Anda di halaman 1dari 16

A.

Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi
yang mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas.
(Perry and Potter, 1994)
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini
membutuhkan tindakan keperawatan (Mubarak dan Chayatin, 2008:220).
Gangguan mobilitas fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Assocication (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana
individu yang mengalami keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah.
B. Jenis Imobilitas
Menurut Mubarak dan Chayatin (2008:221), secara umum ada beberapa
macam jenis immobilitas antara lain :
1. Imobilitas fisik
Kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan
oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2. Imobilitas intelektual
Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak.
3. Imobilitas emosional
Kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan
seseorang yang dicintai.
4. Imobilitas sosial
Kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering
terjadi akibat penyakit.
C. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orang
usia lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah
sakit. Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot
D. Pathway

Trauma Trauma tdk langsung Kondisi

Fraktur

Pergeseran fargmen tulang Tindakan bedah

Deformitas Luka insisi

Gangguan fungsi ekstremitas


Nyeri Akut Kerusakan Integritas
kulit

Hambatan Mobilitas Fisik


E. Patofisiologi
Aktivitas sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat
dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui
kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.
F. Kategori Tingkat Kemampuan Aktivitas atau Mobilisasi
Tingkat
Kategori
aktivitas
0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain, dan
3
peralatan
Sangat bergantung dan tidak dapat melakukan atau
4
berpartisipasi dalam perawatan
G. Manifestasi Klinis
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi adalah perubahan pada :
a. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan
massa otot, atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan
gangguan metabolisme kalsium
b. Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban
kerja jantung, dan pembentukan thrombus.
c. Pernapasan seperti atelaktasis dan penumonia hipostatik,
dispnea setelah beraktifitas.
d. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan
pencernaan (konstipasi).
e. Eliminasi urin seperti statis urin meningkatkan resiko infeksi
saluran kemih dan batu ginjal.
f. Integumen seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan
anoksia jaringan.
g. Neurosensori : sensori deprivation.
2. Respon psikososial antara lain meningkatkan respon emosisonal,
intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang
paling umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan dalam
siklus tidur-bangun, dan gangguan koping.
3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi.
4. Pergerakan tidak terkoordinasi.
5. Penurunan waktu reaksi (lambat).
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar-x tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungna tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cedera ligamen atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah yang
sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tekhnik pencitraan
khusus, noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang
radio, dan computer untuk melihatkan abnormalitas.
4. Pemeriksaan laboratorium : Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi
lama, Alkali fosfat, kreatinin dan SGOT pada kerusakan otot.
I. Komplikasi
1. Perubahan metabolik
Imobilitas mengganggu fungsi metabolik normal antara lain laju
metabolik karbohidrat, lemak dan protein, keseimbangan cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan klasium, dan gangguan pencernaan.
Keberadaan infeksius pada pasien imobilasis meningkatkan BMR krena
adanya demam dan penyembuhan luka yang membutuhkan peningkatan
kebutuhan oksigen seluler.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak
dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein serum berkurang
sehingga dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya
perpindahan cairan intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema,
sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
3. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan
pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa
melaksanakan aktivitas metabolisme.
4. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
5. Perubahan Sistem Pernapasan
Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru
menurun, dan terjadinya lemah otot.
6. Perubahan Kardiovaskular
Berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan
terjadinya pembentukan trombus.
7. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
a. Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung.
b. Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi
dan osteoporosis.
8. Perubahan sistem integumen, terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
9. Perubahan Eliminasi, perubahan dalam eliminasi misalnya dalam
penurunan jumlah urine.
10. Perubahan Perilaku,
antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
J. Penatalaksanaan
1. Terapi
a. Penatalaksanaan umum
1) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
2) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah
ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari sendiri, semampu pasien.
3) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula
perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
4) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan
cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada masalah imobilisasi,
serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
5) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang
dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan wajib diturunkan
dosisnya atau dihentkan bila memungkinkan.
6) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
7) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi
medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak
sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-
otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/
keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
8) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat
bantu berdiri dan ambulasi.
9) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau
toilet.
a. Penatalaksanaan khusus
1) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi.
2) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
3) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten.
4) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien
yang mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti
werdha untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang
mengalami disabilitas permanen.
b. Penatalaksanaan Lain
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
diberdayakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi.
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke
kursi roda, dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan
untuk melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah
bergerak, serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometri
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban
yang berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan
dengan rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan
isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan
curah jantung dan denyut nadi.
5) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan
otot.
6) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai
dampak terjadinya imobilitas.
ASUHAN KEPERAWATAN

GANGGUAN MOBILISASI FISIK

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien.
Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit
tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit
diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.
6. Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang
dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan
olahraga atau tidak
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya
untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola
nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak
adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang
kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal
terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat
degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,
tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna
serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi
uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua
pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk
kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak
dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk
aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang
lain.
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya
yang salah (gangguan body image).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,
timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta
rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa
disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.
7. PemeriksaanFisik
a. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda
seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat
dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b. Secara sistemik dari kepala sampai kaki
1) Sistem Integumen : Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, oedema, nyeri tekan, tanda-tanda fraktur : nyeri,
deformitas, krepitasi, ekimosis, pergerakan abnormal, bengkak.
2) Kepala : Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher : Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
4) Muka : Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak
oedema.
5) Mata : Konjungtiva tidak terlihat anemis
6) Telinga : Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
7) Hidung : Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
9) Thoraks : Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
- Paru
a) Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
b) Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c) Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara
tambahan lainnya.
d) Auskultas : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
- Jantung
a) Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
b) Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
c) Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
10) Abdomen
a) Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
b) Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar
tidak teraba.
c) Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
d) Auskultasi: Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
11) Genetalia : Tampak tidak ada kelainan.
8. Program Terapi
9. Data Fokus
a. Data Subjektif : Keluhan yang dikatakan pasien
b. Data Objektif : Keadaan pasien atau pengukuran TTV yang dapat
dilihat perawat
10. Analisa Data
a. Data Fokus
b. Problem
c. Etiologi
B. Diagnosa Keperawatan
Hambatan mobilitas fisik
1. Definisi
Hambatan mobilitas fisik yaitu Keterbatasan dalam gerakan fisik atau
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
2. Batasan Karateristik
a. Gangguan sikap berjalan
b. Gerakan lambat
c. Gerakan spastik
d. Gerakan tidak terkoordinasi
e. Kesulitan mebolak-balik posisi
f. Ketidaknyamanan
g. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misal;
meningkatkan perhatian pada aktivitas orang lain, mengendalikan
perilaku, fokus pada aktivitas sebelum sakit)
h. Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus dan
motorik kasar
i. Penurunan waktu reaksi
j. Dispnea setelah beraktivitas
3. Faktor yang Berhubungan
a. Ansietas
b. Depresi
c. Fisik tidak bugar
d. Gangguan fungsi kognitif, metabolisme, dan muskuloskeletal
e. Gaya hidup kurang gerak
f. Intoleran aktivitas
g. Nyeri
h. Kerusakan integritas struktur tulang
i. Manultrisi
j. Penurunan kekuatan otot, kendali otot, ketahanan tubuh.

B. Intervensi
No DiagNosa
Tujuan Intervensi
Dx Keperawatan

1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Monitoring vital sign


mobilitas fisik asuhan keperawatan sebelum /sesudah latihan
selama ...x 24 jam klien dan lihat respon pasien saat
menunjukkan: latihan.
1. Klien meningkat 2. Latihan Kekuatan
dalam aktivitas fisik  Ajarkan dan berikan
2. Mengerti tujuan dari dorongan pada klien
peningkatan untuk melakukan
mobilitas program latihan secara
3. Memverbalisasikan rutin
perasaan dalam 3. Latihan untuk ambulasi
meningkatan  Ajarkan teknik
kekuatan dan Ambulasi &
kemampuan perpindahan yang aman
berpidah. kepada klien dan
4. Memperagakan keluarga.
penggunaan alat  Sediakan alat bantu
bantu untuk untuk klien seperti kruk,
mobilisasi (Walker). kursi roda, dan walker.
5. Mampu melakukan  Beri penguatan positif
perpindahan/ untuk berlatih mandiri
ambulasi. dalam batasan yang
aman.
4. Kaji kemampuan pasien
dalam mobilisasi

5. Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
6. Perbaikan Posisi Tubuh
yang Benar
 Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh
yg benar untuk
menghindari kelelahan,
keram & cedera.
 Kolaborasi ke ahli terapi
fisik untuk program
latihan.

C. Evaluasi
Individu akan mengungkapkan bertambahnya kekuatan dan daya tahan
ekstremitas.
DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta: EGC.

Bulechek, Gloria, ed, et al. Nursing Interventions Classification (NIC). Elsevier


Global Right, United Kingdom.

Herdman, T. Heather. 2015. NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.

Perry and Potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai