Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Tn. R DENGAN KEBUTUHAN AKTIVITAS


DI RUANG WIRASAKTI RUMAH SAKIT
Prof. J. A LATUMETTEN

NURSING CASE REPORT

OLEH :
SITI KHAIRANI ASSEL
KELOMPOK : V

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)


MALUKU HUSADA
PROFESI NERS
AMBON
2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA Tn. R DENGAN KEBUTUHAN AKTIVITAS
DI RUANG WIRASAKTI RUMAH SAKIT
Prof. J. A LATUMETTEN

Telah Disetujui Dan Disahkan Oleh CI Ruang Wirasakti Rumah Sakit Prof. J. A
Latumetten Pada Tanggal 04 April 2022

Disusun Oleh:
SITI KHAIRANI ASSEL
KELOMPOK : V

CI Lahan CI Akademik

Ns. Patrestin Dominggus, S,Kep M. Taufan Umasugi, S.Kep., Ns., M.Kes

Mengetahui,
Kepala Ruangan Wirasakti

Johozua P. Lopulalan, AMK


LEMBAR KONSUL

NAMA : SITI KHAIRANI ASSEL


KELOMPOK : V
RUANGA : WIRASAKTI

No Hari/Tgl Materi Konsul Paraf


. CI Lahan CI Institusi

KONSEP TEORI
A. Defenisi
Menurut (Heriana, 2014) Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan
bergerak dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup.
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan
aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja. Kemampuan aktivitas seseorang
tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan musculoskeletal.
Aktivitas sendiri sebagai suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
(Asmadi, 2012). Jadi dapat diartikan bahwa gangguan aktivitas merupakan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan kegiatan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Sama halnya dengan mobilitas yang merupakan kemampuan individu
untuk bergerak secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan,
yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan
bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat. (Widuri,2010)
Jadi dapat diartikan bahwa gangguan aktivitas merupakan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan kegiatan secara bebas dan teratur
dengan mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

B. Anatomi Fisiologi
Musculoskeletal terdiri darikata musko yang berarti otot dan skeletal yang bererti
tulang . terdiri atas :
1. Otot (muskulus/muscle)
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah
energy kimia menjadi energy mekanik/gerak sehingga dapat berkontrakti
untuk menggerakan rangka, sebagi respon tubuh terhadap perubahan
lingkungan.
a. Fungsi sistem otot
1) Pergerakan
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
3) Produksi panas
b. Jenis jenis otot
1) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
 Otot rangka (Otot Lurik)
Oto rangka merupakan otot lurik, volunteer (secara sadar atas
perintah dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang
terdapat pada otot paha, otot betis, otot dada. Kontraksinya
sangat cepat dan kuat.
 Otot polos
Oto polos merupakan oto yang tidak berlurik, dan involunter
(bekerja sacara tidak sadar).jenis otot ini dapat ditemukan pada
dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada
dinding tuba,seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,
reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya
kuat dan lamban
 Otot jantung
Oto jantung juga oto serat lintang involunter, mempunyai
struktur yang sama dengn otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada
jantung. Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot
jantung juga punya masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
2) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi:
 Otot antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya
bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
 Otot sinergis, yaitu hubungan antar oto yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah.
Contohnya prenator teres dan pronator kuadrus.
c. Mekanisme kontraksi otot
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
bergelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang
disebut asetikolin. Otot yang terangsang menyebabkan asetikolin terurai
membentuk miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal ini
menyebabkan oto berkontraksi sehingga oto yang melekat pada tulang
bergerak.
2. Rangka (Skeletal)
Sistem tangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan
tulang rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot yang
memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot.
Akan tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan
terjadi tanpa tulang.
a. Fungsi rangka
1) Penyangga berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligament-ligamen,
otot, jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung, membentuk rongga melindungi organ yang halus dan
lunak.
5) Penggerak, dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
b. Jenis tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
 Tulang rawan (kartilago)
a) Tulang rawan hyaline: kuat dan elastis terdapat pada ujung
tulang pipa
b) Tulang rawan fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-
cawan
c) Tulang rawan elastic: terdapat dalam daun telinga, epiglottis
dan faring.
 Tulang sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai istem
rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa
(periousteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi
rongga sumsum dan meluas kedalam kanalikuli tulang kompak.
2) Berdasarkan matriksnya:
 Tolang kompak, matriksnya padat dan rapat
 Tolang spons, matriksnya berongga
3) Berdasarkan bentuknya:
 Ossa longa (tulang pipa/panjang), ukuran panjangnya terbesar
contoh os humerus dan os femur
 Ossa brevia (tulang pendek), ukurannya pendek contoh
pangkal kaki. Pangkal lengan dan ruas-ruas tulang belakang
 Ossa plana (tulang pipih), ukurannya lebar contoh os scapula
(tengkorak), tulang belikat dan tulang rusuk.
 Ossa irregular (tulang tak beraturan), bentuk tak tentu contoh
os vertebrae (tulang belakang)
 Ossa pneumatica (tulang berongga udara) contoh os maxilla.
c. Organisasi sistem rangka
Sistem ekeletal dibentuk oleh 206 buah yang membentuk suatu rangka
tubuh. Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai berikut.
1) Rangka aksial, terdiri atas 80 tulang yang membentuk aksis panjang
tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher dan dada
 Tulang tengkorak (cranium)
 Tulang pendengaran (auditory)
 Tulang hyoid
 Tulang belakang (vertebrae)
 Tulang iga/rusuk (costae)
2) Rangka apendikular, rangka yang tersusun dari tulang-tulang bahu,
panggul, dan tulang anggota garak atas dan bawah terdiri atas 126
tulang.

C. Etiologi
Menurut (Hidayat, 2014) penyebab gangguan aktivitas adalah sebagai berikut :
1. Kelainan Postur
2. Gangguan Perkembangan Otot
3. Kerusakan Sistem Saraf Pusat
4. Trauma langsung pada Sistem Muskuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan Otot

D. Patofisiologi
Menurut (Hidayat, 2014) proses terjadinya gangguan aktivitas tergantung
dari penyebab gangguan yang terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan
gangguan tersebut, diantaranya adalah :
1. Kerusakan Otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis
otot. Otot berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan
jika terjadi kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan jika otot
terganggu. Otot dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung oleh
benda tajam yang merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau ligament,
radang dan lainnya.
2. Gangguan pada skelet
Rangka yang menjadi penopang sekaligus poros pergerakan dapat
terganggu pada kondisi tertentu hingga mengganggu pergerakan atau
mobilisasi. Beberapa penyakit dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun
fungsi dari sistem rangka diantaranya adalah fraktur, radang sendi, kekakuan
sendi dan lain sebagainya.
3. Gangguan pada sistem persyarafan
Syaraf berperan penting dalam menyampaikan impuls dari dank e
otak. Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan
anggota gerak. Jadi, jika syaraf terganggu maka akan terjadi gangguan
penyampaian impuls dari dank e organ target. Dengan tidak sampainya
impuls maka akan mengakibatkan gangguan mobilisasi.

E. Pathway
MOBILISASI

Kehilangan Tidak Mampu Jaringan Kulit


Daya Beraktifitas Tertekan
Tahan Otak

Tirah Baring Perubahan Sistem


Penurunan Otot
Yang Lama Integumen

Perubahan Sistem Dekubitus


Muskuloskeletal Intoleransi
Aktifitas

Gangguan Sistem
Gangguan Mobilitas
Metabolik
Fisik

Kowalak, 2013

F. Faktor yang mempengaruhi mobilisasi


Menurut Enawati (2012) faktor yang mempengaruhi mobilisasi adalah:
1. Gaya hidup
Mobilisasi seseorang di pengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-
nilai yang di anut dan lingkungan tempat tinggal (masyarakat).
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik atau mental sesorang akan menghalangi seseorang
untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Secara umum ketidak mampuan dibagi
menjadi dua, yaitu: ketidak mampuan primer disebabkan oleh trauma atau
sakit, (misalnya paralisis akibat cidera atau gangguan pada medulla spinalis).
Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari ketidak
mampuan primer, (misalnya tirah baring atau kelemahan otot).
3. Tingkat energi
Energi sangat di butuhan oleh banyak hal, salah satunya adalah untuk
mobilisasi, dalam hal ini cadangan dari energi yang di miliki masingmasing
individu sangat bervariasi. Di samping itu, ada kecenderungan seseorang
untuk menghindari stressor guna untuk mempertahankan kesehatan
psikologis dan fisik.
4. Usia
Usia dapat berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
melakukan mobilisasi, pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan
aktivitas menurun sejalan dengan penuaan.

G. Manifestasi Klinik
Menurut (Potter & Perry, 2006) manifestasi klinik pada gangguan
aktivitas yaitu tidak mampu bergerak secara mandiri atau perlu bantuan
alat/orang lain, memiliki hambatan dalam berdiri dan memiliki hambatan dalam
berjalan.

H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Potter and Perry, 2012) :
1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Foto Rontgen (Untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi,
dan perubahan hubungan tulang).
b. CT Scan tulang (mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di
daerah yang sulit untuk dievaluasi)
c. MRI (untuk melihat abnormalitas : tumor, penyempitan jalur jaringan
lunak melalui tulang)
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah dan urine
b. Pemeriksaan Hb

I. Manfaat mobilisasi
Menurut (Mubarak, Indrawati, & Susanto 2015) :
1. Mencegah kemunduran dan mempertahankan fungsi tubuh serta
mengembalikan rentang gerak aktif, sehingga penderita dapat kembali bias
gerak dengan normal serta setidaknya penderita dapat memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
2. Membantu pernafasan lebih menjadi kuat
3. Memperlancar eliminasi alvi dan urine
4. Memperlancar peredaran darah
5. Mempertahankan tonus otot, memelihara dan peningkatan pergerakan dari
persendian
6. Memperlambat proses penyakit, khususnya penyakit degeneratif
7. Dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan cita tubuh).

J. Terapi atau tindakan penanganan


Terapi yang dapat di lakukan antara lain (Potter and Perry, 2012) :
1. Kesejajaran tubuh
Dalam mempertahankan kesejajaran tubuh yang tepat, perawat
mengangangkat klien dengan benar, menggunakan teknik posisi yang tepat,
dan memindahkan klien dengan posisi yang aman dari tempat tidur ke kursi
atau brankar. Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan
mobilitas, digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu: posisi fowler (setengah
duduk), posisi litotomi, posisi dorsal recumbent, posisi supinasi (terlentang),
posisi pronasi (tengkurap), posisi lateral (miring), posisi sim, posisi
trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki).
2. Mobilisasi sendi
Untuk menjamin keadekuatan mobilisasi sendi maka perawat dapat
mengajarkan klien latihan ROM (Range of Motion). Apabila klien tidak
mempunyai control motorik volunteer maka perawat melakukan latihan
rentang gerak pasif. Mobilisasi sendi juga ditingkatkan dengan berjalan.
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot. Latihan-latihan
itu, yaitu: Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan, fleksi dan ekstensi siku,
pronasi dan supinasi lengan bawah, pronasi fleksi bahu, abduksi dan adduksi,
rotasi bahu, fleksi dan ekstensi jari-jari, infersi dan efersi kaki fleksi dan
ekstensi pergelangan kaki, fleksi dan ekstensi lutut, rotasi pangkal paha.
3. Mengurangi bahaya mobilisasi
Intervensi keperawatan klien imobilisasi harus berfokus mencegah dan
meminimalkan bahaya imobilisasi. Intervensi harus diarahkan untuk
mempertahankan fungsi optimal pada seluruh sistem tubuh.
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian Fokus
Menurut (Hidayat, 2014) pengkajian yang penting dalam gangguan aktivitas
sebagai berikut:
1. Biodata pasien
2. Riwayat Kesehatan termasuk pola istirahat/tidur, pola aktivitas/latihan. Pola
aktivitas atau latihan dapat dinilai dengan tabel berikut :

Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Eliminasi (BAK dan BAB)
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi

Keterangan :
0 : mandiri
1 : alat bantu
2 : dibantu orang lain
3 : dibantu orang lain dan alat
4 : tergantung total

B. Diagnosa Keperawatan yang berhubungan


1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Defenisi : ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk
melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus
atau ingin dilakukan.
Batasan karakteristik :
 Respon tekanan darah abnormal terhadap pasien
 Respon frekuensi jantung abnormal pada pasien
 Ketidaknyamanan stelah beraktivitas
 Menyatakan merasa letih
 Menyatakan merasa lemah
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan tubuh
Defenisi : keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu arau lebih
ekstremitas secara mandiri atau terarah.
Batasan karakteristik :
Penurunan waktu reaksi
 Dyspnea setelah beraktivitas
 Perubahan cara berjalan
 Pergerakan lambat
 Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric halus
 Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric kasar
3. Keletihan berhubungan dengan peningkatan kelemahan fisik
Defenisi : rasa letih luar biasa dan dan penurunan kapasitas kerja fisik dan
jiwa pada tingkat yang biasanya secara terus-menerus.
Batasan karakteristik :
 Gangguan konsentrasi
 Peningkatan kebutuhan istirahat
 Kurang energy
 Persepsi membutuhkan energy tambahan untuk menyelesaikan tugas rutin
 Mengatakan perasaan lelah
 Mengatakan tidak mampu mempertahankan rutinitas yang biasanya.

C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Intoleransi NOC : NIC :
aktivitas 1. Mampu 1. Kaji kemampaun 1. Untuk mengetahui
berhubungan melakukan aktivitas klien kemampuan
dengan aktivitas 2. Latih dan motivasi aktivitas klien
klien untuk melakukan 2. Untuk memberi
kelemahan sehari-hari
aktivitas sesuai
fisik (ADL) secara semangat kepada
kemampuan
mandiri 3. Ajarkan klien dalam klien dalam
2. Tanda-tanda membantu memnuhi melakukan aktvitas
vital normal kebutuhan aktivitas 3. Untuk membantu
3. Mampu klien pasien dalam
berpindah 4. Tingkatkan aktivitas melakukan
secara bertahap aktivitas dan
dengan atau
5. Kolaborasikan dengan
tanpa bantuan mencegah
fisioterapi
terjadinya cedera
4. Untuk melihat
perkembangan
aktivitas klien
5. Untuk pemberian
terapi aktivitas
Hambatan NOC : NIC :
mobilisasi 1. Klien 1. Kaji kemampuan klien 1. Untuk mengetahui
fisik meningkat dalam mobilisasi kemampuan
berhubungan dalam 2. Monitoring vital sign mobilisasi pasien
dengan aktivitas fisik sebelum/sesudah 2. Untuk mengontrol
penurunan 2. Mengerti latihan dan lihat respon tanda-tanda vital
ketahanan tujuan dari pasien saat latihan pasien
tubuh peningkatan 3. Ajarkan klien 3. Untuk melatih
mobilitas bagaimana merubah pasien agar setelah
3. Verbalisasika posisi dan berikan diajarkan pasien
n perasaan bantuan jika diperlukan dapat melakukan
dalam 4. Latih pasien dalam perubahan posisi
meningkatkan pemenuhan kebutuhan secara mandiri.
kekuatan dan ADLs secara mandiri 4. Untuk melatih
kemampuan sesuai kemampuan pasien agar perlhan
berpindah 5. Bantu klien untuk bisa melakukan
4. Memperagaka menggunakan tongkat kebutuhan aktivitas
n penggunaan saat berjalan dan cegah ADLs secara
alat terhadap cedera. mandiri sesuai
5. Bantu untuk 6. Konsultasikan dengn kemapuan
mobilisasi terapi fisik tentng 5. Untuk mencegah
(walker) rencana ambulasi terjadinya cedera
sesuai dengan saat pasien
kebutuhan berjalan.
6. Untuk melakukan
terapi mobilisasi
kepada pasien
Keletihan NOC : NIC :
berhubungan 1. Memverbalisa 1. Kaji adanya faktor yang 1. Untuk mengetahui
dengan sikan menyebabkan kelelahan respon pasien saat
peningkatan peningkatan 2. Observasi adanya kelelahan setelah
kelemahan energy dan pembatasan klien dalam beraktivitas
fisik merasa lebih melakukan aktivitas 2. Untuk mengetahui
baik 3. Monitor respon akan keterbatasan pasien
2. Menjelaskan adanya kelelahan fisik dalam beraktivitas
penggunaan dan emosi secara 3. Untuk mengetahui
energy untuk berlebihan respon pasien saat
mengatasi 4. Monitor pola tidur dan kelelahan setelah
kelelahan lamanya tidur/istirahat beraktivitas
3. Kecemasan pasien 4. Untuk mengontrol
menurun 5. Bantu aktivitas klien pola tidur dan
4. Glukosa darah sehari-hari sesuai lamanya tidur
adekuat kebutuhan pasien
5. Kualits hidup 6. Konsultasi dengan ahli 5. Untuk membantu
meningkat gizi untuk pasien dalam
6. Istirahat cukup meningkatkan asupan beraktivitas
makanan yang berenergi 6. Untuk pemberian
tinggi asupan gizi yang
dapat
meningkatkan
energy dalam
beraktivitas
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat, A. Aziz Alimul dan Musrifatul Uliyah. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar
Manusia. Jakarta : Salemba medika Heriana,
Pelapina. (2014). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tangerang selatan : Binarupa
Aksara
Mubarak, Wahid Iqbal dkk. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia :Teori Dan
Aplikasi Dalam Praktek. Jakarta: EGC
Perry & Potter. (2006). Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4 volume 1. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan indikator diagnortik. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan tindakan keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Wilkinson, J.M., Dkk. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi9. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai