Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA: MOBILISASI


Disusun Untuk memenuhi Tugas Praktek Belajar Kinik Mata Kuliah KDP

DISUSUN OLEH :
WULAN SARI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES RAJAWALI BANDUNG
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
KEBUTUHAN MOBILISASI

A. KOSEP TEORI PENYAKIT


1. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan
dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn gerakan
fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara
lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih
dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi antaomi akibat perubahan
isiolohi (kehilangan fungsi motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi
roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan
volunteer (Potter&Perry,2005)
2. Anatomi Dan Fisiologi
Muskuloskeletal terdiri dari kata Muskulo yang berarti otot dan kata Skeletal yang
berarti tulang.
a. Otot ( Muskulus / Muscle )
Otot merupakan organ tubuh yang mempunyai kemampuan mengubah energi
kimia menjadi energi mekanik/gerak sehingga dapat berkontraksi untuk
menggerakkan rangka, sebagai respons tubuh terhadap perubahan lingkungan.
Otot disebut alat gerak aktif karena mampu berkontraksi, sehingga mampu
menggerakan tulang. Semua sel-sel otot mempunyai kekhususan yaitu untuk
berkontraksi.
1) Fungsi system otot
a) Pergerakan
b) Penopang tubuh dan mempertahankan postur
c) Produksi panas
2) Jenis Otot
a) Berdasarkan letak dan struktur selnya, dibedakan menjadi:
 Otot Rangka (Otot Lurik)
Otot rangka merupakan otot lurik, volunter (secara sadar atas
perintah dari otak), dan melekat pada rangka, misalnya yang
terdapat pada otot paha, otot betis, otot dada. Kontraksinya
sangat cepat dan kuat.
 Otot Polos
Otot polos merupakan otot tidak berlurik dan involunter (bekerja
secara tak sadar). Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding
berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding
tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan, reproduksi,
urinarius, dan sistem sirkulasi darah. Kontraksinya kuat dan
lamban.
 Otot Jantung
Otot Jantung juga otot serat lintang involunter, mempunyai
struktur yang sama dengan otot lurik. Otot ini hanya terdapat
pada jantung. Bekerja terus-menerus setiap saat tanpa henti, tapi
otot jantung juga mempunyai masa istirahat, yaitu setiap kali
berdenyut.
b) Berdasarkan gerakannya dibedakan menjadi :
• Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya
bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
• Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya
saling mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah.
Contohnya pronator teres dan pronator kuadrus.
3) Mekanisme Kontraksi Otot
Otot Antagonis, yaitu hubungan antarotot yang cara kerjanya
bertolak belakang/tidak searah, menimbulkan gerak berlawanan.
Otot Sinergis, yaitu hubungan antar otot yang cara kerjanya saling
mendukung/bekerjasama, menimbulkan gerakan searah. Contohnya
pronator teres dan pronator kuadrus.
b. Rangka (Skeletal)
Sistem rangka adalah bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi, dan tulang
rawan (kartilago) sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh
untuk mempertahankan sikap dan posisi.
Tulang sebagai alat gerak pasif karena hanya mengikuti kendali otot. Akan
tetapi tulang tetap mempunyai peranan penting karena gerak tidak akan terjadi
tanpa tulang.
1) Fungsi Rangka
a) Penyangga; berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen,
otot, jaringan lunak dan organ.
b) Penyimpanan mineral (kalsium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow)
c) Produksi sel darah (red marrow)
d) Pelindung; membentuk rongga melindungi organ yang halus dan
lunak.
e) Penggerak; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat
bergerak karena adanya persendian.
2) Jenis Tulang
a) Berdasarkan jaringan penyusun dan sifat-sifat fisiknya, yaitu:
 Tulang Rawan (Kartilago)
 Tulang Rawan Hyalin: kuat dan elastis terdapat pada
ujung tulang pipa.
 Tulang Rawan Fibrosa: memperdalam rongga dari
cawan-cawan (tl. Panggul) dan rongga glenoid dari
skapula.
 Tulang Rawan Elastik: terdapat dalam daun telinga,
epiglotis dan faring.
 Tulang Sejati (osteon)
Tulang bersifat keras dan berfungsi menyusun berbagai
sistem rangka. Permukaan luar tulang dilapisi selubung
fibrosa (periosteum). Lapis tipis jaringan ikat (endosteum)
melapisi rongga sumsum dan meluas ke dalam kanalikuli
tulang kompak.
b) Berdasarkan matriksnya, yaitu:
 Tulang kompak, yaitu tulang dengan matriks yang padat dan
rapat.
 Tulang Spons, yaitu tulang dengan matriksnya berongga.
c) Berdasarkan bentuknya, yaitu:
 Ossa longa (tulang pipa/panjang), yaitu tulang yang ukuran
panjangnya terbesar. Contohnya os humerus dan os femur.
 Ossa brevia (tulang pendek), yaitu tulang yang ukurannya
pendek. Contohnya tulang yang terdapat pada pangkal kaki,
pangkal lengan, dan ruas-ruas tulang belakang.
 Ossa plana (tulang pipih), yaitu tulang yang ukurannya lebar.
Contohnya os scapula (tengkorak), tulang belikat, tulang
rusuk.
 Ossa irregular (tulang tak beraturan), yaitu tulang dengan
bentuk yang tak tentu. Contohnya os vertebrae (tulang
belakang).
 Ossa pneumatica (tulang berongga udara). Contohnya os
maxilla.
3) Organisasi Sistem Rangka
Sistem skeletal dibentuk oleh 206 buah tulang yang membentuk suatu
kerangka tubuh. Rangka digolongkan kedalam tiga bagian sebagai
berikut.
a) Rangka Aksial
Rangka Aksial terdiri dari 80 tulang yang membentuk aksis panjang
tubuh dan melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan dada.
 Tengkorak (cranium), yaitu tulang yang tersusun dari 22
tulang; 8 tulang kranial dan 14 tulang fasial.
 Tulang Pendengaran (Auditory) terdiri dari 6 buah
 Tulang Hioid, yaitu tulang yang berbentuk huruf U, terdapat
diantara laring dan mandibula, berfungsi sebagai pelekatan
beberapa otot mulut dan lidah 1 buah
 Tulang Belakang (vertebra), berfungsi menyangga berat tubuh
dan memungkinkan manusia melakukan berbagai macam
posisi dan gerakan, misalnya berdiri, duduk, atau berlari.
Tulang belakang berjumlah 26 buah
 Tulang Iga/Rusuk (costae), yaitu tulang yang bersama-sama
dengan tulang dada membentuk perisai pelindung bagi organ-
organ penting yang terdapat di dada, seperti paru-paru dan
jantung. Tulang rusuk juga berhubungan dengan tulang
belakang, berjumlah 12 ruas
b) Rangka Apendikular
Rangka apendikuler merupakan rangka yang tersusun dari tulang-
tulang bahu, tulang panggul, dan tulang anggota gerak atas dan
bawah terdiri atas 126 tulang.
Secara umum rangka apendikular menyusun alat gerak, tangan dan
kaki. Tulang rangka apendikular dibagi kedalam 2 bagian yaitu
ekstrimitas atas dan ekstrimitas bawah.
3. Klasifikasi
a. Jenis Mobilitas
1) Mibilitas Penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2) Mobilitas Sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan
traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada
ekstremitas bawah karena kehilngan kontrol mekanik dan sensorik.
Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel. Contohnya
terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensoris.
b. Rentang Gerak Mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).
c. Jenis Immobilitas
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan
imobilitas antara lain :
1) Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2) Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak.
3) Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan
atau kehilangan seseorang yang dicintai.
4) Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
4. Etiologi
a. Penyebab
Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum:
1) Kelainan postur
2) Gangguan perkembangan otot
3) Kerusakan system saraf pusat
4) Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular
5) Kekakuan otot
Kondisi – kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain (Restrick,
2005):
1) Fall
2) Fracture
3) Stroke
4) Postoperative bed rest
5) Dmentia and Depression
6) Instability
7) Hipnotic medicine
8) Impairment of vision
9) Polipharmacy
10) Fear of fall
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
1) Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku
yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan
pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI
akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau
seorang pemabuk.
2) Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani
operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih
lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita
penyakit tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan
penyakit kardiovaskuler.
3) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan
aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari
akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil
dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4) Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang
lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
apalagi dengan seorang pelari.
5) Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa
pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan
dengan anak yang sering sakit.
c. Faktor Resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis dan lingkunga dapat menyebabkan
immobiliasi pada usia lanjut seperti pada table berikut :

Gangguan muskuloskeletal Artritis


Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologis Stroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif  (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau
panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas
pada keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas
pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan yang
disebabkan obat antipsikotik)

5. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi
irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Pathway

Perdarahan

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan

Hipoksia Iskemia

Metabolisme anaerob aktivitas elektrolit terganggu

Penurunan asam laktat pompa Na dan K gagal

Asidosis lokal, H meningkat, PCO meningkat, PCO2 menurun

edema serebral TIK meningkat

Gangguan perfusi perfusi otak menurun herniasi otak


jaringan

nekrosis jaringan otak kematian



defisit neurologis


Lobus oksipitalis
Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri lobus frontalis
lobus temporalis lobus
parientalis
Gangguan mobilisasi

6. Manifestasi Klinik
a. Dampak fisiologis dari immobilitas, antara lain:

EFEK HASIL
 Penurunan konsumsi oksigen  Intoleransi ortostatik
maksimum
  Penurunan fungsi ventrikel kiri  Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Penurunan volume sekuncup  Penurunan kapasitas kebugaran
 Perlambatan fungsi usus  Konstipasi
 Pengurangan miksi  Penurunan evakuasi kandung kemih
 Gangguan tidur   Bermimpi pada siang hari, halusinasi

b. Efek Immobilisasi pada berbagai system organ

PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT


ORGAN / SISTEM
IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan
otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor,
degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi
pembuluh darah miokard, intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan
oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning jantung,
penurunan volume plasma, perubahan uji fungsi paru,
atelektasis paru, pneumonia, peningkatan stasis vena,
peningkatan agresi trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis
endokrin dan deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
e. Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot.

B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Pengkajian Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat kesehatan keluarga
5) Genogram
b. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
biasanya menandakan adanya patah tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau
adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal
(mis.cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan
selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan
bergetar – penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau
lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer
dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu
pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
a) Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT
AKTIVITAS/ MOBILITA KATEGORI
S

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan

b) Rentang gerak (range of motion-ROM)

DERAJAT
GERAK SENDI RENTANG
NORMAL
Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari 180
posisi samping ke atas kepala, telapak
tangan menghadap ke posisi yang
paling jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan 80-90
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50
arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi

Skala ADL (Acthyfiti Dayli Living)


0 : Pasien mampu berdiri
1 : Pasien memerlukan bantuan/ peralatan minimal
2 : Pasien memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan
3 : Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan alat
4 : Tergantung secara total pada pemberian asuhan
Kekuatan Otot/ Tonus Otot
0 : Otot sama sekali tidak bekerja
1 (10%) : Tampak berkontraksi/ ada sakit gerakan tahanan sewaktu
jatuh
2 (25%) : Mampu menahan tegak tapi dengan sentuhan agak jauh
3 (50%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan
berat
4 (75%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan
berat dan melawan tekanan secara stimulant

2. Diagnose Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul seperti
a. Intoleransi aktivitas
b. Gangguan mobilitas fisik
c. Defisit perawatan diri . (Tarwoto & Wartonah, 2003)
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
berhubungan keperawatan selama …. x 24
dengan Kelemahan jam :  Tentukan penyebab
umum keletihan: :nyeri,
 Klien mampu aktifitas, perawatan ,
mengidentifikasi aktifitas pengobatan
dan situasi yang  Kaji respon emosi,
menimbulkan kecemasan sosial dan spiritual
yang berkonstribusi pada terhadap aktifitas.
intoleransi aktifitas.  Evaluasi motivasi dan
 Klien mampu keinginan klien untuk
berpartisipasi dalam meningkatkan
aktifitas fisik tanpa aktifitas.
disertai peningkatan TD,  Monitor respon
N, RR dan perubahan kardiorespirasi
ECG terhadap aktifitas :
 Klien mengungkapkan takikardi, disritmia,
secara verbal, dispnea, diaforesis,
pemahaman tentang pucat.
kebutuhan oksigen,  Monitor asupan nutrisi
pengobatan dan atau alat untuk memastikan ke
yang dapat meningkatkan adekuatan sumber
toleransi terhadap energi.
aktifitas.  Monitor respon
 Klien mampu terhadap pemberian
berpartisipasi dalam oksigen : nadi, irama
perawatan diri tanpa jantung, frekuensi
bantuan atau dengan Respirasi terhadap
bantuan minimal tanpa aktifitas perawatan
menunjukkan kelelahan diri.
 Letakkan benda-benda
yang sering digunakan
pada tempat yang
mudah dijangkau
 Kelola energi pada
klien dengan
pemenuhan kebutuhan
makanan, cairan,
kenyamanan /
digendong untuk
mencegah tangisan
yang menurunkan
energi.
 Kaji pola istirahat
klien dan adanya
faktor yang
menyebabkan
kelelahan.

Terapi Aktivitas

 Bantu klien melakukan


ambulasi yang dapat
ditoleransi.
 Rencanakan jadwal
antara aktifitas dan
istirahat.
 Bantu dengan aktifitas
fisik teratur : misal:
ambulasi, berubah
posisi, perawatan
personal, sesuai
kebutuhan.
 Minimalkan anxietas
dan stress, dan berikan
istirahat yang adekuat
 Kolaborasi dengan
medis untuk
pemberian terapi,
sesuai indikasi

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
mobilitas fisik keperawatan selama ...x 24  Ajarkan dan berikan
berhubungan jam klien menunjukkan: dorongan pada klien
dengan : untuk melakukan
Kerusakan sensori program latihan secara
persepsi.  Mampu mandiri total rutin
 Membutuhkan alat bantu Latihan untuk ambulasi
 Membutuhkan bantuan  Ajarkan teknik
orang lain Ambulasi &
 Membutuhkan bantuan perpindahan yang
orang lain dan alat aman kepada klien dan
 Tergantung total keluarga.
 Dalam hal :  Sediakan alat bantu
 Penampilan posisi tubuh untuk klien seperti
yang benar kruk, kursi roda, dan
 Pergerakan sendi dan otot walker
 Melakukan perpindahan/  Beri penguatan positif
ambulasi : miring kanan- untuk berlatih mandiri
kiri, berjalan, kursi roda dalam batasan yang
aman.
Latihan mobilisasi dengan
kursi roda
 Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda
& cara berpindah dari
kursi roda ke tempat
tidur atau sebaliknya.
 Dorong klien
melakukan latihan
untuk memperkuat
anggota tubuh
 Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh
yang Benar
 Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari
kelelahan, keram &
cedera.
 - Kolaborasi ke ahli
terapi fisik untuk
program latihan.

4. Evaluasi
Evaluasi yang di harapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi
gangguan mobilitas adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan fungsi tubuh.
b. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot.
c. Peningkatan fleksibilitas sendi.
d. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi
pasien menunjukkan keceriaan.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul,Aziz.2006.Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba Medika

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Nanda. 2005. Diagnose Keperawatan. Jakarta : Prima Medika

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia& proses keperawatan. Jakarta :


Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai