Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFINISI
Struma adalah reaksi adaptasi terhadap kekurangan yodium yang ditandai
dengan pembesaran kelenjar tyroid. (Djoko Moelianto, Ilmu Penyakit Dalam,
2015).

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran


kelenjar tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet
iodium yang dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran
kelenjar tiroid dikarenakan sebagai usaha meningkatkan hormon yang
dihasilkan.

B. ETIOLOGI
1. Defisiensi iodium
Pada umumnya, penderita penyakit struma sering terdapat di daerah yang
kondisi air minum dan tanahnya kurang mengandung iodium, misalnya
daerah pegunungan.
2. Kelainan metabolik kongenital yang menghambat sintesa hormon tyroid.
3. Penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia (seperti substansi dalam kol,
lobak,kacang kedelai).
4. Penghambatan sintesa hormon oleh obat-obatan (misalnya : thiocarbamide,
sulfonylurea dan litium).
5. Hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid.
Pada umumnya ditemui pada masa pertumbuan, puberitas, menstruasi,
kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stress lainnya. Dimana
menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arseitektur yang dapat
bekelanjutan dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Tidak tahan dengan cuaca dingin
2. Gangguan menelan
3. Pembengkakan secara berlebihan pada leher.
4. Batuk karena pipa udara (tractea) terdesak kesisi lain.
5. Kesulitan menelan (nyeri saat menelan).
6. Jantung berdebar-debar
7. Kesulitan dalam bernafas dan suara bising pada waktu bernafas.
8. Suara parau karena tekanan pada saraf

D. KLASIFIKASI
1. Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat. Goiter atau struma semacm ini biasanya tidak menimbulkan
gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi secara berlebihan
dapat mengakibatkan kompresi trakea.
2. Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar
tiroid sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan
dari kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari
hormon. Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang
mengalami atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat
pembedahan/ablasi radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi
autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah
penambahan berat badan, sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit
berkonsentrasi, gerakan lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok,
mensturasi berlebihan, pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan
bicara.
3. Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoksikosis atau Graves yang dapat
didefenisikan sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh
metabolik hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul
spontan atau adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang
kelenjar tiroid, sehingga tidak hanya produksi hormon yang berlebihan
tetapi ukuran kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa
berat badan menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan,
kelelahan, leboh suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat
gejala jantung berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata
melotot (eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi
otot.

E. PATOFISIOLOGI
Struma terjadi karena kegagalan sintesa hormon yang berhubungan
dengan pengurangan hormon T3 dan T4. Pengurangan ini mencegah
inhibisi umpan balik TSH yang normal. Kadar TSH yang meningkat akan
menyebabkan peningkatan massa tyroid. Pembesaran tyroid dapat
menimbulkan hyperplasia tetapi tidak semuanya menunjukan adanya kadar
TSH. Hipotesis lain menyatakan bahwa struma disebabkan karena
stimulus kelenjar tyroid oleh growth imunoglobin, stroma dapat berupa
difus atau noduler dan nodul disebabkan oleh adenoma, karsinoma, atau
proses inflamasi. Pembesaran tyroid yang tidak berhubungan dengan
hypertiroidisme, malignasi atau inflamasi sering kali terjadi pada wanita
yang timbul pada saat pubertas atau selama kehamilan disebut dengan
simpel goiter. Pada tiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan
terhadap tiroxin bertambah terutama masa pertumbuhan, menstruasi
pubertas, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi dan stres. Pada masa
tersebut akan menimbulkan modularitas kelenjar tyroid serta kelainan
arsitektur yang dapat berlanjut pada berkurangya aliran darah.
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan sidik tiroid.
Berfungsi untuk melihat teraan ukuran, bentuk lokal dan yang
bermasalah. Fungsi bagian-bagian tiroid.
2. Pemeriksaan Ultrasonografi.
Berfungsi untuk melihat beberapa bentuk kelainan dan konsistensinya.
3. Biopsi Aspirasi Jarum halus.
4. Termografi adalah suatu metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran
suhu kulit pada suatu tempat. Penanda tumor berfungsi untuk mengukur
peninggian tiroglobulin kadar tg serum normal antara 1,5-30 nymle.
5. X Ray (foto leher).

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Obat-obatan
a. iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
b. PTU 100-200 mg (propilthiouracil)
Merupakan obat anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada
sintesis dan akhir dari tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi
tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x 100 mg/hari tiap 8 jam sampai
tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid dilanjutkan dengan dosis
maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
c. Lugol 5 – 10 tetes
d. Obat ini membantu mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi
vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar tiroid. Digunakan 10-21 hari
sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan lagi, oleh karena
propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan kerapuhan
kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
2. Radioterapi
Menggunakan I131, biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi
dengan obat anti-tiroid dan telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi
adalah pasien pada awal penyakit atau pasien dengan resiko tinggi untuk
operasi dan untuk pasien dengan hipotiroid rekuren. Radioterapi
merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan anak-anak.
3. Tindakan bedah operasi
a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b. Lobectomy, mengangkat satu lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c. Tiroidectomi total, semua kelenjar tiroid diangkat
d. Tiroidectomy subtotal bilateral, mengangkat sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri.
e. RND (Radical Neck Dissection), mengangkat seluruh jaringan limfoid
pada leher sisi yang bersangkutan dengan menyertakan n.
accessories,v.jugularis eksterna dan interna, m.
sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus serta kelenjar ludah
submandibularis.

I. PENCEGAHAN
Pencegahan primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk
menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya struma adalah :
1. Memberikan edukasi kepada masyarakat dalam hal merubah pola
perilaku makan dan memasyarakatkan pemakaian garam yodium
2. Mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber yodium seperti ikan
laut
3. Mengkonsumsi yodium dengan cara memberikan garam beryodium
setelah dimasak, tidak dianjurkan memberikan garam sebelum
memasak untuk menghindari hilangnya yodium dari makanan
4. Iodisai air minum untuk wilayah tertentu dengan resiko tinggi. Cara ini
memberikan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan garam karena
dapat terjangkau daerah luas dan terpencil. Iodisasi dilakukan dengan
yodida diberikan dalam saluran air dalam pipa, yodida yang diberikan
dalam air yang mengalir, dan penambahan yodida dalam sediaan air
minum.
5. Memberikan kapsul minyak beryodium (lipiodol) pada penduduk di
daerah endemik berat dan endemik sedang. Sasaran pemberiannya
adalah semua pria berusia 0-20 tahun dan wanita 0-35 tahun, termasuk
wanita hamil dan menyusui yang tinggal di daerah endemis berat dan
endemis sedang. Dosis pemberiannya bervariasi sesuai umur dan
kelamin.
6. Memberikan suntikan yodium dalam minyak (lipiodol 40%) diberikan 3
tahun sekali dengan dosis untuk dewasa dan anak-anak di atas 6 tahun 1
cc dan untuk anak kurang dari 6 tahun 0,2-0,8 cc.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap pengumpulan data yang berhubungan dengan pasien
secara sistematis (Marilynn E Doenges). Pengumpulan data dan sumber data dapat
dilakukan melalui observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik yang meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pengkajian data klien meliputi :
1. Anamnese
a. Identifikasi klien.
b. Keluhan utama klien.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat psikososial
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum pasien
b. Kepala dan leher : Tampak adanya benjolan pada leher
c. Sistim pernafasan : Terasa sesak napas
d. Aktivitas/istirahat : Insomnia, sensitifitas meningkat, otot lemah, gangguan
koordinasi kelelahan berat, atrofi otot.
e. Eliminasi : Urine dalam jumlah banyak perubahan dalam faeses diare.
f. Integritas ego : Mengalami stres yang berat baik fisik maupun emosional.
g. Makanan/cairan : Kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan
yang meningkat, makan banyak, makannya sering kehausan, mual muntah
pembesaran tyroid.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisik (prosedur operasi) di
tandai dengan pasien mengeluh nyeri saat menelan skala 5, dan tampak
meringis.
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi
trakheofaringeal yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping
hidung sampai dengan sianosis.
3. Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus
laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1 :
Nyeri akut berhubungan dengan agen pecedera fisik (prosedur operasi) di
tandai dengan pasien mengeluh nyeri saat menelan skala 5, dan tampak
meringis.
INTERVENSI RASIONAL

O : Identifikasi tanda-tanda adanya O: Bermanfaat dalam


nyeri baik verbal maupun non verbal, mengevaluasi nyeri, menentukan
catat lokasi, intensitas (skala 0 – 10) pilihan in-tervensi, menentukan
dan lamanya efektivitas terapi

N: Letakkan pasien dalam posisi semi N: Mencegah hiperekstensi leher


fowler dan sokong kepala/ leher dengan dan melindungi integritas garis
bantal pasir/bantal kecil jahitan

N : Pertahankan leher/kepala dalam


N: Mencegah stress pada garis
posisi netral dan sokong selama
jahitan dan menurunkan
perubahan posisi. Instruksikan pasien
tegangan otot, Membatasi
menggunakan tangannya untuk
ketegangan, nyeri otot pada
menyokong leher selama pergerakan
daerah operasi
dan untuk menghindari hiperekstensi
leher
E: Menurunkan nyeri tenggorok
E: Anjurkan minuman yang sejuk/
tetapi makanan lunak ditoleransi
makanan yang lunak ditoleransi jika
jika pasien mengalami kesulitan
pasien mengalami kesulitan menelan
menelan
E: Anjurkan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi, seperti E: Membantu untuk memfokuskan
imajinasi, musik yang lembut, relaksasi kembali perhatian dan membantu
progresif pasien untuk mengatasi nyeri/rasa
tidak nyaman secara lebih efektif
K: Kolaborasi Beri obat analgetik
dan/atau analgetik spres tenggorok
K: Beri obat analgetik dan/atau
sesuai kebutuhannya
analgetik spres tenggorok sesuai
kebutuhannya.

Diagnosa 2 :
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan obstruksi trakheofaringeal yang
ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.

INTERVENSI RASIONAL

O : Pantau frekuensi pernafasan, O: Pernafasan secara normal ka-dang-


kedalaman dan kerja perna-fasan kadang cepat, tetapi ber-kembangnya
distres pada perna-fasan merupakan
O: Auskultasi suara nafas, catat
indikasi kom-presi trakea karena edema
adanya suara ronchi
atau perdarahan
O: Kaji adanya dispnea, stridor, dan
O: Ronchi merupakan indikasi adanya
sianosis. Perhatikan kualitas suara
obstruksi.spasme lari-ngeal yang
N: Bantu dalam perubahan posisi, membutuhkan evaluasi dan intervensi
latihan nafas dalam dan atau batuk yang cepat
efektif sesuai indikasi O: Indikator obstruksi trakea/spasme
laring yang membutuhkan evaluasi dan
E: Waspadakan pasien untuk
intervensi segera.
menghindari ikatan pada leher,
menyokog kepala dengan bantal N : Mempertahankan kebersihan jalan
nafas dan evaluasi. Namun batuk tidak
K : Kolaborasikan pemberian obat
dianjurkan dan dapat menimbulkan nyeri
dan bantuan oksigen jika perlu.
yang berat, tetapi hal itu perlu untuk
membersihkan jalan nafas

E: Menurunkan kemungkinan tegangan


pada daerah luka karena pembedahan.

K: Membantu penyembuhan dari dalam.

Diagnosa 3 :
Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus
laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.

INTERVENSI RASIONAL

O: Kaji fungsi bicara secara periodik O: Suara serak dan sakit tenggorok
akibat edema jaringan atau kerusakan
karena pembedahan pada saraf laringeal
N: Pertahankan komunikasi yang yang berakhir dalam beberapa hari
sederhana, beri pertanyaan yang kerusakan saraf menetap dapat terjadi
hanya memerlukan jawaban ya atau kelumpuhan pita suara atau penekanan
tidak pada trakea

N: Memberikan metode komunikasi N: Menurunkan kebutuhan beres-pon,


alternatif yang sesuai, seperti papan mengurangi bicara
tulis, kertas tulis/papan gambar N: Memfasilitasi ekspresi yang
dibutuhkan
E: Anjurkan pasien untuk terus
menerus membatasi bicara dan E: Mencegah pasien bicara yang
jawablah bel panggilan dengan dipaksakan untuk menciptakan
segera kebutuhan yang diketahui/me-merlukan
bantuan
K: Kolaborasiakan pemberian obat
K: Membantu penyembuhan dari dalam
DAFTAR PUSTAKA

C, Barbara. Perawatan Mediikal Bedah. Bandung: Yayasan IAPK Padjajaran,

2016.

PPNI, Tim pokja SDKI DPP. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta

selatan: DPP PPNI, 2017.

Price A, Sylvia. Konsep klinis proses penyakit edisi 4, . Jakarta: EGC, 2015.

R, Djoko Moelianto. Ilmu Penyakit Dalam Ed.2. Jakarta: Balai penerbit FKUI,

2018.

Smeltzer. Buku Ajar keperawatan Medikal bedah ed.8 . Jakarta: EGC, 2015.

Anda mungkin juga menyukai