Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK

DISUSUN UNTUK MEMENUHI PENUGASAN PRAKTIK PROFESI NERS


STASE KEPERAWATAN DASAR

Oleh:
MUTIA HASNA NISRINA
NIM : 22632205

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Konsep Asuhan Keperawatan Dasar Oleh:


Nama : Mutia Hasna Nisrina
NIM : 22632205
Institusi : Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Untuk memenuhi tugas praktik Program Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar
pada tanggal 14 Maret 2024 - 16 Maret 2024 di RSAU dr. EFRAM HARSANA LANUD
ISWAHJUDI.

Penyusun

(Mutia Hasna Nisrina)

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

................................................ Sulistyo Andarmoyo, S.Kep. Ns., M.Kes., PhD.


NIDN: 0715127903
GANGGUAN MOBILITAS FISIK

A. Konsep Teori Kebutuhan Aktivitas dan Istirahat


1. Pengertian
Aktivitas dan istirahat merupakan suatu kebutuhan dasar individu, setiap
individu memiliki irama atau pola dalam melakukan aktivitas, tanda individu
dikatakan sehat salah-satunya yaitu adanya kemampuan individu dalam
menjalankan aktivitas seperti bekerja, personal hygiene, rekreasi, makan minum
dan sebagainya (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).
Aktivitas dapat membuat fisik menjadi lebih sehat dan bisa berpengaruh
terhadap citra tubuh serta harga diri individu, sedangkan istirahat sendiri
merupakan suatu keadaan tenang, santai, releks, bebas. dari perasaan gelisah dan
tanpa tekanan emosional (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).
Istirahat tidak hanya bermakna tidak melakukan suatu aktivitas sama sekali,
istirahat dapat berupa bersantai untuk menenangkan diri dan melakukan hal untuk
membebaskan diri dari sesuatu yang menyulitkan maupun membuat bosan,
istirahat juga dapat membutuhkan ketegangan misalnya dengan berjalan di taman,
menonton televisi dan lain-lain (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).
Menurut Potter dan Perry (2012), terdapat enam karakteristik istirahat yaitu
bebas dari gangguan ketidaknyamanan, merasa diterima, merasa bahwa segala
sesuatu dapat diatasi, mengetahui apa yang sedang terjadi, memiliki beberapa
kepuasaan menganai kegaiatan yang memiliki tujuan, mengetahui adanya
pertolongan ketika membutuhkan.
Kemampuan beraktivitas termasuk kebutuhan yang sepenuhnya diperlukan
manusia, individu mampu beraktivitas dikarenakan adanya keadekuatan antara
sistem muskuloskeletal maupun sistem persarafan. Pergerakan tubuh merupakan
bagaimana menggunakan dengan efektif, aman dan terkoordinasi sehingga
diperoleh keseimbangan ketika beraktivitas dan gerakan yang baik (Kasiati dan
Rosmalawati, 2016).
Perawat memiliki peran penting dalam mencengah kondisi gangguan pada
mekanik tubuh khusunya untuk individu yang mengalami bed rest lama, cedera
dan sebagainya, dikarenakan kondisi tersebut dapat menimbulkan penurunan
kekuatan otot dan perawat perlu memberikan latihan mekanik tubuh dengan tepat
untuk pencegahan komplikasi misalnya tekanan fisik, cedera, jatuh maupun
dampak gangguan mobilisasi lainnya (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).
Mobilisasi atau aktivitas yaitu kemampuan individu dalam bergerak dengan
teratur, bebas serta mudah untuk memenuhi kebutuhan dasar aktivitas dalam
menjaga kesehatannya (Haswita dan Sulistyawati, 2017). Mobilitas/mobilisasi
adalah kemampuan individu untuk bergerak dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup baik mandiri ataupun dengan alat bantu maupun bantuan orang
lain (Widuri, 2019).
Mobilisasi merupakan prosedur yang kompleks yang memerlukan
koordinasi yang adekuat antara sistem saraf serta muskuloskletal (Potter dan
Perry, 2012). Tingkatan imobilisasi atau gangguan mobilitas dijelaskan sebagai
berikut (Kasiati dan Rosmalawati, 2016):
a. Imobilisasi komplet merupakan immobilisasi pada individu dengan gangguan
tingkat kesadaran.
b. Imobilisasi parsial merupakan immobilisasi yang dialami pada penderita
fraktur
c. Imobilisasi disebabkan karena pengobatan merupakan immobilisasi pada
pasien dengan gangguang pernafasan atau gangguan pada jantung, pada
pasien bed rest total, pasien yang tidak diperbolehkan untuk mobilisasi dari
tempat tidur.
2. Fisiologi Pergerakan
Kondisi gerakan tubuh dipengaruhi oleh skeletal, otot skelet, dan sistem
saraf, menurut Tarwoto dan Wartonah (2015), pergerakan adalah rangkaian antara
sistem muskuloskeletal dan sistem persarafan, komponen sistem muskuloskeletal
melibatkan tulang, tendon, otot, kartilago, ligamen, dan sendi (Asmadi, 2018).
a. Tulang, merupakan jaringan dinamis yang terdiri dari tiga jenis sel yaitu
osteosit, osteoblas, dan osteoklas, tulang memiliki fungsi sebagai: penunjang
jaringan tubuh yang membentuk otot-otot tubuh, membantu pergerakan
tubuh, pelindung organ tubuh yang lunak (misalnya jantung, otak, paru-paru,
dan sebagainya), menunjang proses hematopoiesis atau memproduksi sel
darah merah pada sumsum tulang dan menyimpan garam-garam mineral
(misalnya kalsium)
b. Otot, secara umum memiliki fungsi untuk kontraksi serta menghasilkan
gerakan-gerakan. Otot memiliki 3 jenis yaitu otot polos, otot rangka, dan otot
jantung, saraf tepi yang mempersarafi 3 jenis otot tersebut terdiri dari serabut
motoris serta medula spinalis. Pada sistem skeletal otot rangka merupakan
otot yang paling berperan dalam mekanik tubuh. Otot rangka berfungsi dalam
membantu mempertahankan postur tubuh, pengontrolan gerakan serta
menghasilkan panas.
c. Tendon, tersusun dari jaringan fibrosa padat yang membungkus otot serta
membentuk ujung otot dan merekat di tulang. Membran sinovial merupakan
batas tendon yang berguna sebagai pelicin untuk memudahkan tendon untuk
bergerak.
d. Ligamen, merupakan kumpulan jaringan penyokong fibrosa yang lentur, kuat
serta padat. Fungsi ligamen yaitu untuk menjaga kestabilan dan
menghubungkan ujung persendian.
e. Kartilago, tersusun dari serat yang terkandung di dalam suatu gel yang elastis
namun kuat serta tidak memiliki pembuluh darah. Zat makanan yang
mencapai sel kartilago bersumber dari kapiler di perikondrium melalui proses
difusi serta melalui cairan sinovial pada sel kartilago sendi.
f. Sendi, menunjang terjadinya gerak tubuh sehingga lebih lentur, terdapat jenis
persendian diantaranya sendi amfiartroses (terbatas hanya satu gerakan,
misalnya tulang vertebrae), sendi diartroses (sendi yang bebas
pergerakannya, misalnya sendi bahu dan sendi leher) dan sendi sinartroses
(sendi yang tidak bergerak).

Rangkaian sistem muskuloskeletal yaitu otot, tendon, ligamen, tulang, sendi


serta kartilago. Tulang berfungsi untuk membantu pergerakan dan menunjang
jaringan tubuh. Otot memiliki fungsi dalam kontraksi, mempertahankan postur
tubuh, membantu menghasilkan gerakan dan menghasilkan panas. Otot
dipersarafi oleh saraf yang terdiri dari serabut motoris di medulla spinal. Medula
otak misalnya korteks serebri kanan mengkoordinasi otot-otot anggota gerak kiri
dan sebaliknya (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).
Proses terjadinya kontraksi otot yaitu membran otot memuat myofibril,
terjadi pelepasan asetikolin. Kemudian diretikulum sarkoplasma pintu kalsium
melepaskan ion kalsium ke sitoplasma sel otot, selanjutnya akan berikatan
troposin dan membuka binding sites, terbentuklah cross bridges atau jembatan
silang diantara filamin aktin maupun miosin. Kemudian katalis enzim myosin-
ATP ase mengalami hidrolikis ATP menjadi ADP + P + energi, yang
menyebabkan terjadinya kontraksi (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).

Sorkolema (Membran Serabut Otot)

Beribu-ribu Myofibril

Filamin Aktin Filamin Miosin

Saling Berikatan

Cross Bridges

Kontraksi Otot

Bagan 1 Kontraksi Otot


(Sumber: Kasiati dan Rosmalawati, 2016)
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dapat muncul pada pasien yang mengalami
gangguan mobilitas fisik berdasarkan buku SDKI yaitu:
a. Gejala dan tanda mayor
Subjektif: mengeluh sulit menggerakan ekstremitas
Objektif: kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun
b. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas
saat bergerak
Objektif: sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik
lemah (PPNI, 2017).
Menurut Kasiati dan Rosmalawati (2016), untuk gejala yang dapat dialami
seseorang yang mengalami hambatan istirahat dan tidur dapat berupa perasaan
lelah, emosi, gelisah, apatis, kehitaman dan bengkak sekitar mata, mata perih,
konjungtiva merah, tidak fokus, dan sakit kepala.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas dan Istirahat
Menurut Kasiati dan Rosmalawati (2016), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi aktivitas atau mobilitas individu, diantaranya:
a. Tingkat perkembangan tubuh, usia seseorang berpengaruh terhadap sistem
persarafan dan sistem muskuloskeletal sehingga dalam melaksanakan
implementasi keperawatan dalam memenuhi kebutuhan perawat perlu
mempertimbangkan dimensi tumbuh kembang individu.
b. Kesehatan fisik, individu yang memiliki penyakit akan bisa menghambat
dalam pergerakan fisik atau tubuh.
c. Keadaan nutrisi, kekurangan nutrisi dapat menimbulkan kelelahan otot dan
kelemahan yang berdampak terhadap penurunan aktivitas dan istirahat.
d. Status mental, individu dengan masalah mental umumnya tidak tertarik
dalam melakukan aktivitas, serta tidak memiliki energi untuk personal
hygiene.
e. Gaya hidup, individu dalam yang jarang melakukan aktivitas dengan baik
dapat mengalami gangguan dalam pergerakan begitupun pula sebaliknya.
Sedangkan, untuk kebutuhan istirahat seperti tidur diatur oleh 2 sistem pada
batang otak yang mempunyai sel khusus untuk menjaga kewaspadaan maupun
kesadaran, memberikan rangsangan pendengaran, pengelihatan, perabaan
termasuk nyeri, proses pikir maupun emosi, ketika sadar RAS melepas
katekolamin kemudian ketika tidur BSR akan mengalami pelepasan serum
serotonin (Hidayat, 2011). Faktor yang dapat berpengaruh terhadap kuantitas dan
kualitas kualitas tidur yaitu penyakit, lingkungan, latihan, stres emosional, gaya
hidup, alkohol, motivasi serta medikasi seperti obat-obat tertentu (Kasiati dan
Rosmalawati, 2016).
5. Macam-Macam Gangguan yang dapat Terjadi
Gangguan pemenuhan kebutuhan aktivitas dapat berpengaruh ke sistem-
sitem di tubuh, misalnya terjadi perubahan metabolisme tubuh. gangguan dalam
kebutuhan nutrisi, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, perubahan sistem
pernafasan, gangguan fungsi gastrointestinal, perubahan sistem muskuloskeletal,
perubahan kardiovaskular, perubahan eliminasi (buang air besar dan kecil),
perubahan kulit, serta perubahan perilaku (Widuri, 2019).
a. Perubahan metabolisme, secara umum imobilitas dapat mengganggu
metabolisme tubuh atau menyebabkan kecepatan metabolisme menurun
dalam tubuh, dikarenakan Basal Metabolism Rate (BMR) mengalami
penurunan yang berdampak terhadap kurangnya energi. Imobilisasi dapat
menimbulkan penurunan proses anabolisme serta katabolisme dapat
meningkat, kondisi tersebut bisa berisiko mengalami gangguan metabolisme.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dapat menimbulkan konsentrasi
protein serum berkurang dan persediaan protein menurun sehingga dapat
mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Selain itu, berkurangnya perpindahan
cairan dari intravaskular ke interstisial dapat menimbulkan edema sehingga
terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan pengubahan zat gizi, karena menurunnya pemasukan protein dan
kalori yang bisa menimbulkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel
menurun dikarenakan sel tidak lagi menerima glukosa, lemak, asam amino
serta oksigen dalam jumlah yang cukup untuk menjalankan aktivitas
metabolisme.
d. Gangguan fungsi gastrointestinal, imobilitas bisa menimbulkan penurunan
hasil makanan yang dicerna, sehingga menimbulkan keluhan, seperti perut
kembung, nyeri lambung dan mual yang dapat menyebabkan gangguan
proses eliminasi. Menurut Kasiati dan Rosmalawati (2016), imobilisasi dapat
menyebabkan gangguan fungsi gastrointestinal seperti terjadinya konstipasi
akibat mobilitas usus dan peristaltic menurun.
e. Perubahan sistem pernapasan, menurut Kasiati dan Rosmalawati (2016),
dampak yang mungkin ditimbulkan dari imobilisasi adalah penumpukan
secret akibat gravitasi, penurunan gerakan pernafasan dikarenakan
pembatasan gerak, hilangnya kordinasi otot dan atelektasis
f. Perubahan kardiovaskular, seperti meningkatnya kerja jantung. hipotensi
ortostatik juga dapat menyebabkan pembentukan thrombus.
g. Perubahan sistem muskuloskeletal
1) Gangguan muskular, menurunnya massa otot, penurunan kekuatan otot,
fungsi kapasitas otot menurun dibuktikan dengan penurunan stabilitas,
atropi pada otot.
2) Gangguan skeletal, seperti terjadinya kontraktur pada sendi dan
osteoporosis dan nyeri sendi
h. Perubahan sistem integument, berupa elastisitas kulit menurun akibat
kurangnya sirkulasi darah serta menimbulkan luka dekubitus
i. Perubahan eliminasi, seperti penurunan jumlah urine karena kurangnya
asupan dan penurunan curah jantung sehingga aliran darah renal dan urine
berkurang.
j. Perubahan perilaku, seperti timbulnya rasa bermusuhan, cemas, bingung,
depresi, emosional tinggi, menurunnya mekanisme koping serta perubahan
siklus tidur dikarenakan selama imobilitas individu dapat mempengaruhi
perubahan konsep diri maupun peran dan mengalami kecemasan (Widuri,
2019).
Sedangkan dalam pemenuhan kebutuhan istirahat terdapat beberapa
gangguan yang umum terjadi seperti insomnia (kurangnya kualitas maupun
kuatitas tidur), parasomnia (perilaku yang menggangu tidur misalnya tidur
berjalan dll), hipersomnia (berlebihan tidur), narkolepsi (gelombang kantuk yang
tidak tertahan), apnea saat tidur dan mendengkur, enuresa (buang air kecil yang
tidak sengaja saat tidur) (Kasiati dan Rosmalawati, 2016).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Diagnostik
1) Foto Rontgen (Untuk menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, erosi,
dan perubahan hubungan tulang).
2) CT Scan tulang (mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di
daerah yang sulit untuk dievaluasi)
3) MRI (untuk melihat abnormalitas: tumor, penyempitan jalur jaringan
lunak melalui tulang)
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah dan urine
2) Pemeriksaan Hb
7. Komplikasi
a. Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
b. Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol/hipotensi orthostatic
c. Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dan dangkal
d. Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan
e. Status emosi stabil
(Rosidawati, dkk 2008)
8. Penatalaksanaan
Saputra (2013), gangguan mobilitas fisik dapat diberikan tindakan dapat berupa:
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien, misalnya dengan miring
kanan atau miring kiri, posisi sims, fowler, litotomi, dorsal recumbent,
genupectoral ataupun trendelenburg.
b. Melakukan kegiatan sehari-hari untuk melatih ketahanan, kekuatan, serta
kemampuan sendi supaya mudah bergerak, serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular
c. Ambulasi dini, dapat bermanfaat untuk meningkatkan ketahanan dan
kekuatan otot dan meningkatkan fungsi dari sistem kardiovaskular.
d. Latihan rentang gerak atau Range of Motion/ROM
Penatalaksanaan untuk gangguan istirahat dan tidur sendiri dapat diberikan
tindakan berupa:
a. Kurangi distraksi lingkungan yang menyebabkan gangguan tidur
b. Bantu upaya tidur misalnya dengan minum susu sebelum tidur karena susu
yang hangat menandung L-triptofan (untuk penginduksi tidur) atau mandi
menggunakan air hangat karena dapat meimbulkan relaksasi
9. Pathway
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan (sekarang dan dahulu)
3) Riwayat kesehatan keluarga
c. Pola pengkajian ADL
1) Pola nutrisi
2) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pasien tidak akan mampu melakukan aktivitas dan perawatan
diri secara mandiri karena kelemahan anggota gerak, kekuatan otot
berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan
mudah lelah.
Aktivitas fisik yang kurang dapat mempengaruhi frekuensi denyut
jantung menjadi lebih tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih
keras pada setiap kontraksi. Otot jantung yang bekerja semakin keras dan
sering memompa, maka makin besar tekanan yang dibebankan pada
arteri sehingga dapat menyebabkan tekanan darah meningkat (Adha,
2017).
Pola aktivitas atau latihan dapat dinilai dengan tabel berikut:

Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan dan minum
Mandi
Eliminasi (BAK dan BAB)
Berpakaian
Mobilisasi di tempat tidur
Pindah
Ambulasi
Keterangan:

0 : Mandiri 3 : Dibantu Orang Lain dan Alat


1 : Alat Bantu 4 : Tergantung Total
2 : Dibantu Orang Lain
3) Pola tidur dan istirahat
Biasanya pasien lebih banyak tidur dan istirahat karena semua sistem
tubuhnya akan mengalami penurunan kerja dan penurunan kesadaran
sehingga lebih banyak diam (Adha, 2017). Riwayat tidur ini meliputi:
a) Pola tidur yang biasa
b) Ritual sebelum tidur
c) Penggunaan obat tidur atau obat-obat lainnya
d) Lingkungan tidur
e) Perubahan terkini papa pola tidur.
Selain itu, riwayat ini juga harus mencakup berbagai masalah yang
ditemui pada pola tidur, penyebabnya, kapan pertama kali masalah
tersebut muncul, frekuensinya, pengaruhnya terhadap keseharian klien,
dan bagaimana klien berkoping dengan masalah tersebut.
4) Pola eliminasi
Kemungkinan terjadi retensi urin dan inkontinensia akibat kurang
aktivitas dan pengontrolan urinasi menurun, dan terjadi konstipasi dan
diare akibat impaksi fekal (Adha, 2017).
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terkait istirahat dapat berupa mengkaji tingkat energi, mata
merah, ciri-ciri wajah seperti kelopak mata sembab, ciriciri perilaku sepeti
semponyongan, mengusap-usap mata, lambat dalam berbicara, maupun
penyebab potensial misalnya obesitas atau kegemukan, pernapasan dalam
serta dangkal, deviasi septum serta tekanan darah rendah. Pemeriksaan fisik
aktivitas dapat berupa kaji, kemampuan mobilitas, kaji kemampuan rentang
gerak dan perubahan intoleransi aktivitas, kaji perubahan psikologis akibat
immobilisasi dan kaji kemampuan fungsi motorik dan fungsi sensorik
kategori tingkat kemampuan aktivitas serta kaji kekuatan otot yang dijalaskan
sebagai berikut:
2. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul berkaitan dengan kebutuhan
aktivitas dan istirahat berdasarkan Buku SDKI yaitu disorganisasi perilaku bayi,
intoleransi aktivitas, gangguan mobilitas fisik, keletihan, risiko intoleransi
aktivitas, risiko disorganisasi perilaku bayi, kesiapan peningkatan tidur dan
gangguan pola tidur (PPNI, 2017).
3. Perencanaan Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan


Rencana Tindakan
DX Keperawatan Kriteria Hasil

1. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi (I.05173)


mobilitas fisik tindakan keperawatan 3 x Observasi
(D. 0054) 24 jam diharapkan 1. Identifikasi adanya nyeri
gangguan mobilisasi fisik atau keluhan fisik lainnya
dapat berkurang dengan 2. Identifikasi toleransi fisik
kriteria hasil : melakukan pergerakan
Mobilitas fisik (L. 05042) 3. Monitor frekuensi jantung
1. Pergerakan dan tekanan darah sebelum
ekstremitas dari memulai mobilisasi
cukup menurun (2) 4. Monitor kondisi umum
menjadi sedang (3) selama melakukan
2. Kekuatan otot dari mobilisasi
cukup menurun (2)
menjadi sedang (3) Terapeutik
3. Rentang gerak 1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan
Rencana Tindakan
DX Keperawatan Kriteria Hasil

(ROM) dari cukup bantu (mis. Pagar tempat


menurun (2) menjadi tidur)
sedang (3) 2. Fasilitasi melakukan
4. Nyeri dari cukup pergerakan jika perlu
meningkat (2) 3. Libatkan keluarga untuk
menjadi sedang (3) membantu pasien dalam
5. Kaku sendi dari meningkatkan pergerakan
cukup meningkat (2)
menjadi sedang (3) Edukasi
6. Gerakan tidak 1. Jelaskan tujuan dan
terkoordinasi dari prosedur mobilisasi
cukup meningkat (2) 2. Anjurkan melakukan
menjadi sedang (3) mobilisasi dini
7. Gerakan terbatas 3. Ajarkan mobilisasi
daricukup meningkat sederhana yang harus
(2) menjadi sedang dilakukan (mis duduk
(3) ditempat tidur, duduk di sisi
8. Kelemahan fisik dari tempat tidur, pindah dari
cukup meningkat (2) tempat tidur ke kursi
menjadi sedang (3)
Dukungan ambulasi (06171)
Observasi
1. Identifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik
melakukan ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung
dan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi
4. Monitor kondisi umum
selamamelakukan ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
dengan alat bantu (mis.
Tongkat, kruk)
2. Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan
ambulasi dini
No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan
Rencana Tindakan
DX Keperawatan Kriteria Hasil

3. Ajarkan ambulasi sederhana


yang harus dilakukan (mis.
Berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda, berjalan dari
tempat tidur ke kamar
mandi, berjalan sesuai
toleransi)

2. Gangguan Setelah dilakukan Edukasi


Pola Tidur (D. tindakan keperawatan Aktivitas/Istirahat(I.12362)
0055) 3x24 jam diharapkan Observasi
gangguan pola tidur dapat 1. Identifikasi kesiapan dan
teratasi dengan Kriteria kemampuan menerima
Hasil : informasi
Pola tidur (L.05045)
1. Keluhan sulit tidur Terapeutik
daricukup meningkat 1. Sediakan materi dan media
(4) menjadi cukup pengaturan aktivitas dan
menurun (2) istirahat
2. Keluhan sering 2. Jadwalkan pemberian
terjagadari cukup pendidikan kesehatan sesuai
meningkat (4)
kesepakatan
menjadi cukup
menurun (2) 3. Berikan kesempatan kepada
3. Keluhan tidak puas pasien dan keluarga untuk
tidur dari cukup bertanya
meningkat (4)
menjadi cukup Edukasi
menurun (2) 1. Jelaskan pentingnya
4. Keluhan pola tidur melakukan aktivitas
berubah dari cukup fisik/olahraga secara rutin
meningkat (4) 2. Anjurkan terlibat dalam
menjadi cukup kelompok, aktivitas
menurun (2)
bermain atau aktivitas
5. Keluhan istirahat
tidak cukup dari lainnya
cukup menurun (2) 3. Anjurkan menyusun jadwal
menjadi cukup aktivitas dan istirahat
meningkat (4) 4. Ajarkan cara
6. Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan
beraktivitas dari istirahat (mis. Kelelahan,
cukup menurun (2)
menjadi cukup sesak napas saat aktivitas)
meningkat (4) 5. Ajarkan cara
mengidentifikasi target dan
jenis aktivitas sesuai
No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan
Rencana Tindakan
DX Keperawatan Kriteria Hasil

kemampuan

Dukungan Tidur ( 1.05174 )


Observasi
1. Identifikasi pola aktivitas
dan tidur
2. Identifikasi faktor
penggangutidur (fisik
dan/psikologis)
3. Identifikasi makanan dan
minuman yang mengganggu
tidur (mis. Kopi, teh,
alkohol dan makanan yang
mendekati waktu tidur,
minum banyak air putih
sebelum tidur
4. Identifikasi obat tidur yang
dikonsumsi

Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan
(mis. Pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras
dan tempat tidur)
2. Batasi waktu tidur siang,
jika perlu
3. Tetapkan jadwal tidur rutin
4. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
(mis. Pijat, pengaturan,
posisi terapi akupresur)
5. Sesuaikan jadwal
pemberian obat dan atau
tindakan untuk menunjang
siklus tidur terjaga

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makan/minuman yang
No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan
Rencana Tindakan
DX Keperawatan Kriteria Hasil

menggangu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak
menggandung supresor
terhadap tidur rem
5. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis.
Psikologis, gaya hidup,
sering berubah shif bekerja
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

3. Kesiapan Setelah dilakukan Edukasi


Peningkatan tindakan keperawatan Aktivitas/Istirahat(I.12362)
Tidur 3x24 jam diharapkan Observasi
(D. 0058)
kesiapan peningkatan 1. Identifikasi kesiapan
tidur dapat teratasi dankemampuan
dengan menerimainformasi
Kriteria Hasil :
Terapeutik
Pola tidur (L.05045) 2. Sediakan materi dan media
1. Keluhan sulit tidur pengaturan aktivitas
dari cukup meningkat danistirahat
(4) menjadi cukup 3. Jadwalkan pemberian
menurun(2) pendidikan kesehatan
2. Keluhan sering sesuaikesepakatan
terjaga dari cukup 4. Berikan kesempatan kepada
meningkat(4) menjadi pasien dan keluarga untuk
cukup menurun (2) bertanya
3. Keluhan tidak puas
tidur dari cukup
meningkat(4) menjadi Edukasi
cukup menurun (2) 1. Jelaskan
4. Keluhan pola tidur pentingnyamelakukan
berubah dari cukup aktivitas fisik /olahraga
meningkat (4) secara rutin
menjadi cukup 2. Anjurkan terlibat
menurun (2) dalamkelompok, aktivitas
5. Keluhan istirahat bermain atau aktivitas
tidak cukup dari lainnya
3. Anjurkan menyusun
No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan
Rencana Tindakan
DX Keperawatan Kriteria Hasil

cukup menurun (2) jadwalaktivitas dan istirahat


menjadi cukup 4. Ajarkan cara
meningkat (4) mengidentifikasikebutuhan
6. Kemampuan istirahat (mis.Kelelahan,
beraktivitas dari sesak napas saataktivitas)
cukup menurun (2) 5. Ajarkan cara
menjadi cukup
mengidentifikasitarget dan
meningkat (4)
jenis aktivitassesuai
kemampuan

Dukungan Tidur ( 1.05174 )


Observasi
1. Identifikasi pola aktivitas
dant idur
2. Identifikasi faktor
penggangu tidur (fisik
dan/psikologis)
3. Identifikasi makanan dan
minuman yang mengganggu
tidur (mis. Kopi, teh,
alkohol dan makanan yang
mendekati waktu tidur,
minum banyak air putih
sebelum tidur
4. Identifikasi obat tidur yang
dikonsumsi

Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan
(mis. Pencahayaan,
kebisingan, suhu, matras
dan tempat tidur)
2. Batasi waktu tidur siang,
jika perlu
3. Tetapkan jadwal tidur rutin
4. Lakukan prosedur untuk
meningkatkan
kenyamanan(mis. Pijat,
pengaturan, posisiterapi
akupresur )
5. Sesuaikan jadwal
pemberianobat dan atau
No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan
Rencana Tindakan
DX Keperawatan Kriteria Hasil

tindakan untuk menunjang


siklus tidur terjaga

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari
makan/minuman yang
menggangu tidur
4. Anjurkan penggunaan obat
tidur yang tidak
menggandung supresor
terhadap tidur REM
5. Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap
gangguan pola tidur (mis.
Psikologis, gaya hidup,
sering berubah shif bekerja
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

C. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu proses keperawatan yang dilakukan setelah
perencanaan keperawatan. Implementasi keperawatan adalah langkah keempat dari
proses keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk membantu pasien
yang bertujuan mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak ataupun respon
yang dapat ditimbulkan oleh adanya masalah keperawatan serta kesehatan.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan tahap kelima atau proses keperawatan terakhir
yang berupaya untuk membandingkan tindakan yang sudah dilakukan dengan kriteria
hasil yang sudah ditentukan. Evaluasi keperawatan bertujuan menentukan apakah
seluruh proses keperawatan sudah berjalan dengan baik dan tindakan berhasil dengan
baik. Evaluasi yang diharapkan dalam pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah
dapat mengontrol terhadap adanya gejala, menyatakan rasa nyaman, tidak adanya
mual.
DAFTAR PUSTAKA

Adha, S.A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik Di IRNA C RSSN Bukittinggi. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Padang.

Basuki, L. penerapan ROM (Range of Motion) Pada Asuhan Keperawatan Pasien Stroke
Dengan Gangguan Mobilitas Fisik Di RSUD Wates Kulon Progo. Karya Tulis
Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Yogyakarta.

Nurlitasari. 2021. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Gangguan Mobilitas Fisik di Ruang Al Fajr RSUI Kustati Surakarta.

Nurarif, A.H. dan Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC_NOC. Yogyakarta; MediAction.

Purwanto, H. (2016). Modul Bahan Ajur Cetak Keperawatan: Keperawatan Medikal


Bedah II. Jakarta Selatan; Pusdik SDM Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Tindakan Keperaatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definis dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta; Dewan Pengurus Pusat PPNI Widuri, H.
(2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat Tidur). (Riyadi,
S, Ed.) Yogyakarta; Gosyen Publishing.

Wulandari, N.K.V. gambaran Asuhan Keperawatan Pada Pasien Pasca Stroke Non
Hemoragik Dengan Gangguan Pemenuhan Mobilitas Fisik (Di Wilayah Keja UPT
Kesmas Sukawati 1) Tahun 2018. Karya Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan
Kementrian Kesehatan Denpasar.

Anda mungkin juga menyukai