Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

MOBILISASI
KONSEP DASAR TEORI
A. Definisi Mobilisasi
Mobilitas atau mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya. (Hidayat &
Uliyah, 2012:109)
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan
bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010)
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan
dengan bebas (Kozier, 2010).
Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di mana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat
disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (Widuri, 2010).
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh atau
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif .A.H. dan
Kusuma. H, 2015).

B. Etiologi Gangguan Mobilitas


a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan
h. Kekakuan sendi
i. Kontraktur
j. Malnutrisi
k. Gangguan muskuloskeletal
l. Gangguan neuromuskular
m. Indeks massa tubuh di atas persentil ke 75 sesuai usia
n. Efek agen farmakologis
o. Program pembatasan gerak
p. Nyeri
q. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r. Kecemasan
s. Gangguan kognitif
t. Keengganan melakukan pergerakan
u. Gangguan sensori persepsi (SDKI,2016:124)

C. Klasifikasi Gangguan Mobilisasi


1. Imobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada
pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di
daerah paralisis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk
mengurangi tekanan.
2. Imobilitas intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak
akibat suatu penyakit.
3. Imobilitas emosional, keadan ketika seseorang mengalami pembatasan secara
emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
Sebagai contoh, keadaan stres berat dapat disebabkan karena bedah amputasi
ketika seseorang mengalami kehilangan bagian anggota tubuh atau kehilangan
sesuatu yang paling dicintai.
4. Imobilitas sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakit sehingga dapat
memengaruhi perannya dalam kehidupan social (Widuri, 2010).

D. Manifestasi Klinis Gangguan Mobilisasi


Tanda dan Gejala Minor
1. Subjektif
 Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
2. Objektif
 Kekuatan otot menurun
 Rentang gerak (ROM) menurun
Tanda dan Gejala Mayor
 Subjektif
 Enggan melakukan pergerakan
 Nyeri saat bergerak
 Merasa cemas saat bergerak
 Objektif
 Sendi kaku
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Gerakan terbatas
 Fisik lemah. (SDKI, 2016:124)

E. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.Tujuan mobilisasi
adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal.Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau
berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik.Mobilisasi dan immobilisasi berada
pada suatu rentang.Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan
mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan
untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring
akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek.Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik.Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy meningkat.Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal.Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot
dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi.Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot.Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.Immobilisasi
menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang.Ligamen adalah ikatan jaringan
fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu
sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon adalah jaringan ikat
fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan
tulang.Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot.Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi
tubuh secara berkesinambungan.Misalnya proprioseptor pada telapak kaki
berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan.Saat
berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.Proprioseptor
memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk
mengubah posisi.

PATHWAY
F. Komplikasi Gangguan Mobilisasi
Pada stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik jika tidak
ditangani dapat menyebabkan masalah, diantaranya:
1. Pembekuan darah mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan, pembengkaan selain itu juga menyebabkan embolisme
paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke
paru.
2. Dekubitus Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi.
3. Pneumonia Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan
selanjutnya menimbulkan pneumonia.
4. Atrofi dan kekakuan sendi.
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi Komplikasi lainnya
yaitu:
 Disritmia
 Peningkatan tekanan intra cranial
 Kontraktur
 Gagal nafas (saferi wijaya, 2013)

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal
pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara
berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah
– penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau
lebih dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi perifer dievaluasi
dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
h. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan

2. Rentang gerak (range of motion-ROM)


a. Fleksi merupakan gerak menekuk atau membengkokkan, sedangkan
Ekstensi merupakan gerak meluruskan.
b. Adduksi merupakan mendekati tubuh, sedangkan Abduksi merupakan gerak
menjauhi tubuh.
c. Supinasi merupakan gerak menengahkan tangan, sedangkan Pronasi
merupakan gerak menelungkupkan tangan.
d. Inversi merupakan gerak memiringkan (membuka) telapak kaki kea rah
dalam tubuh, sedangkan Eversi merupakan gerak memiringkan (membuka)
telapak kearah luar.
3. Derajat kekuatan otot

PERSENTASE
SKALA KEKUATAN KARAKTERISTIK
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau
dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan

3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi


4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh

4. Pemeriksaan Penunjang

a. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan


perubahan hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi
dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
e. Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

H. Penatalaksanaan Gangguan Mobilitas


Menurut Stanley dan beare (2007), penatalaksanaan gangguan mobilitas yaitu:
pencegahaan primera.
1. Pencegahan primer
Untuk imobilitas dan intoleransi aktivitas, pencegahan primer
merupakan proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, mobilitas dan
aktivitasbergantung pada fungsi system muskuloskletal,
kardiovaskuler,dan pulmonal. Salah satu terobosan dalam promosi
kesehatan adalah pengenalan dan penerimaan latihan sebagai komponen
integral dari kehidupan sehari-hari. Latiahan sangat bermanfaat bai bagi
lansia yang sehat maupun untuk mereka yang mengalami masalah fisik
secara teratur dapat menunda proses penuaan, dan dihubungkan dengan
perasaan sejahtera, memperpanjang usia dan peningkatan fungsi
kardiopulmonal. Aktivitas dan latihan yang dianjurkan dapat
meningkatkan tingkat energi, mempertahankan mobilitas, dan
meningkatkan kemampuan kardiovaskular dan pulmonal.Walaupun
latihan tidak akan mengubah rangkain proses penuaan normal, hal
tersebut dapat mencegah efek mobilitas yang merusak dan gaya hidup
yang kurang gerak.
Lansia mengalami peningkatan status kesehatan yang signitifikan dengan
aktivitas fisikyang rendah sampai sedang dalam waktu luangnya ketika
aktivitas-aktivitas ini dipraktikan secara teratur dan dengan durasi dan
intesitas yang sesuai. Sebagai suatu hasil dari latihan, sistem
kardiopulmonal memperoleh fungsi secara keseluruhan, system
muskuloskletal menunjukkan fleksibilitas yang lebih besar, kebiasaan
nutrisi meningkat, dan upaya-upaya mengendalikan berat badan dapat
ditingkatkan, program latihan juga dapat dihubungkan dengan
peningkatan mood atau tingkat ketegangan,ansietas, dan depresi.

2. Manfaatdari hasil latihan adalah:


a. Kardivaskuler
 Peningkatan kapisitas ketahanan
 Penurunan denyut jantung
 Peningkatan transport oksigen
 Penurunan kolesterol
 Penurunan tekanan darah pada klien hipertensi
b. Respirasi
 Peningkatan kapisitas vital
 Muskuloskletal
 Peningkatan kekuatan otot
 Peningkatan rentang gerak
 Peningkatan fleksibilitas
 Peningkatan remineralisasi
 Peningkatan keseimbangan
c. Endokrin
 Peningktan metabolisme glukosa
d. Psikologis
 peningkatan perasaan sejahtera
 peningkatan moral
e. Kognitif
 peningkatan metabolism glukosa dan berpikir
Tetapi manfaat utama dari latihan adalah memelihara dan
peningkatan fungsi fisik, mental, emosional, dan social, yang dapat
menghasilkan rasa kecukupan terhadap diri sendiri dan
kemandiriaan yang lebih baik.
 Hambatan terhadap latihan
Berbagi hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan
secara teratur. Prilaku gaya hidup tertentu, depresi, gangguan tidur,
dan kurangnya dukungan. Model peran yang kurang gerak,
gangguan citra tubuh, dan ketakutan akan gegagalan atau
ketidakkesetujuan semuanya turut berperan terdap kegagalan lansia
untuk berpatisipasi dlam latiahn yang teratur.
 Pengembangan program latiahan
Program latihanyang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan
mengalami peningkatanprogram tersebut disusun untuk
memberikan kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu
kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi
santai, yang dapat memberikan efek latihan.Sebelum seseorang
lansia memulai program latihan, dianjurkan untuk melakukan
pengkajian sebelumlatihan, yang meliputi sediki riwayat lengkap
dan pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh dokter atau praktisi
keperawatan. Perhatian harus diarahkan pada pengisian riwayat
obat-obatan secara seksama dan mengevaluasi defisit sensori
neurologis, ketajaman penglihatan, keseimbangan dan gaya
berjalan.
 Tes toleransi terhadap aktivitas
Tes toleransi terhadap aktivitasharus dilakukan sebelum seseorang
lansia telibat dalam latihan tingakat sedang sampai berat, tetapi tes
ini hanya sedikit memiliki kegunaan pada sebagai besar lansia yang
berusia lebih dari 75 tahun (A. Aziz 2012)

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aspek biologis
a. Usia faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait
dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah
postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
b. Riwayat keperawatan hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain
dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan
klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi
gangguan aktivitas dan lain-lain.

3. Aspek sosial kultural


Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang
dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana
pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun
sosial dan lain-lain.
4. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan
nilai yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya
sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana
pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan
lain-lain (Asmadi, 2018).
Tanda dan Gejala Gangguan Mobilias Fisik berdasarkan SDKI

Tanda dan gejala mayor Tanda dan gejala minor

Subjektif Subjektif

Mengeluh sulit menggerakan Nyeri saat bergerak


ekstremitas
Engan melakukan pergerakan
Merasa cemas saat bergerak

Objektif Objektif

Kekuatan otot menurun Sendi kaku


Rentang gerak (ROM) menurun Gerakan tidak terkoordinasi
Gerakan terbatas
Fisik lemah
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu penilaian klinis mengenai respons klien


terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung potensial maupun actual yang dimana bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan(Tim Pokja SDKI PPNI, 2016).
 Pada penelitian ini diagnosis keperawatan adalah gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
ditandai dengan mengeluh sulit menggerakan ekstremitas, rentang
gerak (ROM) menurun, nyeri saat bergerak, gerakan terbatas. (
TimPokjaSDKIPPNI,2016)

Setiap intervensi keperawatan pada standar ini terdiri atas tiga komponen yaitu
label, definisi dan tindakan, dengan uraian sebagai berikut(Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018)
1. Label
Komponen ini adalah nama dari intervensi keperawatan yang merupakan kata
kunci agar memperoleh informasi terkait intervensi keperawatan tersebut.
2. Definisi
Komponen ini merupakan penjelasan tentang makna dari label intervensi
keperawatan.
3. Tindakan
Komponen ini adalah rangkaian perilaku atau aktivitas yang dikerjakan oleh
perawat agar dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan-
tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi. (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
3. Intervensi Keperawatan

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Kelemahan umum

Luaran (outcome) keperawatan merupakan aspek-aspek yang dapat diobservasi


dan diukur meliputi kondisi, perilaku, atau dari persepsi pasien, keluarga atau
komunitas sebagai respon terhadap intervensi keperawatan.(Tim Pokja SLKI DPP
PPNI, 2019).
Luaran keperawatan memiliki tiga komponen utama yaitu label, ekspektasi, dan
kriteria hasil. Masing-masing komponen diuraikan sebagai berikut (Tim Pokja SLKI
DPP PPNI, 2019).
Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
No Keperawatan
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Managemen Energi
berhubungan keperawatan maka mobilitas 1. Tentukan penyebab
dengan Kelemahan fisik meningkat keletihan: :nyeri, aktifitas,
umum Kriteria Hasil : perawatan , pengobatan
1. Klien mampu Kaji respon emosi, sosial
mengidentifikasi aktifitas dan spiritual terhadap
dan situasi yang aktifitas.
menimbulkan kecemasan
yang berkonstribusi pada 2. Evaluasi motivasi dan
intoleransi aktifitas. keinginan klien untuk
meningkatkan aktifitas.
2. Klien mampu Monitor respon
berpartisipasi dalam aktifitas kardiorespirasi terhadap
fisik tanpa disertai aktifitas : takikardi,
peningkatan TD, N, RR dan disritmia, dispnea,
perubahan ECG diaforesis, pucat.

3. Klien mengungkapkan 3. Monitor asupan nutrisi


secara verbal, pemahaman untuk memastikan ke
tentang kebutuhan oksigen, adekuatan sumber energi.
pengobatan dan atau alat
yang dapat meningkatkan 4. Letakkan benda-benda
toleransi terhadap aktifitas. yang sering digunakan
pada tempat yang mudah
4. Klien mampu dijangkau.
berpartisipasi dalam
perawatan diri tanpa bantuan 5. Kelola energi pada klien
atau dengan bantuan dengan pemenuhan
minimal tanpa menunjukkan kebutuhan makanan,
kelelahan cairan, kenyamanan /
digendong untuk mencegah
tangisan yang menurunkan
energi.

6. Kaji pola istirahat klien


dan adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan.

Terapi Aktivitas
- 1. bantu klien melakukan
ambulasi yang dapat
ditoleransi.

2. Rencanakan jadwal
antara aktifitas dan
istirahat.

3. Bantu dengan aktifitas


fisik teratur : misal:
ambulasi, berubah posisi,
perawatan personal, sesuai
kebutuhan.

4. Minimalkan anxietas
dan stress, dan berikan
istirahat yang adekuat-

5. Kolaborasi dengan
medis untuk pemberian
terapi, sesuai indikasi.

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan: Kerusakan neurovaskuler

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


Keperawatan

Defisit perawatan diri Setelah dilakukan intervensi Bantuan Perawatan Diri:


berhubungan dengan: keperawatan ma ka Mandi, higiene mulut,
Kerusakan mobilitas fisik meningkat penil/vulva, rambut, kulit
neurovaskuler Kriteria Hasil :
Klien mampu - 1. kaji kebersihan kulit,
- 1. melakukan ADL kuku, rambut, gigi, mulut,
mandiri : mandi, hygiene perineal, anus.
mulut ,kuku, penis/vulva,
rambut, berpakaian, - 2. bantu klien untuk mandi,
toileting, makan-minum, tawarkan pemakaian lotion,
ambulasi. perawatan kuku, rambut,
- mandi sendiri atau dengan gigi dan mulut, perineal
bantuan tanpa kecemasan. dan anus, sesuai kondisi.
- terbebas dari bau badan dan
2. mempertahankan kulit - 3. Anjurkan klien dan
utuh. keluarga untuk melakukan
- 3. mempertahankan oral hygiene sesudah
kebersihan area perineal dan makan dan bila perlu.
anus.
- 4. berpakaian dan - 4. Kolaborasi dgn Tim
melepaskan pakaian sendiri. Medis / dokter gigi bila ada
lesi, iritasi, kekeringan
- 5. Melakukan keramas, mukosa mulut, dan
bersisir, bercukur, gangguan integritas kulit.
membersihkan kuku,
berdandan. Bantuan perawatan diri :
berpakaian
6. Makan dan minum 1. Kaji dan dukung
sendiri, meminta bantuan kemampuan klien untuk
bila perlu berpakaian sendiri.
- Mengosongkan kandung
kemih dan bowel. 2. Ganti pakaian klien
setelah personal hygiene,
dan pakaikan pada
ektremitas yang sakit/
terbatas terlebih dahulu,
Gunakan pakaian yang
longgar.

3. Berikan terapi untuk


mengurangi nyeri sebelum
melakukan aktivitas
berpakaian sesuai indikasi.

Bantuan perawatan diri :


Makan-minum
- 1. kaji kemampuan klien
untuk makan : mengunyah
dan menelan makanan

- 2. fasilitasi alat bantu yg


mudah digunakan klien
- dampingi dan dorong
keluarga untuk membantu
klien saat makan

Bantuan Perawatan Diri:


Toileting
- 1. kaji kemampuan
toileting: defisit sensorik
(inkontinensia),kognitif(me
nahan untuk toileting),
fisik (kelemahan fungsi/
aktivitas)
- 2. ciptakan lingkungan
yang aman(tersedia
pegangan dinding/ bel),
nyaman dan jaga privasi
selama toileting
3. sediakan alat bantu
(pispot, urinal) di tempat
yang mudah dijangkau
- 4. ajarkan pada klien dan
keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur

1. Implementasi Keperawatan

Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang


dikerjakan oleh perawat untuk mengimplementasikan intervnsi keperawatan (Tim
Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Implementasi proses keperawatan merupakan
rangkaian aktivitas keperawatan dari hari yang harus dilakukan dan
didokumentasikan dengan cermat. Perawat melakukan pengawasan terhadap
efektifitas intervensi yang dilakukan, bersamaan pula dengan menilai
perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang diharapkan.
Pada tahap ini, perawat harus melaksanakan tindakan keperawatan yang ada
didalam rencana keperawatan dan langsung mencatatnya dalam format tindakan
keperawatan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)
.

1. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat


menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah
membandingkan status kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang telah
ditetapkan (Tarwoto & Wartonah, 2015). Yang dimana evaluasi keperawatan ini
dicatat dan disesuaikan dengan setiap diagnose keperawatan. Evaluasi untuk setiap
diagnose keperawatan meliputi data subjektif (S) dan objektif (O), Analisa
permasalahan (A) klien berdasarkan S dan O, serta perencanaan ulang (P) berdasarkan
hasil Analisa data diatas.
Evaluasi keperawatan untuk gangguan mobilitas fisik diuraikan dalam SOAP
maka akan menjadi tanda mayor S (subjektif) : pergerakan ekstermitas meningkat, O
(objektif) : kekuatan otot meningkat , rentang gerak (ROM) meningkat . Sedangkan
tanda minor S (subjektif) : nyeri saat bergerak menurun , O (objektif) : sendi kaku
menurun , S (subjektif) : enggan melakukan pergerakan menurun , O (objektif) :
gerakan tidak terorganisasi menurun, S (subjektif) : merasa cemas saat bergerak
menurun , O (objektif) : gerakan terbatas menurun . A (assessment) : masalah bisa
teratasi bisa tidak. P (planning): menyesuaikan dengan rencana keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. ( 2012 ). Buku Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia. Surabaya : Health Books Publishing
Asmadi. (2018). Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba
Medika.
Kozier, Erb, B., & Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses & Praktik. jakarta: EGC.
Mubarak W.I., Lilis I., Joko S. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (2nd ed.). Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Saferi wijaya, A. (2013). KMB2 Keperawatan Medikal Bedah (2nd ed.).
yogyakarta: Pertama.
Tarwoto & Wartonah, 2011 .Kebutuhan Dasar Manusia & Proses
Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat
Tidur). (Sujono Riyadi, Ed.). yogyakarta: Gosyen Publishing.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan
Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai