Anda di halaman 1dari 32

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Dasar

Gangguan Aktivitas, Istirahat, dan Istirahat

Dosen Pembimbing :
Ns. Imelda Pujiharti, S.Kep.M.Kep.Sp.Kep.An

Disusun Oleh :
Sherly Angelina Putri 1720210023

PRODI D-III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ISLAM ASY-SYAFI-IYAH
TAHUN 2022/2023
KONSEP DASAR AKTIVITAS, ISTIRAHAT, DAN TIDUR

A. Definisi Konsep Dasar Aktivitas


Kebanyakan orang menilai tingkat kesehatannya berdasarkan kemampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari. Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar yang mutlak
diharapkan oleh setiap manusia. kemampuan tersebut meliputi berdiri, berjalan, makan, minum,
dan lain sebagainya. Dengan beraktivitas tubuh akan menjadi sehat, sistem pernapasan, dan
sirkulasi tubuh akan berfungsi dengan baik, dan metabolisme tubuh dapat optimal. Di samping itu,
kemampuan bergerak juga akan mempengaruhi harga diri dan citra tubuh seseorang. Dalam hal
ini, kemampuan beraktivitas tidak lepas dari sistem persarafan dan muskuloskeletal yang adekuat.
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Menurut North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) gangguan mobilitas fisik atau immobilisasi merupakan suatu kedaaan
dimana individu yang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerakan fisik (Kozier, Erb,
Berman & Snyder, 2010). Ada lagi yang menyebutkan bahwa gangguan mobilitas fisik merupakan
suatu kondisi yang relatif dimana individu tidak hanya mengalami penurunan aktivitas dari
kebiasaan normalnya kehilangan tetapi juga kemampuan geraknya secara total (Ernawati, 2012).
Kemudian, Widuri (2010) juga menyebutkan bahwa gangguan mobilitas fisik atau imobilitas
merupakan keadaan dimana kondisi yang mengganggu pergerakannya, seperti trauma tulang
belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan sebagainya. Tidak hanya itu,
imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh baik satu maupun lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif A.H & Kusuma H, 2015).
Aktivitas dan istirahat merupakan suatu kebutuhan dasar individu, setiap individu memiliki irama
atau pola dalam melakukan aktivitas, tanda individu dikatakan sehat salah-satunya yaitu adanya
kemampuan individu dalam menjalankan aktivitas seperti bekerja, personal hygiene, rekreasi,
makan minum dan sebagainya (Kasiati dan Rosmalawati, 2016). Aktivitas dapat membuat fisik
menjadi lebih sehat dan bisa berpengaruh terhadap citra tubuh serta harga diri individu, sedangkan
istirahat sendiri merupakan suatu keadaan tenang, santai, releks, bebas dari perasaan gelisah dan
tanpa tekanan emosional (Kasiati dan Rosmalawati, 2016). Istirahat tidak hanya bermakna tidak
melakukan suatu aktivitas sama sekali, istirahat dapat berupa bersantai untuk menenangkan diri
dan melakukan hal untuk membebaskan diri dari sesuatu yang menyulitkan maupun membuat
bosan, istirahat juga dapat membutuhkan ketegangan misalnya dengan berjalan di taman,
menonton televisi dan lain-lain (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).
Menurut Potter dan Perry (2012), terdapat enam karakteristik istirahat yaitu bebas dari gangguan
ketidaknyamanan, merasa diterima, merasa bahwa segala sesuatu dapat diatasi, mengetahui apa
yang sedang terjadi, memiliki beberapa kepuasaan menganai kegaiatan yang memiliki tujuan,
mengetahui adanya pertolongan ketika membutuhkan. Kemampuan beraktivitas termasuk
kebutuhan yang sepenuhnya diperlukan manusia, individu mampu beraktivitas dikarenakan
adanya keadekuatan antara sistem muskuloskeletal maupun sistem persarafan. Pergerakan tubuh
merupakan bagaimana menggunakan dengan efektif, aman dan terkoordinasi sehingga diperoleh
keseimbangan ketika beraktivitas dan gerakan yang baik (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).
Mobilisasi atau aktivitas yaitu kemampuan individu dalam bergerak dengan teratur, bebas serta
mudah untuk memenuhi kebutuhan dasar aktivitas dalam menjaga kesehatannya (Haswita dan
Sulistyawati, 2017). Mobilitas/mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak dengan
tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup baik mandiri ataupun dengan alat bantu maupun bantuan
orang lain (Widuri, 2019). Mobilisasi merupakan prosedur yang kompleks yang memerlukan
koordinasi yang adekuat antara sistem saraf serta muskuloskletal (Potter dan Perry, 2012).
Tingkatan imobilisasi atau gangguan mobilitas dijelaskan sebagai berikut (Kasiati dan
Rosmalawati, 2016):
1) Imobilisasi komplet merupakan immobilisasi pada individu dengan gangguan tingkat
kesadaran.
2) Imobilisasi parsial merupakan immobilisasi yang dialami pada penderita fraktur
3) Imobilisasi disebabkan karena pengobatan merupakan immobilisasi pada pasien dengan
gangguang pernafasan atau gangguan pada jantung, pada pasien bed rest total, pasien yang tidak
diperbolehkan untuk mobilisasi dari tempat tidur.

B. Anatomi Fisiologi Pergerakan


Pergerakan merupakan rangkaian aktivitas yang terintegrasi antara sistem muskuloskletal dan
sistem persarafan di dalam tubuh.

Sistem Muskuloskletal
Sistem muskuloskletal terdiri atas rangka (tulang), otot, dan sendi. Sistem ini sangat berperan
dalam pergerakan dan aktivitas manusia. secara umum, rangka memiliki beberapa fungsi, yakni :
a. Menyokong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada tubuh (postur tubuh).
b. Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru, hati, dan medula spinalis.
c. Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk juga ligamen.
d. Sebagai sumber mineral, seperti garam, posfat, dan lemak.
e. Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah).
Sedangkan otot berperan dalam proses pergerakan, memberi bentuk pada postur tubuh, dan
memproduksi panas melalui aktivitas kontraksi otot.
Sistem Persarafan
Pergerakkan dan postur tubuh diatur oleh sistem saraf. Area motorik volunter utama, beradi di
korteks serebral, yaitu digiris prasentral atau jaringan motorik. Umumnya serabut inst turun dari
jalur motorik dan bersilangan pada tingkat medula. Dengan demikian, serbur motorik dari jalur
motorik kanan mengawali gerakan volunter untuk tubuh bagian kiri, dar serabut motorik dari jalur
motorik kiri mengawali gerakan volunter untuk tubuh bagian kanan. Propriosepsi adalah sensasi
yang didapat melalui stimulasi dari dalam tubuh mengenai Posisi dan aktivitas otot tertentu.
Propriosepi di des aeropukan tempat ujung-ujung sarat di ou, de mampuan untuk mencapai dan
mempertahankan p gs (duluk atau berdiri) untuk mengatur seluruh ketrampilan aktivitas motorik.
Secara spesifik, sistem persarafan memiliki beberapa fungsi yakni :
a. Saraf aferen (reseptor), berfungsi menerima ransangan dari luar kemudian meneruskannya
ke susunan saraf pusat.
b. Sel saraf atau neuron, berfungsi membawa impuls dari bagian tubuh satu ke bagian tubuh
lainnya.
c. Sistem saraf pusat (SSP), berfungsi memproses impuls dan kemudian memberikan respons
melalui saraf eferen.
d. Saraf eferen, berfungsi menerima respons dari SSP kemudian meneruskannya ke otot
rangka.

Sistem Skeletal
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri atas empat tipe tulang pendek pipih, dan
ireguler (tidak beraturan). Tulang panjng membentuk tinggi tubuh (misalnya, femur, fibula, dan
tibia pada kaki). Tulang pendek ada dalam bentuk berkelompok dan ketika dikombinasikan dengan
ligamen dan kartilago akan menghasilkan gerakan pada Ekstremitas. Dua contoh tulang pendek
adalah tulang karpil di kaki dan Tulang patela di lutut. Tulang pipih mendukung struktur bentuk
seperi tulang di tengkorak dan tulang di toraks. Tulang ireguler membentuk kolumna vertebra dan
beberapa tulang seperti mandibula. Skeletal tempat melekatnya otot dan ligamen. Ikatan ini
menyebabkan gerakan dari bagian skeletal, seperti membuka dan menutup atau melurukan lengan
atau kaki. Skeletal juga melindungi organ vital misalnya tengkorak melindung otak dan rusuk
melindungi jantung dan paru.
Sendi
Sendi adalah bubungan di antara tulang. Ada empat klasifikasi sendi yaitu sebagai berikut.
Sendi sinostostik mengacu pada ikatan tulang dengan tulang.
Sendi kartilaginus, atau sendi sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan tetapi elastis dan
menggunakan kartilago untuk menyatakan permukaannya.
Sendi fribosa adalah sendi tempat kedua permukaan tulang disation dengan lipates stau membran.
Sendi sinovial adalah sendi yang dapat digerakkan bebas karma permukaan tulang yang
berdekatan dilapisi oleh kartilango artikular dan dihubungkan oleh ligame jar dengan membran
sinovial.

Ligamen
Ligamen adalah ikatan jaringan brosa yang berwarna putih, mengkilat, Bekabel a sendi menadi
satu dan menghubungkan tulang dengan kartdago. Ligamen sehingga membantu fleksibilitas sendi
dan mendukung sendi.

Tendon
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan s dengan
pulang Tendon bersifat kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai dan ketebalan yang
bervarias Tendon Achiles (tendon kalkaneus) adalah tendon yang p tebal dan paling kuat di dalam
tubuh.
Kartilago
Kartilago adalah jaringan penyambung yang tidak mempunyai vaskuler, yang terletak tert di sendi
dan toraks, trakea, laring, hidung, dan telinga.

Otot Skelet
Gerakan nilang dan sendi merupakan proses aktif yang harus terintegrasi secara hati-hat untuk
mencapai koordinasi Otot skelet, karena kemampuannya untuk berkontraksi dan berelaksasi
merupakan elemen kerja dari pergerakkan. Elemen kontraktil otot skriet dicapa oleh strutur
anatomis dan ikatannya pada skelet. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu bod dan isometrik. Pada
kontraka isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan peningka tekanan otot atau kerja otot
tetapi tidak ada pemendekan atau pergerakan aktif dari Misalnya, menganjurkan klien latihan
kuadrisep, Gerakan volunter adalah kombinas dat kontraksi isotonik dan isometrik. Misal ketika
perawat mengangkat klien di atas tempat tidur, berat klien menyebabkan peningkatan tegangan
otot di lengan perawat un tegangan tersebut sama (isometrik) dengan beban diangkat dan beban
lengan bawah. Kela keseimbangan dicapai, stimulasi berlanjut ke otot memendek (isotonik) dan
menekak s (gerakan aktif), kemudian klien terangkat dari tempat tidur. Meskipun kontraksio tidak
menyebabkan otot memendek, tetapi pemakaian energi meningkat.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas fisik
berdasarkan buku SDKI yaitu:
1) Gejala dan tanda mayor
Subjektif: mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
Objektif: kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun
2) Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak
Objektif: sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah (PPNI, 2017).
Menurut Kasiati dan Rosmalawati (2016), untuk gejala yang dapat dialami seseorang yang
mengalami hambatan istirahat dan tidur dapat berupa perasaan lelah, emosi, gelisah, apatis,
kehitaman dan bengkak sekitar mata, mata perih, konjungtiva merah, tidak fokus dan sakit kepala.

D. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah gangguan mobilitas fisik yaitu
dengan memberikan latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah
satunya yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana
pasien akan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif
maupun aktif. Range of Motion (ROM) pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan otot lengan
maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat
melakukannya sendiri yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun
keluarga. Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang
dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Tujuan
Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan atau memelihara kekuatan otot,
memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter
& Perry, 2012).
Saputra (2013), gangguan mobilitas fisik dapat diberikan tindakan dapat berupa:
1) Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien, misalnya dengan miring kanan atau miring
kiri, posisi sims, fowler, litotomi, dorsal recumbent, genupectoral ataupun trendelenburg.
2) Melakukan kegiatan sehari-hari untuk melatih ketahanan, kekuatan, serta kemampuan sendi
supaya mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
3) Ambulasi dini, dapat bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan otot dan
meningkatkan fungsi dari sistem kardiovaskular.
4) Latihan rentang gerak atau Range of Motion/ROM.
Penatalaksanaan untuk gangguan istirahat dan tidur sendiri dapat diberikan tindakan berupa:
1) Kurangi distraksi lingkungan yang menyebabkan gangguan tidur
2) Bantu upaya tidur misalnya dengan minum susu sebelum tidur karena susu yang hangat
menandung L-triptofan (untuk penginduksi tidur) atau mandi menggunakan air hangat karena
dapat meimbulkan relaksasi.

E. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian perlu dilakukan secara cermat, pengkajian dapat berupa:
1) Perawat perlu mengkaji tingkat aktivitas pasien untuk mengetahui mobilisasi serta resiko cedera
yang terdiri dari jenis aktivitas, frekuensi, pola, kecepatan aktivitas serta lama dalam beraktivitas.
2) Perawat mengkaji riwayat tidur (pola tidur, gangguan tidur yang sering terjadi, kebiasaan,
lingkungan tidur klien, status emosi maupun mental klien
3) Mengkaji gangguan tidur sepeti insomnia, somnambulisme/tidur berjalan, enuresis/mengompol,
mendengkur, narkolepsi/kantuk berlebih dan sebagainya
4) Kaji tingkat kelelahan seperti aktivitas yang menimbulkan lelah atau menghambat gerakan
tubuh baik gejala, etiologi serta dampak gangguan pergerakan
5) Riwayat keperawatan, Hidayat (2011), menyatakan bahwa masalah mobilitas atau immobilitas
dapat dikaji terkait:
a) Riwayat keperawatan sekarang, meliputi alasan penyebab pasien mengalami keluhan dalam
pergerakan.
b) Riwayat keperawatan penyakit yang pernah diderita, Pengkajian riwayat penyakit yang
berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem
neurologis, riwayat penyakit sistem muskuloskeletal, sistem pernafasan dan lain-lain.
6) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terkait istirahat dapat berupa mengkaji tingkat energi, mata merah, ciri-ciri
wajah seperti kelopak mata sembab, ciriciri perilaku sepeti semponyongan, mengusap-usap mata,
lambat dalam berbicara, maupun penyebab potensial misalnya obesitas atau kegemukan,
pernapasan dalam serta dangkal, deviasi septum serta tekanan darah rendah. Pemeriksaan fisik
aktivitas dapat berupa kaji, kemampuan mobilitas, kaji kemampuan rentang gerak dan perubahan
intoleransi aktivitas, kaji perubahan psikologis akibat immobilisasi dan kaji kemampuan fungsi
motorik dan fungsi sensorik kategori tingkat kemampuan aktivitas serta kaji kekuatan otot yang

F. Konsep Mekanika Tubuh


Mekanika tubuh adalah penggunaan organ tubuh secara efisien dan efektifsesuai dengan
fungsinya. Dengan melakukan aktivitas secara benar dan beristirahat dalam posisi yang benar
dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan mencegah timbulnya penyakit. Gangguan mekanika
tubuh dapat terjadi pada individu yang menjalani tirah baring lama karena dapat terjadi penurunan
kemampuuan tonus otot. Tonus otot sendiri adalah istilah yang digunankan untuk menggambarkan
kemampuan kontraksi otot rangka. Lebih lanjut, penjelasan tentang mekanika tubuh akan berfokus
pada
1). Kesejajaran tubuh (body alignment) dan postur.
2). Keseimbangan.
3). Gerakan terkoordinasi (coordinated movement).

Kesejajaran Tubuh dan Postur


Kesejajaran tubuh (body alignment) adalah susunan geometrik bagian-bagian tubuh dalam
hubungannya dengan bagian-bagian tubuh yang lain. Kesejajaran tubuh dan postur yang baik akan
menempatkan tubuh pada posisi yang dapat meningkatkan keseimbangan yang optimal dan fungsi
tubuh yang maksimal, baik dalam posisi berdiri, duduk, maupun tidur. Kesejajaran tubuh yang
baik dilihat dari keseimbangan persendian, otot, tendon, dan ligamen. Kesejajaran tubuh yang baik
penting untuk meningkatkan fungsi tangan yang baik, mengurangi jumlah energi yang digunakan
dalam mempertahankan keseimbangan, mengurangi kelelahan, memperluas ekspansi paru,
meningkatkan sirkulasi ginjal dan fungsi sistem pencernaan. Sedangkan kesejajaran tubuh yang
buruk dapat mengganggu penampilan dan memengaruhi kesehatan karena ada beberapa bagian
tubuh yang terbatas kemampuannya. Tugas perawat terkait dengan kesejajaran tubuh adalah
memberikan contoh bagaimana melakukan kebiasaan yang baik pada postur tubuh sehingga tubuh
menjadi sehat. Selain itu, perawat juga bertugas memberikan kenyamanan pada klien yang
menderita lumpuh atau cacat serta klien yang mengalami komplikasi akibat kesejajaran tubuh yang
kurang baik. Berikut adalah prinsip-prinsip pada kesejajaran tubuh:

1. Keseimbangan tubuh dapat dipertahankan apabila garis gravitasi (garis imajinasi vertikal yang
melalui pusat gravitasi suatu objek) melewati pusat gravitasi (titik tempat semua massa tubuh
terpusat) dan fondasi penyokong (fondasi saat tubuh pada posisi istirahat).
2. Jika fondasi penyokong lebih luas dan pusat gravitasi lebih rendah, kestabilan dan keseimbangan
akan lebih besar.
3. Jika garis gravitasi berada di luar pusat fondasi penyokong, energi akan lebih banyak digunakan
untuk mempertahankan keseimbangan.
4. Fondasi penyokong yang luas dan kesejajaran tubuh yang baik akan menghemat penggunaan
energi dan mencegah kelelahan otot.
5. Perubahan posisi tubuh akan membantu mencegah ketidaknyamanan otot.
6. Kesejajaran tubuh yang buruk dalam waktu yang lama dapat menimbulkan nyeri, kelelahan otol,
dan kontraktur.
7. Karena struktur anatomi individu yang berbeda. maka intervensi keperawatan yang diberikan
harus bersifat individual dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
8. Dapat memperkuat otot-otot yang lemah dan membantu mencegah kekakuan otot serta ligament.

Keseimbangan
Mekanisme yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan dan postur tubuh cukup rumit
untuk dipahami. Secara umum, perasaan seimbang (sense of equilibrium) bergantung pada input
informasi yang diterima dari labirin (telinga bagian dalam). penglihatan (input vestibulo-okular),
dan dari reseptor otot dan tendon (inptil vestibulospinalis). Pada keadaan normal, reseptor
keseimbangan di aparatus veslibular mengirimkan sinyal menuju otak yang akan mengawali
refleks yang dibutuhkan untuk mengubah posisi Sedang pada keadaan lain, misalnya pada
perubahan posisi kepala, informasi yang diterima langsung dikirim ke pusat refleks di batang otak
sehingga memungkinkan respons refleks yang lebih cepat guna mempertahankan keseimbangan
tubuh Selain mekanisme di atas, keseimbangan tubuh juga dipengaruhi oleh pusat gravitasi garis
gravitasi, dan fondasi penyokong seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Gerakan tubuh yang terkoordinasi


Gerakan yang halus dan seimbang merupakan hasil dari kerjasama yang baik antara korteks
serebri, serebelum, dan ganglia basalis. Dalam mekanisme ini, korteks serebri bertugas melakukan
aktivitas motorik volunter, sedangkan serebelum bertugas mengatur aktivitas gerakan motorik, dan
ganglia basalis bertugas mempertahankan postur tubuh. Jika salah satu dari ketiganya mengalami
gangguan, misalnya serebelum, gerakan menjadi kaku, tidak terarah, dan tidak terkoordinasi.
G. Faktor yang Memengaruhi Kesejajaran Tubuh

Pertumbuhan dan Perkembangan


Usia serta perkembangan sistem muskuloskeletal dan persarafan akan berpengaruh terhadap
postur, proporsi tubuh, massa tubuh, pergerakan, serta refleks tubuh seseorang. Untuk itu, dalam
melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan, perawat harus memerhatikan aspek tumbuh
kembang individu dan membuat penyesuaian yang dibutuhkan.

Kesehatan Fisik
Gangguan pada sistem muskuloskeletal atau persarafan menimbulkan dampak yang negatif pada
pergerakan dan mekanika tubuh seseorang Adanya penyakit, trauma, atau kecacatan dapat
mengganggu pergerakan dan struktur tubuh Karenanya, untuk memberikan intervenal yang tepat
kepada klien, perawat perlu mengkaji nespons klien terkait dengan hambatan mobilitas yang
dialaminya Selain itu, penguatan perilaku juga perlu diberikan kepada klien guna meningkatkan
fungi kesehatannya.
A. Masalah pada system muskuloskeletal Penyakit kongenital atau postur tubuh yang
abnormal dapat menghambat pergerakan seseorang Untuk itu, perawat perlu melakukan
upaya deteksi dini guna mengetahui adanya masalah pada sistems muskuloskeletal Di
samping itu, perawat juga perlu memberikan penyuluhan kesehatan, konseling, dan
dukungan terkait dengan program perawatan yang sesuai untuk klien, misalnya cara
melakukan aktivitas dan pengaturan posisi yang tepat untuk klien.
B. Masalah pada system and Berbagai gangguan atau penyakit pada sistem saral, seperti
Parkinson, sklerosis multipel cedera serebrovaskular, stroke, atau tumor pada sistem saraf
dapat meyebabkan kelemahan, paralisis spastik, dan flasid pada otot yang dapat
menghambat pergerakan dan mobilitas otot.

Status Mental
Gangguan mental atau afektif seperti depresi atau stres kronis dapat memengaruhi keinginan
seseorang untuk bergerak Individu yang mengalami depresi cenderung tidak antusias dalam
mengikuti kegiatan tertentu, bahkan kehilangan energi untuk melakukan perawatan higiene.
Demikian pula halnya dengan stres yang berkepanjangan, kondisi ini bisa menguras energi
sehingga individu kehilangan semangat untuk beraktivitas.

Gaya Hidup
Gaya hidup terkait dengan kebiasaan yang dilakukan individu sehari-hari. Individu dengan pola
hidup yang sehat atau kebiasaan makan yang baik ke- mungkinan tidak akan mengalami bambatan
dalam pergerakan. Sebaliknya, individu dengan gaya hidup yang tidak sehat dapat mengalami
gangguan kesehalan yang pada akhirnya akan menghambat pergerakannya

Sikap dan Nilai Personal


Nilai-nilai yang tertanam dalam keluarga dapat memengaruhi aktivitas yang dijalani oleh individu
Sebagai contoh, anak-anak yang tinggal dalam ling kungm keluarga yang senang melakukan
kegiatan olahraga sebagai sebuah rutinitas akan belajar meng- hargai aktivitas fisik.

Nutrisi
Nutrisi berguna bagi organ tubuh untuk mempertahankan status kesehatan. Apabila pemenuhan
nutrisi tidak adekuat, hal ini bisa menyebakan kelelahan dan kelemahan otot yang akan
mengakibatkan penu- runan aktivitas atau pergerakan. Sebaliknya, kondisi nutrisi berlebih (mis.,
obesitas) dapat menyebabkan terbatasnya pergerakan tubuh sehingga individu menjadi mudah
lelah.

Stres
Status emosi seseorang akan berpengaruh terhadap aktivitas tubuhnya. Perasaan tertekan, omas,
dan depresi dapat menurunkan semangat serang untuk beraktivitas. Kondisi ini ditandai dengan
penurunan nafsu makan, perasaan tidak bergairah, dan pada akhirnya menyendiri.

Faktor Sosial
Individu dengan tingkat insibukan yang tinggi secara tidak langsung akan sering menggerakkan
tubuhnya Sebaliknya, individe yang jarang berinteraksi dengan lingkungan sekitar tentu akan lebih
sedikit beraktivitas/menggerakkan tubuhnya.

H. Pengaruh Patologis pada Kesejajaran Tubuh dan Mobilisasi


Banyak kondisi patologis yang memengaruhi kesejajaran tubuh dan mobiliasi. Ada empat
pengaruh patologis pada kesejajaran tubuh dan mobilisasi yaitu kelainan postur, gangguan
perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat, dan trauma langsung pada sistem
muskuloskeletal.

1. Kelainan postur
Kelainan postur yang didapat atau kongenital memengaruhi efisiensi sistem muskuloskeletal,
seperti kesejajaran tubuh, keseimbangan, dan penampilan Selama pengkajian fisik, perawat
mengobservasi kesejajaran tubuh dan rentang gerak. Kelainan postur menggangu kesejajaran
tubuh dan mobilisasi keduanya.

2. Gangguan perkembangan otot


Distrofi muskular adalah sekumpulan gangguan yang menyebabkan degenerasi serat otot skelet.
Prevalensi penyakit otot terbanyak pada anak, karakteristik distrofi muskular adalah progresit,
kelemahan simetris dari kelompok otot dolet, dengan peningkatan ketidakmampuan dan
deformitas.

3.Kerusakan sistem saraf pusat


Kerusakan komponen sistem saraf pusat yang mengatur pergerakkas volunter mengakibatkan
gangguan kesejajaran tubuh dan mobilisaut Jalur motorik pada serebrum dapat dirusak oleh trauma
karena cedera kepala, iskemia karena cedera serebewaskular (stroke), atau infeksi bakteri karena
meningitis. Gangguan motorik langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan pada jalur
motorik. Misalnya seseorang yang mengalami hemoragik serebral kanan disertai nekrosis total,
mengakibatkan kerusakan jalur motorik kanan dan hemiplegia pada tubuh bagian kiri.

4. Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal


Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal menyebabkan memar, kontusio, salah urat, dan
fraktur. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, Fraktur terjadi karena deformitas
tulang (misal fraktur patologis karena osteoporosis, penyakit plaget. dan osteogenesis imperfekta).

I. Faktor yang Memengaruhi Mekanika Tubuh dan Ambulasi

1. Status kesehatan. Perubahan status kesehatan dapat memengaruhi sistem muskuloskeletal dan
sistem saraf berupa penurunan koordinasi. Perubahan tersebut dapat disebabican oleh penyakit,
berkurangnya kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, dan lain-lainnya.
2. Nutrisi. Salah satu fungsi nutrisi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan tulang dan
perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan kelemahan otot dan
memudahkan terjadinya penyakit. Sebagai contoh tubuh yang kekurangan kalsium akan lebih
mudah mengalami fraktur
3.Emosi. Kondisi psikologis seseorang dapat menurunkan kemampuan mekanika tubuh dan
ambulasi yang baik, seseorang yang mengalami perasaan tidak aman. tidak bersemangat, dan harga
diri rendah, akan mudah mengalami perubahan dalam mekanika tubuh dan ambulasi.
4. Situasi dan kebiasaan. Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseorang misalnya, sering
mengangkat benda-benda berat, akan menyebabkan perubahan mekanika tubuh dan ambulasi.
5. Gaya hidup. Gaya hidup, perubahan pola hidup seseorang dapat menyebabkan stres dan
kemungkinan besar akan menimbulkan kecerobohan dalam beraktivitas, sehingga dapat
menganggu koordinasi antara sistem muskuloskeletal dan neurologi, yang akhirnya akan
mengakibatkan perubahan mekanika tubuh.
6. Pengetahuan. Pengetahuan yang baik terhadap penggunaan mekanika tubuh akan mendorong
seseorang untuk mempergunakannya dengan benar, sehingga mengurangi tenaga yang
dikeluarkan. Sebaliknya, pengetahuan yang kurang memadai dalam penggunaan mekanika tubuh
akan menjadikan seseorang beresiko mengalami gangguan koordinasi sistem neurologi dan
muskuloskleteal.

Akibat Mekanika Tubuh yang Buruk


Penggunaan mekanika tubuh secara benar dapat mengurangi pengeluaran energi berlebihan.
Dampak yang dapat ditimbulkan dari penggunaan mekanika tubuh y adalah terjadi ketegangan
sehingga memudahkan timbulnya kelelahan dan gangguan sistem muskuloskeletal dan risiko
terjadinya kecelakaan pada sistem muskuloskel Seseorang salah dalam berjongkok atau berdiri,
maka akan memudahkan terjadinya dalam struktur muskuloskeletal, misalnya kelainan pada
tulang vertebrata.

Mekanisme Pengaturan Gerak yang Disadari


Cerak volunter atau gerak yang disadari adalah suatu gerakan yang dilakukan atas kems sendiri.
Gerakan ini dihasilkan atas koordinasi dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi Penjalaran
rangsangan dari impuls untuk melakukan gerakan yang disadari terutama du oleh serebral dan
serebelar. Ketika ada rangsangan untuk melakukan suatu gerakan yang disadari, impuls yang
masuk akan menyebabkan terangsangnya ujung dari serabut tota untuk mengeluarkan
neurotransmiter. Secara umum, neurotransmiter dikeluarkan sec eksasitosis. Neurotransmiter yang
telah dikeluarkan akan bertemu dengan reseptor pada membran pascaninaps sehingga akan
menimbulkan tejadinya pembukaan gerbang pala membran pascasinaps tersebut. Akibat dari
adanya perbedaan voltase di luar dan di dalam membran, maka terjadilah potensial aksi sehingga
sinyal dari rangsangan bisa menjala Gerak sadar terutama diatur oleh serebral dan serebelar
terutama pada zona intermedi pada serebelim. Rangsangan yang ada akan masuk ke medula
spinalis melalui radiks dorsal dari medula spinalis, kemudian akan berjalan di asenden dan
melewati zona inermediet pada serebelum. Zona intermediet pada setiap hemisfer serebelar
menerima dua jenis informasi ketika gerakan dilakukan.
1. Informasi langsung dari korteks motorik dan nukleus merah, yang memberitahu serebelum
mengenai urutan rencana gerakan yang diinginkan untuk sepersekian delik yang akan datang.
2. Informasi umpan balik dari bagian perifer tubuh, terutama dari bagian distal ang tubuh, yang
memberitahukan serebelum mengenai hasil dari gerakan sekarang. Setelah zona intermediet yang
berada pada serebelum ini membandingkan gerakan yang diinginkan dan gerakan sekarang, maka
sel nuklear dalam pada nukleus interp mengirimkan sinyal keluaran yang bersifat korektif kembali
ke korteks motorik melalu naklei pemancar di talamus dan ke bagian magnoselular pada nukleus
merah yan menjulurkan traktus rubrospinal. Selanjutnya traktus rubrospinal akan bergabung
dengan traktus kortikospinal untuk mempersarafi neuron motorik atau eferen.

Prinsip Mekanika Tubuh


Mekanika tubuh penting bagi perawat dan klies. Hal ini memengarahi tingle k mereka. Mekanika
tubuh yang benar diperlukan untuk mendukung kesehatan d kecacatan. Perawat menggunakan
berbagai kelompok otot untuk setiap aktiv seperti berjalan selama ronde keperawatan, memberikan
obat mengingat dan men klien, serta menggerakkan objek. Gaya fisik dari berat dan friksi dapat
memengar pergerakkan tubuh. Jika digunakan dengan benar, kekuatan ini dapat meningkatkan
elsies perawat Penggunaan yang tidak benar dapat menggangge kemampum perawat untuk
mengangkat, memindahkan, dan mengubah posisi klien. Perawat juga mengangkat pengetahuan
tentang pengaruh fisiologis dan patologia pada mollisasi dats kenean tabel Prinsip yang digunakan
dalam mekanika tubuh adalah sebagai berikut.

1. Gravitast Merupakan prinsip pertama yang harus diperhatikan dalam melaskan mekanika tubuh
dengan benar, yaitu memandang gravitasi sebagai sumbu dalam pergerakan tubuh. Terdapat tiga
faktor yang perlu diperhatikan dalam gratiya pusat gravitasi (center of gravity), titik yang berada
dipertengahan tubuh, garis gravita (line of gravity), merupakan garis imaginer vertikal melalui
pusat gravitasi, dar da tumpuan (hase of support), merupakan dasar tempat seseorang dalam
keadaan istirahat untuk menopang atau menahan tubuh
2. Keseimbangan, Keseimbangan dalam penggunaan mekanika tubuh dicapai dengan car
mempertahankan posisi garis gravitasi di antara pusat gravitas dan dasar tamp
3. Berat. Dalam menggunakan mekanika tubuh yang sangat diperhat atau bobot benda yang akan
diangkat karena berat benda akan memengamanka tubuh.

Gangguan Perkembangan Otot


1. Distrofi otot.
Distrofi otot mengacu pada berbagai penyakit yang ditandai de berkurangnya otot. Gangguan ini
tidak disebabkan oleh kelainan saraf, horn atau aliran darah. Semaa distrofi otot adalah gangguan
herediter yang melibatka cacat enzimatik atau metabold Oleh karena kecatatan tersebut, sel-sel
otot man de difagostosis oleh sel-sel sistem peradangan yang menyebabkan terbentuknya jang
parut dan hilangnya fungsi otot

2. Distrofi otot Duchenne.

Bentuk tersering distrofi otot adalah distrofi otot Duchen penyakit terkait seks yang diwariskan
melalui kromosom X dan hampir selalu terda pada pria. Pada sekitar 50% kasus penyakit ini jelas
memperlihatkan riwayat keluarg dan diturunkan dari ibu kepada anak laki-lakinya. Lima puluh
persen lainnya munc secara spontan akibat mutasi pada kromosom X sebelum atau selama
konsepsi. O karena pria hanya memiliki satu kromosom X maka gen defektif yang menyebabka
penyakit tidak dikompensasi oleh gen sehat pada kromosom X yang lain. Penyebab distrofi otot
Duchenne adalah terjadi akibat cacat pada gen yang menghasilkan protei distrofin. Distrofin
penting untuk memelihara membran sel otot. Tanpa distrofin, se sel otot melemah dan mati.
Kelemahan sel-sel otot dimulai di daerah panggul pada anak berusia dua atau tiga tahun.
Kelemahan tersebut kemudian menyebar ke tungla dan bagian atas tubuh dalam 3-5 tahun.
Sewaktu sel-sel otot mati, terbentuk jaring parut dan sel-sel lemak yang menggantikan sel-sel yang
mati sehingga otot (terutama otot betis) tampak kuat dan berisi (disebut pseudohipertron).
Akhirnya, kerangka mulai mengalami deformitas dan anak semakin sulit bergerak dan akhirnya
hanya menggunakan kursi roda. Otot jantung sering terkena dan sekitar 50% pasien mengidap
gagal jantung. Disfung otut polos dapat menyebabkan gangguan saluran cerna. Selain itu, mungkin
terdap sedikit retardasi mental, kematian biasanya terjadi akibat komplikasi pernapasan at jantung
pada usia 20-an atau lebih dini. Gambaran klinis, balita tampak canggung syunan langkah
terguncang-guncang, dan sering jatuh, berjalan dengan jari-jari ka karena kelemahan tibia anterior,
penurunan refleks tendon dalam, pseudohipertrofi o betis, imobilitas dan terpaku ke kursi roda
pada usia remaja, tulang belakang melengkang (kifoskoliosis) akibat melemahnya otot-otot postur,
infeksi pernapasan berulang akh ketidakmampuan mengembangkan paru secara maksimum.
Penatalaksanaan, olahrag yang tidak berat dianjurkan untuk mempertahankan mobilitas dan fungsi
selama mungkin, penelitian-penelitian eksperimental berupa penyuntikan intramusku distrofin,
atau gen untuk distrofin, sekarang dilakukan pada hewan percobaan ters 201 gen akan dapat
dilakukan melalui virus yang telah direkayasa secara membawa gen yang tepat ke dalam sel otot
penja, sekarang sedang dilakukan penelitian penelitian eksperimental yakni sel od ottimatur what
diambil dan p ayah pasien distrofi otot dan disuntikkan ke dalam aut putra metska. Pada saat in
masih belum jelas apakah terjadi perbaikan bermakna pada fungi tot para pas tersebut.

Atrofi
Atrofi adalah penurunan ukuran suatu sel atau jaringan dapat terjadi digunakannya otot atau terjadi
pemutusan saraf yang m parafi otot tersebut. Pade of otot, ukuran miofibril berkurang. Walaupun
tidak benar-benar mengalami k padatan tulang dapat berkurang akibat tidak digunakannya tulang
tersebut da penyakit atau defisiensi metabolik

Kerusakan Sistem Saraf Pusat


Penyakit Parkinson, adalah gangguan otak progresif yang ditandai oleh degenerasin neuron
penghasil dopamin yang terletak dalam di hemisfer sertram di sana bagn yang disebut ganglion
basal. Awitan penyakit biasanya pada dekade keenam dan k kehidupan. Dopamin bekerja sebagal
neurotransmiter inhibitorik di proyeksi proyeks saraf yang berjalan dari ganglion basal ke selurah
otak. Dopamin biasanya berada dalas keseimbangan dengan neurotransmiter eksitatorik
asetilkalin. Tanpa dopamin kateks serebrum, ganglion basal, dan talamus akan mengalami
perangsangan berlebihan oleh asetilkolin dan menimbulkan tonus otot berlebihan yang ditandai
oleh tremor din rigiditas. Tonus otot-otot wajah yang terfiksasi seperti memperlihatkan tidak
adama responsivitas emosi, walaupun biasanya pasien Parkinson tidak mengalami gang emosi atau
kognitif. Penyebab penyakit Parkinson tidak diketalni, Tampaknya tidak terdapat faktor genetik.
Pada beberapa penelitian, diisyaratkan adanya peran virus dan toksin dalam penyakit ini.
Gambaran klinis, tremor pada saat istirahat, mengeluarkan air liur dan disfagia (kesulitan
menclan), ayunan langkah terseret-seret, rigiditas kekakuan otot, akinesia, yang dijelaskan sebagai
kemiskinan gerakan, termasuk gerakan gerakan yang melibatkan ekspresi wajah dan gerakan
volunter lainnya, hilangnya refleks-refleks postural sehingga terjadi kehilangan keseimbangan dan
kecenderunga membungkuk. Komplikasi, penyakit Parkinson stadium lanjut dapat berkaitan
dengan demensia. Penatalaksanaan dapat diberikan obat-obat dopaminergik (L. dopa) atas obt
antikolinergik untuk mengurangi gejala, pada beberapa penelitian, transplantasi sel-sel ganglion
basal medula adrenal (tempat lain pembentukan dopamin) dari janin ke otak pasien pengidap
Parkinson memberikan hasil yang baik.

J. Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Aktivitas

Pengkajian
Pengkajian terkait aktivitas klien meliputi riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik tentang
kesejajaran tubuh, gaya berjalan, penampilan dan pergerakan sendi, kemampam dan keterbatasan
gerak, kekuatan dan massa otot, toleransi aktivitas, masalah terikat mobi serta kebugaran fisik

Riwayat Keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan meliputi riwayat aktivitas dan olahraga yang mencakap tingkat
aktivitas, toleransi aktivitas, jenis dan frekuensi olahraga, faktor yang memengaru mobilitas, serta
pengaruh imobilitas.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik berfokus pada aktivitas dan olahraga yang menonjolkan kese berjalan,
penampilan dan pergerakan sendi, kemampuan dan ketehas pr jestan dan massa otot, serta toleransi
aktivitas

1.Kesejajaran tubuh.
Kesejajaran tubuh dapat dilakukan padu klien dengan can be duduk atau berbaring sebagaimana
Tiguan pemeriksaan kesejajaran tubab adalah untuk mengidentifikan perb akibat pertumbuhan dan
perkembangan normal, hal-hal yang perlu dipale mempertahankan postur tubuh yang baik, faktor
yang mempebabkan pour buruk (misal kelelahan dan harga diri rendah), serta kelemahan ut dan
ke motonk lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menginspeki pa lateral, anterior, dan
posterior guna mengamati apakah
a. bahu dan pinggul sejajar.
b. jari-jari kaki mengarah ke depan. rulang belakang lurus, tidak melengkung ke sisi yang lain.

2. Cara berjalan.
Pengkajian cara berjalan dilakukan untuk mengidentifikasi m klien dan risiko cedera akibat jatuh.
Hal ini dilakukan dengan meminta klien bere sejauh t 10 kaki di dalam ruangan, kemudian amati
hal-hal berikut.

a. Kepala tegak, pandangan lurus, dan tulang belakang lurus.


b. Tumit menyentuh tanah lebih dulu daripada jari kaki.
c. Kaki dorsofleksi pada fase ayunan.
d. Lengan mengayun ke depan bersamaan dengan ayunan kaki di sisi y berlawanan
e. Gaya berjalan halus, terkoordinasi, dan berirama: ayunan tubuh dari sisi ke minimal dan tubuh
bergerak lurus ke depan, dan gerakan dimulai dan di dengan santai Selain itu perawat juga perlu
mengkaji kecepatan berjalan (normalnya 70- langkah per menit).

3.Penampilan dan pergerakan sendi.


Pemeriksaan ini meliputi inspekal, palpasset pengkajian rentang gerak aktif atau rentang gerak
pasif. Hal-hal yang dikaji antara la sebagai berikut.
a. Adanya kemerahan atau pembengkakan sendi.
b. Adanya deformitas
c. Perkembangan otot yang terkait dengan masing-masing sendi.
d. Adanya nyeri tekan.
e. Krepitani
f. Peningkatan temperatur di sekitar sendi.
g. Derajat gerak sendi.

4.Kemampuan dan keterbatasan gerak.


Pengkajian ini bertujuan untuk mendapatkan data tentang adanya indikasi rintangan dan
keterbatasan pada pergerakan klim dan kebutuhan untuk memperoleh bantuan. Hal-hal yang perlu
dikaji antara lain sebaga berikut
a.Bagaimana penyakit klien memengaruhi kemampuan klien untuk bergerak
b. Adanya hambatan dalam bergerak (misal terpasang slang infus atau gips yang berat).
c. Kewaspadaan mental dan kemampuan Idien untuk mengikuti petunjuk.
d. Keseimbangan dan koordinasi klien.
e. Adanya hipotensi ortostatik sebelum berpindah tempat.
f.Derajat kenyamanan klien
g. Penglihatan.

5.Kekuatan dan massa otot.


Sebelum membantu klien mengubah posisi atau berpind tempat, perawat harus mengkaji kekuatan
dan kemampuan klien untuk bergerak Langkah ini diambil untuk menurunkan risiko tegang otot
dan cedera tubuh, bal pada klien maupun perawat.

6.Toleransi aktivitas.
Pengkajian ini bermanfaat untuk meningkatkan kemadirian khen yang mengalami
(a) disabilitas kandvate dan rep imobilisasi
(b)komplet dalam waktu yang lama
(c) peranan matachok sa ga muskuloskeletal
(d) tidur yang tidak mencukupi
(e) nyeri, atau
(f) depresi, cemas, udak termotivasi. Alat ukur yang paling bermanfaat untuk memperkirakan kien
terhadap aktivitas adalah frekuensi kekuatan, dan iama denyut jantung fo kedalaman, dan irama
pernapasan: serta tekanan darah

7. Masalah terkait mobilitas.


Pengkajian ini dilakukan melalui metode inappal dan auskultasi; pemeriksaan hasil tes
laboratoriam, serta pengukuran berat bad asupan cairan, dan haluaran cairan. Pemeriksaan ini haya
dilaktikus g klien mengalami imobilisasi. Data yang diperoleh terabut kemudian di andar (data
dasar) yang akan dibandingkan dengan data selama periode.

Penetapan Diagnosis
Diagnosis keperawatan yang terkait dengan masalah antara lain sebagai berikut:
1. Gangguan Mobilitas Fisik
2. Gangguan Pola Tidur
3. Intoleransi Aktivitas
4. Resiko Intoleransi Aktivitas
Perencanaan dan Implementasi
Hampir semua klien membutuhkan bantuan dan bimbingan perawat untuk memper memperoleh,
serta mempertahankan mekanika tubuh yang tepat. Dalam hal ini, perawat dapat mengajarkan
anggota keluarga berbagai teknik untuk bergerak, mengangkat tabah atau berpindah tempat di
sekitar lingkungan rumah Sebagai bagian dari asuhan keperawatan perawat bertanggung jawab
mengidentifikasi klien yang membutuhkan bantuan dengan postur tubuh dan menentukan besarnya
bantuan yang mereka butuhkan. Secara umum Tujuan asuhan keperawatan untuk klien dengan
masalah aktivitas bervariasa, bergantung p diagnosis dan batasan karakteristik masing-masing
individu

1. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054)


Yang berhubungan dengan :
- kerusakan integritas struktur tulang
- perubahan metabolisme
- ketidakbugaran fisik
- penurunan kendali otot
- Penurunan massa otot
- keterlambatan perkembangan
- kekakuan sendiri
- kontraktur
- malnutrisi
- gangguan muskuloskeletal
- gangguan neuromuskular
- efek agen farmakologis
- nyeri
- kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
- kecemasan
- ganguan kognitif
- keengganan melakukan pergerakan
- gangguan sensoripersepsi

Gejala dan tanda Mayor


Subjektif
1. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

Objektif
1. Kekuatan otot menurun
2. Tentang gerak (ROM) menurun

Gejala dan tanda minor


Subjektif
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak

Objektif
1. Sendiri kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

Tujuan dan kriteria hasil :


Setelah dilakukan tindakan Keperawatan ...... X24 Jam Mobilitas Fisik
Meningkat (L.05042).
Dengan Kriteria Hasil :
1. Pergerakan ekstremitas meningkat
2. Kekuatan otot meningkat
3. Tentang gerak (ROM) meningkat
Rencana Tindakan
Dukungan Ambulasi (I.06171)
Definisi : memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas berpindah.
Dengan Tindakan
Observasi :
- identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik saat melakukan Ambulasi
- monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum melakukan atau memulai Ambulasi
- monitor kondisi umum selama melakukan Ambulasi
Terapeutik :
- fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. Tongkat, kruk)
- fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
- libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan Ambulasi
Edukasi :
- Jelaskan tujuan dan prosedur Ambulasi
- Anjurkan melakukan Ambulasi dini
- Ajarkan Ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis, Berjalan dari tempat tidur ke kursi roda,
berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai tolenrasi)

Rasional
a. Kaji faktor-faktor penyebab seperti trauma, penyakit yang melemahkan klien nyeri, dan lain-
lain. Rasional: mengidentifikasi faktor-faktor penyebab dapat memungkinkan perawat dan klien
untuk memfokuskan intervensi yang tepat
b. Instruksikan klien dan monitor latihan ROM aktif untuk semua persendian paling sedikit dua
kali sehari. Rasional: latihan ROM aktif mempertahankan mobilitas sendi, memperbaiki kekuatan
otot, mempertahankan dan memperbaiki fungikardiovaskular, bergantung pada intensitas dan
durasinya.
c. Lakukan latihan ROM pasif jika latihan ROM aktif tidak dapat dilakukakan. Rasional latihan
ROM pasif mempertahankan mobilitas sendi dan mencegah kontraktut
d. Anjurkan klien untuk berpartisipasi secara aktif dalam aktivitas perawatan dirinya sebanyak
mungkin. Rasional: melakukan aktivitas perawatan diri dengan mempergunakan otot dan
persendian dapat membantu mempertahankan fang otot dan persendian.
e. Anjurkan ambulasi secara optimal tidak lebih dari hatan gerakan fok, Rasi ambulasi dapat
memberikan sekanan pada nalang dan mencegah kompl pernapasan, sirkulasi, kulit, dan eliminasi
yang dababicas sobi

2. Gangguan Pola Tidur (D.0055)


Yang berhubungan dengan :
- hambatan lingkungan (mis.kelembapan lingkungan sekitar, suhu lingkungan, pencahayaan,
kebisingan bau tidak sedap, jadwal pemantauan/pemeriksaan/tindakan)
- kurang kontrol/tidur
- kurang privasi
- restraint fisik

- ketidaan teman tidur


- tidak familiar dengan peralatan tidur

Tujuan dan Kriteria Hasil


Dengan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan Keperawatan ...... X24 Jam Pola Tidur Membaik
(L.05045).

Dengan Kriteria Hasil :


- kemampuan beraktivitas meningkat

- keluhan sulit tidur menurun

- keluhan sering terjaga menurun

- keluhan tidak puas tidur menurun

- keluhan istirahat tidak cukup menurun


Rencana tindakan

Dukungan Tidur (I.05174)

Definisi : memfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur.

Tindakan
Observasi :

- identifikasi pola aktivitas dan tidur

- identifikasi faktor penganggu tidur

- identifikasi makanan dan minuman yang menganggu tidur

- identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik :

- modifikasi lingkungan (mis.pencahayaan, kebisingan, suhu, matras, dan tempat tidur)

- batasi waktu tidur siang, jika perlu

- fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur

- tetapkan jadwal tidur rutin

- lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis.pijat, pengaturan posisi, terapi


akupresur)

- sesuaikan jadwal pemberian obat dan tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga

Edukasi

- jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

- anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

- anjurkan menghindari/minuman yang menganggu tidur

- anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor terhadap tidur REM

- ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan pola tidur

- ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara non farmakologi lainnya


Rasional
a. untuk mengetahui pola aktivitas dan tidur klien
b. untuk mengetahui faktor pengganggu tidur klien
c. untuk mengetahui makanan dan minuman yang mengganggu tidur yang dikonsumsi oleh klien
d. untuk mengetahui obat tidur yang dikonsumsi klien
e. menurunkan gangguan pola tidur
f. agar tidak ada gangguan pola tidur pada malam hari
g. menurunkan gangguan pola tidur
h. agar memiliki jam tidur yang tetap
i. menurunkan gangguan pola tidur
j. agar siklus tidur terjaga
k. agar klien mengetahui pentingnya tidur cukup selama sakit
m. memberikan penjelasan agar klien menepati kebiasaan waktu tidur
n. memberikan penjelasan agar klien

3. Intoleransi Aktifitas (D.0056)


Yang berhubungan dengan :
- Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
- Tirah baring
- Kelemahan
- Imobilitas
- Gaya hidup monoton

Gejala dan Tanda Mayor


Subjektif :
1. Mengeluh Lelah

Objektif :
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif :
1. Disana saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah

Objektif :
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
4. Sianosis

Tujuan dan kriteria hasil :


Setelah dilakukan tindakan Keperawatan ...... X24 Jam Toleransi Aktivitas
Meningkat (L.05047).
Dengan Kriteria Hasil :
- kemudahan melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
- kecepatan berjalan meningkat
- jarak berjalan meningkat
- kekuatan tubuh bagian atas meningkat
- kekuatan tubuh bagian bawah meningkat
- toleransi menaiki tangga meningkat
- keluhan lelah meningkat
- dispnea saat aktivitas meningkat
- dispnea setelah aktivitas meningkat
- aritmia saat aktivitas meningkat
- aritmia setelah aktivitas meningkat
- sianosis meningkat
- perasaan lemah meningkat

Rencana Tindakan
Manajemen Energi (I.05178)
Definisi : mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi
atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.
Tindakan
Observasi

- identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan


- monitor kelelahan fisik dan emosional
- monitor pola dan jam tidur
- monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
Terapeutik
- sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
- lakukan latihan rentan gerak pasif dan aktif
- berikan aktivitas distraksi yang memenangkan
- fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
- anjurkan tirah baring
- anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
- ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
Rasional
a. Untuk Respons klien terhadap aktivitas dapat dievaluasi dengan membandingkan tekanan darah,
nadi, dan pernapasan praaktivitas dengan tekanan darah, nadi, dan pernapasan pascaaktivitas.
Semua hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan waktu pemulihan-jumlah waktu yang
diperlukan bagi tekanan darah, nadi, dan pernapasan untuk kembali ke tingkat praktivitas.
b. Untuk Toleransi terhadap aktivitas terbentuk secara siklus melalui upaya penye frekuent durasi,
dan intensitas aktivitas yang diatur sampai tercapai tingkat y diinginkan. Peningkatan frekuensi
aktivitas menyebabkan peningkatan dar intensitas (kebutuhan kerja). Peningkatan intensitas
diimbangi dengan penurun durasi dan frekuensi. Setelah terbentuk toleransi untuk aktivitas yang
lebih dengan durasi yang singkat, frekuensi sekali lagi meningkat.
c. Untuk Pencatatan aktivitas yang aktual juga respons klien terhadap aktivitas tenetu menjadi
sarana yang lebih terpercaya untuk mengukur kemajuan yang ada.
d. Untuk Gejala intolerandi aktivitas dapat membaik dengan istirahat. Jadwal harus direncanakan
untuk menetapkan periode aktivitas dan istirahat yang bergantian, sera dikoordinasikan untuk
mengurangi periode pengeluaran energi yang berlebi
e. Untuk Intervensi keperawatan untuk intoleransi aktivitas berupaya meningkatkan parti klien
dalam berbagai aktivitas guna mencapai tingkat aktivitas yang diinginkan leb klien untuk program
terapi.
f. Untuk Keputusan individu untuk terlibat dalam aktivitas tertentu dipengaruhi ole pengetahuan,
nilai, keyakinan, dan kemampuan untuk bertindak.

4.Resiko Intoleransi aktivitas (D.0060)


Faktor risiko
- Gangguan sirkulasi
- Ketidakbugaran status fisik
- Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya
- Tidak berpengalaman dengan suatu aktivitas
- Gangguan pernapasan

Kondisi klinik terkait


- Anemia
- Gagal jantung kongestif
- Penyakit katup jantung
- Aritma
- Penyakit paru obsruktif kronis (PPOK)
- Gangguan metabolic
- Gangguan muskuloskeletal

Tujuan dan Kriteria Hasil


Dengan Kriteria Hasil :
Setelah dilakukan tindakan Keperawatan ...... X24 Jam Toleransi Aktivitas
Meningkat (L.05047).

Dengan Kriteria Hasil :


- kemudahan melakukan aktivitas sehari-hari meningkat

- kecepatan berjalan meningkat

- jarak berjalan meningkat

- kekuatan tubuh bagian atas meningkat

- kekuatan tubuh bagian bawah meningkat

- toleransi menaiki tangga meningkat

- keluhan lelah meningkat

- dispnea saat aktivitas meningkat

- dispnea setelah aktivitas meningkat

- aritmia saat aktivitas meningkat

- aritmia setelah aktivitas meningkat

- sianosis meningkat

- perasaan lemah meningkat


Rencana Tindakan

Manajemen Energi (I.05178)

Definisi : mengidentifikasi dan mengelola penggunaan energi untuk mengatasi


atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.

Tindakan

Observasi
- identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

- monitor kelelahan fisik dan emosional

- monitor pola dan jam tidur

- monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas

Terapeutik
- sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)

- lakukan latihan rentan gerak pasif dan aktif

- berikan aktivitas distraksi yang memenangkan

- fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan

Edukasi
- anjurkan tirah baring

- anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap

- anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang

- ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan

Kolaborasi
- kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
Rasional
a. Untuk Respons klien terhadap aktivitas dapat dievaluasi dengan membandingkan tekanan darah,
nadi, dan pernapasan praaktivitas dengan tekanan darah, nadi, dan pernapasan pascaaktivitas.
Semua hasil pengukuran ini kemudian dibandingkan dengan waktu pemulihan-jumlah waktu yang
diperlukan bagi tekanan darah, nadi, dan pernapasan untuk kembali ke tingkat praktivitas.
b. Untuk Toleransi terhadap aktivitas terbentuk secara siklus melalui upaya penye frekuent durasi,
dan intensitas aktivitas yang diatur sampai tercapai tingkat y diinginkan. Peningkatan frekuensi
aktivitas menyebabkan peningkatan dar intensitas (kebutuhan kerja). Peningkatan intensitas
diimbangi dengan penurun durasi dan frekuensi. Setelah terbentuk toleransi untuk aktivitas yang
lebih dengan durasi yang singkat, frekuensi sekali lagi meningkat.
c. Untuk Pencatatan aktivitas yang aktual juga respons klien terhadap aktivitas tenetu menjadi
sarana yang lebih terpercaya untuk mengukur kemajuan yang ada.
d. Untuk Gejala intolerandi aktivitas dapat membaik dengan istirahat. Jadwal harus direncanakan
untuk menetapkan periode aktivitas dan istirahat yang bergantian, sera dikoordinasikan untuk
mengurangi periode pengeluaran energi yang berlebi
e. Untuk Intervensi keperawatan untuk intoleransi aktivitas berupaya meningkatkan parti klien
dalam berbagai aktivitas guna mencapai tingkat aktivitas yang diinginkan leb klien untuk program
terapi.
f. Untuk Keputusan individu untuk terlibat dalam aktivitas tertentu dipengaruhi ole pengetahuan,
nilai, keyakinan, dan kemampuan untuk bertindak.

Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah melanka tubuh dan
ambulasi adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam menggunakan mekanika tubuh dengan
baik, menggunakan alat bantu gerak, cara menggapai benda, naik atau turu dan berjalan. perilaku
atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervnsi
keperawatan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Implementasi proses keperawatan merupakan
rangkaian aktivitas keperawatan dari hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan dengan
cermat.
Daftar Pustaka

Ambarwati, Fitri Respati. (2010) Konsep Kebutuhan Dasar Manusia.


Mubarak, Wahid Iqbal. Indrawati, Lilis. dkk. (2009) Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar, Buku 1.

Anda mungkin juga menyukai