Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PM (PENERIMA MANFAAT) Ny.

S DENGAN
GANGGUAN MOBILISASI FISIK DI WISMA LARASATI RUMAH PELAYANAN
SOSIAL LANJUT USIA “WENING WARDOYO” UNGARAN

Untuk memenuhi salah satu tugas Keperawatan Gerontik

Disusun oleh:

Nama : Septiana Andini Wardani


Nim :1820161105
Prodi : D-3 Keperawatan 3A

PROGAM STUDI D-3 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIS 2018/2019
1. Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal
Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal yang berarti
tulang.
1. Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi
energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk menggerakkan rangka, sebagai
respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu menggerakan
tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk berkontraksi.
a. Fungsi Sistem Otot
1) Pergerakan
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
3) Produksi panas
b. Jenis-Jenis Otot
1) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
 Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas perintah dari otak), dan melekat
pada rangka, misalnya yang terdapat pada otot paha, otot betis, otot dada. Kontraksinya sangat
cepat dan kuat.
 Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja secara tak sadar). Jenis otot
ini dapat ditemukan pada dinding berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada
dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem
sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
 Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur yang sama dengan otot
lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung. Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi
otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
2) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
 Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya bertolak belakang/tidak
searah, menimbulkan gerak berlawanan.
 Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya pronator teres dan
pronator kuadrus.
c. Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan difraksi sinar X, Hansen
dan Huxly (1995) mengemukakan teori kontraksi otot yang disebut model Sliding Filamens.
Model ini menyatakan bahwa kontraksi terjadi berdasarkan adanya dua set filamen didalam
sel otot kontraktil yang berupa filamen aktin dan miosin.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling menggelincir satu sama lain,
sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang disebut asetilkolin. Otot yang
terangsang menyebabkan asetilkolin terurai membentuk miogen yang merangsang
pembentukan aktomiosin. Hal ini menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang melekat
pada tulang bergerak.
2. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang rawan (kartilago)
sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap
dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan tetapi tulang tetap
mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka
1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak
dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak.
5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak karena adanya
persendian.
b. Jenis Tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
 Tulang Rawan (kartilago)
a) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang pipa.
b) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan (tl. Panggul) dan rongga
glenoid dari skapula.
c) Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis dan faring.
 Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem rangka. Permukaan luar tulang
dilapisi selubung fibrosa (periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga
sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
2) Berdasarkan matriksnya, yaitu:
 Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan rapat.
 Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu:
 Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran panjangnya terbesar.
Contohnya os humerus dan os femur.
 Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya pendek. Contohnya tulang yang
terdapat pada pangkal kaki, pangkal lengan, dan ruas-ruas tulang belakang.
 Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar. Contohnya os scapula
(tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
 Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk yang tak tentu. Contohnya
os vertebrae (tulang belakang).
 Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os maxilla.
c. Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu kerangka tubuh.
Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai berikut.
1) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang tubuh dan melindungi
organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
 Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang; 8 tulang kranial dan 14
tulang fasial.
 Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
 Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat diantara laring dan mandibula,
berfungsi sebagai pelekatan beberapa otot mulut dan lidah 1 buah
 Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan memungkinkan
manusia melakukan berbagai macam posisi dan gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari.
Tulang belakang berjumlah 26 buah
 Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama dengan tulang dada
membentuk perisai pelindung bagi organ-organ penting yang terdapat di dada, seperti paru-
paru dan jantung. Tulang rusuk juga berhubungan dengan tulang belakang, berjumlah 12 ruas
2) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-tulang bahu, tulang
panggul, dan tulang anggota gerak atas dan bawah terdiri atas 126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan kaki. Tulang rangka
apendikular dibagi kedalam 2 bagian yaitu ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah.

2. Pengertian
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang
(Ansari, 2011).
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas
(Kosier, 1989 cit Ida 2009)
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif
dan untuk aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam
dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki
dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan
normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami
atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu
yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi
motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti
gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri.
Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di
rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada
jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus.
Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa
organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system
respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru)
dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh Lindgren et al, 2004)

A. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran
keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di
tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
Penyebab secara umum:
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot

B. Tanda dan Gejala

a. Perubahan Metabolisme. Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara


normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam
tubuh.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit. Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun
dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan
tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan
edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi. Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh
menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal. Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi
gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan. Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem
pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan
terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular. Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu
berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan
trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal. Gangguan Muskular : menurunnya massa otot sebagai
dampak imobilitas dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.- Gangguan
Skeletal : adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan
mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya
rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.

C. Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,


skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang
karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem
pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal
adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung,
tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi
dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih,
dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ
vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
D. Pathway

E. Komplikasi
a. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat
imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi
menggangu fungsi metabolic normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat,
lemak, dan protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan
gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR
karena adanya demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan
oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
1) Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik klien yangmengalamianoreksia
sekunder akibat mobilisasi. Immobilisasi menyebabkan asam aminotidak digunakan dan akan
diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan terusterjadi dan menghasilkan nitrogen sehingga
akumulasinya kan menyebbakankeseimbangan nitrogen negative , kehilangan berat badan ,
penurnan massaotot, dan kelemahan akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan masa
otottertutama pada hati,jantung,paru-paru, saluran pencernaan, dan imunitas.
2) Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal initerjadi karena
immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang menyebabkanhiperkalsemia.
3) Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan mempengaruhi system metabolik
dan endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi. Salah satu
yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi pada
usia lanjut yang imobilisasi sehingga menyebabkan metabolisme menjadi katabolisme.
Keadaan tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresinitrogen
urin sehingga terjadi hipoproteinemia.
4) Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus. Konstipasi sebagai
gejala umum , diare karena feces yang cair melewati bagian tejpit dan menyebabkan masalah
serius berupa obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan
peningkatan intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya basorbsi,
gannguan cairan dan elektrolit.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan
kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak
bisa melaksanakan aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal, karena imobilitas dapat
menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar
hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
 Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas, dapat
menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.
 Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal,
misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena
menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan,
bingung, cemas, dan sebagainya.

F. Manifestasi Klinis
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang.
Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.
Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan,
adanya kekakuan sendi
4) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot.
Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas lebih
pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan
abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah
– penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari lainnya
dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu
dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
b. Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan
tulang.
2) CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang
terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon.
Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit
dievaluasi.
3) MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang
menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
4) Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada
kerusakan otot.
H. Penatalaksanaan
a. Terapi
a. Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama, pentingnya latihan
bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan pembuatan
rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target
terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan elektrolit
yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat menyebabkan
kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, serta
suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis terjadi
meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan
bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/
keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri dan
ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
b. Tatalaksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter spesialis
yang kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami sakit
atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut
yang mengalami disabilitas permanen.
b. Penatalaksanaan lain yaitu:
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan untuk
meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
a) Posisi fowler (setengah duduk)
b) Posisi litotomi
c) Posisi dorsal recumbent
d) Posisi supinasi (terlentang)
e) Posisi pronasi (tengkurap)
f) Posisi lateral (miring)
g) Posisi sim
h) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot dengan cara
mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat
dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static
exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk mengurangi
kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b) Fleksi dan ekstensi siku
c) Pronasi dan supinasi lengan bawah
d) Pronasi fleksi bahu
e) Abduksi dan adduksi
f) Rotasi bahu
g) Fleksi dan ekstensi jari-jari
h) Infersi dan efersi kaki
i) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j) Fleksi dan ekstensi lutut
k) Rotasi pangkal paha
l) Abduksi dan adduksi pangkal paha
6) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak terjadinya
imobilitas.
7) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru dengan
menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase dilakukan untuk
mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga mempercepat pengeluaran
sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat meningkatkan fungsi respirasi. Pada
penderita dengan produksi sputum yang banyak, postural drainase lebih efektif bila diikuti
dengan perkusi dan vibrasi dada.
8) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara berbagi
perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya,
memberikan dukungan moril, dan lain-lain.

3. Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


1. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan
senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi mobilitasnya
misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi secara bebas.
Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya nyeri mereka
cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidur
karena menderita penyakit tertentu.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas

4. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan
berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang remaja. Anak yang selalu sakit salam masa pertumbuhannya akan berbeda pula
tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

4. Masalah Kesehatan Yang Mungkin Muncul Pada Lanjut Usia


Masalah kesehatan utama yang sering terjadi pada lansia perlu dikenal dan
dimengerti oleh siapa saja yang banyak berhubungan dengan perawatan lansia agar
dapat memberikan perawatan untuk mencapai derajat kesehatan yang seoptimal
mungkin. Masalah kesehatan yang sering muncul pada lansia :

a. Immobility (Kurang Bergerak)


Kurang bergerak disebabkan oleh adanya gangguan pada sistem muskoloskeletal
seperti terjadinya : Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, Kifosis,
Persendian membesar dan menjadi kaku, Pada otot terjadi atrofi serabut otot
(sehingga seseorang bergerak lamban, otot keram dan menjadi tremor). Pada
kurang gerak bisa juga disebabkan karena penyakit jantung dan pembuluh darah
(Biasanya terjadi tekanan darah tinggi).

b. Instability (Berdiri dan Berjalan Tidak Stabil atau Mudah jatuh)


Lansia mudah terjatuh karena terjadinya penurunan fungsi-fungsi tubuh dan
kemampuan fisik juga mental hidupnya. Akibatnya aktivitas hidupnya akan ikut
terpengaruh, sehingga akan mengurangi kesigapan seseorang.

Penyebab terjatuh pada lansia antara lain :

1) Faktor intrinsik (faktor dari dalam tubuh lanjut usia sendiri).


2) Faktor ekstrinsik (faktor dari luar atau lingkungan).
Akibat dari terjatuh dapat menyebabkan cidera pada lansia sehingga
menimbulkan rasa sakit. Lansia yang pernah terjatuh akan merasa takut untuk
terjatuh lagi sehingga lansia tersebut menjadi takut untuk berjalan dan membatasi
pergerakannya.

c. Inkontinensia
Beser atau yang sering dikenal dengan ”Ngompol” karena saat BAK atau keluarnya
air seni tanpa disadari akibat terjadi masalah kesehatan atau sosial. Untuk
mengatasi masalah ini biasanya lansia akan mengurangi minum dengan harapan
untuk mengurangi jumlah dan frekuensi berkemih. Akibatnya lansia dapat terjadi
kekurangan cairan tubuh dan berkurangnya kemampuan kandung kemih yang
justru akan memperberat keluhan beser pada lansia.

d. Intellectual Impairment (Gangguan Intelektual)


Gangguan yang berhubungan dengan kemapuan berfikir atau ingatan yang
mempengaruhi terganggunya aktivitas sehari-hari. Kejadian ini terjadi dengan
capat mulai usia 60-85 tahun atau lebih.

e. Infeksi
Pada lansia telah terjadi penurunan fungsi tubuh. Daya tahan tubuh juga menurun
karena kekurangan gizi. Adanya penyakit yang bermacam-macam. Selain itu juga
dari faktor lingkungan juga bisa terpengaruh terhadap infeksi yang terjadi pada
lansia.

f. Gangguan Pancaindera (Impairment of Vision and Hearing, Taste, Smell,


Communication, Convalescence, Skin Integrity)
Akibat proses menua sehingga semua kemampuan pancaindera
berkurangfungsinya. Juga terjadi gangguan pada otak, saraf dan otot-otot. Sehingga
pada lansia terjadi penurunan penglihatan, pendengaran dan komunikasi
(berbicara).

g. Impaction (Konstipasi atau Gangguan BAB)


Konstipasi yang terjadi pada lansia disebabkan karena pergerakan fisik pada lansia
yang kurang mengkonsumsi makana berserat, kurang minum juga akibat
pemberian obat-obat tertentu.

Pada kasus konstipasi yaitu feces menjadi keras dan sulit dikeluarkan maka akan
tertahan diusus sehingga dapat terjadi sumbatan diusus yang menyebabkan rasa
sakit diperut.
h. Isolasi (Depresi)
Dapat terjadi akibat perubahan status sosial, bertambahnya penyakit dan
berkurangnya kemampuan untuk mengurus dirinya secara mandiri serta akibat
perubahan-perubahan fisik maupun peran sosial.

Gejala-gejala depresi yang sering muncul dianggap sebagai bagian dari proses
menua. Adapun gejala-gejala seperti dibawah ini antara lain :

1) Gangguan emosional : perasaan sedih, sering menangis, merasa kesepian,


gangguan tidur, pikiran dan gerakan lamban, cepat lelah dan menurunnya
aktivitas, tidak adanya selera makan yang mengakibatkan berat badan
menurun, daya ingat berkurang, sulit untuk memusatkan perhatian, kurangnya
minat, hilangnya kesenagnan yang biasanya dinikmati, menyusahkan orang
lain, merasa rendah diri, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, merasa
bersalah dan tidak berguna, tidak ingin hidup lagi bahkan mau bunuh diri.
2) Gangguan fisik : sakit kepala, jantung berdebar-debar, nyeri pinggang,
gangguan pencernaan.
i. Kurang Gizi
Disebabkan oleh perubahan lingkungan yaitu ketidaktahuan lansia dalam memilih
jenis makana yang bergizi, isolasi sosial karena lansia mengalami penurunan
aktivitas karena penurunan fungsi pancaindera. Sedangkan penyebab lainnya yaitu
kondisi kesehatan : sehingga lansia hanya akan mengalami konsumsi jenis
makanan tertentu, adanya penyakit fisik, mental, gangguan tidur dan obat-obatan.

j. Impecunity (Tidak Punya Uang)


Hal ini berhubungan dengan pekerjaan. Semakin seseorang bertambah tua maka
aktivitasnya akan berkurang yang menjadikan lansia berhenti dari pekerjaannya.
Secara otomatis pendapatannya akan berkurang. Lansia dapat menikmati masa tua
dengan bahagia apabila :

1) Mempunyai pendapatan yang paling tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-


hari.
2) Tempat yang layak untuk tinggal.
3) Masih mempunyai peran setidaknya didalam keluarganya.
k. Latrogenesis (Menderita Penyakit Akibat Obat-obatan)
Banyak kejadian lansia mempunyai berbagai macam penyakit atau yang biasa
disebut komplikasi, sehingga membutuhkan juga obat yang banyak untuk tiap
penyakitnya. Lansia sering kali menggunakan obat dalam jangka waktu yang lama
tanpa pengawasan dari dokter sehingga akan muncul penyakit baru dari akibat
penggunaan obat-obatan tersebut.

l. Insomnia
Hampir semua lansia mempunyai gangguan tidur yakni sulit untuk mulai masuk
dalam proses tidur, tidurnya tidak nyenyak dan mudah terbangun, sering bermimpi,
bangun terlalu awal (dini hari). Apabila sudah terbangun maka akan sulit untuk
tidur kembali.

m. Immune Deficiency (Daya Tahan Tubuh yang Menurun)


Salah satu penyebab daya tahan tubuh pada lansia menurun terjadi akibat
terganggunya fungsi organ tubuh. Namun tidak semua proses menua
mengakibatkan penurunan daya tahan tubuh. Hal ini juga dapat terjadi akibat
penyakit yang diderita lansia, penyakit yang sudah akut, penggunaan obat-obat
tertentu dan status gizi yang buruk.

5. Konsep Asuhan Keperawatan.


1. Pengkajian
a. Aspek biologis
1) Usia.
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan
muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan
tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan
atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak
imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis PM Ny
S terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan
klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang
terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami PM Ny S terhadap kehidupan sosialnya,
misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor
maupun sosial dan lain-lain
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut PM
Ny S dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah PM Ny S
menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah PM Ny S dengan keterbatasan
kemampuan fisiknya? Dan lain-lain (Asmadi, 2008).
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan
tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal.
Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan
keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang
perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat
diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema,
edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu
gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan
darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia.
Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-
perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan
adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan
awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan
sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan
dihilangkan
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih
sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat
diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih
dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah,
rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah,
depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar
mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi,
lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien.
Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang,
tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan
hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas

2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan sensori persepsi.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler (Tarwoto &
Wartonah, 2003)
3. Rencana Tindakan Keperawatan

a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)

Intoleransi Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi


aktivitas keperawatan selama 3 x 24 -Tentukan penyebab keletihan:
berhubungan jam : :nyeri, aktifitas, perawatan ,
dengan - PM Ny S mampu pengobatan
Kelemahan umum mengidentifikasi aktifitas -Kaji respon emosi, sosial dan
dan situasi yang spiritual terhadap aktifitas.
menimbulkan kecemasan
- Evaluasi motivasi dan
yang berkonstribusi pada
keinginan PM Ny S untuk
intoleransi aktifitas.
meningkatkan aktifitas.
- PM Ny S mampu
- Monitor respon kardiorespirasi
berpartisipasi dalam aktifitas
terhadap aktifitas : takikardi,
fisik tanpa disertai
disritmia, dispnea, diaforesis,
peningkatan TD, N, RR dan
pucat.
perubahan ECG
- Monitor asupan nutrisi untuk
- PM Ny S mengungkapkan
memastikan ke adekuatan
secara verbal, pemahaman
sumber energi.
tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan dan atau alat -Monitor respon terhadap

yang dapat meningkatkan pemberian oksigen : nadi, irama

toleransi terhadap aktifitas. jantung, frekuensi Respirasi


terhadap aktifitas perawatan diri.
- PM Ny S mampu
berpartisipasi dalam - Letakkan benda-benda yang

perawatan diri tanpa bantuan sering digunakan pada tempat

atau dengan bantuan yang mudah dijangkau

minimal tanpa menunjukkan - Kelola energi pada PM Ny S


kelelahan dengan pemenuhan kebutuhan
makanan, cairan, kenyamanan /
digendong untuk mencegah
tangisan yang menurunkan
energi.

- Kaji pola istirahat PM Ny S dan


adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan.

Terapi Aktivitas

- Bantu PM Ny S melakukan
ambulasi yang dapat ditoleransi.

-Rencanakan jadwal antara


aktifitas dan istirahat.

- Bantu dengan aktifitas fisik


teratur : misal: ambulasi, berubah
posisi, perawatan personal,
sesuai kebutuhan.

- Minimalkan anxietas dan stress,


dan berikan istirahat yang
adekuat

- Kolaborasi dengan medis untuk


pemberian terapi, sesuai indikasi

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan : Kerusakan sensori persepsi.

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)

Gangguan Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan


mobilitas fisik keperawatan selama ...x 24 - Ajarkan dan berikan
berhubungan jam PM Ny S menunjukkan: dorongan pada PM Ny S
dengan : -Mampu mandiri total untuk melakukan program
latihan secara rutin
Kerusakan sensori Latihan untuk ambulasi
persepsi. - Ajarkan teknik Ambulasi

- Membutuhkan alat bantu & perpindahan yang aman


kepada PM Ny S dan
keluarga.

- Sediakan alat bantu untuk


-Membutuhkan bantuan PM Ny S seperti kruk, kursi
orang lain roda, dan walker
-Membutuhkan bantuan -Beri penguatan positif
orang lain dan alat untuk berlatih mandiri
dalam batasan yang aman.

Latihan mobilisasi
dengan kursi roda

- Penampilan posisi tubuh - Ajarkan pada PM Ny S &

yang benar keluargatentang cara


pemakaian kursi roda &
cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau
- Pergerakan sendi dan otot sebaliknya.

-Dorong PM Ny S
melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
- Melakukan perpindahan/
ambulasi : miring kanan-kiri, - Ajarkan pada PM Ny S /

berjalan, kursi roda keluarga tentang cara


penggunaan kursi roda

c. Defisit perawatan diri berhubungan denganKerusakan neurovaskuler

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Defisit Setelah dilakukan Bantuan Perawatan Diri:
perawatan diri asuhan keperawatan Mandi, higiene mulut,
berhubungan selama... x24 jm penil/vulva, rambut, kulit
dengan PM Ny S mampu :
:Kerusakan
-Melakukan ADL -Kaji kebersihan kulit, kuku,
neurovaskuler
mandiri : mandi, rambut, gigi, mulut, perineal,
hygiene mulut ,kuku, anus
penis/vulva, rambut,
berpakaian, toileting,
makan-minum,
ambulasi

-Mandi sendiri atau -Bantu PM Ny S untuk mandi,

dengan bantuan tanpa tawarkan pemakaian lotion,

kecemasan perawatan kuku, rambut, gigi dan


mulut, perineal dan anus, sesuai
kondisi
- Terbebas dari bau - Anjurkan PM Ny S dan
badan dan keluargauntuk melakukan oral
mempertahankan kulit hygiene sesudah makan dan bila
utuh perlu

-Mempertahankan -Kolaborasi dgn Tim Medis /


kebersihan area perineal dokter gigi bila ada lesi, iritasi,
dan anus kekeringan mukosa mulut, dan
gangguan integritas kulit.

Bantuan perawatan diri :


berpakaian

- Berpakaian dan -Kaji dan dukung kemampuan

melepaskan pakaian PM Ny S untuk berpakaian

sendiri sendiri
- Ganti pakaian PM Ny S setelah
personal hygiene, dan pakaikan
pada ektremitas yang sakit/
terbatas terlebih dahulu, Gunakan
pakaian

- Makan dan minum


sendiri, meminta
Bantuan perawatan diri :
bantuan bila perlu
Makan-minum

-Kaji kemampuan PM Ny S untuk


makan : mengunyah dan menelan
makanan

-Fasilitasi alat bantu yg mudah


digunakan PM Ny S

-Mengosongkan - Dampingi dan dorong keluarga

kandung kemih dan untuk membantu PM Ny S saat

bowel makan

Bantuan Perawatan Diri:


Toileting

- Kaji kemampuan toileting:


defisit sensorik
(inkontinensia),kognitif(menahan
untuk toileting), fisik (kelemahan
fungsi/ aktivitas)

-Ciptakan lingkungan yang


aman(tersedia pegangan dinding/
bel), nyaman dan jaga privasi
selama toileting
-Sediakan alat bantu (pispot,
urinal) di tempat yang mudah
dijangkau

- Ajarkan pada klien dan keluarga


untuk melakukan toileting secara
teratur

4. Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi

a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum


 PM Ny S mampu mengidentifikasi aktifitas dan situasi yang menimbulkan kecemasan yang
berkonstribusi pada intoleransi aktifitas.
 PM Ny S mampu berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan TD, N, RR
dan perubahan ECG \
 PM Ny S mengungkapkan secara verbal, pemahaman tentang kebutuhan oksigen,
pengobatan dan atau alat yang dapat meningkatkan toleransi terhadap aktifitas.
 PM Ny S mampu berpartisipasi dalam perawatan diri tanpa bantuan atau dengan bantuan
minimal tanpa menunjukkan kelelahan

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan : Kerusakan sensori persepsi.


 Mampu mandiri total
 Membutuhkan alat bantu
 Membutuhkan bantuan orang lain
 Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
 Penampilan posisi tubuh yang benar
 Pergerakan sendi dan otot
 Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-kiri, berjalan, kursi roda
c. Defisit perawatan diri berhubungan denganKerusakan neurovaskuler
Klien mampu :
 Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuku, penis/vulva, rambut, berpakaian,
toileting, makan-minum, ambulasi
 Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
 Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
 Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus
 Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
 Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu
 Mengosongkan kandung kemih dan bowel
DAFTAR PUSTAKA

A. Aziz Alimul (2005), Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemba Medika.
Brunner, L dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
(H.Kencana,A.Hartono, M. Ester, Y.Asih, Terjemah). (Ed.8) Vol 1. Jakarta : EGC
Dangoes, E, Marilyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Editor Ester
Monika,Yasmin. Jakarta : EGC
Mubarak, Wahit Iqbal. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori Dan. Aplikasi
Dalam Praktik. Jakarta : EGC
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika
Pearce, C. Evelyn. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedic. Jakarta : PT.Gramedia
Pustaka Utama.
Potter, P.A dan Perry,A,G. (2005). Buku Ajar Fundalmental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta : EGC.
Susan J. Garrison, (2004), Dasar-dasar Terapi dan Latihan Fisik.Jakarta : EGC
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan. Jakarta
Salemba Medika.
Tarwoto dan Wartonah, 2004. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan Edisi
Pertama. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai