Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN TENTANG:

1. MOBILISASI
2. ROM
3. AMBULASI

Oleh :

SALSABILA
1914401191

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PERINTIS INDONESIA
2020/2021
A. Definisi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit
degeneratif dan untuk aktualisasi.

B. Klasifikasi

1.Jenis Mobilitas

a. Mobilitas penuh.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari- hari.
Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik untuk
dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas
dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan
saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilngan kontrol mekanik dan sensorik.
Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel. Contohnya
terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem saraf motorik
dan sensoris.
1. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif


Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

b. Rentang gerak aktif


Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional


Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan (Carpenito, 2000).
2. Jenis Immobilitas :
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak.
c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.

B. ETIOLOGI
1. Penyebab
Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum :
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot

Kondisi – kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain (Restrick, 2005)


:
a. Fall
b. Fracture
c. Stroke
d. Postoperative bed rest
e. Dmentia and Depression
f. Instability
g. Hipnotic medicine
h. Impairment of vision
i. Polipharmacy
j. Fear of fall

2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi


a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda
dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu
misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.

C. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja
sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan
otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus
otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
D. Tanda dan gejala
1. Kontraktur sendi
Disebabkan karena tidak digunakan atrofi dan pendekatan saraf otot.

2. Perubahan eliminasi urine


Eliminasi urine pasien berubah karena adanya imobilisasi pada posisi tegak lurus,
urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk ke dalam ureter dan kandung
kemih akibat gaya gravitasi.
3. Perubahan sistem integument
Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan. Jaringan yang tertekan,
darah membentuk dan kontriksi kuat pada pembuluh darah akibat tekanan
persistem pada kulit dan struktur di bawah kulit sehingga respirasi selular
terganggu dan sel menjadi mati.
4. Perubahan metabolik
Ketika cidera atau stres terjadi, sistem endokrin memicu serangkaian respon yang
bertujuan untuk mempertahankan tekanan darah dan memelihara hidup.
5. Perubahan sistem muskulus skeletal
Keterbatasan mobilisasi mempengaruhi otot klien melalui kehilangan daya tahan,
penurunan massa otot atrofi dan penurunan stabilitas.
6. Perubahan pada sistem respiratori
Klien dengan pasca operasi dan imobilisasi beresiko tinggi mengalami komplikasi
pada paru- paru.

E. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography)
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer
untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot
F. Penatalaksanaan
1. Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas
pasien. Tujuan :

a. Mempertahankan kenyamanan
b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
c. Mempertahankan kenyamanan
2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur

a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk


Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Menfasilitasi fungsi pernafasan
b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri Tujuan :
1) Melancarkan peredaran darah ke otak

2) Memberikan kenyamanan

3) Melakukan huknah

4) Memberikan obat peranus (inposutoria)

5) Melakukan pemeriksaan daerah anus


c. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian
kepala lebih rendah dari bagian kaki
Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah
d. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada bagian atas tempat tidur.
3. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda Tujuan :

a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur

b. Mempertahankan kenyamanan pasien


c. Mempertahankan kontrol diri pasien

d. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan


4. Membantu pasien berjalan Tujuan :

a. Toleransi aktifitas

b. Mencegah terjadinya kontraktur sendi


Daftar Pustaka

Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Alimul Aziz, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2. Jakarta : Salemba Medika.

Bulechec M.Gloria, Butcher K. Howard, Dochterman Joanne McCloskey. 2004. Nursing

Interventions Classification (NIC). Edisi 5. Amerika: Mosby

Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA : Mosby

Elsevier

Moorhead, Sue. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA: Mosby

Elseviyer.

Mubarak, Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi

dalam Praktik. Jakarta : EGC.

NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima

Medika

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-

2020, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.


LAPORAN PENDAHULUAN

ROM PASIF

A. PENGERTIAN
ROM adalah latihan gerak sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai
gerakan normal baik secara aktif maupun pasif. ROM pasif adalah latihan yang
diberikan pada klien yang mengalami kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa
latihan pada tulang dan sendi dimana klien tidak dapat melakukannya sendiri, sehingga
klien memerlukan bantuan perawat atau keluarga. Mobilisasi Pasif ini sebaiknya
dilakukan sejak hari pertama klien tidak diperkenankan meninggalkan tempat tidur atau
klien yang jarang bergerak sehingga terjadi kekakuan pada otot, maka dalam hal ini
dilakukan mobilisasi pasif.

B. TUJUAN
- Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas atau kekuatan otot
- Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan
- Mencegah kontraktur dan kekakuan pada sendi

C. ISTILAH-ISTILAH ANATOMI YANG BERKAITAN DENGAN RANGE OF


MOTION (ROM)

1. Sikap Anatomi
Adalah sikap tegak tubuh dengan tungkai lurus, telapak kaki menempel
lantai, lengan lurus ke bawah dengan telapak tangan menghadap ke depan
memandang ke arah budang Jerman yaitu posisi kepala menghadap depan
sehingga sudut mata sebelah luar dengan puncak atas pangkal telinga membentuk
garis horizontal dengan lantai
2. Superior
Adalah letak yang paling atas.
Contoh: kepala superior terhadap leher

3.  Inferior
Adalah letak yang paling bawah
Contoh: vena cava inferior (vena cava yang dibawah, sebab ada vena cava
inferior ysng di atas)
4. Medial
Adalah letak yang lebih dekat dengan garis tengah
Contoh: jari telunjuk medial terhadap ibu jari tangan
5. Lateral
Adalah letak yang lebih jauh dari garis tengah atau yang berada di sisi luar
Contoh: malleolus lateralis (mata kiri sebelah luar)
6. Kranial
Adalah letak yang menuju ke arah kepala, sesuai arah kepala. Rostal,
digunakan untuk susunan saraf pusat menuju / sesuai ke arah otak.
7. Kaudal
Adalah letak yang menuju ke arah ekor. Walaupun manusia tidak berekor,
namun yang dimaksud adalah ke arah tulang kogsigis ( tulang ekor)
8. Anterior
Adalah letak yang sesuai dengan arah depan / muka, berada di depan.
Contoh: arteri serebri anterior
9. Posterior
Adalah letak yang sesuai dengan arah belakang atau berada di belakang
Contoh: Fosa poplitea berada di posterior sendi lutut
10. Ventral
Adalah letak yang sesuai dengan arah dada. Karena manusia berjalan
tegak, maka dalam banyak hal vebtral akan sesuai dengan arah anterior.
11.  Vorsal
Adalah letak yang sesuai dengan arah punggung, seperti halnya ventral.
Karena manusia berjalan tegak, maka dalam banyak hal dorsal akan sesuai
dengan arah posterior.
Dalam hal dorsum pedis (punggung kaki), lengkung kaki dianggap tengkurap
di lantai, maka punggungnya berada di sebelah atas.
12. Proximal
Adalah letak yang lebih ke arah pangkal. Ibarat pohon, batang-tubuh kita
mempunyai cabang dan ranting. Jadi, ada proximal lengan atas proximal
tungkai bawah dan ada proximal jari-jari.
13. Distal
Adalah letak yang lebih ke arah ujung (menjauhi pangkal)
Contoh: sendi lutut dibentuk oleh ujung distal tulang femur dengan sisi
proximal tulang tibia.
14. Plantar / Volar
adalah istilah yang digunakan untuk telapak
- Telapak kaki = Plantar pedis
- Telapak tangan = Vola manus
15. Bidang sagital atau Potong Sagital
Adalah bidang yang membelah tubuh menjadi dua belahan kanan dan kiri
16. Bidang Frontal atau Potong Frontal
Adalah bidang yang membelah tubuh menjadi dua belahan depan dan
belakang
17. Bidang Tranversal
Adalah bidang yang membelah tubuh menjadi dua belahan atas dan bawah
18. Flexi
Adalah gerakan melipat sendi dari keadaan lurus
Contoh: flexi lengan bawah
19. Extensi
Adalah gerakan meluruskan sendi dari keadaan terlipat ke keadaan lurus,
ini mengakibatkan ukuran lengan atas tungkai menjadi lebih panjang
dibanding dari keadaan terlipat.
20. Abduksi
Adalah gerakan pada bidang frontal untuk membuka sudut terhadap garis
tengah
Contoh: merentangkan lengan, merentangkan tungkai dan merentangkan
jari-jari tangan
21. Adduksi
Adalah gerakan pada bidang frontal untuk menutup sudut terhadap garis
tengah
Gerakan ini merupakan gerakan yang sebaliknya dari gerakan abduksi.
22. Pronasi
Adalah gerakan putar ke arah dalam dari lengan bawah dan tangan
sehingga telapak tangan menghadap ke arah belakang (prone = posisi tubuh
tengkurap)
23. Supinasi
Adalah gerakan putar ke arah luar dari lengan bawah dan tangan sehingga
telapak tangan kembali menghadap ke depan (supine = posisi tubuh
terlentang)
24. Rotasi
Adalah gerakan putar pada sumbu panjang seluruh tungkai ke arah luar

D. LATIHAN ROM AKTIF DAN PASIF


Pasien yang mobilitasnya terbatas karena penyakit, diabilitas atau trauma
memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan berikut
dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta memelihara
mobilitas persendian.

1. Flexi dan Extensi Pergelangan Tangan


Cara:
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

 Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
dengan lengan
 Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan lain memegang
pergelangan tangan pasien
 Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
 Catat perubahan yang terjadi

2. Flexi dan extensi Siku


Cara:

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

 Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan telapak tangan
mengarah ke tubuhnya.
 Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan
lainnya
 Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu
 Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
 Catat perubahan yang terjadi
3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara:                                  

 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan


 Atur posisi lengan bawahmenjauhi tubuh pasien dengan siku menekuk
 Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya
 Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangan menjauhinya
 Kembalikan ke posisi semula
4. Abduksi dan Adduksi
Cara:         
Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

 Atur posisi lengan pasien di samping badannya


 Letakkan satu tangan perawat di atas pasien dan pegang tangan pasien dengan
tangan lainnya
 Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya kearah perawat
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
5.  Flexi dan Extensi jari-jari
Cara:                            

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

 Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan, sementara tangan lain
memegang kaki
 Bengkokkan (tekuk) jari-jari ke bawah
 Luruskan jari-jari kaki ke belakang
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
6. Flexi dan Extensi Pergelangan Kaki Siku
Cara:

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

 Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan
yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan rileks.
 Tekuk pergelangan kaki, arahkan diatas siku pasien
 Catat perubahan yang terjadi
7.  Rotasi Pangkal Paha
Cara:

Jelaskan prosedur yang akan dilakukan


 Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan lain
diatas lutut
 Putar kaki menjauhi perawat
 Kembalikan ke posisi semula
 Catat perubahan yang terjadi
Daftar Pustaka

Perry, Peterson dan Potter. 2005. BukuSakuKeterampilandanProsedurDasar ;


Alihbahasa, DidahRosidah, Monica Ester ; Editor bahasa Indonesia, Monica Ester –
Edisi 5. Jakarta, EGC

Meltzer, Suzanne C &Bare,Brenda G.(2001). Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah


Brunner &Suddarth.Alihbahasa, AgungWaluyo,dkk.Editoredisibahasa Indonesia,
Monica Ester.Ed.8 Vol. 3. Jakarta : EGC.
1. Konsep Dasar Ambulasi
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien pasca operasi
dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan
dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien. Ambulasi
mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan berangsur-angsur
dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan
toleransi aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi adalah aktivitas berjalan.
Tujuan Ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah:
1) Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a) Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang terlambat
yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.
b) Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung,
hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c) Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter maksimal,
penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
d) Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e) Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi saluran
kemih, hiperkalsiuria
f) Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot
g) Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada bagian
distal, nyeri yang hebat.

Manfaat ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis


(thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi,
mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika pasien
membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien
akan semakin sulit untuk memulai berjalan.

2. Tindakan-tindakan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di
belakang kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya dan
vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari depan kaki
ke belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur tempat ia
akan duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan menjauh dari
sudut tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di depan
kaki yang lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien,
sokong kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas pasien
memutar ke bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai dan angkat
pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45
derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi roda
dalam posisi terkunci.
2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
4) Regangkan kedua kaki perawat.
5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien
6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien dan tempatkan
tangan pada skapula pasien.
7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dan kaki,
pertahankan lutut agak fleksi.
8) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut perawat.
9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara langsung ke
depan kursi
10) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk
menyokong.
11) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
12) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
13) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
14) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan
penampilannya.
d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak
tangan perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak dapat atau
tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah pinggang, perawat
kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan pinggul pasien, sedangkan perawat
ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien. Melatih
berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan team fioterapi. Namun
perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam menjamin bahwa perawatan
yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan.
3. Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
a. Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen untuk
meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan pasien.
Misalnya: Conventional, Adjustable dan lofstrand
b. Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi pinggang yang
digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi tongkat berkaki
panjang lurus (single stight-legged) dan tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c. Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang kokoh
digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu
menopang tubuh.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah kronik
menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b. Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat
kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan
subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga akan
mengalami defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya asupan
vitamin C.
d. Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri sendiri akan
mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur  ambulasi.
e. Tingkat Pendidikan
Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual, mengarahkan
pada ketrampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi. Pendidikan dapat
meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan mereka, untuk mematuhi
saran-saran kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan akan
bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan.(Kozier, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawaran. Edisi 4. Jakarta: EGC

Potter& Perry. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Potter & Perry. 2010. Fundamental keperawatan. Edisis 7. Jakarta: Elsevier

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai