Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

P
DENGAN GANGGUAN MOBILISASI
DI BANGSAL SADEWA RSU MITRA PARAMEDIKA

Dosen Pembimbing: Destiana,SSiT

Disusun Oleh :
1. Adenia Dwi Ayu Wandira ( P07120216070)
2. Sri Darmi Nurcahyani (P07120216071)
3. Mochamad Silbilawal Irdhan (P07120216072)
4. Fitri Annisa Astuti (P071202160 73)
5. Sera Adhe Anantigas Timor (P07120216074)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN D-IV KEPERAWATAN
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia yang berjudul “Asuhan


Keperawatan Pada Tn. P Dengan Gangguan Mobilisasi“ disusun untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia yang disahkan pada:
Hari :

Tanggal :

Tempat :

Praktikan :

1. Adenia Dwi Ayu Wandira ( P07120216070)


2. Sri Darmi Nurcahyani (P07120216071)
3. Mochamad Silbilawal Irdhan (P07120216072)
4. Fitri Annisa Astuti (P07120216073)
5. Sera Adhe Anantigas Timor (P07120216074)

Pembimbing Lapangan Pembimbing Akademik

( Yustina Indrawati, Amd. Kep ) ( Destiana, SSiT )


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mobilisasi adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian
bagi seseorang (Ansari,2011). Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana
individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya total, tetapi juga mengalami
penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008). Mobilisasi
menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali
fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah
sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam. Mobilisasi secara tahap demi tahap
sangat berguna untuk membantu jalannya penyembuhan pasien.
Secara psikologis mobilisasi akan memberikan kepercayaan pada pasien
bahwa dia mulai merasa sembuh. Perubahan gerakan dan posisi ini harus diterangkan
pada pasien atau keluarga yang menunggui. Pasien dan keluarga akan dapat
mengetahui manfaat mobilisasi, sehingga akan berpartisipasi dalam pelaksanaan
mobilisasi. Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah ( Nanda NIC-NOC, 2015)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mobilitas
fisik
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui anatomi dan fisiologi sistem muskuloskeletal
b. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian mobilisasi
c. Mahasiswa mampu menyebutkan jenis mobilisasi
d. Mahasiswa mampu menyebutkan tujuan mobilisasi
e. Mahasiswa mampu menyebutkan faktor faktor yang mempengaruhi mobilitas
fisik
f. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi mobilitas fisik
g. Mahasiswa mampu mengetahui manifestasi klinis mobilitas fisik
h. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi mobilitas fisik
i. Mahaiswa mampu menyebutkan pemeriksaan penunjang mobilitas fisik
j. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi pada gangguan mobilitas fisik
k. Mahasiswa mampu menyebutkan macam-macam latihan gerak
l. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan pada pasien dengan
gangguan mobilitas fisik
m. Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa keperawatan yang sering muncul
pada pasien dengan gangguan mobilitas fisik
BAB II
KONSEP DASAR

A. Anatomi Fisiologi Muskuloskeletal


Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal
yang berarti tulang.
1. Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang.Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi.
a. Fungsi Sistem Otot
1) Pergerakan
2) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
3) Produksi panas
b. Jenis-Jenis Otot
1) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
a) Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas perintah
dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat pada otot
paha, otot betis, otot dada.Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
b) Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja secara
tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding berongga
seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada
sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan sistem
sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
c) Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur
yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung.
Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga
mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
2) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
a) Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya bertolak
belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
b) Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus.
c. Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan
difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori kontraksi otot
yang disebut model Sliding Filamens. Model ini menyatakan bahwa kontraksi
terjadi berdasarkan adanya dua set filamen didalam sel otot kontraktil yang
berupa filamen aktin dan miosin.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang disebut
asetilkolin.Otot yang terangsang menyebabkan asetilkolin terurai membentuk
miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin.Hal ini menyebabkan otot
berkontraksi sehingga otot yang melekat pada tulang bergerak.
2. Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang
rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh
untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan
tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi
tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka
1) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot,
jaringan lunak dan organ.
2) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3) Produksi sel darah (red marrow)
4) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak.
5) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak
karena adanya persendian.
b. Jenis Tulang
1) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
a) Tulang Rawan (kartilago)
(1) Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang
pipa.
(2) Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan (tl.
Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
(3) Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis dan
faring.
b) Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai sistem
rangka.Permukaan luar tulang dilapisi selubung fibrosa (periosteum).
Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi rongga sumsum dan
meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
2) Berdasarkan matriksnya, yaitu:
a) Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan rapat.
b) Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
3) Berdasarkan bentuknya, yaitu:
a) Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran panjangnya
terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
b) Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya pendek.
Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki, pangkal lengan, dan
ruas-ruas tulang belakang.
c) Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
d) Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk yang
tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang belakang).
e) Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os maxilla.
c. Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu kerangka
tubuh.Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai berikut.
1) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang tubuh
dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
a) Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang; 8
tulang kranial dan 14 tulang fasial.
b) Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
c) Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat diantara
laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan beberapa otot mulut
dan lidah1 buah
d) Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan
memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi dan
gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang vertebrae terdri
dari 33 tulang: 7 buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah
tulang lumbal, 5 buah tulang sacral. Tulang servikal, torakal dan lumbal
masih tetap dibedakan sampai usia berapapun, tetapi tulang sacral dan
koksigeus satu sama lain menyatu membentuk dua tulang yaitu tulang
sakum dan koksigeus. Diskus intervertebrale merupkan penghubung
antara dua korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk
jajaran barisan (aligment) tulang belakang dan memungkinkan
mobilitas vertebrae.
e) Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama dengan
tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-organ penting
yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan jantung. Tulang rusuk juga
berhubungan dengan tulang belakang, berjumlah 12 ruas
2) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-
tulang bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan bawah
terdiri atas 126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan
kaki.Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian yaitu ekstrimitas
atas dan ekstrimitas bawah.
B. Definisi Mobilisasi
Mobilisasi adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian
bagi seseorang (Ansari,2011). Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana
individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya total, tetapi juga mengalami
penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan
teratur untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan imobilisasi yang
mengacu pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas (Potter &
Perry, 2005).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Setiap orang
butuh untuk bergerak. Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan
ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan. Mobilisasi diperlukan
untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif, dan untuk aktualisasi diri, harga diri
dan citra tubuh (Mubarak dan Chayatin, 2007).
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri (SDKI, 2016). Individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan
penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu
yang kehilangan fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi (kehilangan fungsi
motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal
(seperti gips atau traksi) , dan pembatasan gerakan volunter.

C. Jenis-Jenis Mobilisasi
1. Mobilisasi penuh
Merupakan keadaan dimana kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi dari saraf motoris, volunter dan
sensoris untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2. Mobilisasi sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan yang jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan sensorik pada area tubuhnya.
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
trauma reversibel pada sistem muskulus skeletal seperti adanya dislokasi sendi
dan tulang.
b. Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya tetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya
sistem saraf yang reversibel. Contohnya : terjadinya hemiplegia karena stroke,
praplegi karena cedera tulang belakang dan khusus untuk poliolemitis karena
terganggunya sistem saraf motoris dan sensoris. (Musrifatul Uliyah dan A.
Aziz A. H, 2008; 104)

D. Tujuan Mobilisasi
1. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mencegah terjadinya trauma
3. Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
4. Untuk mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari
5. Untuk mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi


Menurut [ CITATION Suj15 \l 1033 ] dan [ CITATION Lyn13 \l 1033 ] faktor-faktor
yang dapat memengaruhi mobilitas fisik adalah sebagai berikut.
a. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang,
karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
b. Proses Penyakit
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit
tertentu.
c. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi oleh kebudayaan.
Misalnya orang dengan kebudayaan sering berjalan jauh maka mobilitas yang
dimilikinya lebih kuat daripada orang dengan kebudayaan adat yang dilarang
untuk beraktivitas.
d. Tingkat Energi
Energi merupakan sumber seseorang untuk melakukan aktivitas. Untuk
memenuhi aktivitasnya, maka seseorang harus memiliki energi yang cukup.
e. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada masing-masing tingkat usia.
Hal tersebut dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi gerak sejalan
dengan perkembangan usia. Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan
mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit
salam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya
dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
f. Tipe Persendian dan Pergerakan Sendi
Dalam sistem musculoskeletal dikenal 2 macam persendian yaitu sendi yang
dapat digerakkan (diartrosis) dan sendi yang tidak dapat digerakkan
(sinartrosis).

F. Etiologi Mobilitas Fisik


Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab utama
kekakuan pada usia lanjut (Asmadi, 2008).
Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system saraf pusat
4. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot
G. Manifestasi Klinis
Menurut (Mubarak, 2007) manifestasi klinik gangguan mobilitas fisik yaitu:
a. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
1) Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropi dan abnormalnya sendi dan gangguan metabolisme kalsium.
2) Kardiovaskuler seperti hipotensi orthostastik, peningkatan beban kerja
jantung dan pembentukan thrombus.
3) Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah
beraktivitas.
4) Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik, metabolik karbohidrat,
lemak dan protein, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
ketidakseimbangan kalsium dan gangguan pencernaan.
5) Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan resiko infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal.
6) Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia
jaringan.
7) Neurosensori : sensori deprivation.
b. Respon psikososial antara lain meningkatkan respon emosional, intelektual,
sensori dan sosiokultural.
c. Keterbatasan rentan pergerakan sendi.
d. Pergerakan tidak terkoordinasi.
e. Penurunan waktu reaksi (lambat).

H. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah
satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan mobilisasi adalah
memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan
aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal.
Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau berisiko
mengalami keterbatasan gerak fisik.Mobilisasi dan immobilisasi berada pada suatu
rentang.Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan mengurangi
aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk
mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring akan
kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan
klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot
memendek, namun pemakaian energy meningkat. Perawat harus mengenal adanya
peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung,
tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien
yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang
dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu
keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan
adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
(Hidayat, A.A., 2008).
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh
secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi
untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat berdiri, ada
penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan,
melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
Pathway Hemiparase

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1) Kategori tingkat kemampuan aktivitas

Tingkat Aktivitas/ Mobilitas Kategori


0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan
orang lain, dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

2) Rentang gerak (range of motion-ROM)


a) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan, sedangkan
Ekstensi merupakan gerak meluruskan
b) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi merupakan
gerak menjauhi tubuh
c) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan, sedangkan Pronasi
merupakan gerak menelungkupkan tangan
d) Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka ) telapak kaki kea
rah dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan gerak memiringkan
(membuka) telapak kearah luar
3) Derajat kekuatan otot

Skala Persentase Kekuatan


Karakteristik
Normal (%)
0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi otot
1 10
dapat di palpasi atau dilihat
Gerakan otot penuh melawan
2 25
gravitasi dengan topangan
Gerakan yang normal melawan
3 50
gravitasi
Gerakan penuh yang normal
4 75 melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh
5 100 yang normal melawan gravitasi dan
tahanan penuh

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tualng.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumot jaringan lunak atau
cidera ligamen atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (magnetik resonance imaging) adalah teknik pencitraan khusus
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.

J. Komplikasi
Menurut (Asmadi, 2008) komplikasi pada klien dengan gangguan mobilitas fisik
diantaranya yaitu:
1. Perubahan metabolik
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
3. Gangguan pengubahan zat gizi
4. Gangguan fungsi gastrointestinal
5. Perubahan eliminasi
6. Perubahan system muskuloskeletal
7. Perubahan sistem integumen

K. Macam-Macam Latihan Gerak


1. Fleksi dan Ekstensi
Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan. Sebaliknya, ekstensi
merupakan gerak meluruskan, sehingga merupakan kebalikan gerak fleksi.
Misalnya, gerak pada siku, lutut, ruas-ruas jari dan bahu.
2. Adduksi dan Abduksi
Adduksi merupakan gerakan mendekati tubuh. Sebaliknya adduksi merupakan
gerakan menjauhi tubuh. Misalnya, gerak merenggangkan jari-jari tangan,
membuka tungkai kakidan mengacungkan tangan.
3. Supinasi dan Pronasi
Supinasi merupakan gerak menengadahkan tangan. Sebaliknya pronasi
merupakan gerak menelungkupkan tangan.
4. Inversi dan Eversi
Inversi merupakan gerak memirigkan (membuka) telapak kaki ke arah dalam
tubuh, sedangkan eversi merupakan gerak memiringkan (membuka) telapak ke
arah luar.

L. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk masalah gangguan mobilitas fisik yaitu sebagai berikut
(Hidayat, A. Aziz, A. & Musrifatul U., 2016):
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibelitas sendi. Posisi-
posisi tersebut yaitu:
1) Memiringkan pasien
2) Posisi fowler
3) Posisi sims
4) Posisi trendelenburg
2. Ambulasi dini
Cara ini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan fungsi
kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilatih dengan cara melatih posisi duduk
ditempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda dan lain-lain.
3. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini, baik ROM pasif maupun aktif merupakan tindakan pelatihan
untuk mengurangi kekuatan pada sendi dan kelemahan otot.

M. Masalah Keperawatan Yang Muncul dalam Gangguan Mobilisasi


1. Gangguan mobilitas fisik
2. Nyeri
3. Intoleransi aktivitas
4. Defisit perawatan diri
5. Ketidakefektifan pola napas
6. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
7. Resiko defisit nutrisi
8. Penurunan perfusi jaringan
9. Gangguan eliminasi urine dan alvi
10. Resiko gangguan integritas kulit
11. Ansietas

DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika

Nurarif Huda, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
NANDA NIC_NOC. Yogyakarta : Mediaction

Perry & Potter. 2006. Buku Ajar Fundal Mental Keperawatan Konsep, Proses Dan Praktik.
Edisi 4.Jakarta : EGC.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Tarwoto & Wartonah, 2014. Kebutuhan Dasar Manusia & Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI

Anda mungkin juga menyukai