WAHAM
1.1. Pengertian Waham
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara kuat atau terus-
menerus, tapi tidak sesuai dengan kenyataan. Waham adalah termasuk gangguan isi
pikiran. Pasien meyakini bahwa dirinya adalah seperti apa yang ada di dalam isi
pikirannya. Waham sering ditemui pada gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham
yang spesifik sering ditemukan pada penderita skizofrenia.
2.1.2. Evaluasi
1. Pasien mampu melakukan hal berikut.
a. Mengungkapkan keyakinannya sesuai dengan kenyataan.
b. Berkomunikasi sesuai kenyataan.
c. Menggunakan obat dengan benar dan patuh.
2. Keluarga mampu melakukan hal berikut.
a. Membantu pasien untuk mengungkapkan keyakinannya sesuai kenyataan.
b. Membantu pasien melakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan pasien.
c. Membantu pasien menggunakan obat dengan benar dan patuh.
Perilaku Kekerasan
2.1.Pengertian
Perilaku kekerasan merupakan bagian dari rentang respons marah yang paling
maladaptif, yaitu amuk. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai
respons terhadap kecemasan (kebutuhan yang tidak terpenuhi) yang dirasakan sebagai
ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1991).
2.2.Tanda Dan Gejala Perilaku Marah
1. Emosi
a. Tidak adekuat
b. Tidak aman
c. Rasa terganggu
d. Marah (dendam)
e. Jengkel
2. Intelektual
a. Mendominasi
b. Bawel
c. Sarkasme
d. Berdebat
e. Meremehkan
3. Fisik
a. Muka merah
b. Pandangan tajam
c. Napas pendek
d. Keringat
e. Sakit fisik
f. Penyalahgunaan zat
g. Tekanan darah meningkat
4. Spiritual
Kemahakuasaan
Kebijakan/kebenaran diri
Keraguan
Tidak bermoral
Kebejatan
Kreativitas terlambat
5. Sosial
Menarik diri
Pengasingan
Penolakan
Kekerasan
Ejekan
Humor
2.3.Proses Keperwatan
2.3.1. Pengkajian
1. Faktor Predisposisi
Psikoanalisis
Teori ini menyatakan bahwa perilaku agresif adalah merupakan hasil
dari dorongan insting (instinctual drives).
Psikologis
Berdasarkan teori frustasi-agresif, agresivitas timbul sebagai hasil dari
peningkatan frustasi. Tujuan yang tidak tercapai dapat menyebabkan
frustasi berkepanjangan.
Biologis
Bagian-bagian otak yang berhubungan dengan terjadinya agresivitas
sebagai berikut.
1.) Sistem limbik
Merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan ekspresi
emosi serta perilaku seperti makan, agresif, dan respons seksual.
Selain itu, mengatur sistem informasi dan memori.
2.) Lobus temporal
Organ yang berfungsi sebagai penyimpan memori dan
melakukan interpretasi pendengaran.
3.) Lobus frontal
Organ yang berfungsi sebagai bagian pemikiran yang logis,
serta pengelolaan emosi dan alasan berpikir.
4.) Neurotransmiter
Beberapa neurotransmiter yang berdampak pada agresivitas
adalah serotonin (5-HT), Dopamin, Norepineprin, Acetylcholine,
dan GABA.
Perilaku (behavioral)
Kerusakan organ otak, retardasi mental, dan gangguan belajar
mengakibatkan kegagalan kemampuan dalam berespons positif
terhadap frustasi.
Penekanan emosi berlebihan (over rejection) pada anak-anak atau
godaan (seduction) orang tua memengaruhi kepercayaan (trust) dan
percaya diri (self esteem) individu.
Perikaku kekerasan di usia muda, baik korban kekerasan pada anak
(child abuse) atau mengobservasi kekerasan dalam keluarga
memengaruhi penggunaan kekerasan sebagai koping.
Sosial kultural
1.) Norma
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini
mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak
diterima akan menimbulkan sanksi. Kadang kontrol sosial yang sangat
ketat (strict) dapat menghambat ekspresi marah yang sehat dan
menyebabkan individu memilih cara yang maladaptif lainnya.
2.) Budaya asertif di masyarakat membantu individu untuk berespons
terhadap marah yang sehat.
2. Faktor Presipitasi
Semua faktor ancaman antara lain sebagai berikut.
a. Internal
1.) Kelemahan.
2.) Rasa percaya menurun.
3.) Takut sakit.
4.) Hilang kontrol.
b. Eksternal
1.) Penganiayaan fisik.
2.) Kehilangan orang yang dicintai.
3.) Kritik.
2.3.2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah
2.3.3. Intervensi dan Implementasi
A. Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan
Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.
Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya.
Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya.
Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya.
Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
Tindakan
Bina hubungan saling percaya.
Mengucapkan salam terapeutik.
Berjabat tangan.
Menjelaskan tujuan interaksi.
Membuat kontrak topik, waktu, dan tempat setiap kali bertemu pasien.
Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan masa
lalu.
Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan.
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis.
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual.
Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.
Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada
saat marah secara:
verbal,
terhadap orang lain,
terhadap diri sendiri,
terhadap lingkungan.
Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:
fisik, misalnya pukul kasur dan batal, tarik napas dalam;
obat
sosial/verbal, misalnya menyatakan secara asertif rasa marahnya;
piritual, misalnya sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien.
Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, yaitu latihan
napas dalam dan pukul kasur/bantal, secara sosial/verbal, secara spiritual,
dan patuh minum obat.
Ikut sertakan pasien dalam terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
mengontrol perilaku kekerasan.
B. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Tujuan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah.
Tindakan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien.
b. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab, tanda
dan gejala, serta perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku tersebut).
c. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/orang
lain.
d. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku kekerasan.
Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan yang
telah diajarkan oleh perawat.
Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila pasien
dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilaku kekerasan
e. Buat perencanaan pulang bersama keluarga.
2.3.4. Evaluasi
1. Pada pasien
Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku
kekerasan, perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, serta akibat dari
perilaku kekerasan yang dilakukan.
Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara
teratur sesuai jadwal, yang meliputi:
1.) secara fisik,
2.) secara sosial/verbal,
3.) secara spiritual,
4.) terapi psikofarmaka.
2. Pada keluarga
Keluarga mampu mencegah terjadinya perilaku kekerasan.
Keluarga mampu menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai
pasien.
Keluarga mampu memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol
perilaku kekerasan.
Keluarga mampu mengidentifikasi perilaku pasien yang harus dilaporkan
pada perawat.