Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Asma
a. Pengertian Asma

Asma adalah penyakit inflamasi kronik pada jalan napas yang

dikarakteristikan dengan hippersponsivitas, edema mukosa, dan

produksi mukus. Inflamasi ini pada akhirnya berkembang menjadi

episode gejala asma yang berulang: batuk, sesak dada,mengi, dan

dispnea. Pasien asma mungkin mengalami periode bebas gejala

bergantian dengan ekasaserbasi akut yang berlangsung dalam

hitungan menit, jam, sampai hari.

Asma suatu penyakit kronik yang dialami oleh berbagai

kelompok usia. Faktor resiko untuk asma mencangkup riwayat

kesehatan keluarga, alergi (faktor paling kuat), dan terpapar zat

iritan atau alergen dalam waktu yang lama. Pencetus yang paling

sering munculkan gejala asma dan eksaserbasi mencangkup iritatan

jalan napas (misal: polutan, suhu dingin, panas, bau menyengat,

asap, parfum), latihan fisik, stress atau perasaan marah,

rhinosinusitis dengan postnasal drip, obat obatan, infeksi virus

pada jalan napas dan refluks gastroesofageal (Brunner & Suddart,

2013).

9
10

Berdasarkan teori diatas disimpulkan bahwa asma adalah

penyakit kronik yang terjadi pada jalan napas, yang dialami oleh

berbagai kelompok usia. Faktor resiko untuk asma mencangkup

riwayat kesehatan keluarga, alergi (faktor paling kuat). Pencetus

yang paling sering muncul misal: polutan, suhu, dingin, panas, bau

menyengat, asap, parfum, latihan fisik berlebihan, stress atau

perasaan marah.

b. Etiologi asma

Walaupun prevalensi kejadian asma pada populasi tidak

kecil, yaitu 3-5%, etiologi asma belum dapat ditetapkan dengan

pasti. Tampaknya terdapat hubungan antara asma dengan alergi.

Pada sebagian besar penderita asma, ditemukan riwayat alergi.

Selain itu, serangan asma juga sering dipicu oleh alergen. Pada

pasien yang mempunyai komponen alergi jika ditelusuri ternyata

sering terdapat riwayat atau alergi pada keluarganya. Hal ini

menimbulkan pendapat bahwa terdapat faktor genetik yang

menyebabkan seseorang penderita asma. Faktor genetik yang

diturunkan adalah kecenderungan memproduksi antibodi jenis IgE

yang berlebihan. Seseorang yang mempunyai predisposisi

memproduksi IgE berlebihan disebut mempunyai sifat atopik,

sedangkan keadaannya disebut atopi. Namun, ada penderita asma

yang tidak atopik dan juga serangan asmanya tidak dipicu oleh

alergen. Pada penderita ini, jenis asma disebut idiosinkratik:


11

biasanya serangan asmanya didahului oleh infeksi saluran

pernapasan bagian atas (Darmanto Djojodibroto, 2014).

Menurut Global Initiative for Asthma (2016), faktor resiko

penyebab asma dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1) Faktor Genetik

a) Atopi/alergi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun

belum diketahui bagaimana cara penurunannya.

b) Hipereaktivitas bronkus

Saluran napas sensitif terhadap berbagai rangsangan

alergen maupun iritan.

c) Ras/Etnik

d) Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI),

merupakan faktor risiko asma.

2) Faktor lingkungan

a) Alergen dalam rumah (debu rumah,spora

jamur, kecoa, serpihan kulit binatang seperti

anjing, kucing, dan lain-lain).

b) Alergen luar rumah (serbuk sari, dan spora

jamur).
12

3) Faktor lain

a) Alergen dari makanan.

b) Alergen obat-obatan tertentu.

c) Exercise-induced asthma.

c. Patofisiologi

Keadaan yang dapat menimbulkan serangan asma

menstimulasi terjadinya bronkospasme melalui salah satu dari 3

mekanisme, yaitu:

1) Degranulasi sel mast dengan melibatkan imunoglobulin E

(IgE).

2) Degranulasi sel mast tanpa melibatkan IgE.

Degranulasi sel mast menyebabkan terlepasnya histamin,

yaitu suatu slow-reacting substance of anaphylaxis, dan kini

yang menyebabkan bronkokonstriksi.

3) Stimulasi langsung otot bronkus tanpa melibatkan sel mast.

Episode bronkospastik berkaitan dengan fluktuasi konsentrasi

c-GMP (cyclicguanosine monophosphote), atau konsentrasi

keduanya di dalam otot polos bronkus dan sel mast.

Peningkatan konsentrasi c-GMP dan penurunan konsentrasi

c-AMP intraseluler berkaitan dengan terjadinya

bronkospasme sedangkan keadaan yang sebaliknya, yaitu

penurunan konsentrasi c-GMP dan peningkatan konsentrasi

c-AMP menyebabkan bronkodilatasi. Produksi IgE spesifik


13

memerlukan sensitifitas terlebih dahulu. Penurunan aliran

udara ekspirasi tidak hanya diakibatkan oleh bronkostriksi

saja, tetapi juga oleh adanya edema mukosa dan sekresi

lendir yang berlebihan (Darmanto djojodibroto, 2014).

d. Manifestasi Klinik

Pada stadium dini gejala yang muncul antara lain: batuk

berdahak dengan pilek maupun tidak, ronchi hilang timbul, belum

ada wheezing, belum ada kelainan bentuk thorak, ada peningkatan

eosinofil darah dan IgE, sesak napas, penurunan tekanan parsial

O2. Pada stadium lanjut, tanda dan gejala yang muncul adalah

batuk, rochi, sesak napas bedat, dada seakan tertekan, dahak

lengket, suara napas melemah dan bahkan tak terdengar (silent

chest) bentuk thorak barel chest, terdapat tarikan otot

sternokleidomastoidens, sianosis, BGA Pa O2 kurang dari 80%,

rontgent paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler

kanan dan kiri, hipokapnea (alkalosis bahkan asidosis respiratorik)

(Danusantoso, 2011).

e. Tanda dan Gejala

Asma bukan suatu penyakit spesifik tetapi merupakan

sindrom yang terjadi di hasilkan mekanisma multipel yang

akhirnya menghasilkan kompleks gejala klinis yang termasuk

obstruksi jalan napas. Tanda tanda yang sangat penting dari

penyakit asma, di antaranya dispnea, suara mengi, obstruksi jalan


14

napas reversibel terhadap bronkodilator, bronkus yang

hiperresponsif terhadap berbagai stimulus baik yang spesifik

maupun non spesifik, dan peradangan saluran pernapasan. Semua

tanda tadi tidak harus terdapat bersamaan.

Serangan asma ditandai dengan batuk, mengi, serta sesak

napas. Gejala yang sering terlihat jelas adalah penggunaan otot

napas tambahan. Pasien akan mencari posisi yang enak, yaitu

duduk tegak dengan tangan berpengangan pada sesuatu agar bahu

tetap stabil, biasnya berpegangan pada lengan kursi, dengan

demikian otot napas tambahan dapat bekerja dengan lebih baik.

Takikardi akan timbul diawal serangan, kemudian diikuti sianosis

sentral.

Gejala asma dapat dibedakan dengan gejala penyakit

obstruksi jalan napas lainnya, seperti bronkitis kronik, emfisema,

dan fibrosis kritik. Asma terjadi pada penderita muda yang bukan

perokok: saat berada di antara asimtomatik interval, nilai kapasitas

residual fungsional adalah normal, daya tahan saat exercise dan

parameter spirometrik pada penderita asma tidak banyak berubah

dibandingkan penderita bronkitis kronik maupun penderita

emfisema (Darmanto Djojodibroto, 2014).


15

Tabel 2.1 Gejala menurut Clark (2013)

Gejala asma yang sering Gejala yang mungkin terkait Gejala asma berat
Dijumpai asma
Angka aliran puncak berada Pola pernapasan abnormal Angka aliran puncak
pada zona kuning/waspada yang ditandai dengan ekspirasi berada pada zona
(biasanya 50-80% dari yang memanjang. bahaya/merah
normal) (biasanya <50 % dari
Batuk dengan atau tanpa normal)
produksi mukus; sering
bertambah berat saat malam
hari atau dini hari sehingga
membuat susah tidur.
Kesulitan bernapas yang Napas terhenti sementara Perubahan kesadaran
bertambah berat dengan postur tubuh membungkuk (seperti mengantuk,
olahraga atau aktivitas bingung) saat serangan
asma
Retraksi interkostal Nyeri dada Kesulitan bernapas yang
hebat
Wheezing a. Napas cuping hidung a. Takikardi
a. Biasanya muncul tiba b. Dada terasa sesak b. Kegelisahan hebat
tiba akibat kesulitan
b. Umumnya episodik bernapas
c. Bisa bertambah berat c. Keringat
saat malam hari atau
dini hari
d. Bertambah berat jika
bernapas di udara
dingin
e. Bertambah berat dengan
adanya heartburn
f. Perbaikan dengan
penggunaan obat yang
tepat.
16

f. Klasifikasi Asma

Ada 2 golongan besar asma bronkial, yaitu asma bronkial

yang berkaitan dengan penderita yang mempunyai riwayat pribadi

atau riwayat keluarga dengan kelainan atopik dan asma bronkial

pada penderita yang tidak ada kaitannya dengan diatesis atopik.

Atopi adalah suatu keadaan respon seseorang yang tinggi terhadap

protein asing yang sering bermanifestasi berupa rinitis alergika,

urtikaria atau dermatitis. Asma yang berkaitan dengan atopi di

golongkan sebagai asma ekstrinsik atau asma alergik, sedangkan

yang tidak berkaitan dengan atopi digolongkan sebagai asma

intrinsik atay asma idiosinkratik (Darmanto Djojodibroto, 2014).

Menurut Darmanto Djojodibroto(2014),selain penggolongan

asma ekstrinsik dan intrinsik, masih ada penanaman asma yang lain

yaitu:

1) Drug-Induced Asthma

Penderita asma mengalami serangan bronkokonstriksi

setelah mengonsumsi aspirin sebanyak 5-20%. Serangan ini

juga dapat terjadi pada penderita asma yang biasanya tahan

terhadap penggunaan aspirin selama bertahu tahun tanpa

menyebabkan serangan asma. Kemungkinan terjadinya drug-

induced asthma harus dicurigai pada penderita yang

pengendalian asmanya sulit dan yang pengendalian asmanya

tergantung pada asteroid.


17

2) Exercise-Induced Asthma

Aktivitas gerak badan (exercise) sering memprovokasi

saluran pernapasan yang hiperreaktif sehingga timbul

bronkokonstriksi. Hal yang berperan sebagai provokator

adalah proses pendinginan dan pengeringan saluran

pernapasan. Pada orang yang melakukan kegiatan olahraga,

ventilasi permenitnya akan meningkat. Sebelum masuk ke

dalam paru, udara yang dingin dan kering harus dipanasi dan

dijenuhkan dengan uap air oleh epitel trakeobronkial. Epitel

trakeobronkial menjadi dingin dan kering sehingga

menyebabkan bronkokonstriksi saluran pernapasan.

Fenomena bronkokonstriksi seperti exercise induced asthma

dapat timbul jika seseorang menghirup udara dingin dan

kering sebanyak ventilasi per menit yang diperlukan untuk

terjadinya exercise induced asthma tanpa harus melakukan

exercise.

3) Occupational Asthma

Banyak zat yang terdapat di lapangan kerja yang

berperan sebagai occupational sentizier. Tenaga kerja yang

atopik lebih mudah dan lebih cepat mengalami serangan

occupational asthma. Orang yang bukan atopik juga dapat

menderita occupational asthma, tetapi setelah terpajan oleh

occupational sensitizier dalam jangka waktu yang lama.


18

g. Pemeriksaan

1) Pemeriksaan pada saluran pernapasan

Ketika melakukan pemeriksaan fisis, hal penting yang

harus dilakukan adalah menilai tanda tanda vital pasien

(meliputi denyut jantung, tekanan darah, suhu tubuh)

meskipun tanda tanda vital tidak terkait langsung dengan

asma, namun dapat memberikan gambaran kepada kita

mengenai kondisi kesehatan pasien secara umum.

Pemeriksaan pada saluran napas harus meliputi penilaian

terhadap setiap gejala gejala alergi atau sinus yang mungkin

dialami oleh pasien. Selain itu pada pasien juga harus dicari

adanya peningkatan sekresi nasal, pembengkakan mukosa

atau polip nasal. Pemeriksaan pada daerah dada meliputi

penilaian terhadap suara napas. Asma dapat dicurigai bila

pada pasien dijumpai adanya wheezing, yang di definisikan

sebagai bunyi seperti orang bersiul dengan nada tinggi saat

ekspirasi. Tidak adanya wheezing bukan berarti seseorang

tidak menderita asma, harus dinilai frekuensi pernapasan dan

irama pernapasan ketika dinding dada mengalami ekspansi.

Hiperekspansi dada, penggunaan otot bantuk napas untuk

bernapas atau pasien nampak pemeriksaan kulit juga di

rekomendasikan. Secara spesifik, adanya dermatitis atopi


19

atau ruam menunjukan adanya komponen alergi yang

mungkin berperan.

Foto rontgen dada (sinar-X) dan oksimetri denyut baik

digunakan secara bersamaan atau terpisah bukan merupakan

alat diagnostik untuk asma. Jika anamnesis dan pemeriksaan

fisik pasien dicurigai ke arah asma, maka langkah diagnostik

selanjutnya yang dapat dilakukan uji fungsi paru.

2) Uji Fungsi Paru

Uji fungsi paru dilakukan untuk mengukur volume udara

yang masuk dan keluar dari paru, mengukur kecepatan udara

yang masuk dan keluar serta volume udara yang bergerak.

Uji fungsi dasar, yang dikenal dengan spirometri, meliputi

berbagai macam tes. Uji kapasitas vital paksa (KVP)

mengukur volume maksimal udara yang dapat dikeluarkan

secara paksa setelah inspirasi maksimal dan volume udara

yang dapat dikeluarkan selama satu detik pertama manuver

ini; volume ini dikenal sebagai VEP. Pengukuran kapasitas

vital lambat (KVL) sering dilakukan bersamaan dengan KVP

untuk memastikan pengukuran volume yang tepat. Uji pra

dan pasca bronkodilator sering digunakan untuk

mendiagnosis asma. Untuk pemeriksaan ini, seorang individu

menyelesaikan uji spirometri dasar dan diikuti dengan

penggunaan bronkodilator. Uji spirometri kemudian di ulang


20

dan dievaluasi untuk melihat adanya perubahan sebelum dan

setelah penggunaan bronkodilator. Interval waktu antara

pemberian bronkodilator uji pasca bronkodilator.

3) Tes Alergi

Penentuan alergen yang menyebabkan reaksi asma pada

seseorang pasien dapat sangat bermanfaat waktu

mengembangkan cara dalam mengontrol dan membatasi

pelajaran terhadap pasien. Terdapat beberapa tes alergi yang

diizinkan untuk dilakukan di Amerika Serikat yaitu tes cukit

dan tes intrakutan. Tes cukit dilakukan dengan menggores

kulit dengan sebuah jarum yang mengandung larutan antigen

alergik, tes intrakutan dilakukan dengan menyuntikan

sejumlah kecil antigen yang bersifat alergik ke dalam lapisan

luar kulit. Ada juga tes tantangan, tes ini dilakukan dengan

menambahkan makanan penyebab alergi kedalam menu

makanan sehari hari, dan di lakukan penilaian terhadap

respon yang timbul. Teknik tes alergi macam ini sulit untuk

menilai reaksi alergi yang muncul. Tes antibodi selular

leukosit antigen (TASLA) merupakan pemeriksaan darah

yang digunakan untuk mengidentifikasi makanan, zat

penyedap dan pewarna makanan serta zat-zat kimia lainnya

yang dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas.


21

4) Biomarker Inflamasi

Kemampuan untuk dapat mengukur progresivitas dan

munculnya inflamasi mungkin bisa digunakan sebagai tolak

ukur yang baik dalam pengontrolan asma. Pengukuran

biomarker seperti hitung sel total dan hitung jenis sel serta

pemeriksaan mediator mediator yang terlibat dalam reaksi

asma. Biomarker dapat ditemukan dalam sputum, darah, urin

dan udara ekspirasi.

h. Pencegahan

Setiap penderita harus melakukan tindakan pencegahan

agar tidak terjadi kekambuhan. Upaya pencegahan asma antara

lain: usaha menjaga kesehatan berupa makanan yang bernilai gizi

baik, minum banyak,hindari minum es, minum hangat dapat

mengencerkan dahak, istirahat yang cukup, rekreasi dan olahraga

yang sesuai. Disamping itu keadaan rumah harus diperhatikan,

sebaiknya tidak lembab, cahaya matahari bisa masuk, kamar tidur

seharusnya tidak banyak barang yang dapat menimbulkan debu,

selain itu upaya selanjutnya menghindari faktor pencetus

seperti; debu, asap rokok, bulu hewan, suhu dingin, kelelahan yang

berlebihan, olahraga yang melelahkan. Menggunakan obat –

obatan bronkodilator sebagai persiapan jika kondisi

seseorang tidak bisa aktif melakukan pencegahan (Arin Satria,

2012).
22

Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya pencegahan asma

antara lain usia dan gender, genetik, allergen, asap rokok, asap

dapur mengandung zat-zat yang berbahaya bagi pernafasan,

lingkungan, makanan, sosial ekonomi yang kepadatan

penduduknya tinggi banyak polusi dan rendahnya kesempatan

mendapat pelayanan kesehatan (Murwani, 2011).

i. Penanganan Asma

Berdasarkan WHO (2014) saat terjadi serangan Asma, hal-

hal yang dapat dilakukan adalah:

1) Kenali tanda-tanda akan terjadinya serangan asma.

2) Longgarkan pakaian.

3) Segera keluarkan inhaler jenis pereda dan isap sebanyak 2

kali.

4) Duduk tenang dan cobalah bernapas secara stabil.

5) Atur posisi duduk yang dapat meringankan keluhan sesak

nafas, seperti posisi setengah duduk.

6) Hisap inhaler kembali sebanyak 2 kali (atau hingga 10 kali

jika diperlukan) tiap 2 menit sekali.

7) Jika nafas semakin sesak dan kondisi penderita semakin

parah, segera bawa ke puskesmas atau rumah sakit.

2. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), Pengetahuan adalah hasil

penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui


23

indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya).

Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan

persepsi pada objek

a. Tingkat pengetahuan yaitu :

1) Tahu (know) diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.

2) Memahami (comprehension) yaitu tidak hanya sekedar

menyebutkan tetapi orang tersebut harus dapat

menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui.

3) Aplikasi (application) diartikan apabila orang yang telah

memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi

yang lain.

4) Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk

menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan

antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah

atau objek yang diketahui.

5) Sintesis (synthesis) yaitu menunjukkan suatu kemampuan

seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu

hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan

yang dimiliki.
24

6) Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan seseorang

untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap sesuatu objek

tertentu.

b. Pengukuran

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menanyakan tentang isi materi yang diukur dari subjek penelitian

atau responden. Dalam mengukur pengetahuan harus diperhatikan

rumusan kalimat pertanyaan menurut tahapan pengetahuan.

Kategori tingkat pengetahuan menurut Arikunto dalam Budiman

(2013) dibagi menjadi tiga berdasarkan pada nilai presentase yaitu

sebagai berikut:

1) Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya ≥75%

2) Tingkat pengetahuan kategori cukup jika nilainya 56-74%

3) Tingkat pengetahuan kategori kurang jika nilainya <55%

c. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Budiman dan Riyanto (2013) faktor yang mempengaruhi

pengetahuan meliputi:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah proses perubahan sikap dan perilaku

seseorang atau kelompok dan merupakan usaha mendewasakan

manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.


25

2) Informasi/ Media Massa

Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan,

menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan,

menganalisis dan menyebarkan informasi dengan tujuan

tertentu. Informasi diperoleh dari pendidikan formal maupun

nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek

sehingga menghasilkan perubahan dan peningkatan

pengetahuan. Semakin berkembangnya teknologi menyediakan

bermacam-macam media massa sehingga dapat mempengaruhi

pengetahuan masyarakat. Informasi mempengaruhi

pengetahuan seseorang jika sering mendapatkan informasi

tentang suatu pembelajaran maka akan menambah pengetahuan

dan wawasannya, sedangkan seseorang yang tidak sering

menerima informasi tidak akan menambah pengetahuan dan

wawasannya.

3) Sosial, Budaya dan Ekonomi

Tradisi atau budaya seseorang yang dilakukan tanpa penalaran

apakah yang dilakukan baik atau buruk akan menambah

pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi

juga akan menentukan tersedianya fasilitas yang dibutuhkan

untuk kegiatan tertentu sehingga status ekonomi akan

mempengaruhi pengetahuan seseorang. Seseorang yang

mempunyai sosial budaya yang baik maka pengetahuannya


26

akan baik tapi jika sosial budayanya kurang baik maka

pengetahuannya akan kurang baik. Status ekonomi seseorang

mempengaruhi tingkat pengetahuan karena seseorang yang

memiliki status ekonomi dibawah rata-rata maka

seseorang tersebut akan sulit untuk memenuhi fasilitas yang

diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan.

4) Lingkungan

Lingkungan mempengaruhi proses masuknya pengetahuan

kedalam individu karena adanya interaksi timbal balik

ataupun tidak yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh

individu. Lingkungan yang baik akan pengetahuan yang

didapatkan akan baik tapi jika lingkungan kurang baik maka

pengetahuan yang didapat juga akan kurang baik.

5) Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman orang lain

maupun diri sendiri sehingga pengalaman yang sudah diperoleh

dapat meningkatkan pengetahuan seseorang. Pengalaman

seseorang tentang suatu permasalahan akan membuat

orang tersebut mengetahui bagaimana cara menyelesaikan

permasalahan dari pengalaman sebelumnya yang telah dialami

sehingga pengalaman yang didapat bisa dijadikan sebagai

pengetahuan apabila medapatkan masalah yang sama.


27

6) Usia

Semakin bertambahnya usia maka akan semakin berkembang

pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan

yang diperoleh juga akan semakin membaik dan bertambah.

3. Sikap

Sikap adalah predisposisi untuk memberikan tanggapan terhadap

rangsang lingkungan yang dapat memulai atau membimbing tingkah

laku orang tersebut. Secara definitif sikap berarti suatu keadaan jiwa

dan keadaan berfikir yang disiapkan untuk memberikan tanggapan

terhadap suatu objek yang di organisasikan melalui pengalaman serta

mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung pada praktik atau

tindakan (Notoatmodjo, 2012).

Sikap dikatakan sebagai respon yang hanya timbul bila individu

dihadapkan pada suatu stimulus. Sikap seseorang terhadap sesuatu

objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun

perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada

objek tertentu (Notoatmodjo, 2012). Sikap merupakan persiapan untuk

bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek.

a. Ciri-Ciri Sikap

Ciri-ciri sikap menurut Sunaryo (2013):

1) Sikap tidak dibawa sejak lahir, namun dipelajari

(learnability) dan dibentuk berdasarkan pengalaman dan


28

latihan sepanjang perkembangan individu dalam hubungan

dengan objek.

2) Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi

syarat untuk itu sehingga dapat dipelajari.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, namun selalu berhubungan dengan

objek sikap.

4) Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada

sekumpulan atau banyak objek.

5) Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

6) Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga

berbeda dengan pengetahuan.

b. Faktor faktor yang mempengaruhi sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap menurut Wawan & Dewi

(2011) adalah :

1) Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat agar

dapat dijadikan sebagai dasar pembentukan sikap yang baik.

Sikap akan lebih mudah terbentuk jika pengalaman pribadi

yang terjadi melibatkan faktor emosional.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Individu cenderung mempunyai sikap yang searah dengan

orang yang dianggapnya penting karena dimotivasi oleh


29

keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang

dianggapnya penting tersebut.

3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan memberi corak pengalaman individu-individu

masyarakat asuhannya sehingga kebudayaan yang dianut

menjadi salah satu faktor penentu pembentukan sikap

seseorang.

4) Media massa

Media massa yang harusnya disampaikan secara objektif

cenderung dipengaruhi oleh sikap penulis sehingga

berpengaruh juga terhadap sikap konsumennya.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga

agama sangat menentukan system kepercayaan sehingga

konsep ini akan ikut mempengaruhi pembentukan sikap.

6) Faktor emosional

Sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi sebagai

bentuk pertahanan egonya.

c. Pengukuran Sikap

Sikap dapat diukur dengan menanyakan secara langsung pendapat

maupun pernyataan responden terhadap suatu objek tertentu. Selain

itu dapat dilakukan dengan beberapa pernyataan hipotesis


30

kemudian menanyakan pendapat responden mengenai pernyataan

tersebut (Notoatmojo,2012).

Pengukuran aspek sikap dapat menggunakan skala likert. Menurut

(Budiman & Riyanto, 2013) pengukuran tingkat sikap seseorang

dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Tingkat sikap dikatakan baik jika responden mampu menjawab

pernyataan pada kuesioner dengan benar sebesar 76-100% dari

sebuah pernyataan dalam kuesioner.

2) Tingkat sikap dikatakan cukup jika responden mampu menjawab

pernyataan pada kuesioner dengan benar sebesar 56-75% dari

seluruh pernyataan dalam kuesioner.

3) Tingkat sikap dikatakan kurang jika responden mampu

menjawab pernyataan pada kuesioner dengan benar sebesar

˂56% dari seluruh pernyataan dalam kuesioner


31

4. Kerangka Teori

Faktor yang
Pengetahuan
mempengaruhi
tentang ASMA:
pengetahuan:
1. Pengertian
a. Pendidikan
2. Penyebab
b. Informasi/Medi
3. Klasifikasi
a massa
4. Tanda gejala
c. Sosial,budaya,
5. Pencegahan
dan ekonomi
d. Lingkungan
e. Usia

Faktor yang Sikap penanganan


mempengaruhi pertama ASMA
perilaku sebelum berobat ke
puskesmas:
1. Pengalaman
pribadi 1. Posisi setengah
2. Pengaruh duduk
orang lain 2. Atur nafas
3. Pengaruh 3. Menggunakan
budaya Inhaler
4. Media Massa 4. Memperhatikan
5. Lembaga tanda tanda
Pendidikan bahaya ASMA
6. Faktor
Emosional

Bagan 2.1 Kerangka Teori


32

5. Kerangka Konsep penelitian

Tingkat Sikap dalam penanganan


pengetahuan Serangan asma saat
tentang ASMA dirumah

Variabel Independen Variabel Dependen

Bagan 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

6. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah

H0 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan asma dan sikap penderita

asma saat serangan asma di rumah

H1 : ada hubungan antara pengetahuan asma dan sikap penderita asma

saat serangan asma di rumah

Anda mungkin juga menyukai