Oleh :
WULANDARI
1801031002
JULI, 2019
A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut Undang-Undang No. 13 tahun 1998
tentang kesejahteraan lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang
yang telah mencapai 60 tahun ke atas (Dewi, 2014).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan
proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Wibawanto, 2014).
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai masa
keemasan atau kejayaannya dalam ukuran, fungsi, dan juga beberapa
telah menunjukkan kemundurannya sejalan dengan berjalannya waktu.
Secara garis besar Birren dan Shroots membedakan tiga proses
sentral di dalam tahapan lansia, pertama, proses biologis yang
berkaitan dengan perubahan yang terjadi dalam tubuh seseorang yang
menua. Kedua, penuaan proses dalam masyarakat (social eldering) dan
yang ketiga, penuaan psikologis subjektif (geronting) yang berkaitan
dengan pengalaman batinnya (Maryam, et al, 2008).
Batasan usia lanjut menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO (Dewi,
2014):
a. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun.
b. Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-74 tahun.
c. Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun.
d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun.
Menurut Depkes (2003 dalam Dewi, 2014), mengklarifikasi lansia
dalam kategori berikut:
a. Pra lansia: Seseorang yang berusia 45-59 tahun
b. Lansia: Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi: Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/
seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan
d. Lansia potensial: Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang masih dapat menghasilkan barang/ jasa
e. Lansia tidak potensial: Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
2. Teori Proses Menua
Ada beberapa teori yang berkaitan dengan proses penuaan menurut
Maryam (2008) yaitu teoribiologi, teori psikologis, teori sosial, dan
teori spiritual:
a. Teori biologi
Teori biologi mencakup teori genetik dan mutasi, immunology
slowtheory, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
b. Teori psikologi
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring
denganpenambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat
dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan
fungsionalyang efektif.
c. Teori sosial
Ada beberapa teori sosial yang berkaitan dengan proses
penuaan,yaitu teori interaksi sosial (social excange theory), theori
penarikandiri (disengagement theory), teori aktivitas (activity
theory), teorikesinambungan (continuity theory), teori
perkembangan (developmenttheory), dan teori stratifikasi usia (age
stratification theory).
d. Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada
pengertian hubungan individu dengan alam semesta dan persepsi
individu tentangarti kehidupan.
3. Tugas perkembangan lansia
Adapun tugas perkembangan lansia sebagai berikut: (Dewi, 2014)
a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun
c. Membentuk hubungan baik dengan orang yang seusianya
d. Mempersiapkan kehidupan baru
e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat
secara santai
f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.
4. Tipe-tipe Lanjut Usia
Menurut Azizah (2011), tipe lanjut usia digolongkan seperti berikut:
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah pengalaman diri denan perubahan jaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, dermawan,
memenuhi undangan, dan mengambil perubahan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan-kegiatan yang hilang dengan kegiatan
kegiatan baru, selektif dalam mencari pekerjaan, teman bergaul,
serta memnuhi undangan
c. Tipe tidak pas
Konflik lahir batin menentang proses ketuaan, yang
menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik
jasmaniah, kehilangan kekuasaaan situs, tesinggung, menuntut,
sulit dilayani.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis
gelap datang terang, mengikuti kegiatan beribadah, ringan kaki,
pekerjaan apa saja dilakukan.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan keperibadian, mengasingkan diri, merasa
minder, menyesal, pasif, mental, sosial dan ekonominya.
5. Masalah Fisik yang Sering Ditemukan pada Lansia
Menurut Azizah (2011), masalah fisik yang sering ditemukan pada
lansia adalah:
a. Mudah Jatuh
Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi
mata yang melihat kejadian yang mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka
b. Mudah lelah
Lansia mudah lelah disebabkan oleh: faktor psikologis (perasaan
bosan, keletihan atau perasaan depresi), gangguan organis,
pengaruh obat-obat.
c. Berat badan menurun
Berat badan lansia menurun disebabkan oleh: Pada umumnya nafsu
makan menurun karena kurang gairah hidup atau kelesuan, adanya
penyakit kronis, gangguan pada saluran pencernaan sehingga
penyerapan makanan terganggu, faktor-faktor sosioekonomis
(pensiun)
d. Sukar menahan buang air besar
Hal ini disebabkan oleh disebabkan oleh: Obat-obat pencahar
perut, keadaan diare, kelainan pada usus besar, kelainan pada ujung
saluran pencernaan (pada rektum usus).
e. Gangguan pada Ketajaman Penglihatan
Hal ini disebabkan oleh: Presbiop, kelainan lensa mata (refleksi
lensa mata kurang), kekeruhan pada lensa (katarak), tekanan dalam
mata yang meninggi (glaukoma).
6. Penyakit yang Sering Dijumpai pada Lansia
Menurut Azizah (2011), dikemukakan adanya empat penyakit yang
sangat erat hubungannya dengan proses menua yakni:
a. Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh
darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner) dan ginjal
b. Gangguan metabolisme hormonal, seperti: diabetes mellitus,
klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid
c. Gangguan pada persendian, seperti osteoartitis, gout arthritis, atau
penyakit kolagen lainnya
d. Berbagai macam neoplasma
mekanisme
peradangan
Sirkulasi darah
menurun
mekanisme
peradangan
Vasodilatasi dari Pola tidur tidak
kapiler Gangguan pola menyehatkan
tidur
Nyeri yang
Nyeri akut berlangsung lebih Nyeri kronis
dari 3 bulan
B. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau
yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri adalah suatu
pengalaman sensorik yang multidimensional. Fenomena ini dapat berbeda
dalam intensitas (ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar,
tajam), durasi (transien, intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau
dalam, terlokalisir atau difus). Meskipun nyeri adalah suatu sensasi, nyeri
memiliki komponen kognitif dan emosional, yang digambarkan dalam suatu
bentuk penderitaan. Nyeri juga berkaitan dengan reflex menghindar dan
perubahan output otonom (Danang, 2016)
Nyeri merupakan pengalaman yang subjektif, sama halnya saat
seseorang mencium bau harum atau busuk, mengecap manis atau asin, yang
kesemuanya merupakan persepsi panca indera dan dirasakan manusia sejak
lahir. Walau demikian, nyeri berbeda dengan stimulus panca indera, karena
stimulus nyeri merupakan suatu hal yang berasal dari kerusakan jaringan atau
yang berpotensi menyebabkan kerusakan jaringan (Kurniyaman, 2016)
Bagi dokter, nyeri adalah suatu masalah yang membingungkan.
Selain itu nyeri merupakan alasan tersering yang dikeluhkan pasien ketika
berobat kedokter. Banyak institusi sekarang menyebut nyeri sebagai tanda
vital kelima (fifth vital sign), dan mengelompokkannya bersama tandatanda
klasik seprti : suhu, nadi, dan tekanan darah. Milton mengatakan “Pain is
perfect miserie, the worst / of evil. And excessive, overture / All patience”.
Sudah menjadi kewajaran bahwa manusia sejak awal berupaya sedemikian
untuk mengerti tentang nyeri dan mencoba mengatasinya (Bonica & Loeser,
2001 dalam Danang, 2016).
2. Etiologi
Menurut Danang (2016) penyebab nyeri dapat diklasifikasikan ke dalam dua
golongan yaitu fisik dan psikis. Penyebab fisik seperti trauma (baik trauma
mekanik, termis, kimiawi, maupun elektrik), neoplasma, peradangan,
gangguan sirkulasi darah, dan lain – lain. Secara psikis seperti adanya trauma
psikologis.
a. Trauma mekanik menimbulkan nyeri karena ujung – ujung saraf bebas
mengalami kerusakan akibat benturan, gesekan, ataupun luka. Trauma
termis menimbulkan nyeri karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan akibat panas dan dingin. Trauma kimiawi terjadi karena
tersentuh zat asam atau basa yang kuat. Trauma elektrik dapat menimbulkan
nyeri karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri.
b. Neoplasma menyebabkan nyeri karena terjadinya tekanan atau kerusakan
jaringan yang mengandung reseptor nyeri dan juga tarikan, jepitan, atau
metastase. Nyeri pada peradangan terjadi karena kerusakan ujung – ujung
saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan.
c. Nyeri yang disebabkab faktor psikologis merupakan nyeri yang dirasakan
bukan karena penyebab organik, melainkan akibat trauma psikologis dan
pengaruhnya terhadap fisik
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa nyeri yang disebabkan oleh faktor
fisik berkaitan dengan terganggunya serabut saraf reseptor nyeri dan serabut
saraf ini terletak dan tersebar pada lapisan kulit dan pada jaringan – jaringan
tertentu yang terletak lebih dalam.
3. Tanda dan Gejala
a. Gangguan tidur
b. Posisi menghindari nyeri
c. Gerakan menghindari nyeri
d. Raut wajah kesakitan
e. Perubahan nafsu makan
f. Tekanan darah meningkat
g. Nadi meningkat
h. Pernafasan meningkat
i. Depresi, frustasi (Mulyani, 2012)
4. Jenis nyeri
Jenis nyeri dapat dinyatakan dalam beberapa hal, seperti: berdasarkan
mekanisme nyeri dan berdasarkan kemunculan nyeri (Mulyani, 2012)
a. Berdasarkan Mekanisme Nyeri
1) Nyeri fisiologis, terjadinya nyeri oleh karena stimulasi singkat yang
tidak merusak jaringan, misalnya pukulan ringan akan menimbulkan
nyeri yang ringan. Ciri khas nyeri sederhana adalah terdapatnya
korelasi positif antara kuatnya stimuli dan persepsi nyeri, seperti
semakin kuat stimuli maka semakin berat nyeri yang dialami
2) Nyeri inflamasi, terjadinya nyeri oleh karena stimuli yang sangat kuat
sehingga merusak jaringan. Jaringan yang dirusak mengalami
inflamasi dan menyebabkan fungsi berbagai komponen nosiseptif
berubah. Jaringan yang mengalami inflamasi mengeluarkan berbagai
mediator inflamasi, seperti: bradikinin, leukotrin, prostaglandin, purin
dan sitokin yang dapat mengaktivasi atau mensensitisasi nosiseptor
secara langsung maupun tidak langsung. Aktivasi nosiseptor
menyebabkan nyeri, sedangkan sensitisasi nosiseptor menyebabkan
hiperalgesia. Meskipun nyeri merupakan salah satu gejala utama dari
proses inflamasi, tetapi sebagian besar pasien tidak mengeluhkan
nyeri terus menerus. Kebanyakan pasien mengeluhkan nyeri bila
jaringan atau organ yang berlesi mendapat stimuli, misalnya: sakit
gigi semakin berat bila terkena air es atau saat makan, sendi yang
sakit semakin hebat bila digerakkan
3) Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului dan disebabkan adanya
disfungsi primer ataupun lesi pada sistem saraf yang diakibatkan:
trauma, kompresi, keracunan toksin atau gangguan metabolik. Akibat
lesi, maka terjadi perubahan khususnya pada Serabut Saraf Aferen
(SSA) atau fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal
dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron dengan
lingkungannya, sehingga menimbulkan gangguan keseimbangan.
Gangguan keseimbangan tersebut dapat melalui perubahan molekuler
sehingga aktivasi SSA (mekanisme perifer) menjadi abnormal yang
selanjutnya menyebabkan gangguan fungsi sentral (mekanisme
sentral).
b. Berdasarkan kemunculan nyeri
Nyeri neuropatik adalah nyeri yang didahului dan disebabkan adanya
disfungsi primer ataupun lesi pada sistem saraf yang diakibatkan: trauma,
kompresi, keracunan toksin atau gangguan metabolik. Akibat lesi, maka
terjadi perubahan khususnya pada
Serabut Saraf Aferen (SSA) atau fungsi neuron sensorik yang dalam
keadaan normal dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara
neuron dengan lingkungannya, sehingga menimbulkan gangguan
keseimbangan. Gangguan keseimbangan tersebut dapat melalui perubahan
molekuler sehingga aktivasi SSA (mekanisme perifer) menjadi abnormal
yang selanjutnya menyebabkan gangguan fungsi sentral (mekanisme
sentral).
5. WOC
WOC Nyeri
Trauma jaringan,
infeksi
Kerusakan sel
Merangsang Nociseptor
(reseptor nyeri)
Medula spinalis
Otak (Korteks
Somatosensorik)
6. Fisiologi Nyeri
Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu nosisepsi,
sensitisasi perifer, perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik,
reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera
jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri :
tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.
a. Transduksi
Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen
menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls
nosiseptif. Ada tiga tipe serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu
serabut A-beta, A-delta, dan C. Serabut yang berespon secara maksimal
terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan sebagai serabut penghantar
nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan C. Silent nociceptor,
juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf aferen yang
tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator
inflamasi.
b. Transmisi
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju
kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik
menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima
aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis
medula spinalis dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron
spinal.
c. Modulasi
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain
related neural signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula
spinalis, dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor
opioid seperti mu, kappa, dan delta dapat ditemukan di kornu dorsalis.
Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending berasal dari korteks
frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke otak tengah (midbrain)
dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari
proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan
penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.
d. Persepsi
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi
merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi,
aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah
organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh
yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam
kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis,
reseptor nyeri (nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak
bermiyelin dari syaraf aferen. (Kurniyaman, 2016).
7. Jalur Nyeri di Sistem Syaraf Pusat
a. Jalur Asenden
Serabut saraf C dan A delta halus, yang masing-masing membawa nyeri akut
tajam dan kronik lambat, bersinap disubstansia gelatinosa kornu dorsalis,
memotong medula spinalis dan naik ke otak di cabang neospinotalamikus
atau cabang paleospinotalamikus traktus spino talamikus anterolateralis.
Traktus neospinotalamikus yang terutama diaktifkan oleh aferen perifer A
delta, bersinap di nukleus ventropostero lateralis (VPN) talamus dan
melanjutkan diri secara langsung ke kortek somato sensorik girus pasca
sentralis, tempat nyeri dipersepsikan sebagai sensasi yang tajam dan berbatas
tegas. Cabangpaleospinotalamikus, yang terutama diaktifkan oleh aferen
perifer serabt saraf C adalah suatu jalur difus yang mengirim kolateral-
kolateral ke formatio retikularis batang otak dan struktur lain. Serat-serat ini
mempengaruhi hipotalamus dan sistem limbik serta kortek serebri (Price A.
Sylvia,2006 dalam kurniyaman 2016).
b. Jalur Desenden
Salah satu jalur desenden yang telah di identifikasi adalah mencakup 3
komponen yaitu:
1) Bagian pertama adalah substansia grisea periaquaductus (PAG ) dan
substansia grisea periventrikel mesenssefalon dan pons bagian atas yang
mengelilingi aquaductus Sylvius.
2) Neuron-neuron di daerah satu mengirim impuls ke nukleus ravemaknus
(NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula oblongata bagian
atas dannukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula lateralis
3) Impuls ditransmisikan ke bawah menuju kolumna dorsalis medula spinalis
ke suatu komplek inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis medula
spinalis.
8. Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi nyeri
paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan pasien
digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini
mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri
yang dirasakan. Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang
(Mulyani, 2012)
a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien
dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal
setempat.
9. Penatalaksanaan Nyeri
a. Penatalaksanaan keperawatan
1) Monitor gejala cardinal/ tanda-tanda vital
2) Kaji adanya infeksi atau peradangan di sekitar nyeri
3) Beri rasa aman
4) Sentuhan therapeutic
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai
keseimbangan energy antara tubuh dengan lingkungan luar. Orang sakit
berarti ada ketidakseimbangan energi, dengan memberikan sentuhan
pada pasien, diharapkan ada transfer energy.
5) Akupressure
Pemberian tekanan pada pusat-pusat nyeri
6) Guided imagery
Meminta pasien berimajinasi membayangkan hal-hal yang
menyenangkan, tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang
terang, serta konsentrasi dari pasien.
7) Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai
sedang. Distraksi visual (melihat TV atau ertandingan bola), distraksi
audio (mendengar musik), distraksi sentuhan massage, memegang
mainan), distraksi intelektual (merangkai puzzle).
8) Anticipatory guidance
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri.
9) Hipnotis
Membantu persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
10) Biofeedback
Terapi prilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi
tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih control volunter
terhadap respon. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan
migren dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
b. Penatalaksanaan medis
1) Pemberian analgesik
Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan interprestasi nyeri
dengan jalan mendpresi sistem saraf pusat pada thalamus dan korteks
serebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum pasien
merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri.
Contoh obat analgesik yani asam salisilat (non narkotik), morphin
(narkotik), dll.
2) Plasebo
Plasebo merupakan obat yang tidak mengandung komponen obat
analgesik seperti gula, larutan garam/ normal saline, atau air. Terapi ini
dapat menurunkan rasa nyeri, hal ini karena faktor persepsi kepercayaan
pasien.
10. Asuhan keperawatan
a. Pengkajian
Berdasarkan PQRST
P (Provoking): faktor yang mempengaruhi berat atau ringannya nyeri.
Q (Quality): kualitas nyeri seperti tajam, tumpul, tersayat, atautertusuk.
R (Region): daerah perjalanan nyeri
S (Severity): parahnya nyeri, skala nyeri secara umum : (0-10 skala)
0: tidak nyeri
1-3 : nyeri ringan
4-7 : nyeri sedang
8-10 : nyeri berat
T (Time): waktu timbulnya nyeri, lamanya nyeri, atau frekuensi nyeri.
1) Data Subjektif
Pasien mengeluh nyeri, tidak bisa tidur karena nyeri, sering mengubah
posisi dan menghindari tekanan nyeri.
2) Data Objektif
Pasien terlihat meringis, pasien tampak memegangi area yang nyeri,
suhu meningkat.
b. Perencanaan
1) Prioritas
Diagnosa keperawatan atau masalah keperawatan:
a. Nyeri akut ybd agens cedera biologis dd ekspresi wajah nyeri,
perubahan pada paramater fisiologis
b. Nyeri kronis ybd ganguan muskuloskeletal kronis ybd bukti nyeri
dengan meggunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien
(PQRST) (Herdman, 2015)
2) Rencana keperawatan (Bulechek, 2013)
a) Tujuan
Rasa nyeri berkurang atau dapat menghilang
b) Kriteria hasil
Pasien menunjukan penurunan skala nyeri
Pasien menggambarkan rasa nyaman dan rileks.
Intervensi Rasional
1. Kaji faktor penyebab, kualitas, 1. Menentukan sejauhmana nyeri yang
lokasi, frekuensi, dan skala nyeri dirasakan dan untuk memudahkan
member intervensi selanjutnya.
c) Pelaksanaan
Pelaksanaan atau implementasi adalah tindakan yang dilaksanakan sesuai
dengan rencana asuhan keperawatan yang telah disusun sebelumnya
berdasarkan tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi
d) Evaluasi
1) Penurunan skala nyeri, contohnya skala nyeri menurun dari 8 menjadi
5 dari 10 skala yang diberikan.
2) Merasa nyaman dan dapat istirahat
BAB III
TINJAUN KASUS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
JEMBER
FAKULTAS ILMU
KESEHATAN
Jl. Karimata no.49 Telp. (0331) 332240, Fax. (0331) 337857 Kotak Pos 104
Jember
Website : http://www.unmuhjember.ac.id Email :
Kantorpusat@unmuhjember.ac.id
1. IDENTITAS KLIEN
Nama Klien : Sriyati
Umur : 80 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku : Jawa-Madura
Agama : Islam
Status Pernikahan : Cerai meninggal
Tingkat Pendidikan : Tidak Lulus SR
Alamat Asal : Jl. Pancingan Lor-Kreongan Jember
n. Gastrointestinal :
1) Inspeksi: bentuk abdomen ronded, tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
2) Auskultasi: bising usus 6 kpm
3) Palpasi: nyeri ulu hati, nyeri tekan (-)
4) Perkusi : timpani
Mual muntah (-), disfagia (-), nafsu makan normal, defekasi normal lunak 1x/3 hari
o. Perkemihan :
Frekuensi eleminasi urine 4-5x/ hari, nyeri saat BAK (-), keluhan saat BAK (-)
warna urine kuning dan bau amoniak
p. Genitalia : tidak terkaji
q. Persarafan :
GCS: 456, gaya berjalan klien sangat berhati-hati
Nervus cranialis:
1) Nervus olfaktorius: klien dapat mengenal semua zat dengan baik, daya cium
yang baik (normosmi)
2) Nervus optikus: ketajaman penglihatan dan lapang pandang menurun,
pandangan kabur
3) Nervus okulomotorius: gerakan bola mata normal
4) Nervus troklearis: bentuk kedua pupil isokor, reaksi pupil + terhadap cahaya
5) Nervus trigeminus: klien dapat menutup dan membuka mulut dengan baik,
menggerakkan rahang ke bawah dan kesamping, dan gerakan mengunyah baik
6) Nervus abdusen: gerakan bola mata kesamping +
7) Nervus fasialis: klien dapat mengenal rasa manis, asam, mengankat alis
dengan baik dan menutup kelopak mata
8) Nervus vestibulokoklearis: pendengaran menurun dan keseimbangan juga
menurun
9) Nervus glosofaringeus: gerakan lidah normal dan proses menelan baik
10) Nervus vagus: klien dapat menelan dan berbicara dengan baik
11) Nervus accessorius: kekuatan otot sternocleidomastoideus lemah
12) Nervus hipoglosus: klien dapat menjulurkan lidahnya dan menggerakkan dari
sisi kesisi
r. Muskuloskeletal
kedua lutut kanan dan kiri nyeri dan teraba hangat, terdapat benjolan di vertebra
torakalis, clubbing (-), kekuatan otot 5555 5555, kaki bengkak dan teraba hangat
5555 5555
7. PENGKAJIAN NUTRISI
BB: 49 kg TB: 145 cm BBI: 41 kg
Screening Skor
a. Adakah penurunan intake makanan dalam 3 bulan terakhir akibat penurunan nafsu makan,
masalah pencernaan atau akibat kesulitan menelan atau mengunyah ?
0 = penurunan intake makanan yang berat 2
1 = penurunan intake makanan moderat
2 = tidak ada penurunan intake makanan
b. Penurunan BB selama 3 bulan terakhir
0 = penurunan BB lebih dari 3 kg
1 = tidak tahu 3
2 = penurunan BB 1- 3 kg
3 = tidak ada penurunan BB
c. Mobilitas
0 = tidak dapat turun dari bed, atau hanya duduk di kursi
1 = dapat bangkit dari bed/kursi namun tidak dapat berpindah dengan bebas 2
2 = dapat berpindah dengan bebas
d. Apakah mengalami stress psikologis atau mengidap penyakit dalam 3 bulan terakhir?
0 = ya 0
2 = tidak
e. Masalah psikoneurologis
0 = demensia berat atau depresi
1 = demensia ringan 1
2 = tidak mengalami masalah psikologis
F1. Body mass index
0 = BMI kurang dari 19
1 = BMI 19 – 21 3
2 = BMI 21 – 23
3 = BMI lebih dari 23
Jika BMI tidak dapat dikaji, gantikan pertanyaan pada poin F1dengan poin F2
Jika BMI sudah terkaji, pertanyaan pada poin F2 tidak perlu dikaji
F2. Lingkar lengan atas
0 = LLA kurang dari 31 cm 3
3 = LLA lebih dari 31 cm
Total 14
Interpretasi :
Nilai seluruh skor dengan interpretasi status nutrisi normal.
8. PENGKAJIAN FUNGSI KESEIMBANGAN
TUG = 19 detik
Interpretasi beresiko tinggi jatuh
REGISTRASI
3 Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja, koin) tiap benda 1 detik, pasien disuruh 3 3
mengulangi ketiga nama benda tersebut dengan benar dan catat jumlah pengulangan
BAHASA
6 Klien diminta menyebutkan nama benda yang ditunjukkan (pensil, buku) 2 2
7 Klien diminta mengulang kata-kata “namun”, “tanpa”, “bila” 1 1
8 Klien diminta melakukan perintah : “Ambil kertas ini dengan tangan Anda, lipatlah 3 3
menjadi dua bagian dan letakkan di lantai”
9 Klien disuruh membaca dan melakukan perintah “Pejamkan mata Anda” 1 1
10 Klien disuruh menulis dengan spontan 1 1
11 Klien diminta menggambarkan bentuk di bawah ini 1 0
TOTAL 30 21
b. SPSMQ
Benar Salah Nomor Pertanyaan
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Di mana alamat Anda?
5 Kapan Anda lahir?
6 Berapa umur Anda?
7 Siapa presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
9 Siapa nama ibu Anda?
10 Angka 20 dikurangi 3=? Dan seterusnya dikurangi 3
Jumlah = 7
11. PENGKAJIAN STATUS DEPRESI
Screening :
a. Dalam sebulan terakhir apakah Anda merasa sedih, putus asa dan tertekan ? (tidak)
b. Dalam sebulan terakhir, apakah Anda mengalami penurunan minat dalam beraktifitas ?
(tidak)
9 Juli 2019 DS: Klien mengatakan nyeri pada kedua Nyeri kronis Lansia
lutut, Nyeri yang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk, skala nyeri 5, nyeri usia > 60 tahun
dirasakan saat aktifitas dan jika terlalu
kecapean, nyeri menyebar ke betis. penurunan sel
DO: dan fungsi
sistem tubuh
a. Ekspresi wajah meringis kesakitan
ketika berjalan
Gangguan
b. TTV: tekanan darah 130/100 mmHg,
muskuloskeletal
Nadi 90x/menit, RR (respiratory
failure) 20 x/menit,Suhu 37,1 ºC
Pengingkatan
c. PQRST: Klien mengatakan nyeri pada
kadar asam urat
kedua lutut, Nyeri yang dirasakan
dalam darah
seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 5,
nyeri dirasakan saat aktifitas dan jika
Pengendapan
terlalu kecapean, nyeri menyebar ke
kristal urat
betis, nyeri berkurang saat minum obat
dari petugas PSTW.
Mekanisme
d. Nilai hasil pemeriksaan asam urat 8,5
peradangan
g/dl
Nyeri akut
Nyeri yang
berlangsung
lebih dari 3
bulan
Nyeri kronis
9 Juli 2019 Gangguan pola tidur ybd pola tidur tidak menyehatkan dd
Terdapat kantung mata, Klien sering menguap dan wajah tampak
tidak segar, Keadaan umum lemah
PERENCANAAN
Tgl Dx Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
9 Juli 2019 Nyeri Kronis Tujuan: nyeri klien berkurang 1. lakukan manajemen nyeri
dalam waktu 1x 24 jam dengan a. kaji nyeri secara komprehensif a. mengetahui lokasi
kriteria hasil: meliputi skala, durasi, lokasi nyeri yang dirasakan
b. Ajarkan tekhnik relaksasi benson b. mengurangi rasa nyeri
a. ekspresi wajah klien terlihat
c. ciptakan lingkungan yang nyaman dan c. mengurangi kebisingan
tenang tenang untuk klien sehingga klien akan
b. skala nyeri 0 -1 lebih tenang
c. tanda-tanda vital dalam
rentang batas normal: d. lakukan rendam kaki hangat d. mengurangi nyeri yang
TD: sistol 100-120 mmHg menggunakan air garam dirasakan oleh klien
Diastol 60-100 mmHg 2. lakukan monitoring dan evaluasi terhadap
a. TTV dan keadaan umum a. vital sign menandakan
Nadi 60-100 x/menit
kesehatan klien
RR 16-20x.menit b. Lokasi, sifat dan skala nyeri b. mengetahui tingkat
nyeri
c. Reaksi ketidaknyamanan secara c. Mengetahui
nonverbal ketidaknyamanan
yang dirasakan oleh
klien
O:
a.usia 80 tahun
b.asam urat 8,5 mg/dl
c.interpretasi TUG 19 detik
d.Tampak berhati-hati ketika berjalan
e.Lingkungan: Kamar mandi berada
diluar ruangan, tidak ada pegangan
Risiko disetiap tembok
jatuh f. Indeks barthel skor 95
(Keterantungan Ringan)
A: Masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 12 3 dan 4
IMPLEMENTASI
EVALUASI
EVALUASI
IMPLEMENTASI
TGL DXKEP TINDAKAN PARAF
12 Juli - Menciptakan lingkungan yang aman dan Wulan
2019 Nyeri kronis, tenang untuk klien:
Resiko jatuh R/ lingkungan bersih dan tidak bising
dan gangguan - Memberikan makan pagi kepada klien
pola tidur - Mengkaji nyeri secara komprehensif
meliputi skala, durasi, lokasi:
R/ Klien mengatakan nyeri pada kedua
lutut, Nyeri yang dirasakan seperti ditusuk-
tusuk, skala nyeri 4, nyeri dirasakan saat
aktifitas dan jika terlalu kecapean, nyeri
menyebar ke betis
- Melakukan pendidikan kesehatan mengenai
nyeri yang dirasakan dan mengajarkan atau
mencontohkan pengetahauan tentang
kalimat dzikir jika sakit mulai dirasakan:
klien akan mengikuti apa yang akan
disampaikan oleh perawat
- Memberikan terapi rendam kaki dengan
garam menggunakan air hangat
- Mengidentifikasi karakteristik lingkungan
yang mungkin meningkatkan potensi jatuh:
lantai tidak licin
- Melakukan pendidikan kesehatan untuk
menggunakan alas kaki ketika berjalan
diluar wisma teratai
- Menganjarkan dan mencontohkan tekhnik
relakasi benson: dengan cara klien diminta
pasien duduk yang dengan nyaman,
kemudian minta pasien untuk memejamkan
mata, kemudian intrusikan klien
mengendorkan otot-otot tubuh dari ujung
kaki sampai dan otot wajah dan rileks,
intruksikan klien nafas dalam lewat hidung,
tahan 3 detik lalu hembuskan lewat mulut
disertai mengucapkan do’a (bacaan dzikir),
kemudian instrusikan klien untuk
membuang pikiran negatif dan tetap fokus,
lakukan ±10 menit, dan tetap minta klien
memejamkan mata selama 2 menit
- Membersihkan lingkungan pasien:
membersihkan kamar klien.
- Mengidentifikasi jam tidur siang dan
malam: klien tidur siang 1 jam , jam tidur
malam 5 jam
- Menganjurkan klien untuk menggunakan
selimut ketika tidur: klien mendengarkan
dan akan menggunakan selimut
- Mencontohkan klien supaya men jaga
kebersihan lingkungan: klien mengatakan
akan membersihkan kamarnya
- Melakukan pendidikan kesehatan mengenai
pentingnya tidur yang cukup: klien
mendengarkan dengan baik
- Melakukan penilaian TUG: 17 detik
- Melakukan monitoring dan evalusi terhadap
ttv, skala nyeri: 130/90 mmHg, Nadi
89x/menit, RR (respiratory failure) 23
x/menit,Suhu 37,0 ºC, nyeri lutut dengan
skala nyeri 4 seperti ditusuk-tusuk
- Melakukan monitoring dan evalusi terhadap
gaya berjalan pasien dan kemampuan
berpindah: klien berjalan denga lancar
tetapi jika ingin berdiri dan jalan sangat
hati-hati
- Melakukan monitoring dan evalusi terhadap
pola tidur, jumlah jam tidur, keadaan
umum, sklera, dan kantung mata: klien
tidak bisa tidur siang, kantung mata
(+),sklera sedikit merah, keadaan umum
lemah
EVALUASI
12 Juli 2019 Nyeri S: Klien mengatakan masih nyeri pada kedua Wulan
kronis lutut, Nyeri yang dirasakan seperti
ditusuk-tusuk, skala nyeri 4, nyeri
dirasakan saat aktifitas dan jika terlalu
kecapean, nyeri menyebar ke betis.
O:
a. Ekspresi wajah meringis kesakitan
ketika berjalan
b. TTV: tekanan darah 130/100 mmHg,
Nadi 89x/menit, RR (respiratory
failure) 24 x/menit,Suhu 37,0 ºC
c. PQRST: Klien mengatakan nyeri pada
kedua lutut, Nyeri yang dirasakan
seperti ditusuk-tusuk, skala nyeri 4,
nyeri dirasakan saat aktifitas dan jika
terlalu kecapean, nyeri menyebar ke
betis, nyeri berkurang saat minum obat
dari petugas PSTW.
d. Nilai hasil pemeriksaan asam urat 8,5
g/dl
Gangguan A: masalah sebagian teratasi
pola tidur P: lanjutkan intervensi 12 3 dan 4
O:
a. usia 80 tahun
b. asam urat 8,5 mg/dl
c. interpretasi TUG 17 detik
d. Tampak berhati-hati ketika berjalan
e. Lingkungan: Kamar mandi berada
Risiko diluar
jatuh f. ruangan, tidak ada pegangan disetiap
tembok
g. Indeks barthel skor 95 (Keterantungan
Ringan)
A: Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 12 3 dan 4
S: klien mengatakan susah untuk tidur dan
sering terbangun apabila tidur malam
dikarenakan nyeri lutut. Perasaan tidak
bugar ketika bangun tidur, jumlah jam
tidur siang 1 jam, jumlah jam tidur malam
5 jam
O:
a. Terdapat kantung mata
b. Klien sering menguap dan wajah
tampak tidak segar
c. Keadaan umum lemah
A: masalah belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 12 3 4
DOKUMENTASI