Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KASUS GANGGUAN MOBILISASI FISIK

DISUSUN OLEH

Nama : Tandi Yono Putra Jaya

Nim : -

MATA KULIAH : KDP

DOSEN : NS. BEATRIX ELIZABETH, M. KEP

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

UNIVERSITAS MEDIKA SUHERMAN

TAHUN AJARAN 2022


A. KONSEP DASAR

1. Definisi

Gangguan mobilisasi fisik adalah keterbatasan dalam bergerak fisik dari

satu atau lebih ekstermitas secara mandiri (Tim pokja SDKI DPP PPNI,2017)

Imobilisasi atau gangguan mobilisasi adalah keterbatasan fisik tubuh baik

satu maupun lebih ekstermitas secara mandiri dan terarah (Nuarif A. H &

Kusuma H, 2015)

2. Etiologi

Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilisasi fisik, yaitu:

a. Penurunan kendali otot

b. Penurunan kekuatan otot

c. Kekakuan sendi

d. Kontraktur

e. Gangguan muskoloskeletal

f. Gangguan neuromuskular

g. Keenganan melakukan pergerakan (Tim pokja SDKI DPP PPNI,2017)

3. Patofisiologi

Mobilisasi sangat dipengaruhioleh sistem neuro muskular,meliputi sistem

otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago,dan saraf. Otot skeletal

mengatur pergerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan

relaksasi yang bekerja sebagai siste pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot

isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,peningkatan tekanan otot


menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan

peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau

gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan

kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonikdan

isometrik meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek,

namun pemakaian eergi meningkat. Perawat harus mengenal adanya

peningkatan energi(peningkatan kecepatanpernafasan, fluktuasi irama

jantung, (tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi

kontraindikasi pada klien yang sakit (infark miocard atau penyakit obstruksi

paru kronik). postur dan gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana

hati seseorang dan tergantungpada ukuran skeletal dan perkembangan otot

keletal. Koordinasi dan pengaturan kelompok otot tergantung dari tonus otot

dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yangmelawan

grafitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tergantung otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi

yang bergantian yang melalui kerja otot. Tonus otot mempeertahankan posisi

fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot berkurang. Skeletal

adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari 4 tipe tulang yaitu panjang,

pendek, pipih dan irreguler. Sistem skeletal dalam pergerakan melindungi

organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam

pembentukan sel darah merah.

4. Tanda dan gejala


Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut tim pokja

SDKI DPP PPNI(2017) yaitu:

a. Tanda dan gejala mayor

Tanda dan gejala mayor subjektif dari gngguan mobilitas fisik, yaitu

mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas. Kemudian, untuk tanda dan

gejala mayor objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan rentan gerak

menurun.

b. Tanda dan gejala minor

Tanda dan gejala minor subyektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu

nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat

bergerak. Kemudian, untuk tanda gejala minor subyektifnya yaitu sendi

kaku, gerakan yang tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.

5. Komplikasi

Menurut Bakara D.N & Warsito s (2016) gangguan mobilitas fisik dapat

menimbulkan komplikasi, yaitu abnormalitas tonus, arthousestatic

hypotension, deep vein thrombosis, serta kontraktur. Selain itu, komplikasi

yang dapat terjadi adalah pembekuan darah yang mudah terbentuk pada kaki

yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan dan pembengkakan.

Kemudian, juga menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah kebekuan yang

terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu

dekubitus. Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi

kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjati infeksi. Atrifi dan

kekakuan sendi juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas

fisik. Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi
lainya, seperti disritmia, peningkatan tekanan intrakranial, kontraktur, gagal

nafas dan kematian.

6. Pemeriksaan diagnostik

a. Sinar X

Tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan

hubungan tulang.

b. CT - scan

Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat

memperlihatkan tumor jaringan lunak/cidera ligament/tendon. Digunakan

untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang di daerah

yang sulit di evaluas.

c. MRI

Teknik pencitraan khusus, non inpasif, yang menggunakan medan

magnet, gelombang radio, dan komputer untuk memperlihatkan

upnormalitas(misalnya tumor/penyempitan jalur/jaringan lunak melalui

tulang, dll)

d. Pemeriksaan laoboratorium

Hemoglobin menurun pada trauma, ca menurun pada imobilisasi

lama,alkali pospate naik, creatinin dan SGOT naik pada kerusakan otot

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan untuk gangguan mobilitas fisik, antara lain:


a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti

memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sim, posisi tendelenbrug, posisi

genupectoral, posisi dural recumbent dan posisi litotomi.

b. Ambulasi dini

Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan

otot serta meningkatkan fungsi kardiovasculer. Tindakan ini bisa

dilakukan dengan cara melatih posisi duduk ditempat tidur, turun dari

tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.

c. Melakikan aktivitas sehari hari

Melakukan aktivitas sehari hari dilakukan untuk melatih kekuatan,

ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta

meningkatkan fungsi kardiovasculer.

d. Latihan range of motion (ROM) aktif/pasif.

B. Konsep asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Data demografi

Nama, umur, jeniskelamin, agama,pekerjaan, No RM, tanggal masuk RS,

tanggal pengkajian

b. Keluhan utama

Keluhan utama pasien mengeluh sulit menggerakkan ekstermitas, nyeri

saat bergerak, enggan melakukan pergerakan (tim pokja SDKI DDP

PPNI, 2017)

c. Riwayat kesehatan sekarang

d. Riwayat kesehatan dahulu


e. Riwayat kesehatan keluarga

f. Pemeriksaan fisik

1) Mengkaji skeletal tubuh

Adanya deformitas dan kesejajaran pertumbuhan tulang yang

upnormal akibat tumor tulang, pemendekan ekstermitas. Amputasi

dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis. Angulasi

normal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi

biasanya menandakan adanya patah tulang

2) Mengkaji tualng belakang

a) Skoliosis (defisi kurpatura lateral tulang belakang)

b) Kifosis (kenaikan kurpa tulang belakang bagian dada)

c) Lordosis (memendek, kurpatula tulang belakang bagian

pinggang berlebihan)

3) Mengkaji sistem persendian

Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, depormitas,

stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.

4) Mengkaji sistem otot

Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan

ukuran masing masing otot. Lingkar ekstermitas untuk memantau

adanya edema atau atrofi, nyeri otot.

5) Mengkajicara berjalan

Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila

salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai

kondisi neurologis yang berhubungan dengan cara berjalan

upnormal (misalnya cara berjalan spastc hemiparase stroke, cara


berjalan selangkah selangkah penyakit lower motor neuron, cara

berjalan bergetar penyakit parkinson.

6) Mengkaji kulit dan siskulasi parifer

Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas

atau lebih dingin dai lainnya dan adanya edema. Sirkulasi parifer

dievaluasi dengan mengkaji dengan denyut parifer, ,warna, suhu,

dan waktu pengisi capiler.

7) Mengkaji fungsional klien

a) Kategori tingkat kemampuan aktivitas

b) Rentan gerak (range of motion) ROM

2. Diagnosa keperawatan

a. Gangguan mobilitas fisik(d.0054)

b. Gangguan intregitas kulit/jaringan(d.0192)

3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan KH Intervensi keperawatan

1 Resiko perfusi cerebral Setelah dilakukan Management peningkatan

tidak efektif tindakan tekanan intrakranial

keperawatan Observasi:

diharapkan pasien  Identifikasi penyebab

tidak mengalami peningkatan TIK

masalah perfusi  Memonitor tanda/gejala

cebral dengan KH: peningkatan TIK


 Sakit kepala Terapeutik:

menurun  Berikan posisi semi fowler

 Gelisah Kolaborasi :

menurun  Kolaborasi pemberian

 Tingkat diuretik osmosis, jika perlu.

kesadaran

meningkat

2 Gangguan mobilisasi Setelah dilakukan Dukungan ambulasi latihan

fisik b.d gangguan tindakan rentan gerak

muskoloskeletal d/d keperawatan Observasi:

rentang gerak (ROM) diharapkan rentang  Monitor frekuensi jantung

gerak (ROM) dan tekanan darah sebelum

meningkat dengan memulai ambulasi

kriteria hasil:  Monitor kondisi umum

Mobilisasi fisik selama melakukan ambulasi

 Rentang gerak  Identifikasi dilakukan

meningkat latihan trapeutik

 Pergerakan  Gunakan pakaian longgar

ekstermitas  Fasilitasi pengoptimalkan

meningkat posisi tubuh untuk

 Tidak adanya pergerakan sendi yang aktif

kekuatan otot dan pasif

sendi  Berikan dukungan positf

 Mampu pada saat melakukan latihan


bergerak gerak sendi

dengan bebas  Libatkan keluarga untuk

membantu meningkatkan

pergerakan

 Fasilitasi melakukan

pergerakan fisik jika perlu

edukasi

 Anjurkan melakukan

rentang gerak secara

sistematis

 Anjurkan melakukan

ambulasi dam mobilisasi

dini

3 Gangguan intregritas Setelah dilakukan Perawatan intregritas kulit

kulit/ jaringan b.d tindakan Perawatan luka tekan

penurunan mobilisasi keperawatan Observasi:

d/d kerusakan jaringan diharapkan tidak  Identifikasi penyebab

atau kulit adanya kerusakan gangguan penyebab

jaringan atau kulit, gangguan intergritas kulit

dengan kriteria  Monitor kondisi luka

hasil; Terapeuik

Integritas kulit dan  Bersihkan luka dengan Nacl

jaringan  Lakukan pembalutan

 Tidak adanya  Ubah posisi tiap 2 jam

kemerahan  Berikan perineal dengan air


 Tidak adanya hangat

hematoma  Gunakan produk berbahan

 Tidak adanya ringan/alami dan hipoalergik

nekrosis pada kulit sensitif

Edukasi

 Anjurkan minum air putih

yang cukup

 Anjurkan meningkatkan

supan nutrisi buah dan sayur

4. Implementasi keperawatan

Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana untuk mencapai tujuan yang spesifik

yang ditujukan untuk membantu klien dalam hal mencegah penyakit, penangkatan

derajat kesehatan dan pemulihan kesehatan (Nursalam, 2009).

5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan

keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien

secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang dilakukan dengan

format SOAP.

DAFTAR PUSTAKA

Bare Brenda dan Smelzer susan C.(2011). keperawatan medikal bedah, edisi 8.

Jakarta: EGC

Brunner dan suddarth (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC


Dahlan, Zul.(2010) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi4. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia.

Potter & perry (2010). Undamental Keperawatan Buku 3 edisi 7. Jakarta: Salemba

Medika.

TIM POKJA SDKI DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia

Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan pengurus Pusat Persatuan Perawat

Nasional Indonesia.

TIM POKJA SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:

Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dewan pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

TIM POKJA SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:

Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: Dewan pengurus Pusat

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai