Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR


MANUSIA GANGGUAN MOBILISASI PADA Ny. S DI RUANG SADEWA
RS. PERMATA BUNDA

Disusun oleh :

Rizky Nur Prastyo (2019040740)


Tri Setyaningsih (2019040744)
Chatelea Rahmadevi Arifin (2019040709)
Charisma Siga Androlia (2019040708)
Nipriyanti (2019040730)
Poni Lestari Fatmawati (2019040750)
Naning Ayu Wulandari (2019040749)

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AN NUUR PURWODADI
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

I. KONSEP PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MOBILISASI


A. PENGERTIAN
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian.
Dan imobilisasi yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk
bergerak dengan bebas yang disebabkan oleh kondisi dimana gerakan
terganggu atau dibatasi secara terapeutik (Perry dan Potter, 2010).
Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktifitas guna mempertahankan kesehatannya. Imobilisasi adalah sebagai
suatu keadaan dimana ketika seseorang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerak fisik (America Nursing Diagnosis Association, 2015).
B. FUNGSI FISIOLOGIS MOBILISASI
1. Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal
Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan
kata Skeletal yang berarti tulang, yang berperan dalam kebutuhan
mobilisasi. Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular,
meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan
saraf, meliputi :
a. Otot (Muskulus/Muscle)
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan
mengubah energi kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat
berkontraksi untuk menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh
terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi,
sehingga mampu menggerakan tulang.Semua sel-sel otot mempunyai
kekhususan yaitu untuk berkontraksi.
b. Fungsi Sistem Otot
1) Pergerakan
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
3) Produksi panas
c. Jenis-Jenis Otot
1) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi :
a) Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara
sadar atas perintah dari otak), dan melekat pada rangka,
misalnya yang terdapat pada otot paha, otot betis, otot
dada.Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
b) Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter
(bekerja secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada
dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada
dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,
reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya
kuat dan lamban.
c) Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter,
mempunyai struktur yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya
terdapat pada jantung. Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa
henti, tapi otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu
setiap kali berdenyut.
d. Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
1) Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya
bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
2) Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus.
e. Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop
elektron dan difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995)
mengemukakan teori kontraksi otot yang disebut model Sliding
Filamens. Model ini menyatakan bahwa kontraksi terjadi berdasarkan
adanya dua set filamen didalam sel otot kontraktil yang berupa
filamen aktin dan miosin. Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin
bertautan dan saling menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer
pun juga memendek. Dalam otot terdapat zat yang sangat peka
terhadap rangsang disebut asetilkolin.Otot yang terangsang
menyebabkan asetilkolin terurai membentuk miogen yang merangsang
pembentukan aktomiosin.Hal ini menyebabkan otot berkontraksi
sehingga otot yang melekat pada tulang bergerak.
2. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang,
sendi, dan tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot
dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot.
Akan tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak
akan terjadi tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka
1) Penyangga : berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-
ligamen, otot, jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow
marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung : membentuk rongga melindungi organ yang halus dan
lunak.
5) Penggerak : dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
b. Jenis Tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
a) Tulang Rawan (kartilago)
b) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung
tulang pipa.
c) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan
(tl. Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
d) Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis
dan faring.
e) Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai
sistem rangka.Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi
rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
2) Berdasarkan matriksnya, yaitu:
a) Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan
rapat.
b) Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu :
a) Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran
panjangnya terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
b) Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya
pendek. Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki,
pangkal lengan, dan ruas-ruas tulang belakang.
c) Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
d) Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk
yang tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang belakang).
e) Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os
maxilla.
c. Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang
membentuk suatu kerangka tubuh.Rangka digolongkan kedalam tiga
bagian sebagai berikut.
1) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk
aksis panjang tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala,
leher, dan dada.
a) Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang;
8 tulang kranial dan 14 tulang fasial.
b) Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
c) Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat
diantara laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan
beberapa otot mulut dan lidah1 buah
d) Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh
dan memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi
dan gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang
belakang berjumlah 26 buah
e) Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama
dengan tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-
organ penting yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan
jantung. Tulang rusuk juga berhubungan dengan tulang
belakang, berjumlah 12 ruas
2) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari
tulang-tulang bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas
dan bawah terdiri atas 126 tulang. Secara umum rangka
apendikular menyusun alat gerak, tangan dan kaki.Tulang rangka
apendikular dibagi kedalam 2 bagian yaitu ekstrimitas atas dan
ekstrimitas bawah.
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku
yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan
pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang
akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang
yang baru menjalani operasi.Karena adanya nyeri mereka cenderung
untuk bergerak lebih lamban.Ada kalanya klien harus istirahat di
tempat tidur karena menderita penyakit tertentu.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam
melakukan aktifitas.
d. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi,
orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan
dengan orang sehat.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit salam
masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya
dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
C. GANGGUAN KEBUTUHAN MOBILITAS
1. Jenis-Jenis Mobilisasi
a. Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan
menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi
saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area
tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang
dengan pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami
mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis,
yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
2) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya
terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik
dan sensorik.
2. Klasifikasi Mobilisasi
Terdapat tiga rentang klasifikasi yaitu :
a. Rentang Gerak Pasif
Rentang gerak pasif berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot. Dan
persendian dengan menggerkan otot orang lain secara pasif.
b. Rentang Gerak Aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot sertan sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif.
c. Rentang Gerak Fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan.
3. Jenis Imobilitas :
d. Imobilisasi fisik
Merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan
mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
e. Imobilisasi intelektual
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya
pikir.
f. Imobilitas emosional
Merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri.
g. Imobilitas sosial
Merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
4 Tanda Dan Gejala Mobilisasi

Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain :

EFEK HASIL
a. Penurunan konsumsi oksigen a. Intoleransi ortostatik
maksimum a. Peningkatan denyut jantung,
b. Penurunan fungsi ventrikel kiri sinkop
c. Penurunan volume sekuncup b. Penurunan kapasitas kebugaran
d. Perlambatan fungsi usus c. Konstipasi
e. Pengurangan miksi d. Penurunan evakuasi kandung
f. Gangguan tidur kemih
b. Bermimpi pada siang hari,
halusinasi

Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ

PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT


ORGAN / SISTEM
IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya
kekuatan otot, penurunan area potong lintang otot,
kontraktor, degenerasi rawan sendi, ankilosis,
peningkatan tekanan intraartikular, berkurangnya
volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
pembuluh darah miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan
ambilan oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning
jantung, penurunan volume plasma, perubahan uji
fungsi paru, atelektasis paru, pneumonia, peningkatan
stasis vena, peningkatan agresi trombosit, dan
hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria,
endokrin natriuresis dan deplesi natrium, resistensi insulin
(intoleransi glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan
absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral

D. PENATALAKSANAAN

1. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi
1) Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta
mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula
perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia,
gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus
imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan
yang dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus
diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan
kondisi medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur,
latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan),
latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan
koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat
bantu berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod
atau toilet.
2) Tatalaksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien
yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti
werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang
mengalami disabilitas permanen.
2. Penatalaksanaan Keperawatan :
a. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan
mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan
otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
1) Posisi fowler (setengah duduk)
2) Posisi litotomi
3) Posisi dorsal recumbent
4) Posisi supinasi (terlentang)
5) Posisi pronasi (tengkurap)
6) Posisi lateral (miring)
7) Posisi sim
8) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat
meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan
fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara
melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur,
bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan
untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah
bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
d. Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan
dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu
beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat
dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan
latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan
meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
e. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan
tindakan pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan
kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
2) Fleksi dan ekstensi siku
3) Pronasi dan supinasi lengan bawah
4) Pronasi fleksi bahu
5) Abduksi dan adduksi
6) Rotasi bahu
7) Fleksi dan ekstensi jari-jari
8) Infersi dan efersi kaki
9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
10) Fleksi dan ekstensi lutut
11) Rotasi pangkal paha
12) Abduksi dan adduksi pangkal paha
f. Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi
sebagai dampak terjadinya imobilitas.
g. Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk
mengeluarkan sekret dari paru dengan menggunakan gaya berat
(gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk
mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga
mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis,
sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita
dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih
efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
h. Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis
yaitu dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu
pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, memberikan
dukungan moril, dan lain-lain.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian Fokus
1. Riwayat Keperawatan
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
i. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi
dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
biasanya menandakan adanya patah tulang.
ii. Mengkaji tulang belakang
a) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebihan)
iii. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
iv. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi,
dan ukuran masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
v. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal.
Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai
kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan
abnormal (cara berjalan spastic hemiparesis–stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah–penyakit lower motor neuron, cara berjalan
bergetar–penyakit Parkinson).
vi. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih
panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi
perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan
waktu pengisian kapiler.
vii. Mengkaji fungsional klien
Kategori tingkat kemampuan aktivitas

TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara


penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan
orang lain, dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

 Rentang gerak (range of motion-ROM)


1) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan,
sedangkan Ekstensi merupakan gerak meluruskan
2) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi
merupakan gerak menjauhi tubuh
3) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan, sedangkan
Pronasi merupakan gerak menelungkupkan tangan
4) Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka ) telapak kaki
kea rah dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan gerak
memiringkan (membuka) telapak kearah luar.
 Derajat kekuatan otot

SKALA PERSENTASE KARAKTERISTIK


KEKUATAN
NORMAL (%)

0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi
dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan tahanan penuh
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi
dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan sensori presepsi
2. Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses
Dan Praktik. Edisi 4.Jakarta : EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika
Tarwoto & Wartonah, 2003.Kebutuhan Dasar Manusia & Proses
Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai