MOBILISASI
KONSEP DASAR TEORI
A. Definisi Mobilisasi
Mobilitas atau mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya. (Hidayat &
Uliyah, 2012:109)
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk
bergerak secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan
bantuan orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2010)
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan
dengan bebas (Kozier, 2010).
Gangguan Mobilitas atau Imobilitas merupakan keadaan di mana
seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu
pergerakan (aktivitas), misalnya trauma tulang belakang, cedera otak berat
disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (Widuri, 2010).
Imobilitas atau gangguan mobilitas adalah keterbatasan fisik tubuh atau
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Nurarif .A.H. dan
Kusuma. H, 2015).
E. Patofisiologi
Mobilisasi atau kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.Tujuan mobilisasi
adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non
verbal.Immobilisasi adalah suatu keadaan di mana individu mengalami atau
berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik.Mobilisasi dan immobilisasi berada
pada suatu rentang.Immobilisasi dapat berbentuk tirah baring yang bertujuan
mengurangi aktivitas fisik dan kebutuhan oksigen tubuh, mengurangi nyeri, dan
untuk mengembalikan kekuatan. Individu normal yang mengalami tirah baring
akan kehilangan kekuatan otot rata-rata 3% sehari (atropi disuse).
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek.Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik.Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energy meningkat.Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal.Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot
dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi.Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang.Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi
yang bergantian melalui kerja otot.Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.Immobilisasi
menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi
dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan
kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang.Ligamen adalah ikatan jaringan
fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu
sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Tendon adalah jaringan ikat
fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan
tulang.Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler, terutama berada di sendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot.Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi
tubuh secara berkesinambungan.Misalnya proprioseptor pada telapak kaki
berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau berjalan.Saat
berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus.Proprioseptor
memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk
mengubah posisi.
PATHWAY
F. Komplikasi Gangguan Mobilisasi
Pada stroke non hemoragik dengan gangguan mobilitas fisik jika tidak
ditangani dapat menyebabkan masalah, diantaranya:
1. Pembekuan darah mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan, pembengkaan selain itu juga menyebabkan embolisme
paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalir ke
paru.
2. Dekubitus Bagian yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi.
3. Pneumonia Pasien stroke non hemoragik tidak bisa batuk dan menelan dengan
sempurna, hal ini menyebabkan cairan berkumpul di paru-paru dan
selanjutnya menimbulkan pneumonia.
4. Atrofi dan kekakuan sendi.
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi Komplikasi lainnya
yaitu:
Disritmia
Peningkatan tekanan intra cranial
Kontraktur
Gagal nafas (saferi wijaya, 2013)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran.Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal
pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi biasanya
menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas,
dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot.Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
atau atropfi, nyeri otot
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara
berjalan spastic hemiparesis – stroke, cara berjalan selangkah-selangkah
– penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit
Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau
lebih dingin dari lainnya dan adanya edema.Sirkulasi perifer dievaluasi
dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian
kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
h. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS
PERSENTASE
SKALA KEKUATAN KARAKTERISTIK
NORMAL (%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di palpasi atau
dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan topangan
4. Pemeriksaan Penunjang
A. Pengkajian
1. Aspek biologis
a. Usia faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait
dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah
postur tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
b. Riwayat keperawatan hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain
dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan
klien dan lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana
respons psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang
dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam menghadapi
gangguan aktivitas dan lain-lain.
Subjektif Subjektif
Objektif Objektif
Setiap intervensi keperawatan pada standar ini terdiri atas tiga komponen yaitu
label, definisi dan tindakan, dengan uraian sebagai berikut(Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018)
1. Label
Komponen ini adalah nama dari intervensi keperawatan yang merupakan kata
kunci agar memperoleh informasi terkait intervensi keperawatan tersebut.
2. Definisi
Komponen ini merupakan penjelasan tentang makna dari label intervensi
keperawatan.
3. Tindakan
Komponen ini adalah rangkaian perilaku atau aktivitas yang dikerjakan oleh
perawat agar dapat mengimplementasikan intervensi keperawatan. Tindakan-
tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik,
edukasi, dan kolaborasi. (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
3. Intervensi Keperawatan
Terapi Aktivitas
- 1. bantu klien melakukan
ambulasi yang dapat
ditoleransi.
2. Rencanakan jadwal
antara aktifitas dan
istirahat.
4. Minimalkan anxietas
dan stress, dan berikan
istirahat yang adekuat-
5. Kolaborasi dengan
medis untuk pemberian
terapi, sesuai indikasi.
1. Implementasi Keperawatan
1. Evaluasi keperawatan
A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. ( 2012 ). Buku Ajar Kebutuhan
Dasar Manusia. Surabaya : Health Books Publishing
Asmadi. (2018). Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba
Medika.
Kozier, Erb, B., & Snyder. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :
Konsep, Proses & Praktik. jakarta: EGC.
Mubarak W.I., Lilis I., Joko S. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA (2nd ed.). Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Saferi wijaya, A. (2013). KMB2 Keperawatan Medikal Bedah (2nd ed.).
yogyakarta: Pertama.
Tarwoto & Wartonah, 2011 .Kebutuhan Dasar Manusia & Proses
Keperawatan.Jakarta : Salemba Medika
Tim Pokja DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta Selatan: DPP PPNI
Widuri, H. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia (Aspek Mobilitas dan Istirahat
Tidur). (Sujono Riyadi, Ed.). yogyakarta: Gosyen Publishing.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1, Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan
Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia