehilangan daya Jaringan kulit yang


tahan otot tertekan

Penurunan otot Perubahan system


(atrofi) integumen

Perubahan system
Resiko Dekubitus
muskuluskeletal

Gangguan
Resiko Luka Tekan
Mobilitas Fisik
1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Tes cairan sendi. Cairan diambil dari sendi yang sakit dengan jarum, lalu
dipelajari di bawah mikroskop yang bertujuan untuk memeriksa apakah
kristal ada di sana.
b. Tes darah. Tes darah dapat memeriksa kadar asam urat. Tingkat asam urat
yang tinggi tidak selalu berarti gout, tetapi berarti terdapat risiko untuk
mendapat gout

c. X-ray. Gambar dari sendi akan membantu mengesampingkan masalah


lain.

d. USG. Tes tanpa rasa sakit ini menggunakan gelombang suara untuk
melihat area asam urat.

1.8 Penatalaksanaan Mobilitas Fisik Dengan Latihan Range Of Motion


(ROM)
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan pasien dengan
bantuan perawat pada setiap-setiap gerakan. Indikasi latihan pasif adalah
pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan keterbatasan mobilisasi tidak
mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan
mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas
total. Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi, dan
membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri
sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk melatih kelenturan
dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara
aktif . Sendi yang digerakkan pada ROM aktif adalah sendi di seluruh tubuh
dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendiri secara aktif (Suratun,
2008).
1.9 Konsep Keperawatan
1.9.1 Pengkajian
a. Riwayat penyakit saat ini dan teradulu untuk mendapatkan data dari klien
b. Observasi langsung pada respon perilaku dan fisiologis klien. Tujuan
pengkajian adalah untuk mendapatkan pemahaman objektif terhadap
pengalaman subjek.
c. Pengumpulan data
1) Identitas klien
2) Keluhan utama.
3) Riwayat penyakit sekarang : Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu : Adanya riwayat hipertensi, diabetes
militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi
oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
6) Riwayat psikososial
7) Pola-pola fungsi kesehatan
8) Pola nutrisi dan metabolisme.
9) Pola eliminasi.
10) Pola aktivitas dan latihan
11) Pola tidur dan istirahat.
12) Pola hubungan dan peran.
13) Pola persepsi dan konsep.
14) Pola sensori dan kognitif.
15) Pola reproduksi seksual.
16) Pola penanggulangan stress
17) Pola tata nilai dan kepercayaan
1.9.2 Diagnosa Keperawatan (PPNI, 2018)
1. Diagnosa : Gangguan mobilitas fisik (D.0077)
Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisikdari salah satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri.
2. Diagnosa : Risiko Luka Tekan (D.0144)
Definisi : Berisiko mengalami cedera lokal pada kulit dan / atau jaringan,
biasanya pada tonjolan tulang akibat tekanan dan atau gesekan.
1.9.3 Perencanaan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik Tujuan: Dukungan Mobilisasi (I. 05173)
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan Aktivitas:
penurunan kekuatan otot keperawatan 3x24 jam, O:
dibuktikan dengan diharapkan nyeri dapat di  Monitor frekuensi jantung dan
kekuatan otot menurun atasi degan kriteria hasil: tekanan darah sebelum
Mobiltas fisik (L. 05042) mobilisasi.
Kode Diagnosa Indikator SA ST  Monitor kondisi umum selama
Keperawatan Indonesia: Pergerakan 2 4 melakukan mobilisasi.
D.0054 ekstremitas T:
Kekuatan 3 4  Fasilitasi aktivitas mobilisasi
otot dengan alat bantu (misal:
Rentang 2 4 tongkat).
gerak (ROM)  Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
Keterangan: meningkatkan pergerakan
1 : Menurun E:
2 : Cukup Menurun  Anjurkan mobilisasi dini
3 : Sedang  Jelaskan tujuan dan prosedur
4 : Cukup Meningkat mobilisasi.
5 : Meningkat

Resiko Luka Tekan Pencegahan Luka Tekan (I.14543)


ditandai dengan
Penurunan Mobilisasi. O:

 Periksa luka tekan dengan


Kode Diagnosa
menggunakan skala (mis: skala
Keperawatan Indonesia:
Noton, skala Braden)
D.0144
 Periksa adanya luka tekan
sebelumnya
 Monitor kulit di atas tonjolan
tulang atau titik tekan saat
mengubah posisi
 Monitor sumber tekanan atau
gesekan
 Monitor mobilitas dan aktivitas
individu
T:

 Keringkan daerah kulit yang


lembab akibat keringat, cairan
luka, dan inkontinensia fekal atau
urin
 Ubah posisi dengan hati-hati
setiap 1 – 2 jam
 Buat jadwal perubahan posisi
 Pastikan asupan makanan yang
cukup terutama protein, vitamin B
dan C, zat besi, dan kalori
E:

 Jelaskan tanda-tanda kerusakan


kulit
 Anjurkan melapor jika
menemukan tanda-tanda
kerusakan kulit

K:
Kolaborasi pemberian salep dsb.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Aziz W. 2008. Anatomi fisiologis. Bandung: Alfabeta

Haswita & Reni Sulistyowati. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta Timur:
CV. Trans Info Media.

Ignatavicius, Workman, & Rebar. 2017. Medical Surgical Nursing: Concepts For
Interprofessional Collaborative Care (9 th ed.). St. Louis : Elsevier, Inc.

Potter, A & Perry, A 2012, Buku ajar fundamental keperawatan; konsep, proses,
dan praktik, vol.2, edisi keempat. Jakarta: EGC
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai