P
DENGAN GANGGUAN MOBILISASI
DI BANGSAL SADEWA RSU MITRA PARAMEDIKA
Disusun Oleh :
1. Adenia Dwi Ayu Wandira ( P07120216070)
2. Sri Darmi Nurcahyani (P07120216071)
3. Mochamad Silbilawal Irdhan (P07120216072)
4. Fitri Annisa Astuti (P071202160 73)
5. Sera Adhe Anantigas Timor (P07120216074)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN D-IV KEPERAWATAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN
Tanggal :
Tempat :
Praktikan :
A. Latar Belakang
Mobilisasi adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian
bagi seseorang (Ansari,2011). Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana
individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya total, tetapi juga mengalami
penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Mobilisasi
menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali
fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah
sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam. Mobilisasi secara tahap demi tahap
sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien.
Secara psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien
bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan
pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat
mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan
mobilisasi. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah ( Nanda NIC-NOC, 2015)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilitas
fisik
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal
b. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian mobilisasi
c. Mahasiswa mampu menyebutkan jenis mobilisasi
d. Mahasiswa mampu menyebutkan tujuan mobilisasi
e. Mahasiswa mampu menyebutkan faktor faktor yang mempengaruhi mobilitas
fisik
f. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi mobilitas fisik
g. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis mobilitas fisik
h. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi mobilitas fisik
i. Mahaiswa mampu menyebutkan pemeriksaan penunjang mobilitas fisik
j. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi pada gangguan mobilitas fisik
k. Mahasiswa mampu menyebutkan macam-macam latihan gerak
l. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan
gangguan mobilitas fisik
m. Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik
BAB II
KONSEP DASAR
C. Jenis-Jenis Mobilisasi
1. Mobilisasi penuh
Merupakan keadaan dimana kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi dari saraf motoris, volunter dan
sensoris untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilisasi sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan yang jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada sistem muskulus skeletal seperti adanya dislokasi sendi
dan tulang.
b. Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya
sistem saraf yang reversibel. Contohnya : terjadinya hemiplegia karena stroke,
praplegi karena cedera tulang belakang dan khusus untuk poliolemitis karena
terganggunya sistem saraf motoris dan sensoris. (Musrifatul Uliyah dan A.
Aziz A. H, 2008; 104)
D. Tujuan Mobilisasi
1. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mencegah terjadinya trauma
3. Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
4. Untuk mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari
5. Untuk mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
H. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan mobilisasi adalah
memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan
aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal.
Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau berisiko
mengalami keterbatasan gerak fisik.Mobilisasi dan immobilisasi berada pada suatu
rentang.Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan mengurangi
aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk
mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring akan
kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan
klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energy meningkat. Perawat harus mengenal adanya
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung,
tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien
yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang
dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu
keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan
adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
(Hidayat, A.A., 2008).
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh
secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi
untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada
penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan,
melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
Pathway Hemiparase
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tualng.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumot jaringan lunak atau
cidera ligamen atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (magnetik resonance imaging) adalah teknik pencitraan khusus
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
J. Komplikasi
Menurut (Asmadi, 2008) komplikasi pada klien dengan gangguan mobilitas fisik
diantaranya yaitu:
1. Perubahan metabolik
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
3. Gangguan pengubahan zat gizi
4. Gangguan fungsi gastrointestinal
5. Perubahan eliminasi
6. Perubahan system muskuloskeletal
7. Perubahan sistem integumen
L. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk masalah gangguan mobilitas fisik yaitu sebagai berikut
(Hidayat, A. Aziz, A. & Musrifatul U., 2016):
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibelitas sendi. Posisi-
posisi tersebut yaitu:
1) Memiringkan pasien
2) Posisi fowler
3) Posisi sims
4) Posisi trendelenburg
2. Ambulasi dini
Cara ini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilatih dengan cara melatih posisi duduk
ditempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda dan lain-lain.
3. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini, baik ROM pasif maupun aktif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekuatan pada sendi dan kelemahan otot.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika
Nurarif Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC_NOC. Yogyakarta : Mediaction
Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses Dan Praktik.
Edisi 4.Jakarta : EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Tarwoto & Wartonah, 2014. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI