Disusun Oleh:
Yanni
NIM. R220416061
1. Pengertian
untuk melakukan suatu aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja merupakan salah
satu dari tanda kesehatan individu tersebut dimana kemampuan aktivitas sesorang
tidak terlepas dari keadekuatan system persarafan dan muskuloskeletal (Riayadi &
Harmoko, 2016).
Aktivitas sehari-hari (ADL) merupakan salah sat bentuk latihan aktif pada
mobilisasi tempat tidur, berpindah dan ambulasi/ROM. Pemenuhan terhadap ADL ini
dapat meningkatkan harga diri serta gambaran diri pada seseorang, selain ADL
merupakan aktivitas dasar yang dapat mencegah individu tersebut dari suatu penyakit
secara bebas, mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan guna
(bergerak). Kebutuhan ini diatur oleh beberapa sistem atau organ tubuh diantaranya
2. Etiologi
(Hidayat, 2014):
a. Kelainan postur
e. Kekakuan otot
3. Patofisiologi
terjadi. Ada tiga hal yang dapat menyebabkan gangguan tersebut, diantaranya adalah
(Hidayat, 2014):
a. Kerusakan Otot
Kerusakan otot ini meliputi kerusakan anatomis maupun fisiologis otot. Otot
berperan sebagai sumber daya dan tenaga dalam proses pergerakan jika terjadi
kerusakan pada otot, maka tidak akan terjadi pergerakan jika otot terganggu. Otot
dapat rusak oleh beberapa hal seperti trauma langsung oleh benda tajam yang
merusak kontinuitas otot. Kerusakan tendon atau ligament, radang dan lainnya.
penyakit dapat mengganggu bentuk, ukuran maupun fungsi dari sistem rangka
diantaranya adalah fraktur, radang sendi, kekakuan sendi dan lain sebagainya.
Impuls tersebut merupakan perintah dan koordinasi antara otak dan anggota gerak.
Jadi, jika syaraf terganggu maka akan terjadi gangguan penyampaian impuls dari dan
ke organ target. Dengan tidak sampainya impuls maka akan mengakibatkan gangguan
mobilisasi.
4. Tanda dan Gejala
Menurut Potter & Perry (2006), tanda dan gejala pada ganggguan aktivitas
adalah tidak mampu bergerak secara mandiri atau perlu bantuan alat atau orang lain,
5. Klasifikasi
penuh, bebeas tanpa pembatasan jeals yang dapat mempertahankan untuk berinteraksi
sosial dan menjalankan peran sehari- harinya. Mobilisasi penuh ini memberikan
fungsi saraf motorik volunter dan sensori yang dapat mengontrol seluruh area tubuh
b. Mobilisasi Sebagian
batasan jelas, tidak mampu bergerak bebas, hal tersebut dapat dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuh seseorang. Hal ini dpaat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi, pasien
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilisasi sebagian ini ada dua jenis, yaitu:
bergerak dengan batasan bersifat sementara, hal tersebut dapat disebabkan adanya
trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal, sebagai contoh adanya dislokasi sendi
dan tulang.
bergerak degan batasan bersifat menetap, hal tersebut disebabkan karena rusaknya
sistem saraf yang reversibel sebagai contoh terjadinya hemiplegia karena stroke,
daerah paralisis dan sebagai hasilnya tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengurangi tekanan.
b. Imobilisasi intelektual
pembatasan untuk berpikir, seperti pada pasien terjadi kerusakan otak dari satu proses
c. Imobilisasi emosional
pembatasan secara emosional yang terjadi sebagai hasil perubahan secara tiba-tiba
dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh keadaan stres berat dapat disebabkan
d. Imobilisasi sosia
6. Penatalaksanaan
a. Non-Farmakologis
Pada pasien yang mengalami tirah baring total, perubahan posisi secara teratur
dan latihan di tempat tidur dapat dilakukakn sebgai upaya mencegah terjadinya
kelemahan serta kontraktur otot dan sendi. Mobilisasi dini berupa turun dari tempat
tidur, berpindah dari tempat tidur ke kursi dan Latihan fungsional dapat dilakukan
secara bertahap. Latihan isometris secara teratur 10-20% dari tekanan maksimal
selama beberapa kali dalam sehari dapat dilakukan untuk mempertahankan kekuatan
bekas tekanan pada kulit. Pemberian minyak setelah mandi atau mengompol dapat
tumit serta posisi pasien harus ditinggikan. Dalam hal memindahkan pasien, tidak
dilakukan dengan cara menarik dari kasur. Dapat digunakan matras bertekanan
rendah, gesekan rendah, atau regangan rendah (seperti Kasur berfluidisasi atau udara-
tinggi atau anti-dekubitus), bila teknik reposisi tidak cukup memadai atau tidak
yang dapat menurunkan tekanan darah, serta mobilisasi dini perlu dilakukan untuk
mencegah terjadinya hipotensi. Latihan kekuatan otot serta kontraksi abdomen dan
otot kaki akan menyebabkan aliran darah balik vena lebih efisien. Untuk mencegah
(Sunarti, 2019).
Asupan cairan dan makanan yang mengandung serat perlu dimonitor untuk
mencegah terjadinya konstipasi. Selain itu, perlu dilakukan evaluasi dan pengkajian
terhadap kebiasaan buang air besar pada pasien. Pemberian nutrisi yang adekuat perlu
diperhatikan untuk mencegah terjadinya malnutrisi pada pasien dengan imobilisasi.
Lebih lanjut, pada pasien yang mengalami hipokinesis, perlu diberikan suplementasi
b. Farmakologis
pemberian antikoagulan. Heparin dosis rendah dan heparin berat molekul rendah
merupakan profilaksis yang aman dan efektif untuk pasien geriatri dengan imobilisasi
ataupun nonpembedahan terutama stroke. Akan tetapi, heparin tetap harus diberikan
dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Dengan risiko trombosis Penurunan faal
organ ginjal dan hepar, serta adanya interaksi obat, terutama antara warfarin dengan
beberapa obat analgetik atau obat nonsteroid antiinflamasi (NSAID), merupakan hal
1. Pengkajian
latar belakang keluarga, budaya, identitas agama, status kelas social, dan
rekreasi keluarga.
saat ini, riwayat keluarga inti (data kesehata anggota keluarga (suami/istri)
c. Data lingkungan
2) Fungsi sosialisasi
4) Fungsi ekonomi
5) Fungsi reproduksi
2. Analisa Data
Resiko cidera
Ds: - Tirah baring lama Risiko Infeksi yanni
(D.0142)
Do: - Luka dekubitus/iritasi
Kerusakan integritas
kulit
Resiko infeksi
Ds: Penurunan fungsi Risiko yanni
- motorik dan Gangguan
Do: muskuloskeletal Integritas
- Kerusakan jaringan dan/ Kulit
atau lapisan kulit Kelemahan pada satu (D.0139)
- Nyeri atau keempat anggota
- Perdarahan gerak
- Kemerahan
- Hematoma Tirah baring lama
Luka dekubitus/iritasi
Resiko kerusakan
integritas kulit
3. Skoring Masalah
- Tidak dapat 0
3 Potensi masalah dapat dicegah
- Tinggi 3
- Cukup 2 1
- Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
- Masalah berat, harus segera 2
ditangani 1
segera ditangani
- Masalah tidak dirasakan 0
Rumus :
Skor / angka tertinggi x bobot
a. Defisit perawatan diri b.d kondisi fisik (pajanan penyakit, kelemahan) d.d
makan/ ke toilet/ berhias secara mandiri, minat melakukan perawatan diri kurang.
b. Gangguan rasa nyaman b.d defisit perawatan diri d.d Mengeluh tidak
c. Gangguan interaksi sosial b.d gangguan rasa nyaman d.d Merasa tidak
perasaan, sulit mengungkapkan kasih saying, kurang responsif atau tertarik pada
orang lain, tidak berminat melakukan kontak emosi dan fisik, gejala cemas berat,
kontak mata berkurang, ekspresi wajah tidak responsive, tidak kooperatif dalam
Mengeluh lelah, dispnea saat/ setelah aktivitas, merasa tidak nyaman setelah
istirahat, tekanan darah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukan
e. Gangguan mobilitas fisik b.d intoleransi aktivitas d.d Mengeluh nyeri saat
otot menurun, mentang gerak (ROM) menurun, sendi kaku, gerakan tidak
energi tidak pulih walaupun telah tidur, merasa kurang tenaga, mengeluh lelah,
istirahat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.studocu.com/id/document/universitas-tanjungpura/program-studi-
profesi-ners/lp-ganguan-kebutuhan-pemenuhan-aktivitas/31400739
Harahap, S. (2020). Kebutuhan Aktivitas Hidup Sehari-Hari Pada Klien Lanjut Usia