net/publication/330440778
CITATIONS READS
0 1,387
1 author:
Dedi Kurniawan
STIKes Kepanjen
6 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Dedi Kurniawan on 17 January 2019.
orang lain
Tidak merasa Merasa Merasa Merasa Merasa
frekuensi frekuensi
denyut denyut
jantung jantung
meningkat, meningkat,
diam, pupil
mengepalkan melebar,
tangan, rahang
rahang mengencang
mengencang
Saat Menghindar Menghindari Tidak Bermusuhan,
dalam mengarah
berbicara pada
tidak kekerasan
Semua pasien yang sedang menjalani perawatan jiwa memiliki hak yang
sama dengan pasien-pasien lainnya, kecuali hak untuk meninggalkan rumah sakit
dalam keadaan tertentu. Berikut merupakan hak-hak pasien tersebut menurut
American Hospital Association (AHA) tahun 1992.
Menurut Gorman (2014), salah satu hak pasien jiwa adalah bebas dari
restraint dan seklusi (kecuali dalam kondisi gawat darurat). Restrain dapat dilakukan
secara kimia atau fisik. Hal ini membutuhkan diagnose khusus untuk menentukan
restrain mana yang akan diberikan kepada pasien. Yang perlu diperhatikan adalah
lakukan observasi dan dokumentasi yang akurat tentang respon fisik dan perilaku
pasien terhadap retraint dan cek fungsi sirkulasi setiap 3o menit dan lakukan latihan
serta reposisi minimal setiap 2 jam (Gorman, 2014).
2.3 RESTRAIN
2.3.1. Pengertian Restrain
Restrain adalah aplikasi langsung kekuatan fisik pada individu, tanpa ijin
individu tersebut, untuk membatasi kebebasan geraknya. Kekuatan fisik ini
dapat menggunakan tenaga manusia, alat mekanis atau kombinasi keduanya.
Pengekangan fisik termasuk penggunaan pengekangan mekanik, seperti manset
untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki, serta sprey pengekangan.
Restrain dengan tenaga manusia terjadi ketika anggota staf secara fisik
mengendalikan klien dan memindahkannya ke ruangan. Restrain mekanis adalah
peralatan, biasanya restrain pada pergelangan tangan, kaki yang diikatkan ke
tempat tidur untuk mengurangi agresi fisik klien, seperti memukul, menendang,
menjambak rambut (Videbeck, 2008). Tindakan restrain untuk mengendalikan
perilaku pasien dilkukan oleh tenaga professional.
Pasal 3
Upaya Kesehatan Jiwa bertujuan
a. Menjamin setiap orang dapat mencapai kualitas hidup yang baik, menikrnati
kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan
lain yang dapat mengganggu Kesehatan Jiwa;
b. Menjamin setiap orang dapat mengembangkan berbagai potensi kecerdasan;
c. Memberikan pelindungan dan menjamin pelayanan Kesehatan Jiwa bagi
ODMK dan ODGJ berdasarkan hak asasi manusia;
d. Memberikan pelayanan kesehatan secara terintegrasi, komprehensif, dan
berkesinambungan melalui upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif
bagi ODMK dan ODGJ;
e. Menjamin ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya dalam Upaya
Kesehatan Jiwa;
f. Meningkatkan mutu Upaya Kesehatan Jiwa sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
g. memberikah kesempatan kepada ODMK dan ODGJ untuk dapat memperoleh
haknya sebagai Warga Negara Indonesia.
Pasal 22
Dalam hal ODGJ menunjukkan pikiran dan/atau perilaku yang dapat
membahayakan dirinya, orang lain, atau sekitarnya, maka tenaga kesehatan yang
berwenang dapat melakukan tindakan medis atau pemberian obat psikofarmaka
Pasal 23
(1) Penatalaksanaan terhadap ODGJ dengan cara lain di luar ilmu kedokteran hanya
dapat dilakukan apabila dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.
(2) Penatalaksanaan yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya
sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) mencakup penggunaan produk, modalitas
terapi, dan kompetensi pemberi pelayanan yang sesuai dengan produk dan
modalitas terapi.
(3) Penatalaksanaan ODGJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibina dan diawasi
oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah agar manfaat dan keamanannya dapat
dipertanggung jawabkan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan ODGJ dengan cara lain di luar
ilmu kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 43
(1) Sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa dalam menjalankan tugasnya
dilarang melakukan kekerasan dan/atau menyuruh orang lain untuk melakukan
kekerasan atau tindakan lainnya yang tidak sesuai standar pelayanan dan standar
profesi terhadap ODMK dan ODGJ.
(2) Sumber daya manusia di bidang Kesehatan Jiwa yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan lisan;
b. peringatan tertulis; dan/atau
c. pencabutan izin praktik atau izin kerja
Pasal 51
Fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki izin dan memenuhi persyaratan
keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan kemudahan sesuai dengan pedoman yang
berlaku dalam pemberian pelayanan terhadap ODMK dan ODGJ.
Pasal 70
(1) ODGJ berhak:
a. mendapatkan pelayanan Kesehatan Jiwa di fasilitas pelayanan kesehatan
yang mudah dijangkau;
(2) Hak ODGJ untuk mengelola sendiri harta benda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf h hanya dapat dibatalkan atas penetapan pengadilan.
Pasal 86
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasungan, penelantaran, kekerasan
dan/atau menyuruh orang lain untuk melakukan pemasungan, penelantaran, dan/atau
kekerasan terhadap ODMK dan ODGJ atau tindakan lainnya yang melanggar hak
asasi ODMK dan ODGJ, dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Nn. K dibawa ke RSJ. Jatim karena mengamuk di rumah dan melempari tetangganya
dengan batu. Ketika sampai di RS, tampak Nn. K sulit diajak komunikasi, tampak ia
mengobrol sendiri, mengumpat, dan melontarkan kata-kata kotor dengan sesekali
meludah. Ns. Mela dan Ns. Anton merupakan perawat baru yang sedang bertugas siang
itu di UGD RSJ Maryland. Mereka melakukan pengkajian kepada Nn. K. saat
dilakukan pengkajian Nn. K mengaku marah sama suara-suara yang selalu mengumpat
dan mengolok-oloknya. Ketika ditanya alasan menyerang orang-orang, Nn. K hanya
diam dan tidak bisa menjawab. Namun, tiba-tiba klien marah-marah pada Ns. Mela dan
mencoba meludahinya. Secara reflek Ns. Anton langsung datang dan memegangi Nn. K.
Karena Nn. K terus meronta dan melakukan perlawanan, akhirnya Ns. Mela langsung
mengambil tali dan menyerahkannya kepada Ns. Anton. Sementara, Ns. Mela
menjelaskan kepada keluarga tindakan yang akan dilakukan pada Nn. K. Keluarga
mengerti dengan maksud dan tujuan perawat tersebut, dan akhirnya menyetujui bahwa
Nn. K akan dilakukan restrain. Setelah mendapatkan tanda tangan, Ns. Anton
merestrain Nn. K pada tempat tidur yang ada di Ruang UGD RS tersebut. Ini adalah
pertama kali Ns. Anton melakukan restrain, karena belum berpengalaman Ns. Anton
merestrain dengan terburu-buru dan sangat erat serta dengan prosedur yang kurang
tepat. Nn. K terus meronta-ronta selama proses restrain. Setelah 3 jam, restrain dilepas
terlihat luka dan lebam di pergelangan tangan Nn.K akibat posisi restrain yang kurang
tepat dan ikatan yang terlalu erat. Oleh karena klien mengalami amuk maka, keluarga
mengaftakan tidak sanggup lagi untuk merawat klien ketika di rumah. Sehingga
keluarga meminta bantuan dalam merawat klien. Ns. Mela menjelaskan kepada keluarga
bahwa puskesmas akan menindak lanjuti perawatan selama di rumah dengan bekerja
sama keluarga.
SIMPULAN
Restrain merupakan salah satu metode yang digunakan untuk penanganan pasien
amuk. Secara hokum, restrain diperbolehkan asalkan dengan cara dan tehnik yang
benar. Hal itu dikarenakan, tehnik restrain yang kurang tepat dapat mengakibatkan
cidera bagi klien. Sehingga, hal tersebut yang akan menjadi kelalaian bagi perawat
bahkan mengacu pada keselamatan pasien. Apabila hal tersebut terjadi, maka perawat
dapat dikenakan sanksi yang berupa sanksi perdata, pidana, maupun administrative.
Selain itu, keluarga berhak menuntut perawat karena kelalaiannya yang dapat
menimbulkan cidera bagi klien.
SARAN
1. Lakukan restrain hanya pada saat tindakan mendesak dan hal tersebut merupakan
satu-satunya cara untuk mengendalikan amuk klien.
2. Lakukan tehnik restrain dengan benar.
3. Lakukan restrain atas persetujuan keluarga
Aedil, M., & Syafar, M. (2013). Perilaku Petugas Kesehatan dalam Perawatan Pasien
Gangguan Jiwa Skizofrenia di Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi
Selatan Tahun 2013. Jurnal UNHAS\
Aras, H. I. (2014). Violence in Schizophrenia. Psikiyatride Guncel Yaklasimlar -
Current Approaches in Psychiatry, 6(1)
Barbosa, Camila Padilha, Aires, Barbosa Juliana, Farias, Isabela Yasmin dos Santos,
Linhares, Francisca Marcia Percira, & Griz, Silvana Maria Sobral. (2013).
Newborn and infant hearing health education for nursing professionals.
Brazilian Journal of Otorhinolaryngology, 79(2). doi: 10.5935/1808-
8694.20130039
Berzlanovich, A. M., Schöpfer, J., & Keil, W. (2012). Deaths due to physical restraint.
Deutsches Ärzteblatt International, 109(3), 27.
Bowers, L., & Crowder, M. (2012). Nursing staff numbers and their relationship to
conflict and containment rates on psychiatric wards—A cross sectional time
series Poisson regression study. International journal of nursing studies, 49(1),
15-20.
Briner, M., & Manser, T. (2013). Clinical risk management in mental health: a
qualitative study of main risks and related organizational management practices.
BMC health services research, 13(1), 44.
Crocker, A.G., Mercier, C., Lachapelle, Y., Brunet, A., Morin, D., & Roy, M. E. (2006).
Prevalence and Types of Aggressive Behaviour Among Adults With Intelectual
Disabilities. Journal of Intellectual Disability Research, 50(9), 652-661. doi:
10.1111/j.1365-2788.2006.00815.x
Damayanti, D. (2013). Buku Pintar Perawat Profesional Teori & Praktik Asuhan
Keperawatan. Yogyakarta : Mantra Books.
De Benedictis, L., Dumais, A., Sieu, N., Mailhot, M. P., Létourneau, G., Tran, M. A. M.
& Lesage, A. D. (2011). Staff perceptions and organizational factors as
predictors of seclusion and restraint on psychiatric wards. Psychiatric Services,
62(5), 484-491
Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba
Medika.
Goethals, S., Casterle, B. D., & Gastmans, C. (2013). Nurses’ Ethical Reasoning In
Cases Of Physical Restraint In Acute Elderly Care: A Qualitative Study. Med
Health Care and Philos, 16, 983–991. doi: 10.1007/s11019-012-9455-z.
Haimowits, S., Urff, J., & Huckshorn, K. A. (2006). Restraint and Seclusion – A Risk
Management Guide. Retrieved from http://www.nasmhpd.org
Hasyim, M., Prasetyo, J., Ghofar, A. (2014). Buku Pedoman Keperawatan: dari etika
sampai kamus keperawatan. Yogyakarta : Indoliterasi.