B. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah-masalah psikologis. Osteoartritis merupakan
penyebab utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti
pada demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orang usia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun di rumah sakit
(Maghfuroh & Mahrizal, 2014).
Penyebab secara umum:
1. Kelainan postur
2. Gangguan perkembangan otot
3. Kerusakan system syaraf pusat
4. Trauma langsung pada sistem muskuloskeletal dan neuromuscular
5. Kekakuan otot
C. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan
salahsatu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi. Tujuan mobilisasi
adalahmemenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari
danaktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari
trauma),mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan
nonverbal. Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami
atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Mobilisasi dan immobilisasi berada
pada suatu rentang. Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuanmengura
ngi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, danuntuk
mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring
akankehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistemotot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf.
Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan
otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipek
ontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan
tekananotot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatantekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan
aktif dariotot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunteradalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksiisometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatankecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena
latihanisometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark
miokardatau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hatiseseorang
dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot danaktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.Tonus otot adalah suatu
keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapatdipertahankan dengan
adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerjaotot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukungkembalinya aliran darah ke
jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonusotot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe
tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfung
sidalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangankalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang. Ligamen adalah ikatan jaringan
fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu
samalain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon adalah jaringan ikat
fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan tulang. Kartilag
oadalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,
terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuhtertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi
tubuhsecara berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki
berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan. Saat
berdiri,
ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
D. Pathway
Sistem Muskuloskeletal
Kerusakan Tendon
Kerusakan pusat gerakan motorik di lobus
kartilago ligamen Kekakuan sendi
frontalis (hemisper/hemiplagia)
dari tulang melemah
Terbatasnya
gerakan sendi
Hilangnya Gangguan mobilitas fisik
kekuatan Tirah baring
otot
Resiko
Resiko kerusakan
Defisit perawatan diri
Cedera integritas kulit
(dekubitus)
E. Manifestasi Klinis
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada :
a. Muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropidan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme kalsium
b. Kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung,dan pembentukan thrombus.
c. Pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea setelah berak
tifitas
d. Metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolic; metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein; ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit;ketidakseimbangan kalsium; dan gangguan pencernaan (seperti
konstipasi).
e. Eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi
saluran perkemihan dan batu ginjalf.
f. Integument seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan
anoksia jaringang.
g. Neurosensori: sensori deprivation.
2. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional,
intelektual,sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang paling umum
adalahdepresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-bangun,
dangangguan koping.
3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi.
4. Pergerakan tidak terkoordinasi.
5. Penurunan waktu reaksi ( lambat ).
F. Pemeriksaan Penunjang
(Maghfuroh & Mahrizal, 2014)
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuhyang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang.
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
danadanya benjolan, adanya kekakuan sendid.
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuranmasing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya
edema atau atropfi, nyeri otot
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist
yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis. Cara berjalan spastic
hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit
lowermotor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson)
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi
denganmengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler
g. Mengkaji fungsional klien
Kategori tingkat kemampuan aktivitas
Tingkat
Aktivitas/Mobilita Kategori
s
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
2
lain
Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
3
dan peralatan
Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
4
atau berpartisipasi dalam perawatan
Rentang gerak (range of motion-ROM)
1) Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan, sedangkan
ekstensi merupakan gerak meluruskan
2) Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi merupakan
gerak menjauhi tubuh.
3) Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan, sedangkan Pronasi
merupakan gerak menelungkupkan tangan
4) Inversi merupakan gerak memiringkan ( membuka ) telapak kaki
kearah dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan gerak memiringkan
(membuka) telapak kearah luar
Derajat kekuatan otot
PERSENTASE
SKAL
KEKUATAN KARAKTERISTIK
A
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna
Tidak ada gerakan, kontraksi sendi dapat
1 10
dipalpasi atau dilihat
Gerakkan sendi penuh melawan gravitasi
2 25
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
Gerakan penuh yang normal melawan
4 75
gravitasi dan melawan tahanan minimal
Kekuatan normal, gerakan penuh yang
5 100 normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh
G. Penatalaksanaan Medis/Terapi
Menurut Saputra (2013) dalam Nurlitasari (2021), ada beberapa
penatalaksanaan gangguan mpbilisasi secara umum diantaranya, yaitu :
1. Pengaturan Posisi Tubuh Sesuai Kebutuhan Pasien
a. Posisi Fowler (duduk) dan semi fowler (setengah duduk), dimana bagian
kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien.
b. Posisi Sim, yaitu posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini dilakukan
untuk memberikan kenyamanan dan memberikan obat supositorial.
c. Posisi Trendelenburg, pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala
lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan
peredaran darah ke otak.
d. Posisi Dorsal Recumben, pasien berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi
(ditarik atau diregangkan) diatas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk
merawat dan memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
e. Posisi Lithotomi, pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki
dan enariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
f. Posisi Genu Pectoral, posisi pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk
dan dada menempel pada begian atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk
memeriksa daerah rektum dan sigmoid.
2. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Berikut beberapa gerakan ROM yang dilakukan untuk memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot serta memelihata mobilitas persendian :
a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b. Fleksi dan ekstensi siku
c. Pronasi dan supinasi lengan
d. Pronasi fleksi bahu
e. Abduksi dan adduksi
f. Rotasi bahu
g. Fleksi dan ekstensi jari-jari
h. Infersi dan efersi kaki
i. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
j. Fleksi dan ekstensi lutut
k. Rotasi pangkal paha
l. Abduksi dan adduksi pangkal paha
3. Latihan Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
b. Turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian duduk di kursi roda
c. Membantu berjalan
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yaitu CT Scan mengidentifikasi jika adanya area
pendarahan (biasanya untuk pemakaian darurat) dan MRI (Magnetik Resonance
Imaging) mengidentifikasi likasi iskemik (Basuki, 2018)
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Defisit perawatan diri
3. Risiko cedera
J. Rencana Keperwawatan
No
Tujuan Keperawatan dan Kriteria
. Diagnosa Keperawatan Rencana Tindakan
Hasil
DX
1 Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan Mobilisasi
Subjektif : selama 3 x 24 jam Mobilitas fisik Observasi :
- Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
- Nyeri saat bergerak 1. Pergerakan ekstremitas meningkat fisik lainnya
- Merasa cemas saat bergerak 2. Kekuatan otot meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
- Enggan melakukan pergerakan 3. Nyeri menurun pergerakan
Objektif : 4. Kecemasan menurun 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
- Kekuatan otot menurun darah sebelum memulai mobilisasi
- Rentang gerang (ROM) menurun 4. Monitor kondisi umum selama
- Sendi kaku melakukan mobilisasi
- Gerakan tidak terkoordinasi Terapeutik :
- Gerakan terbatas 5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
- Fisik lemah alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
6. Fasilitasi melakukan pergerakan
7. Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi :
8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
10. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis, duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur ke kursi)
2 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan perawatan diri
Subjektif : selama 1 x 24 jam Observasi :
- Menolak melakukan perawatan diri Perawatan diri meningkat dengan 1. Identifikasi kebiasaan aktivitas
Objektif : kriteria hasil : perawatan diri sesuai usia
- Tidak mampu mandi/mengenakan 1. Kemampuan mandi meningkat 2. Monitor tingkat kemandirian
pakaian/makan/ke toilet/berhias secara 2. Kemampuan mengenakan 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu
mandiri pakaian meningkat kebersihan diri, brpakaian, berhias, dan
- Minat melakukan perawatan diri kurang 3. Kemampuan toileting makan
(BAB/BAK) meningkat Terapeutik :
4. Verbalitas keinginan melakukan 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik
perawatan diri 5. Siapkan keperluan pribadi
5. Mempertahankan kebersihan 6. Dampingi dalam melakukan perawatan
mulut diri sampai mandiri
7. Fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
8. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :
9. Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemampuan
3 Resiko cedera Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Cedera
Faktor Resiko : selama 1 x 24 jam Observasi :
- Ketidakamanan transportasi Termoregulasi 1. Identifikasi obat yang berpotensi
- Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh 1. Kejadian cedera menurun menyebabkan cedera
- Perubahan fungsi psikomotor 2. Luka/lecet menurun 2. Identifikasi kesesuaian alas kaki pada
- Prubahan fungsi kognitif 3. Pendarahan menurun ekstremitas bawah
4. Fraktur menurun Terapeutik :
3. Sediakan pencahayaan yang memadai
4. Sosialisasikan pasien dan keluarga
dengan lingkungan rawat inap
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan urinal untuk eliminasi di dekat
tempat tidur, jika perlu
7. Pastikan barang-barang pribadi mudah
dijangkau
8. Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
Edukasi :
9. Jelaskan alasan intervensi pencegahan
jatuh ke pasien dan keluarga
10. Anjurkan berganti posisi perlahan dan
duduk beberapa menit sebelum berdiri
Adha, S. (2017). Asuhan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik di IRNA C RSSN Bukittinggi. Padang : Politeknik Kesehatan Kemenkes
Padang.
Basuki, L. (2018). Penerapan ROM (Range Of Motion) Pada Asuhan Keperawatan Pasien
Stroke Dengan Gangguan Mobilitas Fisik di RSUD Wates Kulon Progo. Yogyakarta :
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta.
Maghfuroh, N., & Mahrizal, R. (2014). LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN
KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN
MOBILISASI. Yogyakarta: POLITEKKES KEMENKES YOGYAKARTA.
Nurlitasari, N. (2021). LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK DI RUANG AL FAJR RSUI
KUSTATI SURAKARTA. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: DPP PPNI.