M DENGAN DIAGNOSA
POST OP LAPARATOMI DI RSJ PROF DR. SOEROJO MAGELANG
KESEHATAN
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat- Nya kami dapat
menyelesaikan tugas Keperawatan Dasar Profesi yang berbentukmakalah yang berjudul “Asuhan
Keperawatan Mobilitas Fisik Pada Sdr. M Dengan Diagnosa Post Op Laparatomi di RSJ Prof Dr.
Soerojo Magelang” dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyusun tugas ini dalam bentuk makalah bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
oleh dosen yang mengampu praktik keperawatan dasar profesi. Tidak lupa juga kami ucapkan
terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Namun, tidak lepas dari semua itu kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Untuk itu, apabila ada hal-hal yang kurang berkenan pada hati pembaca sekalian, kami
mohon maaf yang sebesar-besarnya. Untuk itu, kami mohon kritik dan saran untuk
menyempurnakan makalah tersebut. Akhir kata, kami ucapkan terima kasih dan semoga makalah
ini dapat bermanfaat.
A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur – unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam
mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis yang tentunya bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan dan kesehatan (Ernawati, 2012). Teori Handerson mempunyai 14
kebutuhan dasar manusia yaitu : bernafas secara normal, makan dan minum cukup, eliminasi,
bergerak dan mempertahankan posisi yang dikehendaki (mobilisasi), istirahat dan tidur,
memilih cara berpakaian, mempertahankan temperatur suhu tubuh dalam rentang normal,
menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, menghindari bahaya dari lingkungan, berkomunikasi
dengan orang lain, beribidah menurut keyakinan, menggali dan memuaskan rasa keingintahuan
yang mengacu pada perkembangan dan kesehatan normal (Sucy Aprillia Adha,2017).
Kebutuhan dasar menurut Handerson salah satunya adalah bergerak dan mempertahankan posisi
yang dikehendaki (mobilisasi). Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
bebas, mudah, teratur, dan mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Kehilangan kemampuan untuk bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan
tindakan keperawatan (Ambarwati, 2014). Sedangkan gangguan mobilitas fisik adalah keadaan
dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai
fraktur pada ekstremitas dan faktor yang berhubungan dengan hambatan mobilitas (Heriana,
2014).
Laparatomi merupakan operasi yang dilakukan untuk membuka bagian abdomen, laparatomi
merupakan suatu bentuk pembedahan mayor dengan, dengan melakukan pengayatan pada
lapisan lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan bagian organ yang mengalami masalah
(hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Laparatomi dilakukan pada kasus seperti
apendicitis hernia inguinalis, kanker lambung, kanker kolon dan rectum, obstruksi usus,
inflamasi usus kronis, kolestisitis dan peritonitis. Sandy 2015 menjelaskan bahwa ada
pembedahan laparatomi yang membutuhkan insisi pada dinding abdominal yang cukup lebar
sehingga beresiko terjadinya infeksi terutama infeksi luka pasca operasi (Saint Tefnai, 2019).
Beban penyakit didunia sekitar 11 % berasal dari penyakit atau keadaan sebenarnya bisa
ditanggulangi dengan pembedahan.. Terkait tindakan bedah, diperkirakan lebih dari 100 juta
pasien menerima layanan bedah dimana setengahnya dapat mengalami kematian atau kecacatan
akibat kejadian tidak diinginkan yang bisa dicegah. Data dari WHO melaporkan bahwa angka
kejadian infeksi luka operasi didunia berkisar 5%-34%. Infeksi luka operasi di United Kingdom
memiliki angka kejadian infeksi luka operasi sekitar 10%. Tahun 2013 jumlah pasien dengan
tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang sangat significan. Pada tahun 2011 terdapat
140 juta pasien diseluruh rumahsakit di dunia, pada tahun 2012 diperkirakan meningkat menjadi
148 juta jiwa. Laparatomi meningkat setiap tahunnya sebesar 15% (Nurlela 2009). sedangkan
menurut data tabulasi nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009
menjabarkan bahwa tindakan bedah menempati urutan ke 11 dari 50 penyakit di Indonesia
dengan presentase 12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan bedah laparatomi (Saint
Valenthino Tefnai, 2019).
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Mobilitas Fisik.
2. Untuk mengetahui tujuan Mobilitas Fisik.
3. Untuk mengetahui anatomi fisiologi Mobilitas Fisik.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis Mobilitas Fisik.
5. Untuk mengetahui Efek Mobilitas Fisik.
6. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Mobilitas Fisik.
7. Untuk mengetahui etiologi Mobilitas Fisik.
8. Untuk mengetahui manifestasi klinis Mobilitas Fisik.
9. Untuk mengetahui pathway Mobilitas Fisik.
10. Untuk mengetahui Patofisiologi Mobilitas Fisik.
11. Untuk mengetahui hal-hal yang perlu dikaji pada Mobilitas Fisik.
12. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Mobilitas Fisik.
13. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan Post Op Laparotomi.
14. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan.
BAB 2. TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan untuk
bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan keperawatan (Sucy
Aprillia Adha, 2017).
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif
dan untuk aktualisasi (Arfiana Nurani, 2014).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara mudah,
bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
baik secara mandiri maupun dengan bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Lugia
May Hudatama, 2020).
Hambatan mobilitas fisik adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas
karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang
belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan faktor yang berhubungan
dengan hambatan mobilitas (Arfiana Nurani, 2014).
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih
ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Menurut North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) gangguan mobilitas fisik atau immobilisasi
merupakan suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau berisiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik (Kozier, 2010).
Gangguan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan di mana seseorang tidak dapat
bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya
(Wulandari, 2018).
Dari kesimpulan di atas, bahwa mobilisasi atau mobilitas merupakan kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
Merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap.
Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang reversibel, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke,paraplegi karena cedera tulang belakang, poliomielitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
Menurut (Arfiana Nurani, 2014), mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu :
1. Gaya hidup.
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya
hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari – hari. Hal ini terjadi karena adanya
perubahan gaya hidup terutama orang muda perkotaan modern, seperti mengkonsumsi
makanan siap saji (fast food) yang mengandung kadar lemak tinggi, kebiasaan merokok,
minuman beralkohol, kerja berlebihan, kurang berolahraga dan stres.
2. Proses penyakit.
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat memengaruhi
fungsi sistem tubuh.
3. Kebudayaan.
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan. Sebagai contoh,
orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat,
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya
tertentu dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat energi.
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan
mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
5. Usia dan Status Perkembangan.
Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yangberbeda. Hal ini
dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan
usia. Semakin bertambahnya usia, semakin besar pula risiko terjadinya stroke. Hal ini terkait
dengan proses degenerasi (penuaan) yang terjadi secara alamiah. Pada orang orang-orang
lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak
yang berlebih akan mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh termasuk otak.
G. Etiologi Mobilitas Fisik.
Etiologi utama pada imobilitas adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum :
1. Kelainan postur .
2. Gangguan perkembangan otot.
3. Kerusakan system saraf pusat.
4. Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular.
5. Kekakuan otot.
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya gangguan mobilitas fisik, adalah sebagai berikut :
1. Penurunan kendali otot
2. Penurunan kekuatan otot
3. Kekakuan sendi
4. Kontraktur
5. Gangguan muskoloskeletal
6. Gangguan neuromuskular
7. Keengganan melakukan pergerakan.
Menurut (Wulandari, 2018), respon fisiologis dari perubahan mobilisasi yang mungkin
muncul, diantaranya :
1. Muskuloskeletal.
Seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot, atropi dan abnormalnya sendi
(kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium.
2. Kardiovaskuler.
Seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja jantung, dan pembentukan
thrombus.
3. Pernafasan.
Seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah beraktifitas.
4. Metabolisme dan nutrisi.
Laju metabolic; metabolisme karbohidrat, lemak dan protein; ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit; ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti
konstipasi).
5. Eliminasi urin.
Seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran perkemihan dan batu ginjal.
6. Integument.
Seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia jaringan.
7. Neurosensori: sensori deprivation.
Mobilisasi.
Penurunan otot.
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi,
ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe
kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot. Gerakan volunter adalah kombinasi dari
kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek,
namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada
ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat
dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka
pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
K. Hal Yang Perlu Dikaji Pada Mobilitas Fisik.
Hal-hal yang dikaji dalam asuhan keperawatan mobilisasi menurut (Teresia Taiarma, S, 2017)
sebagai berikut :
1. Rentang gerak.
Rentang gerak merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada
salah satu tiga potongan tubuh: sagittal, frontal, dan tranversal. Potongan sagittal adalah garis
yang melewati tubuh dari depan kebelakang tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan
frontal melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan dan
belakang. Potongan transversal adalah garis horinzontal yang membagi tubuh menjadi
bagian atas dan bawah. Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak, yaitu rentang gerak
pasif, rentang gerak aktif, dan rentang gerak fungsional. Rentang gerak pasif berguna untuk
menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara
pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien. Rentang gerak aktif
berguna untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengancara menggunakan
otot-ototnya secara aktif misalnya pasien menggerakkan kakinya. Rentang gerak fungsional
berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.
2. Gaya Berjalan Istilah.
Gaya berjalan digunakan untuk menggambarkan carautama atau gaya ketika berjalan.
Dengan mengkaji gaya berjalan klien memungkinkan perawat untuk membuat kesimpulan
tentang keseimbangan, postur, keamanan, dan kemampuan berjalan tanpa bantuan.
Mekanika gaya berjalan manusia mengikuti kesesuian sistem skeletal, syaraf, dan otot tubuh
manusia.
3. Latihan dan Toleransi Aktivitas.
Latihan adalah aktivitas fisik untuk membuat kondisi tubuh, meningkatkan kesehatan, dan
mempertahankan kesehatan jasmani. Sedangkan toleransi aktivitas adalah jenis dan jumlah
latihan atau kerja yang dapat dilakukan seseorang. Pengkajian toleransi aktivitas diperlukan
jika ada perencanaan aktivitas seperti berjalan, latihan rentang gerak, atau aktivitas sehari-
hari dengan penyakit akut dan kronik.
4. Kesejajaran Tubuh.
Pengkajian kesejajaran tubuh dapat dilakukan pada klien yang berdiri, duduk, atau berbaring,
yang bertujuan untuk menentukan perubahan fisiologis normal pada kesejajaran tubuh akibat
pertumbuhan perkembangan pada masing-masing individu dan mengidentifikasi deviasi
kesejajaran tubuh yang disebabkan oleh postur tubuh yang tidak benar.
5. Berdiri.
Hal- hal yang harus yang dikaji berfokus pada kesejajaran tubuh klien saat berdiri antara
lain:
a) Kepala tegak dan midine.
b) Ketika dilihat dari arah posterior, bahu dan pinggul lurus dan sejajar.
d) Ketika klien dari arah lateral kepala tegak dan garis tulang belakang di garis dalam pola
S terbalik.
e) Ketika dilihat dari arah lateral, perut berlipat ke bagian dalam dengan nyaman dan lutut
dengan pergelangan kaki agak melengkung.
f) Lengan klien nyaman di samping.
g) Kaki ditempatkan sedikit berjahuan untuk mendapatkan dasar penopang, dan jari-jari kaki
menghadap ke depan.
h) Ketika klien dilihat dari arah anterior, pusat gravitasi berada di tengah tubuh, dan garis
gravitasi mulai dari tengah kepala bagian depan sampai titik tengah antara kedua kaki.
6. Duduk.
Penting untuk mengkaji kesejajaran saat duduk jika klien memiliki kelemahan otot, paralisis
otot, atau kerusakan saraf. Klien yang memiliki masalah ini akan mengalami penurunan
sensasi pada area yang sakit dan tidak mampu mempersepsikan tekanan atau berkurangnya
sirkulasi. Kesejajaran tubuh yang tepat saat duduk menurunkan resiko kerusakan sistem
muskoloskletal pada klien tersebut.
7. Berbaring.
Pada orang sadar mempunyai kontrol otot volunter dan persepsi tekanan yang normal.
Pengkajian kesejajaran tubuh pada klien yang diimobilisasi atau berbaring ditempat tidur
dalam posisi miring. Pindahkan alat, posisi, dan tempat tidur kecuali bantal yang dibawah
kepala, dan dukung tubuh dengan matras yang adekuat. Posisi ini memungkinkan pandangan
tulang belakang yang utuh dan membantu memberikan data dasar kesejajaran tubuh.
L. Pemeriksaan Penunjang Mobilitas Fisik.
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena
dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon.
Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit
dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang
menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang, dll.
4. Pemeriksaan Laboratorium.
5. Hb menurun pada trauma, Ca menurun pada imobilisasi lama, Alkali Fospat meningkat,
kreatinin dan SGOT meningkat pada kerusakan otot.
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Defisit perawatan diri
c. Resiko cidera
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul untuk klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017):
a. Gangguan mobilitas fisik
b. Defisit perawatan diri
c. Resiko cidera
3. Rencana Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan Keperawatan dan Rencana Tindakan
DX Keperawatan Kriteria Hasil
1 Gangguan Setelah dilakukan asuhan Dukungan Ambulasi O :
mobilitas fisik keperawatan selama …. x - Identifikasi adanya nyeri atau
Subyektif : 24 jam Mobilitas Fisik keluhan fisik lainnya
- Mengeluh sulit membaik dengan kriteria - Identifikasi toleransi fisik
menggerakkan hasil : melakukan ambulasi
ekstremitas - Pergerakan - Monitor frekuensi jantung
- Nyeri saat ekstremitas dan tekanan darah sebelum
bergerak meningkat memulai ambulasi
- Merasa cemas - Kekuatan otot meningkat - Monitor kondisi umum
saat bergerak - Nyeri menurun selama melakukan ambulasi
- Enggan - Kecemasan menurun T:
melakukan - Fasilitasi aktivitsas ambulasi
pergerakan dengan alat bantu (mis.
Obyektif : tongkat, kruk, dsb)
- Kekuatan otot - Fasilitasi melakkan
menurun mobilisaasi fisik, jika
- Rentang gerak perlu
(ROM) - Libatkan keluarga untuk
menurun membantu pasien dalam
- Sendi kaku meningkatkan ambulasi E :
- Gerakan tidak - Jelaskan tujuan dan
terkoordimasi prosedur ambulasi
- Gerakan - Anjurkan mobilasi dini
terbatas - Ajarkan ambulasi
- Fisik lemah sederhana yang harus
dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
2 Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan Dukungan perawatan diri O :
diri Subyektif : keperawatan selama …. x - Identifikasi kebiasaan
- Menolak 24 jam Perawatan diri aktivitas perawatan diri
melakukan meningkat dengan kriteria sesuai usia
perawatan diri hasil : - Monitor tingkat
Obyektif : - Kemampuan mandi kemandirian
- Tidak mampu meningkat -Identifikasi kebutuhan alat
mandi / - Kemampuan bantu kebersihan diri,
mengenakan mengenakan pakaian berpakaian, berhias, dan
pakaian / makan meningkat makan.
/ ke toilet / - Kemampuan makan T:
berhias secara meningkat - Sediakan lingkungan yang
mandiri - Kemampuan ke terapeutik
- Minat toiley - Siapkan keperluan
melakukan (BAB/BAK) pribadi
perawaatan diri meningkat - Dampingi dalam melakukan
kurang - Verbalisasi perawatan diri sampai mandiri
keinginan - Fasilitasi untuk
melakukan menerima keadaan
perawatan diri ketergantungan
- Mempertahankan - Jadwalkan rutinitas
kebersihan mulut perawatan diri
E:
- Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan
3 Resiko cedera Setelah dilakukan asuhan Pencegahan cidera O :
Faktor Resiko : keperawatan selama …. x - Identifikasi obat yang
- Ketidakamanan 24 jam Termoregulasi berpotensi menyebabkan
transportasi - Kejadian cedera menurun cidera
- Kegagalan - Luka / lecet menurun - Identifikasi kesesuaian alas
mekanisme - Pendarahan menurun kaki pada ekstremitas
pertahanan - Fraktur menurun bawah
tubuh T:
- Perubahan - Sediakan pencahayaan yang
fungsi memadai
psikomotor Sosialisasikan pasien dan
- Perubahan keluarga dengan
fungsi kognitif lingkungan rawat inap
- Sedaiakan alas kaki
antislip
- Sediakan urinal untuk
eliminasi di dekat tempat
tidur, jika perlu
- Pastikan barang-barang
pribadi mudah dijangkau
- Tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
E:
- Jelaskan alasan intervensi
pencegahan jatuh ke pasien
dan keluarga
- Anjurkan berganti posisi
perlahan dan duduk beberapa
menit sebelum berdiri
Manajemen keselamatan
lingkungan O :
- Identifikasi kebutuhan
keselamatan
- Monitor perubahan status
keselamatan lingkungan
T:
- Hilangkan bahaya keselamatan,
jika memungkinkan
BAB 3. RESUME KASUS
Pasien dengan inisial Sdr. M (29 tahun), Pasien mengeluh sakit sejak hari sebelumdirawat di
rumah sakit sejak tanggal 01 oktober 2021 pasien mengeluhakan nyeri pada bagian ulu hati,
kemuadian pasien dipijat oleh dukun pijat didaerah perut dua hari yang lalu sebelum masuk ke
rumah sakit tangal 03 oktober 2021, malam sebelum masuk ke rumah sakit nyeri perut bertambah
pasien mengatakan tidak bisa BAB selama 1 hari tidak bisa kentut, mual, muntah, perut kembung,
lalu pasien dibawa ke IGD RSJ Prof. Dr. Soejono Magelang tanggal 05 oktober 2021, lalu pada
jam 05:10 pasien masuk ke IGD dan jam 05:00 dilakukan skreening/triase, setelah itu jam 05:02
pasien di anamnesa, TTV didapatkan hasil TD: 122/102 mmHg, N: 102, RR: 24, S: 36,00C, SPO2:
91, lalu pada jam 05:03 perawat memberikan oksigen 3 liter, lalu perawat jaga mengedukasi untuk
rawat inap setelah itu pada jam 05:15 perawat memasang infus dengan 30 tetes per menit dengan
infus asering, pada jam 05:16 pasien diambil sample darah untuk diperiksa labolatorium, jam
05:18 pasien di berikan injeksi omz dan ketorolac 1 amp, jam 06:00 pasien dipasang DC dan NGT,
06:03 pasien dilakukan pemeriksaan radiologi dengan hasil polos abdomen pre peritoneal fatline
tegas simetris, distribusi udara usus, dan fecal material prominan dilatasi, pada jam 11:20 pasien
dilakukan operasi laparatomi dengan diagnosa peritonitis umum karena curis apendisitis perforasi
dengan adesi peritonial, pasien selesai operasi jam 12:15, terdapat 20 jahitan di perut pasien, pasien
terpasang drain disebelah kanan pasien yang bertujuan untuk mengeluarkan darah, nanah yang
berada di perut agar tidak menumpuk dan tidak menimbulkan infeksi, di drain terdapat 2 jahitan,
pasien mengalami gangguan jiwa halusinasi tetapi dalam keadaan terkontrol dan masih rutin
berobat ke RSJ, pasien diberikan terapi farmakologi ranitidine 1 amp, anbacim 1gr profilaksis,
metronidazole 3x500, kalnex 3x500, sotatic 3x1 gr, ceftazidine 3x1 gr, pada tanggal 6 oktober
2021 pasien dicoba untuk minum sedikit- sedikit tetapi pasien merasakan mual, ketika diberikan
susu oleh keluarganya dengan jumlah 25ml pasien mengatakan mual, pada tanggal 7 oktober 2021
jam 09:00 pasien dilepas NGT dan drain kanan, dan dilakukan perawatan luka dibagian post
operasi dengan 20 jahitan, lalu pasien diberikan minum dan susu pasien mengatakan bahwa
muntah sekitar 5-6 kali, keadaan perut pasien membesar sekitar 99 cm,09:30 pasien diberikan
dulcolax untuk merangsang BAB, lalu sore jam 17:00 pasien kembali dipasang NGT, sampai
tanggal 8 oktober terapi masih berlanjut.
BAB 4. PEMBAHASAN KASUS
& JURNAL
2. NUTRITION
a. A (Antropometri) meliputi BB, TB, LK, IMT:
1) BB biasanya: 65 kg dan BB sekarang: 63 kg
2) TB : 165 cm
3) Lingkar perut : 99 cm
4) IMT : 23,3 %
b. B (Biochemical) meliputi data laboratorium yang abormal:
No Jenis Hasil arga normal Satuan Interpretasi
pemeriksaan pemeriksaan
1. Hemoglobin 18,5 13,0-18,0 g/dL H
2. Lekosit 20,2 4,0-12,0 Ribu/uL H
3 Eritrosit 6,02 4,00-5,50 Juta/uL H
4 Waktu 15,3 11,0-15,0 Detik H
protombin
5 Ureum darah 55 10-50 Mg/dL H
c. C (Clinical) meliputi tanda-tanda klinis rambut, turgor kulit, mukosa bibir, conjungtiva
anemis/tidak:
Rambut berwarna hitam bersih, turgor kulit kembali secara langsung, mukosa bibir
kering, konjungtiva berwarna putih (anemis)
d. D (Diet) meliputi nafsu, jenis, frekuensi makanan yang diberikan selama di rumah sakit:
Jumlah susu yang diberikan yaitu 100 ml pasien hanya bisa meminum 25 ml saja karena
pasien muntah ketika diberikan susu.
e. E (Enegy) meliputi kemampuan klien dalam beraktifitas selama di rumah sakit:
Pasien tidak mempunyai energi karena pasien hanya diberikan asupan makanan melalui
susu, pasien juga merasakan nyeri dan luka operasi di perut pasien membatasi aktifitas
pasien, dan pasien tampak lemas
f. F (Factor) meliputi penyebab masalah nutrisi: (kemampuan menelan, mengunyah,dll)
Pasien tidak terdapat ganguan di kemampuan menelan maupun mengunyah tetapi pasien
terdapat gangguan di sistem pencernaan setiap nutrisi yang masuk seperti susu 1 kali
dalam 25 ml maka tidak lama kemudian pasien akan muntah sekitar 5 kali
g. Penilaian Status Gizi
𝐵𝐵
IMT :
𝑇𝐵2(𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑀)
62 𝑘𝑔
:
(1,65 𝑚)²
: 23,3%
h. Cairan masuk
Infus : 1.600 cc/24 jam
Air putih : 600 cc/24 jam
Injeksi & obat infus : 869
Susu : 75 ml
i. Cairan keluar
Urine : 1.600 ml/24 jam
Drain : 180 ml/24 jam
NGT : 450 ml/24jam
IWL : (10 X BB/24 jam) = 10 X 65/24 jam = 27cc/24 jam
j. Penilaian Status Cairan (balance cairan)
Cairan masuk – cairan keluar
3.144 – 2.257 = +887/ 24 jam
k. Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi : tredapat luka operasi laparatomi terdapat 20 jahitan dan luka drain di
bagian kanan perut dengan 2 jahitan
Auskultasi : bising usus menurun
Palpasi : perut teraba keras dan nyeri di bagian bekas operasi
Perkusi : terdengar tympani
3. ELIMINATION
a. Sistem Urinary
1) Pola pembuangan urine (Frekuensi , jumlah, ketidaknyamanan)
Jumlah urine 1.600 dalam 24 ml jam, pasien terpasang kateter
2) Riwayat kelainan kandung kemih
Pasien tidak mempunyai riwayat kelainan kandung kemih
3) Pola urine (jumlah, warna, kekentalan, bau)
Jumlah urine keluar 1.600 ml dalam 24 jam, berwarna kuning pekat, urin kental
pekat, bau khas urine
4) Distensi kandung kemih/retensi urine
Tidak terjadi gangguan kandung kemih/retensi urine
b. Sistem Gastrointestinal
1) Pola eliminasi
Pasien belum BAB selama 5 hari
2) Konstipasi dan faktor penyebab konstipasi
Konsumsi obat jiwa cepezet yang mempunyai efek samping konstipasi
c. Sistem Integument
1) Kulit (integritas kulit / hidrasi/ turgor /warna/suhu)
Resiko infeksi pada kulit punggung karena pasien berada ditepat tidur, kulit lembab,
turgor kembali dengan cepat/langsung kembali, warna kulit sawo matang, suhu
36oC
4. ACTIVITY/REST
a. Istirahat/tidur
1) Jam tidur : 23:00
2) Insomnia : pasien mengalami insomnia, pasien mengatakan tidak bisa tidur karena
mengeluh panas
3) Pertolongan untuk merangsang tidur: pasien membuka bajunya atau di kipasi oleh
keluarganya
b. Aktivitas
1) Pekerjaan : tidak bekerja
2) Kebiasaan olah raga : pasien sering melakukan olahraga kecil setiap pagi
3) ADL
a) Makan : dibantu keluarga
b) Toileting : dibantu keluarga
c) Kebersihan : dibantu keluarga
d) Berpakaian : dibantu keluarga
4) Kekuatan otot :
5 5
3 3
5) ROM : fleksi lengan 80o, ektensi lengan 80o, fleksi lutut 120o,
ekstensi lutut 120o
6) Resiko untuk cidera : resiko jatuh dari tempat tidur maupun ketika berdiri karena
post operasi
c. Cardio respons
1) Penyakit jantung : tidak mempunyai riwayat penyakit jantung
2) Edema esktremitas : tidak terjadi edema ekstermitas
3) Tekanan darah dan nadi
a) Berbaring : 122/102 mmHg
b) Duduk : 120/100 mmHg
4) Tekanan vena jugularis: teraba, titik vena jugularis 4 cm
5) Pemeriksaan jantung
a) Inspeksi : ictus kordis terlihat disela iga 5 disebelah medial linea
midklavikularis sinistra
b) Palpasi : ictus jordis teraba pada line mid clafikula intracosta 5, tidak
ada pembesaran
c) Perkusi : terdengar redup
d) Auskultasi : S1 S2 reguler pulmo
d. Pulmonary respon
1) Penyakit sistem nafas : pasien terdapat gangguan ketidakefektifan jalan napas
2) Penggunaan O2 : pasien tampak menggunakan O2 dengan 3 lpm
3) Kemampuan bernafas : kemampuan bernapas pasien mengatakan sesak tetapi tidak
sering RR: 20/menit, SPO2: 98 terpasang oksigen 3 lpm
4) Gangguan pernafasan (batuk, suara nafas, sputum, dll)
Gangguan pernafasan hanya ketidakefektifan jalan napas tidak terdapat sputum,
maupun batuk
5) Pemeriksaan paru-paru
a) Inspeksi : terlihat ekspansi, dada simetris, tidak ada jejas, tidak ada bekas
luka
b) Palpasi : vocal premitus, kanan kiri sama, tidak ada benjolan
c) Perkusi : sonor
d) Auskultasi : vesikuler
5. PERCEPTION/COGNITION
a. Orientasi/kognisi
1) Tingkat pendidikan : SMA
2) Pengetahuan tentang penyakit: pasien dan keluarga pasien kurang pengetahuan
tentang penyakitnya yang sekarang post op laparatomi tetapi keluarga pasien
mengetahui tentang riwayat penyakit pasien yang mengidap gangguan jiwa
halusinasi
3) Orientasi (waktu, tempat, orang) : 06 Oktober 2021
b. Sensasi/persepi
1) Riwayat penyakit jantung : pasien tidak mempunyai riwayat penyakit jantung
2) Sakit kepala : pasien merasa pusing setelah post op
3) Penggunaan alat bantu : pasien tidak menggunakan alat bantu
4) Penginderaan : penginderaan pasien normal
c. Communication
1) Bahasa yang digunakan : bahasa indonesia & jawa
2) Kesulitan berkomunikasi : pasien tidak kesulitan dalam berkomunikasi
6. SELF PERCEPTION
a. Self-concept/self-esteem
1) Perasaan cemas/takut : pasien merasa cemas ketika melihat luka pada post
operasi dan cemas ketika akan dioperasi
2) Perasaan putus asa/kehilangan: pasien tidak ada rasa putus asa atau kehilangan
3) Keinginan untuk mencederai : pasien tidak ada keinginan untuk menciderai
4) Adanya luka/cacat : terdapat bekas luka post operasi laparatomi dan
bekas jaitan aff cincin di jari manis sebelah kiri
7. ROLE RELATIONSHIP
a. Peranan hubungan
1) Status hubungan : anak
2) Orang terdekat : ayah
3) Perubahan konflik/peran : tidak terdapat perubahan konflik
4) Perubahan gaya hidup : tidak terdapat perubahan gaya hidup
5) Interaksi dengan orang lain : interaksi dengan orang lain terjaga dengan baik
8. SEXUALITY
a. Identitas seksual
1) Masalah/disfungsi seksual : pasien belum menikah
2) Periode menstruasi : pasien berjenis kelamin laki-laki
3) Metode KB yang digunakan : pasien berjenis kelmain laki-laki
9. COPING/STRESS TOLERANCE
a. Coping respon
1) Rasa sedih/takut/cemas : pasien tidak mempunyai rasa sedih pasien
merasa cemas ketika melihat lukanya dan tidak nyaman dengan NGT dan kateter
2) Kemampan untuk mengatasi : pasien ditenangkan oleh keluarganya
3) Perilaku yang menampakkan cemas : pasien meminta agar dilepaskan NGT dan
kateternya
11. SAFETY/PROTECTION
a. Alergi : pasien tidak mempunyai alergi
b. Penyakit autoimune : pasien tidak mempunyai penyakit autoimune
c. Tanda infeksi : pasien tidak ada tanda infeksi
d. Gangguan thermoregulasi : pasien tidak terdapat gangguan thermogulasi
e. Gangguan/resiko :Pasien resiko infeksi di luka post operasi, pasien resiko
jatuh, pasien mempunyai riwayat hipertensi
12. COMFORT
a. Kenyamanan/Nyeri
1) Provokes (yang menimbulkan nyeri) : nyeri luka post operasi laparatomi di bagian
Abdomen
2) Quality (bagaimana kualitasnya) :nyeri seperti disayat-sayat
3) Regio (dimana letaknya) : bekas operasi di Abdomen
4) Scala (berapa skalanya) 4
5) Time (waktu) : terus menerus
b. Rasa tidak nyaman lainnya : tidak nyaman melihat bekas luka operasi
c. Gejala yang menyertai : pasien gelisah dan kesakitan
13. GROWTH/DEVELOPMENT
a. Pertumbuhan dan perkembangan : pasien dewasa
b. DDST (Form dilampirkan) : pasien dewasa
c. Terapi Bermain (SAB dilampirkan) : pasien dewasa
C. DATA LABORATORIUM
ANALISA DATA
TANGGAL DATA
NO DAN JAM DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF
PENGKAJIAN (GEJALA) (TANDA)
DS : DO :
- Pasien mengatakan - Pasien tampak lemas
merasakan mual - Pasien tampak bibirnya kering
- Pasien mengatakan muntah - Pasien tampak mual muntah
ketika makan - Pasien tampak dibantu
- Pasien mengatakan ADL keluarganya dalam ADL
dibantu keluarga - Pasien tampak tidak bisa
- Keluarga Pasien mengatakan bergerak
ketika diberi minum - Pasien tampak kesakitan
langsung mual dibagian post operasi
- Keluarga pasien mengatakan - Pasien tampak tidak
mual ketika minum susu menghabiskan susunya
- Keluarga pasien mengatakan - Pasien tampak posisi berbaring
terus
pasien hanya menghabiskan
- Luka post operasi tampak
¼ susu dalam 100 ml masih terbungkus dengan baik
- P: Pasien mengatakan nyeri
dibagian perut diluka bekas
post laparatomi
- Q: pasien mengatakan
sensasi nyeri seperti di sayat-
sayat
- R: pasien mengatakan nyeri
dibagian luka post operasi
laparatomi
- S: pasien meatakan skala
nyeri 4
- T: nyeri datang terus-terusan
ketika bergerak nyeri
bertambah
- Pasien mengatakan masih
lemas
- Pasien megatakan muntah 5-
6 kali setelah makan
- Pasien mengatakan belum
bisa miring-miring
- Pasien mengatakan takut
bergerak karena takut luka
operasi terbuka
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
Tanggal
No Symptom Etiologi Problem Prioritas
& Jam
1 06 DS : Nyeri : gerakan Gangguan mobilitas 1
Oktober - Pasien terbatas luka post fisik
2021 mengatakan operasi laparatomi
09:00 ADL dibantu
keluarga
- Pasien
mengatakan
masih lemas
- Pasien
mengatakan
belum berani
miring-miring
DO :
- Pasien tampak
dibantu
keluarganya
dalam ADL
- Pasien tampak
lemas
- Pasien tampak
posisi
berbaring
terus
DO :
- Luka post
operasi
tampak masih
terbungkus
dengan baik
DO :
- Luka post
operasi tampak
masih
terbungkus
dengan baik
PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
Kampus II Jln. Mayjend Bambang Soegeng Mertoyudan Magelang 56172
FORMAT IMPLEMENTASI
Widya
DS:
- Keluarga mengatakan
Kolaborasi dengan akan menjaga pasien
keluarga untuk menjaga DO:
pasien - Keluarga tampak menjaga
pasien
DS:
- Keluarga mengatakan
akan menjaga pasien widya
DO:
- Keluarga tampak menjaga
Kolaborasi dengan pasien
keluarga untuk menjaga
pasien
09:15 Sayidah
DS:
Kolaborasi dengan - Keluarga mengatakan
keluarga untuk menjaga akan menjaga pasien
pasien DO:
Keluarga tampak menjaga dan
mengawasi pasien
08 Nyeri akut Memonitor tanda-tanda DS: Sayidah
Oktober berhubungan vital - Pasien mengatakan
2021 dengan agen nyerinya berkurang
09:20 cidera fisik : luka DO:
post op - TD : 144/100 mmHg
laparatomi - N : 100 X/menit
- S : 36,6oC
- RR : 20X/menit
- SPO2: 97 Muna
Mengkaji nyeri dengan
09:20 P,Q,R,S,T DS:
- P: Pasien mengatakan
nyeri dibagian perut diluka
bekas post laparatomi
- Q: pasien mengatakan
sensasi nyeri seperti di
sayat-sayat
- R: pasien mengatakan
nyeri dibagian luka post
operasi laparatomi
- S: pasien meatakan skala
nyeri 2
- T: nyeri datang jarang-
jarang tidak sering
DO:
- Pasien tampak menahan
Mengajarkan teknik nyeri Sayidah
09:30 nafas dalam
DS:
- Pasien mengatakan sudah
melakukan teknik nafas
dalam
DO:
- Pasien tampak melakukan
Berkolaborasi dengan nafas dalam ketika nyeri Muna
09:35 keluarga untuk memberi dan nyerinya berkurang
dukungan ke pasien
DS:
untuk napas dalam
- Pasien mengatakan
bapaknya membantu
dalam mengingatkan agar
melakukan napas dalam
DO:
- Pasien tampak melakukan
napas dalam
DS: Cantika
- Pasien mengatakan mau
Kolaborasi dengan
meminum susu sedikit-
keluarga untuk
pemberian nutrisi yang sedikit
17:45 cair yang diberikan dari DO:
rumah sakit - Pasien tampak
menghabiskan 100 ml
setiap minum susu
FORMAT EVALUASI
Evaluasi
Tanggal Diagnosa
No (Subjective, Objective, Assessment/Analysis, Paraf
Dan Jam Keperawatan
Plan)
1. 06 Gangguan S: Sayidah
Oktober mobilitas fisik - Pasien mengatakan keluhan masih
2021 berhubungan lemas dan nyeri bagian post operasi
09:00 dengan Nyeri : - Pasien mengatakan ADL dibantu
gerakan terbatas
keluarga
luka post operasi
laparatomi - Pasien mengatakan belum bisa
miring-miring
O:
- Pasien tampak masih lemas
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi keperawatan dilanjutkan
- Monitor KU
- Bantu dalam ADL
Ciptakan ruangan nyaman aman
09:30 Nyeri akut S: Widya
berhubungan - Pasien mengatakan nyeri pada bagian
dengan agen luka operasi di bagian Abdomen
cidera fisik : luka - P: nyeri akibat luka operasi perotinitis
post op - Q: seperti disayat-sayat
laparatomi
- R: Di Abdomen
- S: skala 4
- T: terus-menerus
O:
- TD : 160/105 mmHg
- N : 100 X/menit
- S : 36,6oC
- RR : 20X/menit
- SPO2: 98
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi keperawatan dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor nyeri
- Bimbing relaksasi nafas dalam
15:00 Defisit nutrisi S: Muna
berhubungan - Pasien mengatakan minum susu 1
dengan sendok dan terasa mual
ketidakmampuan - Pasien mengatakan muntah 5 kali
mencerna O:
makanan : - Pasien tampak tidak nyaman dan tidak
pembedahan di
usus menghabiskan susu
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi keperawatan dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor kebutuhan nutrisi
- Monitor mual muntah
- Ajarkan makan sedikit tetapi sering
- Berikan obat sesuai terapi
• Ranitidine 1 amp
• Anbacim 1 gr
• Metronidazole 3x500
• Kalnex 3x500
• Sotatic 3x1 gr
• Ceftazidine 3x1 gr
• Dulcolax 1 tab
15:30 Resiko infeksi S: Cantika
berhubungan - Pasien mengatakan cemas melihat
dengan prosedur luka bekas operasi
invasif O:
- Luka post operasi tampak terbungkus
dengan baik
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi keperawatan dilanjutkan
- Monitor perdarahan
07 Gangguan S: Cantika
Oktober mobilitas fisik - Pasien mengatakan keluhan masih
2021 berhubungan lemas dan nyeri bagian post operasi
08:30 dengan Nyeri : - Pasien mengatakan sudah bisa duduk
gerakan terbatas O:
luka post operasi - Pasien tampak masih lemas
laparatomi
- Pasien tampak sudah mulai bisa duduk
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi keperawatan dilanjutkan
- Monitor KU
- Bantu dalam ADL
- Ciptakan ruangan nyaman aman
09:00 Nyeri akut S: Widya
berhubungan - Pasien mengatakan nyeri pada bagian
dengan agen luka operasi di bagian Abdomen
cidera fisik : luka - P: nyeri akibat luka operasi perotinitis
post op - Q: seperti disayat-sayat
laparatomi
- R: Di Abdomen
- S: skala 3
- T: jarang-jarang
O:
- TD : 141/85 mmHg
- N : 105 X/menit
- S : 36,6oC
- RR : 20X/menit
- SPO2: 98
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi Keperawatan dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor nyeri
- Bimbing relaksasi nafas dalam
15:00 Defisit nutrisi S: Sayidah
berhubungan - Pasien mengatakakan minum susu 50
dengan ml dan terasa mual
ketidakmampuan - Pasien mengatakan muntah 3 kali
mencerna O:
makanan : - Pasien tampak tidan nyaman dan tidak
pembedahan di
usus menghabiskan susu
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi keperawatan dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor kebutuhan nutrisi
- Monitor mual muntah
- Ajarkan makan sedikit tetapi sering
- Berikan obat sesuai terapi
• Ranitidine 1 amp
• Anbacim 1 gr
• Metronidazole 3x500
• Kalnex 3x500
• Sotatic 3x1 gr
• Ceftazidine 3x1 gr
• Dulcolax 1 tab
15:30 Resiko infeksi S: Muna
berhubungan - Pasien mengatakan tidak ada
dengan prosedur perdarahan atau jahitan lepas
invasif O:
- Luka tampak bagus tidak ada
perdarahan atau nanah terdapat 20
jahitan
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi keperawatan dilanjut
- Monitor perdarahan
08 Gangguan S: Cantika
Oktober mobilitas fisik - Pasien mengatakan lemas sudah
2021 berhubungan berkurang
09:00 dengan Nyeri : - Pasien mengatakan sudah bisa duduk
gerakan terbatas ongkang-ongkang
luka post operasi
O:
laparatomi
- Pasien tampak sudah bisa aktivitas
seperti duduk
- Pasien tampak sudah mulai bisa duduk
ongkang-ongkang
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi keperawatan dilanjutkan
- Monitor KU
- Ciptakan ruangan aman dan nyaman
09:30 Nyeri akut S: Muna
berhubungan - Pasien mengatakan nyerinya
dengan agen berkurang
cidera fisik : luka - P: Pasien mengatakan nyeri dibagian
post op perut diluka bekas post laparatomi
laparatomi - Q: pasien mengatakan sensasi nyeri
seperti di sayat-sayat
- R: pasien mengatakan nyeri dibagian
luka post operasi laparatomi
- S: pasien meatakan skala nyeri 2
- T: nyeri datang jarang-jarang tidak
sering
O:
- TD : 144/100 mmHg
- N : 100 X/menit
- S : 36,6oC
- RR : 20X/menit
- SPO2: 97
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi keperawatan dilanjutkan
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor nyeri
- Bimbing relaksasi nafas dalam
15:00 Defisit nutrisi S: Widya
berhubungan - Pasien mengatakakan menghabiskan
dengan porsi susu 100 ml
ketidakmampuan - Pasien mengatakan tidak mual muntah
mencerna O:
makanan : - Pasien tampak menghabiskan susunya
pembedahan di
usus A: Masalah teratasi
P: Intervensi keperawatan dilanjut
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor kebutuhan nutrisi
- Ajarkan makan sedikit tetapi sering
- Berikan obat sesuai terapi
• Ranitidine 1 amp
• Anbacim 1 gr
• Metronidazole 3x500
• Kalnex 3x500
• Sotatic 3x1 gr
• Ceftazidine 3x1 gr
• Dulcolax 1 tab
1. Judul Penelitian.
Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Proses Penyembuhan Luka Pada Pasien Dengan Post Op Laparatomi Di
Ruang Bedah Umum RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2018.
2. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh mobilisasi dini terhadap proses penyembuhan luka pada
pasien laparatomi.
3. Metodelogi Penelitian.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah pre-experiment design. Rancangan ini merupakan rancangan
dengan memberikan (one group pra-post test design) yaitu mengungkapkan suatu hubungan sebab akibat
dengan cara melibatkan satu kelompok subjek. Dibagi berdasarkan karakteristik responden yaitu : berdasarkan
usia, jenis kelamin, jenis operasi, dan dilakukan tindakan pre-mobilitas dini terhadap proses penyembuhan luka
(infeksi/tidak terjadi infeksi).
4. Hasil Penelitian.
a. Berdasarkan karakteristik, umur responden terbanyak adalah 30-40 tahun (92%), responden terbanyak
berjenis kelamin perempuan (58%) dan jenis operasi terbanyak adalah Appendiktomi (67%).
b. Keadaan luka sebelum diberikan mobilisasi dini, terjadi infeksi 10 orang (83%).
c. Keadaan luka sesudah diberikan mobilisasi dini dan tidak terjadi infeksi 11 orang (92%).
d. Ada pengaruh pemberian tindakan mobilisasi dini terhadap proses penyembuhan luka pada pasien dengan
post op laparatomi di ruang RSUD Ulin Banjarmasin dengan nilai p= 0,003.
A. Kesimpulan.
Dari Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Mobilitas Fisik Pada Sdr. M Dengan Diagnosa
Post Op Laparatomi Di RSJ Prof Dr. Soerojo Magelang dapat disimpulkan:
1. Saat pengkajian Asuhan Keperawatan Mobilitas Fisik Pada Sdr. M Dengan Diagnosa
Post Op Laparatomi dapat dilakukan dengan baik dan tidak mengalami kesulitan dalam
mengumpulkan data dan pasien cukup kooperatif.
2. Diagnosa Asuhan Keperawatan Mobilitas Fisik Pada Sdr. M Dengan Diagnosa Post Op
Laparatomi Di RSJ Prof Dr. Soerojo Magelang dapat dirumuskan 3 diagnosa pada
tinjauan kasus.
3. Perencanaan Asuhan Keperawatan Mobilitas Fisik Pada Sdr. M Dengan Diagnosa Post
Op Laparatomi Di RSJ Prof Dr. Soerojo Magelang semua perencanaan dapat diterapkan
pada tinjauan kasus.
4. Implementasi Asuhan Keperawatan Mobilitas Fisik Pada Sdr. M Dengan Diagnosa Post
Op Laparatomi Di RSJ Prof Dr. Soerojo Magelang semua dapat dilakukan, karena
tindakan yang di lakukan dapat tercapai.
5. Evaluasi Asuhan Keperawatan Mobilitas Fisik Pada Sdr. M Dengan Diagnosa Post Op
Laparatomi Di RSJ Prof Dr. Soerojo Magelang dapat dilakukan dan 3 diagnosa di
tinjuan kasus semua diagnosa sudah teratasi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penerapan proses keperawatan yang telah dilakukan maka penulis dapat
memberikan saran yang mungkin berguna untuk para pembaca. Saran-saran tersebut antara
lain:
1. Walaupun sudah dilakukan pengkajian sebaik mungkin namuh masih perlu di
tingkatkan dimasa yang akan datang, disamping itu diharapkan keluarga bersikap lebih
terbuka dalam memberikan informasi yang sangat berguna untuk melakukan rencana
tindakan.
2. Diharapkan dalam melakukan rencana keperawatan terhadap klien, mahasiswa dan
perawat ruangan dapat mengembangkan teori-teori atau menggunakan sumber yang
terbaru yang dapat diterapkan dengan baik pada klien.
3. Dalam pelaksanakan diharapkan perawat betul-betul melaksanakan rencana tindakan
dalam bentuk nyata dan melakukan penanganan dengan pasien post op laparatomi
dengan cepat dan tepat, dan evaluasi diharapkan merupakan kebenaran dari suatu
keadaan yang sebenarnya, sebagai perawat yang professional dituntut untuk lebih
cermat dalam mengevaluasi suatu keadaan.
DAFTAR PUSTAKA
Adha, S. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke
Non Hemoragik Di IRNA C RSSN Bukittinggi. Politeknik Kesehatan Kemenkes
Padang.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Ambarwati, Fitri Respati. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Dua
Satria Offset.