Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEBUTUHAN


AKTIVITAS DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI MANDI, TOILETING

Dosen Pembimbing :
Siska Christianingsih, S.Kep., M.Kep

Disusun oleh :
Citra Intan Pramudya Rini (2018.01.004)

PROGRAM STUDI S1- KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WILLIAM BOOTH
SURABAYA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEBUTUHAN
AKTIVITAS DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI MANDI, TOILETING

1. Konsep Kebutuhan Aktivitas


A. Pengertian Kebutuhan Aktivitas
Kebutuhan Aktifitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktifitas seseorang dipengaruhi oleh
adekuatnya sistem persyarafan, otot dan tulang, atau sendi. (Tarwoto dan
Tarwonah, 2010)
B. Anatomi Dan Fisiologi Muskuloskeletal
Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal
yang berarti tulang.
1) Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi.
a. Fungsi Sistem Otot
1. Pergerakan
2. Penopang tubuh dan mempertahankan postur
3. Produksi panas
b. Jenis-Jenis Otot
Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
1. Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas perintah
dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang terdapat pada otot
paha, otot betis, otot dada. Kontraksinya sangat cepat dan kuat.
2. Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja
secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding
berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba,
seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi, urinarius, dan
sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan lamban.
3. Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai struktur
yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat pada jantung.
Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi otot jantung juga
mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali berdenyut.
Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
1. Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya bertolak
belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
2. Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus.
c. Mekanisme Kontraksi Otot
Dari hasil penelitian dan pengamatan dengan mikroskop elektron dan
difraksi sinar X, Hansen dan Huxly (1995) mengemukakan teori kontraksi
otot yang disebut model Sliding Filamens. Model ini menyatakan bahwa
kontraksi terjadi berdasarkan adanya dua set filamen didalam sel otot
kontraktil yang berupa filamen aktin dan miosin.
Ketika otot berkontraksi, aktin dan miosin bertautan dan saling
menggelincir satu sama lain, sehingga sarkomer pun juga memendek.
Dalam otot terdapat zat yang sangat peka terhadap rangsang disebut
asetilkolin. Otot yang terangsang menyebabkan asetilkolin terurai
membentuk miogen yang merangsang pembentukan aktomiosin. Hal ini
menyebabkan otot berkontraksi sehingga otot yang melekat pada tulang
bergerak.
2) Rangka (skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang
rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh
untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan
tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi
tanpa tulang.
a. Fungsi Rangka
1. Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot,
jaringan lunak dan organ.
2. Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
3. Produksi sel darah (red marrow)
4. Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan lunak.
5. Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak
karena adanya persendian.
b. Jenis Tulang
Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
1. Tulang Rawan (kartilago)
Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada ujung tulang pipa.
Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari cawan-cawan (tl.
Panggul) dan rongga glenoid dari skapula.
Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga, epiglotis dan
faring.
Tulang Sejati (osteon) : Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun
berbagai sistem rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung
fibrosa (periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum) melapisi
rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli tulang kompak.
Berdasarkan matriksnya, yaitu:
1. Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan rapat.
2. Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
Berdasarkan bentuknya, yaitu:
1. Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran panjangnya
terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
2. Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya pendek.
Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki, pangkal lengan,
dan ruas-ruas tulang belakang.
3. Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang rusuk.
4. Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan bentuk yang
tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang belakang).
5. Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os maxilla.
c. Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu
kerangka tubuh. Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai berikut.
1. Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang
tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
 Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22 tulang; 8
tulang kranial dan 14 tulang fasial.
 Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
 Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat diantara
laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan beberapa otot mulut
dan lidah 1 buah
 Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh dan
memungkinkan manusia melakukan berbagai macam posisi dan
gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari. Tulang belakang
berjumlah 26 buah
 Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama dengan
tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-organ penting
yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan jantung. Tulang rusuk juga
berhubungan dengan tulang belakang, berjumlah 12 ruas
2. Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-
tulang bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan bawah
terdiri atas 126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan kaki.
Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian yaitu ekstrimitas atas
dan ekstrimitas bawah.
2. Konsep Defisit Perawatan Diri
A. Pengertian
Defisit Perawatan Diri adalah ketidakmampuanmelakukan aktivitas atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri (SDKI)
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam
memenuhikebutuhan guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu
keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri (Depkes, 2000).
B. Penyebab
Menurut Departemen Kesehatan (2000), penyebab yang menimbulkan
kurangnya perawatan diri yaitu :
1) Faktor Predisposisi
a. Perkembangan yang disebabkan oleh keluarga terlalu melindungi dan
memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu
b. Biologis disebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri
akibat adanya penyakit kronis.
c. Kemampuan realitas turun akibat ketidakpedulian atas dirinya dan
lingkungan termasuk perawatan diri.
d. Sosial akibat kurangnya dukungan dan latihan perawatan diri
lingkungannya.
2) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang mempengaruhi defisit perawatan diri yaitu
penurunan motivasi, kerusakan kognisi dan perseptual, cemas, lelah dan
lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang
mampu melakukan perawatan diri (Wartonah,2006). Faktor presipitasi yang
timbul dapat disebabkan oleh beberapa stressor misalnya body image,
praktek sosial, status sosial ekonomi, budaya, kebiasaan seseorang,
pengetahuan, dan kondisi fisik atau psikis.
Menurut Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), Penyebab
timbulnya defisit perawatan diri yaitu
1) Gangguan muskuloskeletal
2) Gangguan neuromuskuler
3) Kelemahan
4) Gangguan psikologis dan/atau psikotik
5) Penurunan motivasi/minat
C. Patofisiologi dan WOC
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan mobilisasi
adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan
non verbal. Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami
atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi
berada pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang
bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi
nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami
tirah baring akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan
dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan
aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Akibatnya klien mengalami
ketidakmampuan dalam melakukan perawatan diri karena segala aktivitasnya
perlu dibantu dengan seseorang.

D. Manifestasi Klinis
1) Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif : Klien menolak melakukan perawatan diri
Objektif : Tidak mampu mandi/mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri dan berkurangnya minat melakukan perawatan
diri.
2) Tanda dan Gejala Minor
Tidak ada tanda dan Gejala minor yang timbul.

E. Penatalaksanaan
1) Farmakologi
a. Obat anti psikosis : Penotizin.
b. Obat anti depresi : Amitripilin.
c. Obat antu ansietas : Diasepam, bromozepam, clobozam.
d. Obat anti insomia : phnebarbital.
2) Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian :
a. Jangan memancing emosi klien.
b. Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga.
c. Berikan kesempatan klien mengemukakan pendapat.
d. Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah
yang dialaminya.
3) Terapi Aktivitas Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial, atau
aktivitas lainnya, dengan berdiskusi serta bermain untuk mengembalikan
keadaan klien karena maslah sebagian orang merupakan perasaan dan
tingkah laku pada orang lain. Ada 5 sesi yang harus dilakukan :
a. Manfaat perawatan diri.
b. Menjaga kebersihan diri.
c. Tata cara makan dan minum.
d. Tata cara eliminasi.
e. Tata cara berhias.
4) Terapi Musik
Dengan musik klien bisa terhibur, rileks, dan bermain untuk
mengembalikan kesadaran pasien.
F. Komplikasi
Gangguan defisit perawatan diri mengakibatkan beberapa komplikasi seperti:
1) Gangguan integritas kulit
2) Resiko infeksi
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
4) Gangguan interaksi sosial.
3. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Anamnesa
1) Identitas
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa/latar
belakang, status sipil, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2) Keluhan utama
Keluhan utama atau sebab utama yang menyebabkan klien datang berobat
(menurut klien dan atau keluarga).
3) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai keadaan klien saat ini,
mulai timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat dilakukan pengkajian.
4) Riwayat Kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan seperti adanya masalah psikososial.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Dikaji apakah dalam keluarga ada yang mengalami gangguan psikologi
seperti yang dialami klien.
Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami masalah psikososial
Demensia biasanya lemah.
2) Tanda-tanda Vital
Periksa suhu, nadi, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan.
3) Pemeriksaan Review Of System (ROS)
Dilakukan dengan memeriksa sistem pernafasan, sistem sirkulasi, sistem
persyarafan, sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem
muskuloskeletal.
Pola Fungsi Kesehatan
Yang perlu dikaji adalah aktifitas apa saja yang biasa dilakukan, meliputi :
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Klien mengalami gangguan persepsi, klien mengalami gangguan dalam
memelihara dan menangani masalah kesehatannya.
2) Pola nutrisi
Klien dapat mengalami makan berlebih / kurang karena kadang lupa sudah
makan atau belum.
3) Pola eliminasi
4) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami insomnia
5) Pola aktivitas dan istirahat
Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari karena
penurunan minat. Pengkajian klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari-hari dapat menggunakan indeks KATZ. Pengkajian juga dilakukan
dengan instrument tertentu untuk membuat penilaian secara objektif.
Instrument yang biasa digunakan adalah barthel indeks.
6) Pola Hubungan Dan Peran
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak punya rumah, dan
masalah keuangan.
7) Pola Sensori dan Kognitif
Untuk mengetahui status mental klien dapat dilakukan pengkajian
menggunakan Tabel Short Portable Mental Status Quesionare (SPMSQ).
8) Pola Persepsi Dan Konsep Diri
Klien biasanya mengalami gangguan persepsi, tidak mengalami gangguan
konsep diri.
9) Pola Seksual dan Reproduksi
Klien mengalami penurunan minat terhadap pemenuhan kebutuhan seksual.
10) Pola Penanggulangan stress dan koping
Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak efektif dalam menangani
stres yang dialami.
11) Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
12) Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit perawatan diri:mandi dan toileting berhubungan dengan gangguang
muskuloskeletal
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal

C. Rencana Keperawatan
Dx 1 : Defisit perawatan diri:mandi dan toileting berhubungan dengan
gangguan muskuloskeletal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, pasien diharapkan
mampu memenuhi perawatan diri mandi
KH :
1. Klien mengetahui pentingnya perawatan diri berupa mandi
2. Klien mau melakukan perawatan diri berupa mandi
3. Klien mampu melakukan perawatan diri mandi secara mandiri
4. Tidak ada tanda-tanda kurangnya perawatan diri pada klien
SIKI (Standart Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi/R :
1. Identifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri
R : Mengetahui kebiasaan mandi dalam budaya klien
2. Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
R : Mengetahui jenis bantuan yang dibutuhkan klien
3. Monitor kebersihan tubuh
R : Memantau kebersihan klien agar terhindar dari resiko infeksi
4. Sediakan peralatan mandi
R : Memudahkan klien untuk mandi
5. Sediakan lingkungan aman dan nyaman
R : Menjaga privasi klien
6. Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan
R : Menambah pengetahuan klien tentang pentingnya mandi untuk
kesehatan

Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, diharapkan toleransi
aktivitas meningkat
KH :
1) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
2) Keluhan lelah menurun
SIKI (Standart Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi/R :
1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
R : Mengetahui bagian tubuh yang menyebabkan kelelahan
2. monitor pola tidur dan jam tidur
R : memantau kebiasaan tidur sehari-hari karena tidur juga mempengaruhi
kebugaran tubuh
3. monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
R : Memantau bagian tubuh yang tidak nyaman saat aktivitas
4. lakukan rentan gerak pasif dan/atau pasif
R : melatih gerak otot
5. berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
R : Mengalihkan perhatian klien untuk mengurangi rasa nyeri yang terjadi
6. fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
R : untuk mengurangi resiko adanya luka akibat tekanan
7. anjurkan tirah baring
R : untuk memulihkan energi selama imobilitas
8. anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
R : Melatih kekuatan otot
9. kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
R : Menambah energi melalui makanan berupa penambahna kalori tubuh

Dx 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, mobilitas fisik
meningkat
KH :
1) pergerakan ekstremitas meningkat
2) kekuatan otot meningkat
3) rentang gerak (ROM) meningkat
SIKI (Standart Intervensi Keperawatan Indonesia)
Intervensi/R :
1. identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
R : Mengetahui bagian tubuh yang mengalami nyeri
2. identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
R : Mengetahui fungsi anggota tubuh yang masih normal
3. monitor keadaan umum saat melakukan mobilisasi
R : menghindari adanya komplikasi lainnya
4. fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
R : Memudahkan klien untuk mobilisasi
5. libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam menignkatkan pergerakan
R : Menambah pengetahuan keluarga dan menghindari ketergantungan
dengan perawat
6. jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
R : Menghindari kesalahan proses mobilisasi agar tidak terkena komplikais
yang lalin
7. anjurkan untuk melakukan mobilisasi dini
R : mempercepat proses penyembuhan dan menghindarkan terjadinya
pengecilan otot
8. ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
R : menghindari rasa nyeri yang berlebih saat mobilisasi.

D. Tindakan Keperawatan
Dx 1 : Defisit perawatan diri:mandi dan toileting berhubungan dengan
penurunan motivasi dan minat
1. Mengidentifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri
2. Mengidentifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
3. Memonitor kebersihan tubuh
4. Menyediakan peralatan mandi
5. Menyediakan lingkungan aman dan nyaman
6. Menjelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan
Dx 2 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan imobilitas
1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2. Memonitor pola tidur dan jam tidur
3. Memonitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
4. Melakukan rentan gerak pasif dan/atau pasif
5. Memberikan aktivitas distraksi yang menenangkan
6. Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
7. Menganjurkan tirah baring
8. Menganjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
9. Berkolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

Dx 3 : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal


1. Mengidentifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Mengidentifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Memonitor keadaan umum saat melakukan mobilisasi
4. Memfasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
5. Melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam menignkatkan pergerakan
6. Menjelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
7. Menganjurkan untuk melakukan mobilisasi dini
8. Mengajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan

E. Evaluasi Keperawatan
No. Evaluasi
1. S : Pasien mengatakan mampu melakukan perawatan diri secara mandiri
O : Pasien terlihat bersih, rapi
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
S : Pasien mengatakan tidak lelah lagi saat menggerakkan anggota tubuh
O : pasien terlihat bugar
2.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
S : Pasien mengatakan mampu menggerakkan ekstremitasnya
O : pasien bergerak tanpa dibantu
3.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
Daftar Pustaka
Ellya. 2014. Keperawatan Jiwa: Landasan Teori Defisit Perawatan Diri.
https://ellya70.wordpress.com/2014/04/21/keperawatan-jiwa.Diakses pada
tanggal 09 Oktober 2017.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta

Anda mungkin juga menyukai