Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE KEPERAWATAN DASAR PROFESI


GANGGUAN MOBILISASI

OLEH :
NAMA : BAIQ INDAH SUCI HELMAYANI
NIM : 010 STYJ20

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PEROGRAM STUDI JENJANG SI KEPERAWATAN
MATARAM
2020
I. KONSEP DASAR TEORI

a. Definisi Mobilisasi
Menurut Mubarak dkk, (2015:307). Mobilisasi adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilitas atau mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan
kesehatannya. (Hidayat & Uliyah, 2012:109)
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan,
yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri
maupun dengan bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat
(Widuri, 2010)
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan
kegiatan dengan bebas (Kozier, 2010).
Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di
mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang,
cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya
(Widuri, 2010).
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
(Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015).

b. Etiologi Gangguan Mobilitas


a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan
h. Kekakuan sendi
i. Kontraktur
j. Malnutrisi
k. Gangguan muskuloskeletal
l. Gangguan neuromuskular
m. Indeks massa tubuh di atas persentil ke 75 sesuai usia
n. Efek agen farmakologis
o. Program pembatasan gerak
p. Nyeri
q. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r. Kecemasan
s. Gangguan kognitif
t. Keengganan melakukan pergerakan
u. Gangguan sensori persepsi (SDKI,2016:124)

c. Klasifikasi Gangguan Mobilisasi


a. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan,
seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu
mempertahankan tekanan di daerah paralisis sehingga tidak dapat
mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.
b. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan
otak akibat suatu penyakit.
c. Imobilitas emosional, keadan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam
menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat
disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami
kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan sesuatu yang paling
dicintai.
d. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan social (Widuri, 2010).

d. Manifestasi Klinis Gangguan Mobilisasi


Tanda dan Gejala Minor
1) Subjektif
a) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
2) Objektif
a) Kekuatan otot menurun
b) Rentang gerak (ROM) menurun
Tanda dan Gejala Mayor
1) Subjektif
a) Enggan melakukan pergerakan
b) Nyeri saat bergerak
c) Merasa cemas saat bergerak
2) Objektif
a) Sendi kaku
b) Gerakan tidak terkoordinasi
c) Gerakan terbatas
d) Fisik lemah. (SDKI, 2016:124)

e. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus
terpenuhi.Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk
melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan
konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal.Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami
atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik.Mobilisasi dan
immobilisasi berada pada suatu rentang.Immobilisasi dapat berbentuk tirah
baring yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen
tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Individu
normal yang mengalami tirah baring akan kehilangan kekuatan otot rata-
rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy
meningkat.Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan
darah) karena latihan isometrik.Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien
yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal.Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari
tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang
melawan gravitasi.Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot.Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe
tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang.Ligamen adalah ikatan
jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi
menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon
adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang.Kartilago adalah jaringan penghubung
pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama berada di sendi dan
toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot.Proprioseptor memonitor aktifitas
otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan.Misalnya proprioseptor
pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika
berdiri atau berjalan.Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara
terus menerus.Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi
ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.

f. Komplikasi Gangguan Mobilisasi


Pada stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik jika tidak
ditangani dapat menyebabkan masalah, diantaranya:
a. Pembekuan darah mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan, pembengkaan selain itu juga menyebabkan embolisme
paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir
ke paru.
b. Dekubitus Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat,
sendi kaki dan tumit bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi.
c. Pneumonia Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk dan menelan
dengan sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan
selanjutnya menimbulkan pneumonia.
d. Atrofi dan kekakuan sendi.
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi Komplikasi
lainnya yaitu:
a) Disritmia
b) Peningkatan tekanan intra cranial
c) Kontraktur
d) Gagal nafas (saferi wijaya, 2013)

g. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson)
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1. Kategori tingkat kemampuan aktivitas

TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITA
S
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain

3 Memerlukan bantuan, pengawasan


orang lain, dan peralatan

4 Sangat tergantung dan tidak dapat


melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

2. Rentang gerak (range of motion-ROM)


1) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan, sedangkan
Ekstensi merupakan gerak meluruskan
2) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi
merupakan gerak menjauhi tubuh
3) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan, sedangkan Pronasi
merupakan gerak menelungkupkan tangan
4) Inversi merupakan gerak memiringkan (membuka) telapak kaki kea
rah dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan gerak memiringkan
(membuka) telapak kearah luar
3. Derajat kekuatan otot

SKAL PERSENTASE KARAKTERISTIK


A KEKUATAN
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot
dapat di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan
minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh
yang normal melawan gravitasi dan
tahanan penuh

2) Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
h. Penatalaksanaan Gangguan Mobilitas
Menurut Stanley dan beare (2007), penatalaksanaan gangguan mobilitas
yaitu: pencegahaan primera.
1. Pencegahan primer
Untuk imobilitas dan intoleransi aktivitas, pencegahan primer
merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, mobilitas dan
aktivitasbergantung pada fungsi system muskuloskletal, kardiovaskuler,
dan pulmonal. Salah satu terobosan dalam promosi kesehatan adalah
pengenalan dan penerimaan latihan sebagai komponen integral dari
kehidupan sehari-hari. Latiahan sangat bermanfaat bai bagi lansia yang
sehat maupun untuk mereka yang mengalami masalah fisik secara teratur
dapat menunda proses penuaan, dan dihubungkan dengan perasaan
sejahtera, memperpanjang usia dan peningkatan fungsi kardiopulmonal.
Aktivitas dan latihan yang dianjurkan dapat meningkatkan tingkat energi,
mempertahankan mobilitas, dan meningkatkan kemampuan
kardiovaskular dan pulmonal.Walaupun latihan tidak akan mengubah
rangkain proses penuaan normal, hal tersebut dapat mencegah efek
mobilitas yang merusak dan gaya hidup yang kurang gerak.
Lansia mengalami peningkatan status kesehatan yang signitifikan
dengan aktivitas fisikyang rendah sampai sedang dalam waktu luangnya
ketika aktivitas-aktivitas ini dipraktikan secara teratur dan dengan durasi
dan intesitas yang sesuai. Sebagai suatu hasil dari latihan, sistem
kardiopulmonal memperoleh fungsi secara keseluruhan, system
muskuloskletal menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar, kebiasaan
nutrisi meningkat, dan upaya-upaya mengendalikan berat badan dapat
ditingkatkan, program latihan juga dapat dihubungkan dengan
peningkatan mood atau tingkat ketegangan,ansietas, dan depresi.
1) Manfaatdari hasil latihan adalah:
a) Kardivaskuler
(1) Peningkatan kapisitas ketahanan
(2) Penurunan denyut jantung
(3) Peningkatan transport oksigen
(4) Penurunan kolesterol
(5) Penurunan tekanan darah pada klien hipertensi
b) Respirasi
(1) Peningkatan kapisitas vital
c) Muskuloskletal
(1) Peningkatan kekuatan otot
(2) Peningkatan rentang gerak
(3) Peningkatan fleksibilitas
(4) Peningkatan remineralisasi
(5) Peningkatan keseimbangan
d) Endokrin
(1) Peningktan metabolisme glukosa
e) Psikologis
(1) peningkatan perasaan sejahtera
(2) peningkatan moral
f) Kognitif
(1) peningkatan metabolism glukosa dan berpikir
Tetapi manfaat utama dari latihan adalah memelihara dan peningkatan
fungsi fisik, mental, emosional, dan social, yang dapat menghasilkan
rasa kecukupan terhadap diri sendiri dan kemandiriaan yang lebih baik.
2) Hambatan terhadap latihan
Berbagi hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Prilaku gaya hidup tertentu, depresi, gangguan tidur, dan
kurangnya dukungan. Model peran yang kurang gerak, gangguan citra
tubuh, dan ketakutan akan gegagalan atau ketidakkesetujuan semuanya
turut berperan terdap kegagalan lansia untuk berpatisipasi dlam latiahn
yang teratur.
3) Pengembangan program latiahan
Program latihanyang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatanprogram tersebut disusun untuk memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai, yang dapat
memberikan efek latihan.Sebelum seseorang lansia memulai program
latihan, dianjurkan untuk melakukan pengkajian sebelumlatihan, yang
meliputi sediki riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang dilakukan
oleh dokter atau praktisi keperawatan. Perhatian harus diarahkan pada
pengisian riwayat obat-obatan secara seksama dan mengevaluasi defisit
sensori neurologis, ketajaman penglihatan, keseimbangan dan gaya
berjalan.
4) Tes toleransi terhadap aktivitas
Tes toleransi terhadap aktivitasharus dilakukan sebelum seseorang
lansia telibat dalam latihan tingakat sedang sampai berat, tetapi tes ini
hanya sedikit memiliki kegunaan pada sebagai besar lansia yang
berusia lebih dari 75 tahun (A. Aziz 2012)
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Aspek biologis
a. Usia faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas,
terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan
individu.
b. Riwayat keperawatan hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat
adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap
orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang
sering dilakukan klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi
gangguan aktivitas dan lain-lain.
3. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang
dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun
sosial dan lain-lain.
4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan
nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya
sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana
pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan
lain-lain (Asmadi, 2008).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

3. Intervensi Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
berhubungan keperawatan selama …. x 24 Tentukan penyebab
dengan Kelemahan jam : keletihan: :nyeri, aktifitas,
umum Klien mampu perawatan , pengobatan
mengidentifikasi aktifitas Kaji respon emosi, sosial
dan situasi yang dan spiritual terhadap
menimbulkan kecemasan aktifitas.
yang berkonstribusi pada Evaluasi motivasi dan
intoleransi aktifitas. keinginan klien untuk
Klien mampu berpartisipasi meningkatkan aktifitas.
dalam aktifitas fisik tanpa Monitor respon
disertai peningkatan TD, N, kardiorespirasi terhadap
RR dan perubahan ECG aktifitas : takikardi,
Klien mengungkapkan disritmia, dispnea,
secara verbal, pemahaman diaforesis, pucat.
tentang kebutuhan oksigen, Monitor asupan nutrisi
pengobatan dan atau alat untuk memastikan ke
yang dapat meningkatkan adekuatan sumber energi.
toleransi terhadap aktifitas. Monitor respon terhadap
Klien mampu berpartisipasi pemberian oksigen : nadi,
dalam perawatan diri tanpa irama jantung, frekuensi
bantuan atau dengan Respirasi terhadap aktifitas
bantuan minimal tanpa perawatan diri.
menunjukkan kelelahan Letakkan benda-benda
yang sering digunakan
pada tempat yang mudah
dijangkau.
Kelola energi pada klien
dengan pemenuhan
kebutuhan makanan,
cairan, kenyamanan /
digendong untuk mencegah
tangisan yang menurunkan
energi.
Kaji pola istirahat klien
dan adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan.
Terapi Aktivitas
- bantu klien melakukan
ambulasi yang dapat
ditoleransi.
Rencanakan jadwal antara
aktifitas dan istirahat.
Bantu dengan aktifitas fisik
teratur : misal: ambulasi,
berubah posisi, perawatan
personal, sesuai kebutuhan.
Minimalkan anxietas dan
stress, dan berikan istirahat
yang adekuat-
Kolaborasi dengan medis
untuk pemberian terapi,
sesuai indikasi.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan : Kerusakan sensori


persepsi.

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
mobilitas fisik keperawatan selama ...x 24 Ajarkan dan berikan
berhubungan jam klien menunjukkan: dorongan pada klien untuk
dengan : Kerusakan Mampu mandiri total. melakukan program latihan
sensori persepsi. Membutuhkan alat bantu. secara rutin.
Membutuhkan bantuan Latihan untuk ambulasi
orang lain. Ajarkan teknik Ambulasi
Membutuhkan bantuan & perpindahan yang aman
orang lain dan alat. kepada klien dan keluarga.
Tergantung total Dalam hal : - Sediakan alat bantu untuk
Penampilan posisi tubuh klien seperti kruk, kursi
yang benar Pergerakan sendi roda, dan walker.
dan otot. Beri penguatan positif
Melakukan perpindahan/ untuk berlatih mandiri
ambulasi : miring kanan- dalam batasan yang aman.
kiri, berjalan, kursi roda. Latihan mobilisasi
dengan kursi roda
Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda &
cara berpindah dari kursi
roda ke tempat tidur atau
sebaliknya.
Dorong klien melakukan
latihan untuk memperkuat
anggota tubuh.
Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda.
Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh
yang Benar
Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg
benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi
fisik untuk program
latihan.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan :Kerusakan neurovaskuler

N Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


o Keperawatan ( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan Bantuan Perawatan Diri:
diri berhubungan keperawatan selama... x24 Mandi, higiene mulut,
dengan: Kerusakan jm penil/vulva, rambut, kulit
neurovaskuler Klien mampu : - kaji kebersihan kulit, kuku,
- melakukan ADL mandiri : rambut, gigi, mulut,
mandi, hygiene mulut ,kuku, perineal, anus.
penis/vulva, rambut, - bantu klien untuk mandi,
berpakaian, toileting, tawarkan pemakaian lotion,
makan-minum, ambulasi. perawatan kuku, rambut,
- mandi sendiri atau dengan gigi dan mulut, perineal
bantuan tanpa kecemasan. dan anus, sesuai kondisi.
- terbebas dari bau badan dan - Anjurkan klien dan
mempertahankan kulit utuh. keluarga untuk melakukan
- mempertahankan oral hygiene sesudah
kebersihan area perineal dan makan dan bila perlu.
anus. - Kolaborasi dgn Tim Medis
- berpakaian dan melepaskan / dokter gigi bila ada lesi,
pakaian sendiri. iritasi, kekeringan mukosa
- Melakukan keramas, mulut, dan gangguan
bersisir, bercukur, integritas kulit.
membersihkan kuku, Bantuan perawatan diri :
berdandan. berpakaian
Makan dan minum sendiri, Kaji dan dukung
meminta bantuan bila perlu kemampuan klien untuk
- Mengosongkan kandung berpakaian sendiri.
kemih dan bowel. Ganti pakaian klien setelah
personal hygiene, dan
pakaikan pada ektremitas
yang sakit/ terbatas terlebih
dahulu, Gunakan pakaian
yang longgar.
Berikan terapi untuk
mengurangi nyeri sebelum
melakukan aktivitas
berpakaian sesuai indikasi.
Bantuan perawatan diri :
Makan-minum
- kaji kemampuan klien
untuk makan : mengunyah
dan menelan makanan
- fasilitasi alat bantu yg
mudah digunakan klien
- dampingi dan dorong
keluarga untuk membantu
klien saat makan
Bantuan Perawatan Diri:
Toileting
- kaji kemampuan toileting:
defisit sensorik
(inkontinensia),kognitif(me
nahan untuk toileting),
fisik (kelemahan fungsi/
aktivitas)
- ciptakan lingkungan yang
aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan
jaga privasi selama
toileting
sediakan alat bantu (pispot,
urinal) di tempat yang
mudah dijangkau
- ajarkan pada klien dan
keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Pada proses
keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminology
NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk
melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan
atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi
dengan mencatat tindakan keperawatandan respons klien terhadap tindakan
tersebut (Kozier, 2010).

5. Evaluasi keperawatan
Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), Evaluasi merupakan tindakan
untuk melengkapi proses keperawatan yang dilihat dari perkembangan dan
hasil kesehatan klien. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Daftar tujuan klien
b. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
c. Bandingkan antara tujuan dan kemampuan klien
d. Diskusikan dengan klien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak. Jika
tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu
dilakukan perubahan intervensi.

DAFTAR PUSTAKA
A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. ( 2012 ). Buku Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia. Surabaya : Health Books Publishing
Asmadi. (2008). Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba
Medika.
Kozier, Erb, B., & Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses & Praktik. jakarta: EGC.
Mubarak W.I., Lilis I., Joko S. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (2nd ed.). Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Saferi wijaya, A. (2013). KMB2 Keperawatan Medikal Bedah (2nd ed.).
yogyakarta: Pertama.
Tarwoto & Wartonah, 2011 .Kebutuhan Dasar Manusia & Proses
Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat
Tidur). (Sujono Riyadi, Ed.). yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai