Nama : Nipriyanti
NIM : 2019040730
E. Klasifikasi
Klasifikasi patah tulang secara umum adalah :
1. Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi :
a. Fraktur komplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang yang luas sehingga tulang
terbagi menjadi dua bagian dan garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi lain serta
mengenai seluruh korteks.
b. Fraktur inkomplit adalah patah atau diskontinuitas jaringan tulang dengan garis patah tidak
menyeberang, sehingga tidak mengenai korteks(masih ada korteks yang utuh).
2. Menurut Black dan Matassarin (1993) yaitu fraktur berdasarkan hubungan dengan dunia luar,
meliputi:
a. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,tulang tidak menonjol
melalui kulit..
b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena adanya hubungan dengan
lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi. Fraktur terbuka dibagi dalam 3
grade yaitu :
1) Grade I : robekan kulit dengan kerusakan kulit otot.
2) Garade II : seperti grade I dengan memar kulit dan otor.
3) Grade III : luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah,
syaraf otot dan kulit.
Lokasi patah tulang pada klavikula diklasifikasikan menurut Dr. FL Allmantahun 1967 dan dimodifikasi
oleh Neer pada tahun 1968, yang membagi patah tulang klavikula menjadi 3 kelompok :
1. Kelompok 1: patah tulang pada sepertiga tengah tulang klavikula (insidensikejadian 75-80%).
- Pada daerah ini tulang lemah dan tipis.
- Umumnya terjadi pada pasien yang muda.
2. Kelompok 2 : patah tulang klavikula pada sepertiga distal (15-25%). Terbagi menjadi 3 tipe
berdasarkan lokasi ligament coracoclavicular yakni, conoid dan trapezoid
a) Tipe 1.
Patah tulang secara umum pada daerah distal tanpa adanya perpindahan tulang maupun ganguan
ligament coracoclevicular.
b) Tipe 2A.
Fraktur tidak stabil dan terjadi perpindahan tulang, dan ligament coracoclavicular masih melekat
pada fragmen.
c) Tipe 2 B.
Terjadi ganguan ligament. Salah satunya terkoyak ataupun kedua-duanya.
d) Tipe 3.
Patah tulang yang pada bagian distal clavikula yang melibatkan AC joint.
e) Tipe 4.
Ligament tetap utuk melekat pata perioteum, sedangkan fragmen proksimal berpindah keatas.
f) Tipe 5.
Patah tulang kalvikula terpecah menjadi beberapa fragmen.
3. Kelompok 3 : patah tulang klavikula pada sepertiga proksimal (5%). Pada kejadian ini biasanya
berhubungan dengan cidera neurovaskuler.
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada fraktur klavikula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan
bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau nonoperative treatment.
Tujuan dari penanganan ini adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah
tulang supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka
tetap menempelsebagaimana mestinya sehingga tidak terjadi deformitas dan proses
penyembuhan tulang yang mengalami fraktur lebih cepat. Proses penyembuhan pada
fraktur clavicula memerlukan waktu yang cukup lama. Penanganan nonoperative
dilakukan dengan pemasangan silang selama 6 minggu. Selama masa ini pasien harus
membatasi pergerakan bahu, siku dan tangan. Setelah sembuh, tulang yang mengalami
fraktur biasanya kuat dan kembali berfungsi. Pada beberapa patah tulang, dilakukan
pembidaian untuk membatasi pergerakan. atau mobilisasi pada tulang untuk
mempercepat proses penyembuhan. Bagian tulang lainnya harus benar-benar tidak
boleh digerakkan (immobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui :
1. Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang
Pemasangan gips merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang patah.
Modifikasi spika bahu (gips klavikula) atau balutan berbentuk angka delapan atau
strap klavikula dapat digunakan untuk mereduksi fraktur ini, menarik bahu ke
belakang, dan mempertahankan dalam posisi ini. Bila dipergunakan strap klavikula,
ketiak harus diberi bantalan yang memadai untuk mencegah cedera kompresi terhadap pleksus
brakhialis dan arteri aksilaris. Peredaran darah dan saraf kedua lengan harus dipantau.
2. Penarikan (traksi) : menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada
tempatnya.
3. Fikasasi :
a. Fiksasi internal : dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan (plate)
atau batanglogam pada pecahan-pecahan tulang atau sering disebut open
reduction with internal fixation (ORIF).
b. Fiksasi eksternal : Immobilisasi lengan atau tungkai dapat menyebabkan otot
menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita perlu menjalani
terapi fisik.
Pada prinsipnya penanganan patah tulang klavikula adalah untuk mencapai penyembuhan tulang
dengan minimum tingkat morbiditas, hilangnya fungsi, dan sisa kelainan bentuk. Fraktur 1/3 distal
klavikula tanpa pergeseran dan terpotongnya ligamen dapat ditangani dengan sling dan pembatasan
gerakan lengan. Bila fraktur 1/3 distal disertai dengan terputusnya ligamen korakoklavikular, akan terjadi
pergeseran yang harus ditangani dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna. Selama imobilisasi pasien
diperkenankan melakukan latihan gerakan tapi harus menghindari aktivitas yang berat. Tindak lanjut
perawatan dilakukan dengan pemantauan yang dijadwalkan1 hingga 2 minggu setelah cedera untuk
menilai gejala klinis dan kemudiansetiap 2 hingga 3 minggu sampai pasien tanpa gejala klinis.
Pemeriksaan foto rontgen tidak perlu selama proses perawatan, tetapi akan lebih baik dilakukan pada saat
proses penyatuan tulang yang biasanya dapat dilihat pada minggu ke - 4 sampai minggu ke 6 (pada saat
fase remodeling pada proses penyembuhan tulang). Tanda klinis penyatuan tulang adalah berkurangnya
rasa sakit atau rasa sakit hilang, dapat melakukan gerakan bahu secara penuh, dan kekuatan kembali
normal. Tindakan pembedahan dapat dilakukan apabila terjadi hal-hal berikut :
1. Fraktur terbuka.
2. Terdapat cedera neurovaskuler.
3. Fraktur comminuted.
4. Tulang memendek karena fragmen fraktur tumpang tindih.
5. Rasa sakit karena gagal penyambungan (nonunion).
6. Masalah kosmetik, karena posisi penyatuan tulang tidak semestinya (malunion).
Pemberian obat pada kasus patah tulang dapat dilakukan untuk mengurangirasa nyeri. Obat-
obat yang dapat digunakan adalah obat kategori analgesik antiinflamasi seperti acetaminophen dan
codeine dapat juga obat golongan NSAIDs seperti ibuprofen.
G. PROGNOSIS
Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat
ringannya trauma yang dialami, bagaimana penanganan yang tepat dan usia penderita.
Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat cepat, sementara
pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan, jika penanganan baik maka
komplikasi dapat diminimalisir. Fraktur klavikula disertai multiple trauma
memberi prognosis yang lebih buruk daripada prognosis fraktur klavikula murni.
Fraktur klavikula bisa sembuh sepenuhnya dalam waktu 12 minggu, tapi rasa
sakit biasanya berkurang dalam beberapa minggu. Seringkali pasien kembali ke aktivitas
penuh sebelum 12 minggu, terutama pada pasien yang lebih muda. Patah tulang akan
sembuh dengan baik jika dilakukan tindakan operative.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi fraktur klavikula meliputi trauma saraf pada pleksus brakhialis, cedera vena atau
arteria subklavia akibat frakmen tulang, dan malunion (penyimpangan penyatuan). Malunion merupakan
masalah kosmetik bila pasien memakai baju dengan leher rendah.
Komplikasi akut :
- Cedera pembuluh darah
- Pneumouthorax
- Haemothorax
Komplikasi lambat :
- Mal union : proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam waktu semestinya, namun
tidak dengan bentuk aslinya atau abnormal.
- Non union : kegagalan penyambungan tulang setelah 4 sampai 6 bulan.
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan,
laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa
penyembuhan Ca dan P mengikat didalam darah.
2. Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment.Venogram/anterogram
menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untukmendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
3. Scan tulang, CT-scan/ MRI :
Memperlihatkan frakur dan mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
J. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktik
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat. Asuhan
keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap maupun mendadak.
Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat seringkali dipengaruhi oleh
karakteristik ruang gawat darurat itu sendiri, sehingga dapat menimbulkan asuhan
keperawatan spesifik yang sesuai dengan keadaan ruangan. Karakteristik unik dari
ruangan gawat darurat yang dapat mempengaruhi sistem asuhan keperawatan antara
lain :
1. Kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi, baik kondisi klien dan jumlah klien
yang datang ke ruang gawat darurat.
2. Keterbatasan sumber daya dan waktu.
3. Pengkajian, diagnosis dan tindakan keperawatan diberikan untuk seluruh usia,
seringkali dengan data dasar yang sangat terbatas.
4. Jenis tindakan yang diberikan merupakan tindakan yang memerlukan kecepatan dan
ketepatan yang tinggi.
5. Adanya saling ketergantungan yang tinggi antara profesi kesehatan yang bekerja di
ruang gawat darurat.
Berdasarkan kondisi di atas, prinsip umum asuhan keperawatan yang diberikan
oleh perawat di ruang gawat darurat meliputi :
1. Penjaminan keselamatan diri perawat dan klien yang terjaga : perawat harus
menerapkan prinsip Universal Precaution dan mencegah penyebab infeksi.
2. Perawat bersikap cepat dan tepat dalam melakukan triase, menentukan diagnosa
keperawatan, tindakan keperawatan dan evaluasi yang berkelanjutan.
3. Tindakan keperawatan meliputi resusitasi dan stabilisasi diberikan untuk mengatasi
masalah biologi dan psikososial klien.
4. Penjelasan dan pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga diberikan untuk
menurunkan kecemasan dan meningkatkan kerjasama klien-perawat.
5. Sistem monitoring kondisi klien harus dapat dijalankan.
6. Sistem dokumentasi yang dipakai dapat digunakan secara mudah dan cepat.
7. Penjaminan tindakan keperawatan secara etik dan legal keperawatan perlu dijaga.
Berikut penjabaran proses keperawatan yang merupakan panduan Asuhan
Keperawatan di ruangan gawat darurat dengan contoh proses keperawatan klien gawat
darurat :
I. PENGKAJIAN
a. Standar
Perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan psikososial
di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah keperawatan klien
dalam lingkup kegawatdaruratan.
b. Keluaran
Adanya pengkajian keperawatan yang terdokumentasi untuk setiap klien
gawat darurat.
c. Proses
Pengkajian merupakan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan gawat darurat. Proses pengkajian terbagi dua :
1. Pengkajian Primer (primary survey)
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah
aktual/potensial dari kondisi life threatning (berdampak terhadap
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap
berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut
memungkinkan.
Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
- Bersihan jalan nafas
- Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
- Distress pernafasan
- Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
- Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
- Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
- Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
- Denyut nadi karotis
- Tekanan darah
- Warna kulit, kelembaban kulit
- Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
- Tingkat kesadaran
- Gerakan ekstremitas
- GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
- Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
- Tanda-tanda trauma yang ada.
2. Pengkajian Sekunder (secondary survey)
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan
pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian
obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan
pengkajian dari kepala sampai kaki.
a. Pengkajian Riwayat Penyakit :
Komponen yang perlu dikaji :
- Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
- Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
- Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
- Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
- Waktu makan terakhir
- Riwayat pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi sakit sekarang,
imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian :
A (Allergis) :
M (medications) : Alergi yang dipunyai klien.
Tanyakan obat yang telah diminum klien untuk
P (pertinent past : mengatasi nyeri.
medical hystori) Riwayat penyakit yang diderita klien.
L (last oral intake :
solid or liquid) Makan/minum terakhir; jenis makanan, ada
E (event leading to : penurunan atau peningkatan kualitas makan.
injury or illnes) Pencetus/kejadian penyebab keluhan.
Musliha, Keperawatan Gawat Darurat Plus Contoh Askep dengan pendekatan Nanda,
Wilkinson J M,. Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil
Wikipedia, http://en.wikipedia.org/wiki/Clavicle_fracture.