OLEH :
NAMA : BAIQ INDAH SUCI HELMAYANI
NIM : 010 STYJ20
a. Definisi Mobilisasi
Menurut Mubarak dkk, (2015:307). Mobilisasi adalah
kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur
yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilitas atau mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu
untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan
kesehatannya. (Hidayat & Uliyah, 2012:109)
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan,
yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri
maupun dengan bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat
(Widuri, 2010)
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan
kegiatan dengan bebas (Kozier, 2010).
Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di
mana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang
mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang,
cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya
(Widuri, 2010).
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah
(Nurarif .A.H. dan Kusuma. H, 2015).
e. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus
terpenuhi.Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk
melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi),
mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan
konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal.Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami
atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik.Mobilisasi dan
immobilisasi berada pada suatu rentang.Immobilisasi dapat berbentuk tirah
baring yang bertujuan mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen
tubuh, mengurangi nyeri, dan untuk mengembalikan kekuatan. Individu
normal yang mengalami tirah baring akan kehilangan kekuatan otot rata-
rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.Gerakan volunter adalah
kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy
meningkat.Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan
darah) karena latihan isometrik.Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien
yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana
hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal.Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari
tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang
melawan gravitasi.Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot.Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe
tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang.Ligamen adalah ikatan
jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi
menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon
adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang.Kartilago adalah jaringan penghubung
pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama berada di sendi dan
toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot.Proprioseptor memonitor aktifitas
otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan.Misalnya proprioseptor
pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika
berdiri atau berjalan.Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara
terus menerus.Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi
ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang abnormal
akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh
yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang
panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya
patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson)
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITA
S
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau
pengawasan orang lain
2) Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan
lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang
sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.
h. Penatalaksanaan Gangguan Mobilitas
Menurut Stanley dan beare (2007), penatalaksanaan gangguan mobilitas
yaitu: pencegahaan primera.
1. Pencegahan primer
Untuk imobilitas dan intoleransi aktivitas, pencegahan primer
merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, mobilitas dan
aktivitasbergantung pada fungsi system muskuloskletal, kardiovaskuler,
dan pulmonal. Salah satu terobosan dalam promosi kesehatan adalah
pengenalan dan penerimaan latihan sebagai komponen integral dari
kehidupan sehari-hari. Latiahan sangat bermanfaat bai bagi lansia yang
sehat maupun untuk mereka yang mengalami masalah fisik secara teratur
dapat menunda proses penuaan, dan dihubungkan dengan perasaan
sejahtera, memperpanjang usia dan peningkatan fungsi kardiopulmonal.
Aktivitas dan latihan yang dianjurkan dapat meningkatkan tingkat energi,
mempertahankan mobilitas, dan meningkatkan kemampuan
kardiovaskular dan pulmonal.Walaupun latihan tidak akan mengubah
rangkain proses penuaan normal, hal tersebut dapat mencegah efek
mobilitas yang merusak dan gaya hidup yang kurang gerak.
Lansia mengalami peningkatan status kesehatan yang signitifikan
dengan aktivitas fisikyang rendah sampai sedang dalam waktu luangnya
ketika aktivitas-aktivitas ini dipraktikan secara teratur dan dengan durasi
dan intesitas yang sesuai. Sebagai suatu hasil dari latihan, sistem
kardiopulmonal memperoleh fungsi secara keseluruhan, system
muskuloskletal menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar, kebiasaan
nutrisi meningkat, dan upaya-upaya mengendalikan berat badan dapat
ditingkatkan, program latihan juga dapat dihubungkan dengan
peningkatan mood atau tingkat ketegangan,ansietas, dan depresi.
1) Manfaatdari hasil latihan adalah:
a) Kardivaskuler
(1) Peningkatan kapisitas ketahanan
(2) Penurunan denyut jantung
(3) Peningkatan transport oksigen
(4) Penurunan kolesterol
(5) Penurunan tekanan darah pada klien hipertensi
b) Respirasi
(1) Peningkatan kapisitas vital
c) Muskuloskletal
(1) Peningkatan kekuatan otot
(2) Peningkatan rentang gerak
(3) Peningkatan fleksibilitas
(4) Peningkatan remineralisasi
(5) Peningkatan keseimbangan
d) Endokrin
(1) Peningktan metabolisme glukosa
e) Psikologis
(1) peningkatan perasaan sejahtera
(2) peningkatan moral
f) Kognitif
(1) peningkatan metabolism glukosa dan berpikir
Tetapi manfaat utama dari latihan adalah memelihara dan peningkatan
fungsi fisik, mental, emosional, dan social, yang dapat menghasilkan
rasa kecukupan terhadap diri sendiri dan kemandiriaan yang lebih baik.
2) Hambatan terhadap latihan
Berbagi hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Prilaku gaya hidup tertentu, depresi, gangguan tidur, dan
kurangnya dukungan. Model peran yang kurang gerak, gangguan citra
tubuh, dan ketakutan akan gegagalan atau ketidakkesetujuan semuanya
turut berperan terdap kegagalan lansia untuk berpatisipasi dlam latiahn
yang teratur.
3) Pengembangan program latiahan
Program latihanyang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatanprogram tersebut disusun untuk memberikan
kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang
teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai, yang dapat
memberikan efek latihan.Sebelum seseorang lansia memulai program
latihan, dianjurkan untuk melakukan pengkajian sebelumlatihan, yang
meliputi sediki riwayat lengkap dan pemeriksaan fisik yang dilakukan
oleh dokter atau praktisi keperawatan. Perhatian harus diarahkan pada
pengisian riwayat obat-obatan secara seksama dan mengevaluasi defisit
sensori neurologis, ketajaman penglihatan, keseimbangan dan gaya
berjalan.
4) Tes toleransi terhadap aktivitas
Tes toleransi terhadap aktivitasharus dilakukan sebelum seseorang
lansia telibat dalam latihan tingakat sedang sampai berat, tetapi tes ini
hanya sedikit memiliki kegunaan pada sebagai besar lansia yang
berusia lebih dari 75 tahun (A. Aziz 2012)
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1. Aspek biologis
a. Usia faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas,
terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan
individu.
b. Riwayat keperawatan hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat
adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap
orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang
sering dilakukan klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi
gangguan aktivitas dan lain-lain.
3. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang
dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun
sosial dan lain-lain.
4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan
nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya
sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana
pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan
lain-lain (Asmadi, 2008).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleransi aktivitas
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam implementasi juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan
sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru. Pada proses
keperawatan, implementasi adalah fase ketika perawat
mengimplementasikan intervensi keperawatan. Berdasarkan terminology
NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan
yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang diperlukan untuk
melaksanakan intervensi (atau program keperawatan). Perawat melaksanakan
atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk intervensi yang disusun
dalam tahap perencanaan dan kemudian mengakhiri tahap implementasi
dengan mencatat tindakan keperawatandan respons klien terhadap tindakan
tersebut (Kozier, 2010).
5. Evaluasi keperawatan
Menurut Tarwoto & Wartonah (2011), Evaluasi merupakan tindakan
untuk melengkapi proses keperawatan yang dilihat dari perkembangan dan
hasil kesehatan klien. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Daftar tujuan klien
b. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
c. Bandingkan antara tujuan dan kemampuan klien
d. Diskusikan dengan klien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak. Jika
tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari
jalan keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu
dilakukan perubahan intervensi.
DAFTAR PUSTAKA
A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. ( 2012 ). Buku Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia. Surabaya : Health Books Publishing
Asmadi. (2008). Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba
Medika.
Kozier, Erb, B., & Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses & Praktik. jakarta: EGC.
Mubarak W.I., Lilis I., Joko S. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (2nd ed.). Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Saferi wijaya, A. (2013). KMB2 Keperawatan Medikal Bedah (2nd ed.).
yogyakarta: Pertama.
Tarwoto & Wartonah, 2011 .Kebutuhan Dasar Manusia & Proses
Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat
Tidur). (Sujono Riyadi, Ed.). yogyakarta: Gosyen Publishing.