Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR AKTIVITAS DAN LATIHAN

A. DEFINISI
Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukannya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan
seseorang untuk melakukan suatu aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja
merupakan salah satu dari tanda kesehatan individu tersebut dimana
kemampuan aktivitas sesorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan
dan muskuloskeletal (Riayadi & Harmoko, 2016).
Kebutuhan aktivitas merupakan kebutuhan dasar untuk melakukan aktivitas
(bergerak). Kebutuhan ini diatur oleh beberapa sistem atau organ tubuh
diantaranya tulang, otot, tendon, ligament, sistem saraf dan sendi (Hidayat & Uliyah,
2015).
Aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan salah satu bentuk latihan aktif pada
seseorang termasuk di dalamnya adalah makan/minum, mandi, toileting,
berpakiakan, mobilisasi tempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM. Pemenuhan
terhadap ADL ini dapat meningkatkan harga diri serta gambaran diri pada seseorang,
selain ADL merupakan aktivitas dasar yang dapat mencegah individu tersebut
dari suatu penyakit sehingga tindakan yang menyangkut pemenuhan dalam
mendukung pemenuhan ADL pada kliendengan harus diprioritaskan (Rohayati,
2019).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan guna
mempertahankan kesehatannya. Kehilangan kemampuan untuk bergerakmenyebabkan
ketergantungan dan ini membutuhan tindakan keperawatan. Mobilisasi
diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan dan
memperlambat proses penyakit, khususnya proses degeneratif dan untuk aktualisasi diri
(harga diri dan citra tubuh) (Rohayati, 2019).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Menurut Sutanto dan Fitriana (2017), sistem tubuh yang berperan dalam
aktivitas, yaitu:
1. Tulang merupakan organ yang memiliki banyak fungsi, yaitu fungsi mekanis
untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot, fungsi sebagai
tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan
setiap saat sesuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel
darah, dan fungsi pelindung organ-organ dalam.
2. Otot secara umum berfungsi untuk kontraksi dan menghasilkan gerakan-gerakan.
Ada tiga macam otot yaitu otot rangka, otot polos, dan otot jantung,
ketiga macam otot tersebut dipersarafi oleh saraf tepi yang terdiri atas serabut motoris
dari medulla spinalis.
3. Ligament merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligament
pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, apabila putusakan
mengakibatkan ketidakstabilan.
4. Sendi adalah perhubungan antar tulang sehingga tulang dapat digerakkan, hubungan
dua tulang disebut persendian. Persendian memfasilitasi pergerakan dengan
memungkinkan terjadinya kelenturan. Beberapa pergerakan sendi yaitu:
a. Fleksi, yaitu pergerakan yang memperkecil sudut persendian.
b. Ekstensi, yaitu pergerakan yang memperbesar sudut persendian.
c. Adduksi, yaitu pergerakan mendekati garis tengah tubuh.
d. Abduksi, yaitu pergerakan menjauhi garis tengah tubuh.
e. Rotasi, yaitu pergerakan memutari pusat aksis tulang.
f. Eversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar.
g. Inversi, yaitu perputaran bagian telapak kaki ke bagian dalam.
h. Pronasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan
tanganbergerak kebawah.
i. Supinasi, yaitu pergerakan telapak tangan dimana permukaan
tanganbergerak keatas.
5. Tendon adalah sekumpulam jaringan fibrosa padat yang merupakan
perpanjangan dari pembungkus otot dan membentuk ujung-ujung otot yang
mengikatnya pada tulang.
6. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan medulla spinalis) dan sistem saraf
tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf memiliki bagian somatik
dan otonom. Bagian otonom memiliki fungsi sensorik dan motorik, terjadinya
kerusakan pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelemahan, sedangkan
saraf tepi dapat mengakibatkan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan
gangguan sensorik. Fungsi sistem saraf saat beraktivitas sebagai:
a. Saraf afferent menerima rangsangan dari luar kemudian diteruskan kesusunan
saraf pusat.
b. Sel saraf atau neuron membawa impuls dari bagian tubuh satu ke lainya.
c. Saraf pusat memproses impuls dan kemudian memberikan
responsmelalui saraf efferent.
d. Saraf efferent menerima respons dan diteruskan ke otot rangka.

C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Adapun penyebab dari gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas,


yaitu (Hidayat, 2014):

1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan sistem saraf pusat
4. Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot

D. PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung dari penyebab gangguan
yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan tersebut,
diantaranya adalah (Hidayat, 2014):
1. Kerusakan Otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot.
Otot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi
kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot
dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung oleh benda tajam yang
merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atauligament, radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
angka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat
terganggu pada kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau
mobilisasi. Beberapa penyakit dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi
dari sistem rangka diantaranya adalah fraktur, radang sendi, kekakuan sendi dan lain
sebagainya.
3. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dan ke otak.
Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak.
Jadi, jika syaraf terganggu maka akan terjadi gangguan penyampaian impuls dari
dan ke organ target. Dengan tidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan
gangguan mobilisasi.
Pathway

E. TANDA DAN GEJALA


Menurut Potter & Perry (2006), tanda dan gejala pada ganggguan aktivitas
adalah tidak mampu bergerak secara mandiri atau perlu bantuan alat atau oranglain,
memiliki hambatan dalamberdiri dan memiliki hambatan dalam berjalan.

F. PENATALAKSANAAN
1. Non-Farmakologis
Pada pasien yang mengalami tirah baring total, perubahan posisi
secara teratur dan latihan di tempat tidur dapat dilakukan sebagai upaya mencegah
terjadinya kelemahan serta kontraktur otot dan sendi. Mobilisasi dini berupa turun
dari tempat tidur, berpindah dari tempat tidur ke kursi dan latihan
fungsional dapat dilakukan secara bertahap. Latihan isometris secara teratur 10-20%
dari tekanan maksimal selama beberapa kali dalam sehari dapat dilakukan
untuk mempertahankan kekuatan isometris. Untuk mencegah dekubitus,
dihilangkan penyebab terjadinya ulkus, yaitu bekas tekanan pada kulit. Pemberian
minyak setelah mandi atau mengompol dapat đilakukan untuk mencegah maserasi
(Sunarti, 2019).
Untuk mencegah gesekan, dapat digunakan bantalan pergelangan kaki
dan tumit serta posisi pasien harus ditinggikan. Dalam hal memindahkan pasien,
tidak dilakukan dengan cara menarik dari kasur. Dapat digunakan matras
bertekanan rendah, gesekan rendah, atau regangan rendah (seperti kasur
berfluidisasi atau udara-tinggi atau anti-dekubitus), bila teknik reposisi tidak cukup
memadai atau tidak mungkin dilakukan (Sunarti, 2019).
Kontrol tekanan darah secara teratur, pengawasan penggunaan obat-
obatan yang dapat menurunkan tekanan darah, serta mobilisasi dini perlu dilakukan
untuk mencegah terjadinya hipotensi. Latihan kekuatan otot serta kontraks
abdomen dan otot kaki akan menyebabkan aliran darah balik vena lebih efisien.
Untuk mencegah terjadinya trombosis, dapat dilakukan kompresi intermiten pada
tungkai bawah (Sunarti, 2019).
Asupan cairan dan makanan yang mengandung serat perlu dimonitor
untuk mencegah terjadinya konstipasi. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi
dan pengkajian terhadap kebiasaan buang air besar pada pasien. Pemberian nutrisi
yang adekuat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien
dengan imobilisasi. Lebih lanjut, pada pasien yang mengalami hipokinesis,
perlu diberikan suplementasi vitamin dan mineral (Sunarti, 2019).
2. Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis dapat diberikan sebagai upaya
mencegah komplikasi akibat imobilisasi, terutama mencegah terjadinya trombosis,
yaitu dengan pemberian antikoagulan. Heparin dosis rendah dan heparin
berat molekul rendah merupakan profilaksis yang aman dan efektif untuk
pasien geriatri dengan imobilisasi ataupun non pembedahan terutama stroke.
Akan tetapi, heparin tetap harus diberikan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan
dengan risiko trombosis penurunan faal organ ginjal dan hepar, serta adanya
interaksi obat, terutama antara warfarin dengan beberapa obat analgetik atau obat
nonsteroid antiinflamasi (NSAID), merupakan hal yang harus diperhatikan
(Sunarti, 2019).
G. ASUHAN KEPERAWATAN
G.1 PENGKAJIAN
Adapun pengkajian keperawatan pada masalah kebutuhan
mobilitas dan imobilitas, yaitu (Hidayat & Uliyah, 2015):
1. Pengkajian pada kebutuhan mobilitas dan imobilitas, meliputi riwayat
sekarang, penyakit dahulu, kemampuan fungsi motorik, kemampuan
mobilitas, kemampuan rentang gerak, perubahan intoleransi aktiftas,
kekuatan otot, gangguan koordinasi, dan perubahan psikologi.
2. Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi: alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dan
imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat
mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobiltas,
dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
3. Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilitas seperti adanya riwayat penyakit sistem
neurologis (cerebro vaskular acsident, trauma kepala, peningkatan intra
kranial, miastenia gravis, guillain barre, cedera medula spinalis dan
lain-lain), riwayat penyakit sistem kardiovaskuler (infark miokard,
gagal jantung kongestif), riwayat penyakit sistem muskuloskeletal
(osteoporosis, fraktur, artritis), riwayat penyakit sistem pernafasan
(penyakit paru obstruksi menahun, pneumonia dan lain-lain), riwayat
pemakaian obat-obatan seperti sedatif, hipnotik, depressan sistem saraf pusat,
laksantif dan lain-lain.
4. Pengkajian fungsi motorik antara lain pada tangan kanan dan kiri,
kaki kanan dan kiri untuk dinilai ada tidaknya kelemahan, dan
kekuatan. Pengkajian terhadap kemampuan mobilitas meliputi
kemampuan untuk miring secara sendiri, duduk, berdiri, bangun dan
berpindah. Untuk mengkaji kemampuan mobilitas maka ditentukan tingkatan
mobilitas atau aktifitas seperti dibawah ini:
Tingkat Aktivitas
G.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Berikut diagnosa keperawatan dari masalah gangguan
pemenuhan kebutuhan aktivitas, yaitu (Rohayati, 2019):
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan immobilisasi dan gangguan
neuromuscular.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan nyeri dan pembatasan pergerakan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.

G.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitoring vital sign


mobilitas fisik keperawatan selama 3 hari sebelum/sesudah latihan dan
berhubungan dapat teridentifikaasi dengan lihat respon pasien saat
dengan kriteria hasil: latihan.
immobilisasi Mobility Level 2. Ajarkan pasien atau tenaga
dan gangguan kesehatan lain tentang teknik
- Aktivitas fisik meningkat
neuromuscular ambulasi.
- Melaporkan perasaan
3. Kaji kemampuan pasien
peningkatan kekuatan,
dalam mobilisasi.
kemampuan dalam
4. Latih pasien dalam
bergerak.
pemenuhan kebutuhan ADLs
- Klien bisa melakukan
secara mandiri sesuai
aktivitas walapun dengan
kemampuan.
dibantu.
5. Dampingi dan bantu pasien
- Memperagakan
saat mobilisasi dan bantu
penggunaan alat bantu
penuhi kebutuhan ADLs
untuk mobilisasi
pasien.
(walker)
6. Berikan alat bantu jika klien
memerlukan.
7. Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisidan berikan
bantuan jika diperlukan.

Intoleransi Setelah dilakukan tindakan Energy management


aktivitas keperawatan selama 3 hari 1. Observasi adanya pembatasan
berhubungan dapat teridentifikaasi dengan klien dalam melakukan
dengan nyeri kriteria hasil: aktivitas.
dan Energy conservation 2. Dorong klien untuk
pembatasan mengungkapkan perasaan
Self Care : ADLs
pergerakan terhadap keterbatasan.
- Berpartisipasi dalam
3. Kaji adanya factor yang
aktivitas fisik tanpa
menyebabkan kelelahan.
disertai peningkatan
4. Monitor nutrisi dan sumber
tekanan darah, nadi dan
energi adekuat
RR.
5. Monitor pasien akan adanya
- Mampu melakukan
kelelahan fisik dan emosi
aktivitas sehari hari
secara berlebihan.
(ADL) secara mandiri
6. Monitor respon kardiovaskuler
terhadap aktivitas.
7. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat pasien

Activity Therapy

1. Kolaborasikan dengan
Tenaga Rehabilitasi Medik
dalam merencanakan
program terapi yang tepat.
2. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan.
3. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial.
4. Bantu mengidentifikai dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan.
5. Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek.
6. Bantu untuk mengidentifikasi
aktivtas yang disukai.
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan di waktu
luang.
8. Bantu paasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas.
9. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas.
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan.
11. Monitor respon fisik emosi,
sosial dan spiritual.

Defisit Setelah dilakukan tindakan Self Care Assistance: ADLs


perawatan diri keperawatan selama 3 hari 1. Monitor kemampuan klien
berhubungan dapat teridentifikaasi dengan untuk perawatan diri yang
dengan kriteria hasil: mandiri.
kelemahan Self Care: ADL’s 2. Monitor kebutuhan klien

- Klien terbebas dari bau untuk alat-alat bantu untuk

badan kebersihan diri, berpakaian

- Menyatakan kenyamanan berhias, toileting dan makan.

terhadap kemampuan 3. Sediakan bantuan sampai


untuk melakukan ADLs. klien mampu secara utuh
- Dapat melakukan ADLs untuk melakukan self-care.
dengan bantuan. 4. Dorong klien untuk
melakukan aktivitas sehari-
hari yang normal sesuai
kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan
secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak
mamp melakukannya.
6. Ajarkan klien/keluarga untuk
mendorong kemandirian,
untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak
mampu melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan
aktivitas sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

idayat, A. A. (2014).
Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: Salemba
Medika
Hidayat, A. A. (2014).
Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat, A. A., & Uliyah,
M. (2015). Buku Ajar
Kebutuhan Dasar Manusia.
Surabaya: Health Books
Publishing.
Kasiati. (2016). Kebutuhan
Dasar Manusia I. Jakarta:
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Potter, A., & Perry, A. G.
(2006). Buku Ajar
Fundamental Keperawatan:
Konsep,
Proses, Dan Praktik. Jakarta:
EGC.
Riayadi, S., & Harmoko, H.
(2016). Standar Operating
Procedure dalam Praktik
Klinik Keperawatan Dasar.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Rohayati, E. (2019).
Keperawatan Dasar I. Jawa
Barat: LovRinz Publishing.
Sunarti, S. (2019). Prinsip
Dasar Kesehatan Lanjut Usia
(Geriatri). Malang: UB
Press.
Susanto, A. V., & Fitriana, Y.
(2017). Kebutuhan Dasar
Manusia. Yogyakarta:
Pustaka Baru Press
Hidayat, A. A. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat, A. A., & Uliyah, M. (2015). Buku Ajar Kebutuhan Dasar


Manusia.Surabaya: Health Books Publishing.

Potter, A., & Perry, A. G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses, Dan
Praktik. Jakarta: EGC.

Riayadi, S., & Harmoko, H. (2016). Standar Operating Procedure dalam PraktikKlinik
Keperawatan Dasar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Rohayati, E. (2019). Keperawatan Dasar I. Jawa Barat: LovRinz Publishing.

Sunarti, S. (2019). Prinsip Dasar Kesehatan Lanjut Usia (Geriatri). Malang: UBPress.

Susanto, A. V., & Fitriana, Y. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta:Pustaka Baru
Press

https://www.studocu.com/id/document/universitas-tanjungpura/program-studi-profesi-ners/
lp-ganguan-kebutuhan-pemenuhan-aktivitas/31400739

Anda mungkin juga menyukai