Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN AKTIFITAS DAN LATIHAN

A. Pengertian Mobilitas & Imobilitas


Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan bergerak dimana manusia
memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tanda
kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang melakukan aktivitas seperti
berdiri, berjalan dan bekerja. Adapun sistem tubuh yang berperan dalam
kebutuhan aktivitas antara lain: tulang, otot dan tendon, ligamen,  sistem saraf
dan sendi. Latihan atau olahraga lansia harus dianjurkan untuk
mempertahankan dan memperkuat kemampuan fungsi dan meningkatkan
perasaan meningkatnya kesehatan. Latihan atau olahraga yang teratur untuk
meningkatkan kemampuan fungsi dapat dimasukkan ke dalam aktivitas sehari-
hari lansia. Misalnya, pergelangan tangan dan pergelangan kaki dapat digerak-
gerakkan (Asmadi. 2008).
Mobilisasi adalah kemampuan orang untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teraturyang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak,
2007).
Mobilitas fisik yaitu keadaan keika seseorang mengalami atau bahkan
beresiko mengalami keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile.
Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas
secara mendiri dan terarah (Wilkinson, 2010 ).
Imobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari
anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal
ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi
berkurang seperti saat duduk atau berbaring (Aziz, 2008).
Suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ektremitas atau lebih . dengan tingkatan :
1. Tingkat 0: mandiri penuh
2. Tingkat 1 : memerlukan peralatan atau alat bantu
3. Tingkat 2 : memerlukan bantuan dari orang lain untuk pertolongan,
pengawasan, atau pembelajaran
4. Tingkat 3 : membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan/ alat bantu
5. Tingkat 4 : ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktifitas
(Wilkinson, 2010)

B. Tujuan Mobilisasi
1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia.
2. Mencegah terjadinya trauma.
3. Mempertahankan tingkat kesehatan.
4. Mempertahankan tingkat kesehatan.
5. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari-hari.
6. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

C. Anatomi Fisiologi Muskoloskeletal


Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang:
panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal
berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah. Sendi
adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
1. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan
stabilitas
2. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi
elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
3. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan
tulang disatukan dengan ligamen atau membran.
4. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat
digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan
dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial.
5. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan
tulang dan kartilago.
6. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang.
7. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler.
8. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh
9. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian
tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot
dan posisi tubuh secara berkesinambungan.

a. Koordinasi Pergerakan tubuh


Otot ialah Jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi, dan dengan jalan demikian maka gerakan terlaksana. Otot
terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama dengan sel
dari jaringan yang lain, semua ini di ikat menjadi berkas – berkas serabut
kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsure kontraktil
( Evelyn C Pearce, 2002 ).
b. Sistem Skeletal
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa.
Dingah osteon terdapat kapiler. Disekeliling kapiler tersebut merupakan
matriks tulang yang dinamakan lamela. Tulang diselimuti dibagian luar
oleh membran ibrus padat dinamakan periosteum.Periosteum memberi
nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai temat
pelekatan tendon dan lugamen ( Brunner & Suddart, 2002).

D. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal
mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan
relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot,
isotonik dan isometrk. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraki isometrik menyebabkan penngkatan
tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif
dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrk. Postur dan
gerakan otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi
dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktivitas
dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

E. Klasifikasi
Klasifikasi mobilisasi dan immobilisasi menurut A. Aziz 2006:
1. Klasifikasi mobilisasi
a. Mobilisasi penuh.
b. Mobilisasi sebagian : keterbatasan gerak karena gangguan syaraf
motorik dan otonom.
c. Mobilisasi sebagian temporer : keterbatasan gerak dengan batasan
sementara.
d. Mobilisasi sebagian permanen : keterbatasan gerak dengan batasan
menetap.
2. Klasifikasi immobilisasi
a. Immobilisasi fisik : kondisi dimana seseorang mengalami keterbatasan
fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang
itu itu sendiri.
b. Immobilisasi intelektual : kondisi yang disebabkan karena kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
c. Immobilisasi emosional : terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan.
d. Immobilsasi sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.

F. Jenis Gerakan Mobilisasi


1. Fleksi : gerak membengkokkan.
2. Ekstensi : gerak meluruskan.
3. Hiper Ekstensi : gerakan ayunan ke belakang.
4. Rotasi : gerakan penuh.
5. Sirkumduksi 3600 : gerakan gabungan dari fleksi, abduksi, adduksi,
ekstensi, hiper ekstensi sehingga membentuk lingkaran penuh.
6. Supinasi : gerakan berbaring / menengadah.
7. Pronasi : gerakan telungkup.
8. Abduksi : gerakan mendekati tubuh.
9. Adduksi : gerakan menjauhi tubuh.
10. Oposisi

G. Jenis Mobilitas
1. Mobilitas Penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas.
2. Mobilitas Sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan adanya suatu
batasan dan tidak mampu bergerak secara bebas yang dikarenakan oleh
adanya gangguan syaraf motorik dan sensorik pada area tubuh. (A.Aziz
Alimul, 2005).

H. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi menurut Barbara Kozier, 1995:
1. Gaya hidup
Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang
dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan
mobilisasi dengan cara yang sehat. Misalnya seorang ABRI akan berjalan
dengan gaya yang berbeda dengan seorang petani.
2. Proses dari suatu penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang didrita seseorang akan memepengaruhi
mobilitasnya, misalnya seseorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
melakukan mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru
menjalani operasi. Karena adanya nyeri, mereka akan cenderung bergerak
lebih lamban.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan
aktivitas, misalnya seorang anak desa dengan anak kota. Anak desa biasa
bepergian dengan berjalan kaki, berbeda dengan anak kota yang bepergian
menggunakan mobil. Sehingga mobiltasnya sangat berbeda.
4. Tingkat energy
Setiap orang dalam melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi,
orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dengan orang yang
sehat.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat mobilitasnya dengan dewasa. Anak
yang sering sakit juga mobiltasnya akan berbeda dengan anak yang sehat.
I. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas
Menurut Tarwoto dan wartonah (2004), faktor2 yg mempengaruhi
mobilitas antara lain:
1. Tingkat Perkembangan Tubuh
Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan neuro muskuler dan
tubuh secara proposional, postu, pergerakan dan reflek akan berfungsi
secara optimal.
2. Kesehatan Fisik
Penyakit, cacat tubuh dan imobilisasi akan mempengaruhi pergerakan
tubuh.
3. Keadaan Nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahn otot, dan obsitas dapat
menyebabkan pergerakan kurang bebas.
4. Emosi
Rasa aman, nyaman dan gembira, sedih dapat mempengaruhi aktivitas
tubuh seseorang.
5. Kelemahan Skeletal dan Neuromuskuler
Adanya abnormal postur seperti scoliosis, lordosis, dan kiposis dapat
mempengaruhi pergerkan.
6. Pekerjaan.

J. Manifestasi Klinis
1. Respon fisiologik dari perubahan mobilisasi, adalah perubahan pada:
a. muskuloskeletal seperti kehilangan daya tahan, penurunan massa otot,
atropi dan abnormalnya sendi (kontraktur) dan gangguan metabolisme
kalsium
b. kardiovaskuler seperti hipotensi ortostatik, peningkatan beban kerja
jantung, dan pembentukan trombus
c. pernafasan seperti atelektasis dan pneumonia hipostatik, dispnea
setelah beraktifitas
d. metabolisme dan nutrisi antara lain laju metabolik, metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan pencernaan
(seperti konstipasi)
e. eliminasi urin seperti stasis urin meningkatkan risiko infeksi saluran
perkemihan dan batu ginjal
f. integumen seperti ulkus dekubitus adalah akibat iskhemia dan anoksia
jaringan
g. neurosensori: sensori deprivation
2. Respon psikososial dari antara lain meningkatkan respon emosional,
intelektual, sensori, dan sosiokultural. Perubahan emosional yang paling
umum adalah depresi, perubahan perilaku, perubahan dalam siklus tidur-
bangun, dan gangguan koping.
3. Keterbatasan rentan pergerakan sendi
4. Pergerakan tidak terkoordinasi
5. Penurunan waktu reaksi ( lambat )

K. Efek Fisiologis & Psikologis Immobilitas


1. Efek Fisiologis Perubahan Mobilisasi
Apabila ada perubahan mobilisasi, setiap system tubuh beresiko
terjadi gangguan. Tingkat keparahan tergantung pada umur klien dan
kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat imobilisasi yang di
alami.
a. Perubahan Metabolik.
Sistem endokrin merupakan produksi hormon sekresi kelenjar,
mempertahankan dan mengatur fungsi vital seperti :
1) respon terhadap stress dan cedera 
2) pertumbuhan dan perkembangan 
3) reproduksi
4) metabolisme energy
b. Perubahan  sistem  respirator. 
Klien pasca operasi berisiko tinggi mengalami koplikasi paru-paru.
Komplikasiparu-paru yang paling umum adalah atelektasis dan
pneumonia hipostatik. Pada atelektasis bronkiolus menjadi tertutup
oleh adanya sekresi.
c. Perubahan  Sistem Kardiovaskuler. 
Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi. Ada tiga
perubahan utama yaitu hipotensi ortostatik, peningkatan kerja jantung
dan pembentukan thrombus.
d. Perubahan Sistem  muskuloskeletal.
Pada sistem muskuloskeletal meliputi gangguan mobilisasi permanen.
Keterbatasan mobilisasi mempengruhi otot klien melalui kehilangan
daya tahan penurunan masa otot, atrofi, dan penurunan stabilitas.
Pengaruh lain dari keterbatasan mobilisasi yang mempengaruhi sistem
skeletal adalah gangguan metabolisme kalsium danj gangguan
metabolisme sendi.
e. Perubahan Eliminasi Urine.
Eliminasi urine klien berubah oleh karena adanya imobilisasi pada
posisi tegak lurus, urine mengalir keluar dari pelvis ginjal lalu masuk
kedalam ureter dan kandung kemih akibat gaya gravitasi. Jika klien
dalam recumbent atau datar, ginjal dan ureter membentuk garis datar
seperti pesawat. Ginjal yang membentuk urine harus masuk kedalam
kandung kemih melawan gaya gravitasi (Perry & Potter, 2005).

2. Efek Psikologis Perubahan Mobilisasi


Mobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensorik,
dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi bertahap.
Bagaimana pun juga lansia lebih rentan terhadap perubahan-perubahan
tersebut, sehingga perawat harus mengopserfasi lebih dini. Perubahan
emosional paling umum adalah deperesi, perubahan perilaku, perubahan
siklus tidur bangun dan gangguan koping (Potter & Potter, 2005).
H. Gangguan Fungsi Mobilitas
1. Gangguan Muskulusskeletal
Osteoporosis, Atropi, kekuatan otot yang menurun
2. Gangguan kardiovaskuler
Beban kerj jantung naik, Hipotensi orthostatic
3. gangguan Respirasi
Penurunan gerak pernapasan (Tarwoto & Wartonah, 2004).

I. Komplikasi
1. Denyut nadi frekuensinya mengalami peningkatan, irama tidak teratur
2. Tekanan darah biasanya terjadi penurunan tekanan sistol / hipotensi
orthostatic
3. Pernafasan terjadi peningkatan frekuensi, pernafasan cepat dangkal
4. Warna kulit dan suhu tubuh terjadi penurunan
5. Kecepatan dan posisi tubuh.disini akan mengalami kecepatan aktifitas dan
ketidak stabilan posisi tubuh
6. Status emosi labil
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan
imobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau
tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
2. Pemeriksaan Fisik
a. TTV
1) TD
2) Nadi
3) RR
b. Ekstermitas
1) Kelemahan
2) Gangguan sensorik
3) Tonus otot dan kekuatan otot
4) Kemampuan jalan dan berdiri
c. Tingkat kesadaran
d. Postur atau bentuk tubuh
1) Scoliosis
2) Kiposis
3) Lordosis
4) Cara berjalan
e. Pemeriksaan Radiologi : Menentukan lokasi / Luas
f. Pemeriksaan Laboratorium
g. Hb
h. Leukosit
i. Hematrokit
j. Trombosit
k. Mengkaji  fungsional klien

TINGKAT
KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang
lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain,
dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan

Derajat kekuatan otot

PERSENTASE
SKALA KEKUATAN NORMAL KARAKTERISTIK
(%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
di palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi
dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang
normal melawan gravitasi dan tahanan
penuh

B. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rongen 
Menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI 
Memperlihatkan fraktur juga dapatdigunakan untuk -mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram :
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung jumlah, komposisi dan volume darah 
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun(perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multipel).Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah
trauma.
5. Kreatinin 
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi mutipes,atau
cedera hati.

C. Diagnosa keperawatan
1. Intoleransi aktivitas b/d tirah baring/imobilisasi, kelemahan menyeluruh.
(00092)
2. Nyeri akut b/d agen cidera biologi (infeksi), agen cidera fisisk (trauma).
(00132)
3. Resiko perdarahan b/d aneurisme, koagulopati yang meningkat, efek
samping pengobatan. (00206)
4. Konstipasi b/d kebiasaan defekasi tidak teratur, kelemahan. (00011)
(NANDA, 2015-2017)

D. Perencanaan & PELAKSANAAN


1. Intoleransi aktivitas b/d tirah baring/imobilisasi, kelemahan menyeluruh.
(00092)
Batasan karakteristik
Subjektif
a. Ketidaknyamanan atau dispnea saat beraktivitas
b. Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal
Objektif
c. Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon dari
aktivitas
d. Perubahan EKG yang menunjukkan aritmia atau iskemia
Tujuan / criteria hasil
a. Mentoleransi aktivitas yang bisasa dilakukan, yang dibuktikan oleh
toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energy, kebugaran fisik,
energy psikomotorik, dan perawatan diri, ADL.
b. Menunjukkan toleransi aktivitas
Hasil & NOC
NOC:
a. Toleransi aktivitas; respon fisiologis terhadap gerakan yang memakan
energy dalam aktivitas sehari-hari
b. Ketahanan; kapasitas untuk menyelesaikan aktivitsa
c. Penghematan energy; tindakan individu dalam mengelola energy untuk
memulai dan menyelesaikan aktivitas
d. Kebugaran fisik; pelaksanaan aktivitas fisik yang penuh vitaitas
e. Energy psikomotorik; dorongan dan energy individu untuk
mempertahankan aktivitas hidup sehari-hari, nutrisi dan keamanan
personal
f. Perawatan diri; ADL; kemampuan untuk melakukan tugas fisik yang
paling dasar dan aktivitas perawatan pribadi secara mandiri dengan atau
tanpa alat bantu

Intervensi NIC
1) Pengkajian
a. Kaji tingkat kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,
berdiri, ambulasi, dan melakukan ADL
b. Kaji respon emosi, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
c. Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
d. Manajemen energy (NIC):
1) Tentukan penyebab keletihan
2) Pantau respon kardiorespiratori terhadap aktivitas
3) Pantau respon oksigen pasien terhadap aktivitas
4) Pantau respon nutrisi untuk memastikan sumber-sumber energy
yang adekuat
5) Pantau dan dokumentasikan pola tidur pasien dan lamanya waktu
tidur dalam jam
2) Penyuluhan untuk pasien dan keluarga
a. Penggunaan teknik napas terkontrol selama aktivitas, jika perlu
b. Mengenali tanda dan gejala intoleransi aktivitas, termasuk kondisi
yang perlu dilaporkan ke dokter
c. Pentingnya nutrisi yang baik
d. Penggunaan peralatan seperti oksigen saat aktivitas
e. Penggunaan tehnik relaksasi selama aktivitas
f. Dampak intoleransi aktivitas terhadap tanggung jawab peran dalam
keluarga
g. Tindakan untuk menghemat energy
h. Manajemen energy (NIC):
1) Ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang teknik perawatan
diri yang akan meminimakan konsumsi oksigen
2) Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik manajemen waktu
untuk mencegah kelelahan
3) Aktivitas kolaboratif
a. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas, apabila nyeri merupakan
salah satu penyebab
b. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik atau rekreasi untuk
merencanakan dan memantau program aktivitas, jika perlu.
c. Untuk pasien yang mengalami sakit jiwa, rujuk kelayanan kesehatan
jiwa dirumah
d. Rujuk pasien kepelayanan kesehatan rumah untuk mendapatkan
pelayanan bantuan perawtan rumah, jika perlu
e. Rujuk pasien keahli gizi untuk perencanaan diet
f. Rujuk pasien kepusat rehabilitasi jantung jika keletihan berhubungan
dengan penyakit jantung
4) Aktivitas lain
a. Hindari menjadwalkan pelaksanaan aktivitas perawatan selama periode
istirahat
b. Bantu pasien untuk mengubah posisi secara berkala, jika perlu
c. Pantau tanda-tanda vital sebelum, selama dan sesudah aktivitas
d. Rencanakan aktivitas bersama pasien secara terjadwal antar istirahat
dan latihan
e. Manajemen energy (NIC);
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas
2) Rencanakan aktivitas pada periode saat pasien memiliki energy
paling banyak
3) Bantu pasien untuk aktivitas fisik teratur
4) Bantu rangsangan lingkungan untuk relaksasi
5) Bantu pasien untuk melakukan pemantauan mandiri dengan
membuat dan menggunakan dokumentasi tertulis untuk mencatat
asupan kalori dan energy
5) Perawatan dirumah
a. Evaluasi kondisi rumah yang dapat menyebabkan intoleransi
aktivitas
b. Kaji kebutuhan terhadap alat bantu, oksigen dan lain sebagainga
dirumah

2. Nyeri akut b/d agen cidera biologi (infeksi), agen cidera fisisk (trauma).
(00132)

Batasan karakteristik
Subjektif:
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat
Objektif:
a. Posisi untuk mengindari nyeri
b. Perubahan tonus otot dengan rentang lemas sampai tidak bertenaga
c. Respon autonomic misalnya diaphoresis, perubahan tekanan darah,
pernapasan atau nadi, dilatasi pupil
d. Perubaan selera makan
e. Perilaku distraksi missal, mondar-mandir, mencari orang atau aktifitas
lain, aktivitas berulang
f. Perilaku ekspresif missal; gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan
berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang
g. Wajah topeng; nyeri
h. Perilaku menjaga atau sikap melindungi
i. Fokus menyempit, missal; gangguan persepsi waktu, gangguan proses
piker, interaksi menurun.
j. Bukti nyeri yang dapat diamati
k. Berfokus pada diri sendiri
l. Gangguan tidur, missal; mata terlihat layu, gerakan tidak teratur atau tidak
menentu dan tidak menyeringai
Tujuan/criteria hasil
Memperlihatkan pengendaian nyeri
Hasil & NOC
NOC:
a. Tingkat kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan fisik
psikologis
b. Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendaikan nyeri
c. Tingkat nyeri: keparahan nyeri yang dapat diamati atau dilaporkan
d. memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan
e. mempertahankan nyeri pada ….atau kurang (dengan skala 0-10)
f. melaporkan kesejahteraan fisik dan psikologis
g. mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk
memodifikasi factor tersebut
h. melaporkan nyeri kepada pelayan kesehatan
i. melaporkan pola tidur yang baik

Intervensi NIC
1) Pengkajian
a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk
mengumpulkan informasi pengkajian
b) Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10.
c) Gunakan bagan alir nyeri untuk mementau peredaan nyeri oleh
analgesic dan kemungkinan efek sampingnya
d) Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan lingkungan
terhadap nyeri dan respon pasien
e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan
tingkat perkembangan pasien
f) Manajemen nyeri:
1) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi,
karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau
keparahan nyeri dan factor presipitasinya
2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada
mereka yang tidak mampu berkomunikasi efektif
2) Penyuluhan untuk pasien/keluarga
a) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus
diminum, frekuensi, frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping,
kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi
obat tersebut dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami
nyeri membandel.
b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai
c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri dan tawarkan strategi koping yang ditawarkan
d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau oploid
(resiko ketergantungan atau overdosis)
e) Manajemen nyeri:
f) Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
g) Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi (relaksasi, distraksi,
terapi)
3) Aktivitas kolaboratif
a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang
terjadwal (missal, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA
b) Manajemen nyeri:
1) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih
berat
2) Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika
keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari
pengalaman nyeri pasien dimasa lalu
4) Perawatan dirumah
a) Intervensi di atas dapat disesuaikan untuk perawatan dirumah
b) Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang
diperlukan dalam pemberian obat

3. Resiko perdarahan b/d aneurisme, koagulopati yang meningkat, efek samping


pengobatan. (00206)

Intervensi (NIC) :
a. bleeding precautions
1) Monitor ketat tanda2 perdarahan
2) Catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan
3) Monitor nilai lab (koagulasi) yang meliputi PT, PTT, trombosit
4) Monitor TTV ortostatik
5) Pertahankan bed rest selama perdarahan aktif
6) Kolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau fresh frozen
plasma)
7) Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
8) Hindari mengukur suhu lewat rectal
9) Hindari pemberian aspirin dan anticoagulant
10) Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak
mengandung vitamin K
11) Hindari terjadinya konstipasi dengan menganjurkan untuk
mempertahankan intake cairan yang adekuat dan  pelembut feses
b. bleeding reduction

1) Identifikasi penyebab perdarahan

2) Monitor trend tekanan darah dan parameter hemodinamik (CVP,


pulmonary capillary / artery wedge pressure

3) Monitor status cairan yang meliputi intake dan output


4) Monitor penentu pengiriman oksigen ke jaringan (PaO2, SaO2 dan
level Hb dan cardiac output)

5) Pertahankan patensi IV line

c. bleeding reduction: wound/luka

1) Lakukan manual pressure (tekanan) pada area perdarahan

2) Gunakan ice pack pada area perdarahan

3) lakukan pressure dressing (perban yang menekan) pada area luka

4) tinggikan ekstremitas yang perdarahan

5) monitor ukuran dan karakteristik hematoma

6) monitor nadi distal dari area yang luka atau perdarahan

7) instruksikan pasien untuk menekan area luka pada saat bersin atau
batuk

8) instruksikan pasien untuk membatasi aktivitas

d. bleeding reduction: gastrointestinal

1) Observasi adanya darah dalam sekresi cairan tubuh: emesis, feces,


urine, residu lambung, dan drainase luka

2) Monitor complete blood count dan leukosit

3) Kolaborasi dalam pemberian terapi: lactulose atau vasopressin

4) Lakukan pemasangan NGT untuk memonitor sekresi dan perdarahan


lambung

5) Lakukan bilas lambung dengan NaCl dingin

6) Dokumentasikan warna, jumlah dan karakteristik feses


7) Hindari pH lambung yang ekstrem dengan kolaborasi pemberian
antacids atau histamine blocking agent)

8) Kurangi faktor stress

9) Pertahankan jalan nafas

10) Hindari penggunaan anticoagulant

11) Monitor status nutrisi pasien

12) Berikan cairan Intra vena

13) Hindari penggunaan aspirin dan ibuprofen

4. Konstipasi b/d kebiasaan defekasi tidak teratur, kelemahan. (00011)


Batasan karakteristik
a. Nyeri perut
b. Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa disertai dengan resistensi
otot yang dapat dipalpasi
c. Anoreksia
d. Perubahan pada suara abdomen (borborigmi)
e. Perubahan pola defekasi
f. Penurunan frekuensi
g. Penurunan volume feses
h. Perasaan penuh pada rektal
i. Perasaan tekan pada rektal
j. Kelelahan umum
k. Feses yang kering, keras dan berbentuk
l. Sakit kepala
m. Tidak mampu mengeluarkan feses
n. Mual
Kriteria Evaluasi (NOC):
a. Bowel elimination
b. Hidrasi

Intervensi Keperawatan (NIC):


1) Irigasi bowel
2) Pengelolaan bowel
3) Bowel training
4) Pengelolaan impaksi
5) Diet staging
6) Pengelolaan cairan
7) Monitor cairan
8) Pengobatan sesuai resep dokter
9) Manajemen nutrisi
10) Pengelolaan prolaps rektal
(Wilkinson, 2012)

E. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk
mengatasi gangguan mobilitas adalah :
1. Peningkatan fungsi sistem tubuh
2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
3. Peningkatan fleksibilitas sendi
4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi
pasien menunjukkan keceriaan
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Aziz, 2008. Kebutuhan Dasar Manusia, Edisi 2. Jakarta; Salemba Medika.
Dujiastuti SN Suris. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta. Potter dan Perri.
Fundamental Keperawatan, Edisi 4. Jakarta; 2005.
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Wilkinson, Judith M. 2012. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi
NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medik
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi
2015-2017/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan
Nike Budhi Subekti ; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah Bariid, Monica
Ester, Dan Wuri Praptiani. Jakarta; EGC.

Anda mungkin juga menyukai