Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

MOBILITAS DAN AMBULASI

DISUSUN OLEH

NUR AZIZAH

2021131031

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI, DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
TA 2021/2022
KONSEP DASAR MOBILITAS FISIK

A. Definisi

Menurut Potter dan Perry (2003) mobilitas adalah kemampuan

seseorang untuk berpindah secara bebas. Sedangkan menurut Wahit Iqbal

Mubarak (2007) mobilitas adalah kemampuan untuk bergerak secara bebas,

mudah, dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi hidup sehat.

Menurut Mubarok dkk, (2015) mobilisasi adalah kemampuan

seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang berujuan

untuk memenuhi hidup sehat. Mobilitas atau mobilisasi merupakan suatu

kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur dengan

tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan

kesehatannya ( Hidayat & uliyah, 2012)

Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh

atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah ( Nurarif A.H dan

Kusuma, 2015)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa mobilisasi

adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur

dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat, hal

ini penting untuk kemandirian.


B. Etiologi gangguan mobolitas

1) Kerusakan integritas struktur tulang

2) Perubahan metabolisme

3) Ketidakbugaran fisik

4) Penurunan kendali otot

5) Penurunan massa otot

6) Penurunan kekuatan otot

7) Keterlambatan perkembangan

8) Kekakuan sendi

9) Kontraktur

10) Malnutrisi

11) Gangguan musculoskeletal

12) Gangguan neuromuskuler

13) Indeks masa tubuh diatas persentil ke 75 sesuai usia

14) Efek agen farmakologis

15) Nyeri

16) Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik

17) Kecemasan

18) Gangguan kognitif

19) Keengganan melakukan pegerakan

20) Gangguan persepsi sensori (SDKI, 2016)


C. Klasifikasi gangguan mobilisasi

 Immobilitas fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik.

Dengan tujuan mencegah tterjadinya ganngguan komplikassi

pergerakan. Seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu

mempertahankan tekanan didaerah paralisis sehingga tidak dappt

mengubah poosisi tubuhnya uuntuk mengurangi tekanan.

 Imobilitas intelektual, merupakan keadaan Ketika seseorang

mengallami keterbatasan daya pikir, seperti pasien yang mengalami

kerusakan otak akibat suatu penyakit.

 Imobilitas emosional, keadaan Ketika seseorang mengalami

pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba

tiba dalam menyesuaikan diri . ebagai contoh keadaan stress berat

dapat disebabkann karenaabedah amputasi Ketika seseorang

mengalami kehillangan anggota tubuh atau kehilangan yang paling

dicintai.

 Imobilitas social, keadaan dimana individu yang mengalami hambatan

dalam melakukan interaksi sosiall karena keadaan penyakit sehingga

dapat mempengaruhi peranynnya dalam kehidupan social ( Widuri,

2010)

D. Manifestasi klinis gangguan mobilisasi


Tanda dan gejala minor

1) Subyektif

Mengeluh sulit menggerakan ekstremitas

2). Obyektif

 Kekuatan otot menurun

 Rentang geraak (ROM) menurun

Tanda dan gejala mayor

1) Subyektif

 Enggan melakukan pergerakan

 Nyeri saat bergerak

 Merasa cemas saat bergerak

2) Obyektif

 Sendi kaku

 Gerakan tidak terkoordinasi

 Gerakan terbatas

 Fisik lemah (SDKI, 2016)

E. Patofisiologi

Mobilisasi atau kekampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah

satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan moboilisasi adalah

memenuhi kebutuhan dasar ( termasuk melakukan aktifitas hidup sehari hari

dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri ( melindungi diri dari trauma),


mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan

non verbal. Immobilisasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami atau

beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi

berada pada suatu rentang. Immobilisasi dapatberbentuk tirah baring yang

bertujuan menggurangi aktifitas dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi

nyeri, dan utnuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang , mengalaami

tirah baring akan kehilangan kekuatan otot rata rata 3% sehari ( atrofi disuse).

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh system neuromuskuler, meliputi system

otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan syaraf. Otot skeletal

mengatur Gerakan tulang karena adanya kemampuan oto bberkontraksi dan

relaksasi yang bekerja sebagai pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot :

isotonic dan isometric. Pada kontraksi isotonic, peningkatan tekanan otot

menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometric menyebabkan peningkatan

tekan otot atau kerja otot tettapi tidak ada pemendekan atau Gerakan aktif dari

otot, misalnya, menganjurkan klienuntuk laatihan kuadrisep. Gerakan volunter

adalah kombinasi dari kontraksi isotonic dan isometric. Meskipun kontraksi

isometric tidak menyebabkan otot memendek namun pemakaian energy

meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi( penigkatan

kecepatan pernafasan, fluktuaiitrama jantung, tekanan darah) karena laihan

isometric. Hal ini menjadi kontraindikasi pada klien yang sakut ((infak

miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).


Postur dan Gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana haati seseorang

dan tergantung pada ukuran skeletal dan pekembangan otot skeletal. Koordinasi

dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari

otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan grfitasi. Tonus otot

adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat

dipertahankan dengan adanya konraksi dan relaksasi yang bergantian melalui

kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung

kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menebabkaan aktifitas dan

tonus otot menjadi berkurang.

Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi daari bagian tubuh

tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi

tubuh secara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki

berkntribusi untuk memberi postur yang benaar Ketika berdiri atau berjalan.

Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.

Proprioseptor memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai

memutuskan untuk mengubah posisi.


F. Pathway

Hemiparese

Aterosklerosis(elasti Kepekatan darah Pembentukan


sitas Pembuluh meningkat thrombus
darah) menurun

Penurunan darah ke otak

Hipoksia cerebri

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan


motoric di lobus frontalis
hemiparrese
Gangguan mobilitas fisik Mobilitas menurun

Tirah baring

Resiko gangguan Defisit perawatan diri


integrtitas kulit

Resiko cidera

G. Komplikasi gangguan mobilisasi


Pada sroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik jika tidak
ditangani dapat menyebabkan masaalah diantaranya:
1. Pembekuan darah mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan, pembengkakan selain itu juga menyebaabkaan
embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri
yang mengalir ke paru.
2. Decubitus bagian yang biasa mengalami memar, pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit bila memar ini dirawat akan menjadi infeksi.
3. Pneumonia. Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk dan menelan
dengan sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru
dan selanjutnya menimbulkan pneumonia.
4. Atrofi dam kekakuan sendi. Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan
mobilisasi komplikasi lainnya
a) Disritmia
b) Peningkatan tekanan intra cranial
c) Kontraktur
d) Gagal nafas ( Saferi Wijaya, 2013)

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vascular.
2. Lumbal fungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya hemorgi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial.

3. CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema , posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasnya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
4. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadi perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari hemoragik.
5. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit ateriovena (masalah sistem
karotis)
6. EEG Pemeriksaan ini bertujuan umtuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
a. Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah
d. Pemeriksaan darah lengkap (Muttaqin, 2008).

I. Pentalaksanaan keperawatan
Menurut saputra (2013) dalam Adha (2017) ada beberapa
penatalaksanaangangguan mobilisasi secara umum diantaranya, yaitu :
1. Pengaturan posis tubuh sesuai kebutuhan pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalahkebutuhan mobilisasi
dapat disesuiakan dengan tingkat gangguan, seperti semi fowler, sim,
trendelburg, dorsal recumben, lithotomi, genu pectoral.
2. Latihan ROM pasif dan aktif
3. Latihan ambulasi
a. Duduk diatas tembat tidur
b. Turun dari tempat tidur, berdiri kemudian duduk dikursi roda
c. Membantu berjalan

J. Pengkajian keperawatan
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
b. Riwayat Kesehatan ( sekarang dan dahulu)
c. Riwayat Kesehatan keluarga
3. Pola pengkajian ADL
a. Pola nutrisi
b. Pola aktivitas dan Latihan
c. Pola istirahat dan tidur
d. Pola eliminasi
4. Pemeriksaan fisik
5. Pemeriksaan penunjang

K. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan ganggguan
neuromuskuler adalah (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Defisit perawatan diri
3. Resiko gangguan integritas kulit

L. Rencana keperawatan

N Diagnosa keperawatan Tujuan keperawatan Rencana Tindakan


o daan kriteria hasil
dx
1 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
Subyektif: intervensi keperawattan O:
- Mengeluh sulit selama……x24 jam, - Identifikasi adanya
menggerakkan maka Mobilisasi nyeri atau keluhan
ekstremitas membaik dengan kriteria fisik lainnya.
- Nyeri saat bergerak hasil: - Identifikasi toleransi
- Enggan melakukan  Pergerakan ekstremitas fisik melakukan
pergerakan
ambulasi
Obyektif: meningkat
- Monitor frekuensi
- Kekuatan otot  Kekuatan otot
jantung dan tekanan
menurun meningkat
darah sebelum
- Rentang ROM  Nyeri menurun
melakukan ambulasi
menurun  Kecemasan menurun
T:
- Sendi kaku
- Fasilitasi aktifitas
- Gerakan tidak
ambulasi dengan alat
terkoordinasi
bantu( mis tongkat,
- Gerakan terbatas
kruk, dsb)
- Fisik lemah
- Fasilitasi melakukan
mobilisasifisik jika
perlu
- Libatkan keluarga
dalam meningkatkan
ambulasi
E:
- Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
- Anjurkan
mobilisasi dini
- Ajarkkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakkukan
untuk memenuhi
kebutuhan sehari
hari

2 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Dukungan


intervensi keperawatan perawatan diri
Subyektif: dalam …….x24 jam O:
- Menolak melakukan Perawatan diri - Identifikasi
perawatan diri meningkat dengan kebiasaanaktifitas
Obyektif : kriteria hasil: perawatan diri sesuai
- Tidak mampu mandi/ - Kemampuan mandi usia
mengenakan pakaian/ meningkat - Monitor tingkat
makan ke toilet/ berhias - Kemampuan kemandiriamn
secara mandiri mengenakan pakaian - Identifikasi
- Minat melakukan meningkat kebutuhan alat bantu
perawatn mandiri - Kemampuan makan kebersihan diri,
kurang meningkat berpakaian berhias
- Kemampuan ketoilet dan makan
(BAB/BAK)meningka T:
t - Sediakan lingkungan
- Verbalisasi keinginan yang teraputik
melakukan perawatan - Siapkan kperluan
diri pribadi
- Mempertahankan - Damping dalam
kebersihan mulut melakukan
perawatan diri
sampai maniri
- Fasilitasi untuk
menerimakeadaan
ketergantungan
- Jadwalkan rutinnitas
perawatan diri
E:
- Anjurkan melakukan
perawatan diri secara
konsisten sesuai
kemampuan

3 Resiko gangguan Setelah dilakukan O:


integritas kulit intervensi keperawatan Identifikasi penyebab
Faktor resiko: selam ….x24jam gangguan integritas
- Prubahan sirkulasi integritas kulitbdan kulit
- Perubahan status jaringan meningkat T:
nutrissi dengan krieria hasil: - Ubah posisi taip 2
- Penurunan mobilitas - Perffusi jaringan jam jika tirah baring
- Penekanan pada meningkat - Lakukan pijatan
tonjolan - Elastisitas meningkat pada area penonjolan
- Perfusi jaringan tulang, jika perlu
meninngkat - Bersihkan perineal
dengan air hangat
E:
- Anjurkan
menggunakan
pelembab
- Anjurkan minum air
yang cukup
- Ajurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Adha, S.A. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan mobilitas Fisik Pada


Paien stroke Non Hemoragik di IRNA C RSSN Bukit Tinggi. Karya
Tulis Ilmiah. Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang
Hidayat, A.Aalimul(2012). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia ;
Aplikasi Konsep Dan proses Keperawatan. D. sjabana, Ed.) (Is ed).
Jakarta;; Salemba Medika.
Mubarak W. I Lilis I, Joko. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan
Dasar.Jakarta; Salemba Medika
Muttaqien, Arif.2008. Buku Ajar Asuhan KeperawatanKlien Dengan
Gangguan Sistem Immunologi; Jakarta; Salemba Medika
Nuarif, A.H. dan Kusuma, H..(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC_NOC. Yogyakarta;
MediAction
Saferi Wijaya, A., & Mariza Putri, Y.(2013). KMB 2 Keperawatan
Medikal Bedah( keperawatan Dewasa). Haikhi, Ed.). Yogyakarta
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikatoor diagnostic Keperawatan. Jakarta;
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta; Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta; Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia ( Aspek Mobilitas dan
Istirahat Tidur). (Riyadi, S,, Ed). Yogyakarta; Gosyen publishing.

Pengkajian Keperawatan
1. Aspek biologis
a. Usia.
Faktor usia berpengaruh
terhadap kemampuan
melakukan aktifitas, terkait
dengan
kekuatan muskuloskeletal.
Hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah postur
tubuh
yang sesuai dengan tahap
pekembangan individu.
b. Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah
riwayat adanya gangguan
pada sistem
muskuloskeletal,
ketergantungan terhadap
orang lain dalam
melakukan aktivitas,
jenis latihan atau olahraga
yang sering dilakukan klien
dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik,
meliputi rentang gerak,
kekuatan otot, sikap tubuh,
dan dampak
imobilisasi terhadap sistem
tubuh.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu
dikaji di antaranya adalah
bagaimana respons
psikologis klien terhadap
masalah gangguan
aktivitas yang dialaminya,
mekanisme
koping yang digunakan
klien dalam menghadapi
gangguan aktivitas dan lain-
lain.
3. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek
sosial kultural ini
dilakukan untuk
mengidentifikasi
dampak yang terjadi akibat
gangguan aktifitas yang
dialami klien terhadap
kehidupan
sosialnya, misalnya
bagaimana pengaruhnya
terhadap pekerjaan, peran
diri baik
dirumah, kantor maupun
sosial dan lain-lain.
4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada
aspek ini adalah bagaimana
keyakinan dan nilai
yang dianut klien dengan
kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang, seperti
apakah
klien menunjukan
keputusasaannya?
Bagaimana pelaksanaan
ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain
(Asmadi, 2008
Pengkajian Keperawatan
1. Aspek biologis
a. Usia.
Faktor usia berpengaruh
terhadap kemampuan
melakukan aktifitas, terkait
dengan
kekuatan muskuloskeletal.
Hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah postur
tubuh
yang sesuai dengan tahap
pekembangan individu.
b. Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji
diantaranya adalah
riwayat adanya gangguan
pada sistem
muskuloskeletal,
ketergantungan terhadap
orang lain dalam
melakukan aktivitas,
jenis latihan atau olahraga
yang sering dilakukan klien
dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik,
meliputi rentang gerak,
kekuatan otot, sikap tubuh,
dan dampak
imobilisasi terhadap sistem
tubuh.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu
dikaji di antaranya adalah
bagaimana respons
psikologis klien terhadap
masalah gangguan
aktivitas yang dialaminya,
mekanisme
koping yang digunakan
klien dalam menghadapi
gangguan aktivitas dan lain-
lain.
3. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek
sosial kultural ini
dilakukan untuk
mengidentifikasi
dampak yang terjadi akibat
gangguan aktifitas yang
dialami klien terhadap
kehidupan
sosialnya, misalnya
bagaimana pengaruhnya
terhadap pekerjaan, peran
diri baik
dirumah, kantor maupun
sosial dan lain-lain.
4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada
aspek ini adalah bagaimana
keyakinan dan nilai
yang dianut klien dengan
kondisi kesehatan yang
dialaminya sekarang, seperti
apakah
klien menunjukan
keputusasaannya?
Bagaimana pelaksanaan
ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan
fisiknya? Dan lain-lain
(Asmadi, 2008)

Anda mungkin juga menyukai