Anda di halaman 1dari 37

BAB II

KONSEP DASAR

A.  Pengertian Mobilisasi

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,

mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.

Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat

proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi.

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan

menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk

menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam

waktu 12 jam.

a.       Tujuan dari Mobilisasi :

1. Memenuhi kebutuhan dasar manusia

2. Mencegah terjadinya trauma

3. Mempertahankan tingkat kesehatan

4. Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari – hari

5. Mencgah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.

b.   Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :


1.  Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan

persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya

perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

2.   Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara

menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien

menggerakkan kakinya.

3.      Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan

aktifitas yang diperlukan.

B.  Struktur System Musculoskeletal yang Mempengaruhi Mobilisasi

Gerakan tulang dan tulang sendi merupakan proses aktif yang harus

terintegrasi secara hati-hati untuk mencapai koordinasi. Ada 2 tipe

kontraksi otot isotonik dan isometrik.

Pada kontraksi isotonik : peningkatan tekanan otot menyebabkan otot

memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot

atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan.

-Otot yang Penting dalam Pergerakan

Otot yang penting dalam pergerakan melekat di region skelet tempat

pergerakan itu ditimbulkan oleh pengungkitan. Pengungkitan terjadi ketika

tulang tertentu seperti humelus, ulna dan radius serta sendi yang
berhunbungan seperti sendi siku bekerja sama sebagai  pengungkit.

Selanjutnya kekuatan yang bekerja pada ujung tulang mengangkat berat

pada itik yang lain untuk memutar tulang pada arah yang berlawanan

dengan gaya yang diberikan. Oto yang melekat dengan tulang

pengungkit memberikan kekuatan yang penting untuk menggerakan objek.

            Gerakan mengungkit adalah karakteristik dari pergerakan

ekstimitas atas. Otot lengan sejajar satudengan yang lainnya  dan

memanjang kan tulang secara maksimal. Otot sejajar ini memberikan

kekuatan dan bekerja dengan tulang dan sendi untuk memampukan lengan

mengangkat objek.

a.    Otot Yang Penting Dalam Membentuk Poatur/ Kesejajaran Tubuh

Otot terutama berfungsi memepertahankan postur, bebentuk pendek dan

menyerupai kulit  karena membungkus tendon dengan arah miring

berkumpul secara tidak langsung pada tendon. Otot ekstremitas bawah,

tubuh, leher dan punggug yang terutama berfungsi membentuk postur

tubuh (posisi tubuh dalam kaitanya dengan ruang sekitar) kelompok otot

itu bekerja sama untuk menstabilkan dan menopang berat badan saat

berdiri atau duduk dan memungkinkan individu tersebut umtuk

mempertahankan postur duduk atau berdiri.

b.    Pengaturan postur dan gerakan otot

Postur dan penggerakan dapan mencerminkan kepribadian dan suasana

hati seseorang. Postur dan pergerakan juga tergantung pada ukuran skelet

dan perkembangan otot skelet. Koordinasi dan pengaturan kelompok otot


yang ber5beda tergantung pada tonus otot dan aktifitas dari otot

antagonistik, sinergistik dan antigravitas.

-          Tonus Otot : tonus otot atau tonus adalah suatu  keadaan normal dari

tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dicapai dengan kontrkasi dan

relaksasi secra bergantian tanpa gerakan aktif, serat dan kelompok otot

tertentu. Tonus otot memungkinkan bagian tubuh mempertahankan posisi

fungsional tanpa kelemahan otot. Tonus otot juga mendukung kembalinya

aliran darah vena ke jantung seperti yang terjadi pada otot kaki.  Tonus

otot dipertahankan melalui penggunaan otot yang terus menerus. Aktifitas

sehari-hari membutuhkan kerja otot dan membantu mempertahankan tonus

otot akibatnya dari imobilisasi atau tirah baring menyebabkan aktivitas

dan tonus otot berkurang.

Kelompok otot. Kelompok otot antogonistik, sinergistik, dan antigravitas

dikoordinasi oleh sistem saraf, dan bekerja sama untuk mempertahankan

postur dan memulai pergerakan.

 Otot sinergistik  berkontraksi bersama untuk menyempurnakan gerakan

yang sama. Ketika lengan fleksi, kekuatan otot kontraksi dari otot bisep

brakhialis ditingkatkan oleh otot sinergik, yaitu brakhialis.  Selanjutnya

aktifitas otot sinergistik terdapat dua penggerakan aktif  yaitu bisep

brakhialis dan brakhialis berkontraksi sementara otot antogonistik yaitu

otot trisep brakialis berelaksasi.


Otot antagonistik bekerja sama untuk menggerakan sendi. Selama

pergerakan, otot penggerak aktif berkontraksi dan otot antagonisnya

relaksasi. Misalnya ketika lengan fleksi maka otot bisep brakhialis aktif

berkontraksi dan otot antagonisnya, trisep brakhialis relaksasi. Selama

lengan diekstensikan  maka otot trisep brakhialis aktif berkontraksi

sehingga lawannya yaitu otot bisep brakhialis relaksasi.

 Otot antigravitas sangat berpengaruh pada stabilisasi sendi. Otot secara

terus menerus melawan efek gravitasi tubuh dan mempertahankan postur

tegak atau duduk. Pada orang dewasaotot anti grafitasi adalah otot

ekstensor kaki, gluetus maksimus, quadrisep femoris, otot soleus  dan otot

punggung .

C.  Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi

Faktor yang mempengaruhi mobilisasi antara lain:

a. Gaya Hidup

Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya.

Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku

yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan

pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa

melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI

akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang pramugari atau

seorang pemambuk.
b. Proses penyakit dan injuri

Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi

mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan

untukobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani

operasi. Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih

lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita

penyakit tertentu misallya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan

penyakit kardiovaskuler.

c. Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan

aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan

berebda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam

segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya

dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.

d. Tingkat energy

Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang

lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat

apalagi dengan seorang pelari.

e. Usia dan status perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny dibandingkan

dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa


pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan

dengan anak yang sering sakit.

D.  Mekanisme Tubuh Dalam Fisiologi Pergerakan

Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula gerak yang

terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks.Untuk terjadi gerak refleks, maka

dibutuhkan struktur sebagai berikut : organ sensorik (yang menerima

impuls), serabut saraf sensorik (yang menghantarkan impuls), sumsum

tulang belakang (serabut-serabut saraf penghubung menghantarkan

impuls), sel saraf motorik (menerima dan mengalihkan impuls), dan organ

motorik (yang melaksanakan gerakan). Gerak refleks merupakan bagian

dari mekanika pertahanan tubuh yang terjadi jauh lebih cepat dari gerak

sadar, misalnya menutup mata pada saat terkena debu, menarik kembali

tangan dari benda panas menyakitkan yang tersentuh tanpa sengaja. Gerak

refleks dapat dihambat oleh kemauan sadar ; misalnya, bukan saja tidak

menarik tangan dari benda panas, bahkan dengan sengaja menyentuh

permukaan panas.

Mekanisme gerak refleks merupakan suatu gerakan yang terjadi secara

tiba-tiba diluar kesadaran kita. Refleks fleksor, penarikan kembali tangan

secara refleks dari rangsangan yang berbahaya merupakan suatu reaksi

perlindungan. Refleks ekstensor (polisinaps) rangsangan dari reseptor

perifer yang mulai dari refleksi pada anggota badan dan juga berkaitan

dengan ekstensi anggota badan. Gerakan refleks merupakan bagian dari


mekanisme pertahanan tubuh dan terjadi jauh lebih cepat dari gerak sadar

misalnya menutup mata pada saat terkena debu

Untuk terjadinya gerakan refleks maka dibutuhkan struktur sebagai

berikut, organ sensorik yang menerima impuls misalnya kulit. Serabut

saraf sensorik yang menghantarkan impuls tersebut menuju sel-sel

ganglion radiks posterior dan selanjutnya serabut sel-sel akan melanjutkan

impuls danmenghantarkan impuls-impils menuju substansi pada kornu

posterior medula spinalis. Sel saraf motorik menerka impuls dan

menghantarkan impuls-impuls melalui serabut motorik.

Kegiatan sistem saraf pusat ditampilkan dalam bentuk kegiatan

refleks.Dengan kegiatan refleks dimungkinkan terjadi hubungan kerja

yang baik dan tepat antara berbagai organ yang terdapat dalam tubuh

manusia dan hubungan dengan sekelilingnya.Refleks adalah respon yang

tidak berubah terhadap perangsangan yang terjadi diluar

kehendak.Rangsangan ini merupakan reaksi organisme terhadap

perubahan lingkungan baik didalam maupun diluar organisme yang

melibatkan sistem saraf pusat dalam maupun memberikan jembatan

(respons) terdapat rangsangan. Refleks dapat berupa peningkatan maupun

penurunan kegiatan, misalnya kontraksi atau relaksasi otot, kontraksi atau

dilatasi pembuluh darah. Dengan adanya kegiatan refleks, tubuh mampu

mengadakan reaksi yang cepat terhadap berbagai perubahan diluar

maupun didalam tubuh disertai adaptasi terhadap perubahan


tersebut.Dengan demikian seberapa besar peran sistem saraf pusat dapat

mengukur kehidupan organisme.

Proses yang terjadi pada refleks melalui jalan tertentu disebut lengkung

refleks. Komponen-komponen yang dilalui refleks :

1. Reseptor rangsangan sensorik yang peka terhadap suatu rangsangan

misalnya kulit

2. Neuron aferen (sensoris) yang dapat menghantarkan impuls menuju

kesusunan saraf pusat (medula spinalis-batang otak)

3. Pusat saraf (pusat sinaps) tempat integrasi masuknya sensorik dan

dianalisis kembali ke neuron eferen 

4. Neuron eferen (motorik) menghantarkan impuls ke perifer

5. Alat efektor merupakan tempat terjadinya reaksi yang diwakili oleh

suatu serat otot atau kelenjar.

Walaupun otak dan sum-sum tulang belakang mempunyai materi sama

tetapi susunannya berbeda. Pada otak, materi kelabu terletak dibagian luar

atau kulitnya dan dibagian putih terletak ditengah. Pada sum-sum tulang

belakang bagian tengah berupa materi kelabu berbentuk kupu-

kupu,sedangkan pada bagian-bagian korteks juga dapat berupa materi

putih.
Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex.

Lengkung reflex ini terdiri dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih

sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat atau di ganglion simpatis, serat

saraf eferen, dan efektor. Serat neuron aferen masuk susunan saraf pusat

melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus kranialis,

sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi

kranialis atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks

dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat

motorik dikenal sebagai hokum Bell- Magendie.

Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai

potensial reseptor yang besarnya sebanding dengan kuat rangsang.

Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi yang bersifat

gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk

akan sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf

pusat (SSP), terjadi lagi respons yang besarnya sebanding dengan kuat

rangsang, berupa potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory Postsynaptic

Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic

Potential=IPSP) di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang

timbul di serat eferen juga berupa repons yang bersifat gagal atau

tuntas.Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang

besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot

polos, akan terjadi sumasi respons sehingga dapat mencetuskan potensial


aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot rangka, respons

bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi

yang mampu menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa

hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di system

saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh

berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen

tersebut.

Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang

mempunyai satu sinaps anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex

semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex yang terjadi disebut

reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu

interneuron antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik dan

jumlah sinapsnya antara 2 sampai beberapa ratus. Pada kedua jenis

lengkung reflex, terutama pada lengkung reflex polisinaptik. Kegiatan

refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal,

oklusi, efek penggiatan bawah ambang (subliminal fringe), dan oleh

berbagai efek lain.

Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang

mempersarafi serat-serat ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi

kontraksi otot itu. Refleks regang (stretch reflex) ini berfungsi sebagai

mekanisme umpan balik negative untuk menahan setiap perubahan pasif

panjang otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.


Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk

reflex. Otot- otot ekstenson lutut adalah kuadriseps femoris, yang

membentuk anterior paha dan melekat ke tibia (tulang kering) tepat di

bawah lutut melalui tendon patella. Reflex regang yang terjadi

menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut mengalami

ekstensi dan mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas. Reflex

patella yang normal mengindikasikan dokter bahwa sejumlah komponen

saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran

eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex

ini juga mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik

dan inhibitorik ke neuron motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di

otak.Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan

peregangan pasif otot-otot ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi

ketika seseorang berdiri tegak. (William F. Ganong, 2008)

Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi

menjadi dua komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan

statis. Dinamis adalah menimbulkan refleks regangan oleh menimbulkan

sinyal dinamis ditularkan dari indra utama akhiran dari spindle otot, yang

disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya, ketika tiba-tiba

otot diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang

belakang; ini seketika kuat menyebabkan refleks kontraksi (atau

penurunan kontraksi) dari otot yang sama dari sinyal yang berasal. Jadi,
fungsi refleks untuk menentang perubahan mendadak pada otot

panjang.Refleks regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik setelah

otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk panjang baru, tetapi kemudian

yang lebih lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama

setelahnya.Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor

ditularkan oleh kedua primer dan endings.The sekunder pentingnya

peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu menyebabkan tingkat

kontraksi otot tetap cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang

secara spesifik kehendak sebaliknya.

Peregangan otoy secara tiba-tiba merangsang “muscule spindle” dan

sebaliknya ini menyebabkan refleks kontraksi dari otot yang sama. Karena

alasan yang jelas, refleks yang sering disebut suatu refleks regang

mempunyai suatu konponen dinamik dan suatu komponen statik. Refleks

regang dinamik disebabkan oleh isyarat dinamik yang kuat dari muscle

spindle. Refleks regang static dibangkitkan oleh isyarat kontinu reseptor

static yang dihantarkan melalui ujung primer dan sekunder muscle spindle.

Refleks regang negatif, bila suatu otot tiba-tiba diperpendek, terjadi efek

yang berlawanan. Refleks ini menentang pemendekan otot tersebut dengan

cara yang sama seperti refleks regang positif yang menentang

pemanjangan otot.

Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter

pupil, sebagai tanggapan terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya

yang jatuh pada retina mata.Refleks kornea, juga dikenal sebagai


refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata berkedip dari yang

diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari

kornea, atau cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan

perifer.Harus membangkitkan rangsangan baik secara langsung dan

respons konsensual (tanggapan dari mata sebaliknya). Refleks

mengkonsumsi pesat sebesar 0,1 detik. Pemeriksaan refleks kornea

merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian, khususnya ketika

mengevaluasi koma.Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf

kranial ke-5 hasil di absen refleks kornea ketika mata terkena

dirangsang.Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari

refleks C5 busur dan untuk mengurangi refleks C6 derajat busur.Tes

ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk dengan

cepat menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa.

a.       Refleks kulit perut

Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di

samping badan. Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kearah

umbilicus. Respon yang terjadi berupa kontraksi otot dinding perut.

b.      Refleks kornea

Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang

coba menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah

satu sisi tanpa menggerakkan kepala. Sentuhlah dengan hati-hati sisi

kontralateral kornea dengan kapas.Respon berupa kedipan mata secara

cepat.
c.       Refleks cahaya

Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang

coba.Respons berupa konstriksi pupil holoateral dan kontralateral.

Ulangi percobaan pada mata lain.

d.      Refleks Periost Radialis

Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan

tangan sedikit dipronasikan.Ketuklah periosteum pada ujung distal os

radii.Respons berupa fleksi lengan bawah pada siku dan supinasi

tangan.

e.       Refleks Periost Ulnaris

Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan

tangan antara pronasi dan supinasi.Ketuklah pada periost prosessus

stiloideus.Respons berupa pronasi tangan.

f.       Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)

1) Knee Pess Reflex (KPR)

Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua

tungkai akan tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang

dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah tendo patella dengan
Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot

kuadrisips.

2) Achilles Pess Reflex (ACR)

Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki

didorsofleksikan.Ketuklah pada tendo Achilles, sehingga terjadi

plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.

3) Refleks biseps

Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah

pada tendo otot biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku

dan tampak kontraksi otot biseps.

4) Refleks triseps

Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan.

Ketuklah pada tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan

ekstensi lengan dan kontraksi otot triseps.

5) Withdrawl Reflex

Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa

ekstensi.Tunggulah pada saat orang coba tidak melihat saudara,

tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit lengan dengan jarum suntik

steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba. Respons berupa

fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.


Yang Perlu Diperhatikan:

1.      Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi

seenaknya. Bagian (anggota gerak) yang akan diperiksa harus

terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk

mempertahankan posisinya.

2.       Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini

dapat dicapai bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur

dengan baik.

3.       Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada

sendi tangan dengan kekuatan yang sama, yang dapat

menimbulkan regangan yang cukup.

Refleks fisiologis

1.Pada pemeriksaan refleks kulit perut orang coba tidak mengalami

reaksi,ketika daerah abdomen di gores. Hal ini disebabkan adanya

kelainan pada daerah abdomen.Kulit di daerah abdomen dari lateral

ke arah umbilikus digores dan respon yang terjadi berupa kontraksi

otot dinding perut. Namun pada orang lanjut usia dan sering hamil,

tidak terjadi lagi kontraksi otot dinding perut karena tonus otot

perutnya sudah kendor.

2. Pada refleks kornea atau refleks mengedip, orang coba

menggerakkan bola mata ke lateral yaitu dengan melihat salah satu

sisi tanpa menggerakkan kepala. Kemudian sisi kontralateral


kornea orang coba disentuh dengan kapas yang telah digulung

membentuk silinder halus.Respon berupa kedipan mata secara

cepat.Sentuhan pada sisi kornea dengan kapa yang berbentuk

silinder halus akan mengakibatkan kontraksi secara spontan pada

bola. Hal ini disebabkan mata termasuk organ tubuh yang sangat

sensitif terhadap benda-benda asing

3. Pada percobaan tentang refleks cahaya akan dilihat bagaimana

respon pupil mata ketika cahaya senter dijatuhkan pada pupil.

Ternyata repon yang terjadi berupa kontriksi pupil homolateral dan

kontralateral. Jalannya impuls cahaya sampai terjadi kontriksi pupil

adalah berasal dari pupil kemudian stimulus diterima oleh

N.Opticus, lalu masuk ke mesencephalon, dan kemudian

melanjutkan ke N .Oculomotoris dan sampai ke spingter

pupil.Refleks cahay ini juga disebut refleks pupil.Pada percobaan

refleks cahaya, pupil mata mengalami pengecilan.Cahaya yang

berlebihan yang masuk kedalam mata membuat pupil mata menjadi

kecil.

4. Pada percobaan refleks periost radialis, lengan bawah orang

coba difleksikan pada sendi tangan dan sedikit dipronasikan

kemudian dilakukan pengetukan periosteum pada ujung distal os

radii.Pada percobaan refleks periost radialis terjadi gerakan

fleksi.Hal ini menandakan tangan orang coba normal karena

respons ketika diketuk. Jalannya impuls pada refleks periost


radialis yaitu dari processus styloideus radialis masuk ke n. radialis

kemudian melanjutkan ke N. cranialis 6 sampai Thoracalis 1 lalu

masuk ke n. ulnaris lalu akan menggerakkan m. fleksor ulnaris.

Respon yang terjadi berupa fleksi lengan bawah pada siku dan

supinasi tangan.

5. Pada percobaan refleks perost ulnaris terjadi supunasi dan ini

menundakan bahwa tangan orang coba normal. Pada percobaan

refleks stretuch pada kpr terjadi ekstensi yang disertai kontraksi

otot kuadriseps, APR terjadi plantar fleksi dan kontraksi otot

gastroknimius, untuk biseps terjadi fleksi lengan dan kontraksi otot

biseps dan refleks triseps dan withdrawl refleks mengalami fleksi

dan ekstensi pada lengan.Respon dari refleks periost ulnaris berupa

pronasi tangan. Jalannya impuls saraf berasal dari processus

styloideus radialis masuk ke n. radialis kemudian melanjutkan ke

N. cranialis 5-6 lalu masuk ke n. radialis lalu akan menggerakkan

m. brachioradialis.

Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh diregangkan

akan timbul kontraksi. Respon ini disebut refleks regang.

Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya berupa

kontraksi otot yang diregangkan.Reseptornya adalah kumparan

otot (muscel spindle).Yang termasuk muscle spindle reflex (stretcj

reflex) yaitu Knee Pess Reflex (KPR), Achilles Pess Reflex (APR),

Refleks Biseps, Refleks Triceps, dan Withdrawl refleks.Pada Knee


Pess Reflex (KPR), tendo patella diketuk dengan palu dan respon

yang terjadi berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot

kuadriseps. Pada Achilles Pess Refleks (APR), tungkai difleksikan

pada sendi lutu dan kaki didorsofleksikan.Respon yang terjadi

ketika tendo Achilles diketuk berupa fleksi dari kaki dan kontraksi

otot gastroknemius.Ketika dilakukan ketukan pada tendo otot

biseps terjadi respon berupa fleksi lengan pada siku dan

supinasi.Sedangkan jika tendo otot triseps diketuk, maka respon

yang terjadi berupa ekstensi lengan dan supinasi.Untuk mengetahui

fungsi nervus, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan, misalnya

untuk memeriksa nervus IX (nervus glossopharingeus) dapat

dilihat pada saat spatula dimasukkan ke dalam mulut, maka akan

timbul refleks muntah, sedangkan nervus XII dapat dilakukan

pemeriksaan pada lidah, dan beberapa nervus dapat diperiksa

dengan malihat gerakan bola mata. Nervus penggerak mata antara

nervus IV, abduscens, dan oculomotoris.Nervus XI (nervus

accesoris) dapat diuji dengan menekan pundak orang coba, jika ada

pertahanan, artinya normal.Respon motorik kasar melibatkan

seluruh koordinasi sistem saraf.Respon ini dapat dilihat saat orang

diminta menunjuk anggota secara bergantian. Orang normal akan

menunjuk dengan tepat, sebaliknya orang yang koordinasi sistem

sarafnya tidak normal maka dia tidak akan menunjuk dengan tepat.
E.  Konsep Dasar Imobilisasi dan Resikonya pada Klien

a.       Pengertian Imobilisasi

Imobilisasi merupakan gangguan imobilisasi fisik . (NANDA)

 Sebagai suatu keadaan ketika individu mengalami atau beresiko

mengalami keterbatasan gerak fisik (Kim et al, 1995)

Perubahan dalam tingkat mobilisasi fisik dapat mengakibatkan

instruksi pembatasan gerak dalam bentuk tirah baring, pembatasan

gerak fisik selama penggunaan alat bantu eksternal ( mis: gips atau

traksi rangka) pembatasan gerakan volunter atau kehilangan fungsi

motorik.

secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain :

a.   Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan

fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi

orang tersebut.

b.   Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana

mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak

c.   Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses

pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai

d.   Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan

interaksi sosial yang sering terjadi akibat penyakit.(Mubarak,

2008).
b.    Resiko imobilisasi pada klien :

-          Pengaruh Fisiologis

-          Pengaruh Psikososial

1.    Pengaruh Fisiologis :

Apabila ada perubahan mobilisasi maka setiap sistem tubuh

beresiko mengalami gangguan. Tingkat keparahan tergantung pada

umur klien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat

imobilisasi yang dialami. Mis : imobilisasi lansia dengan penyakit

kronik lebih cepat dari pada orang usia muda.  Beberapa perubahan

yang diakibatkan antara lain:

1.      Perubahan metabolik :

Imobilisasi mengganggu fungsi metabolik normal antara lain laju

metabolik (metabolisme karbohidrat, lemak dan protein), ketidak

seimbangan cairan dan elektrolit dan gangguan pencernaan.

Keberadaan proses infeksius pada klien dengan imobilisasi

mengalami peningkatan BMR diakibatkan karena demam atau

penyembuhan luka.  Demam dan penyembuhan luka menyebabkan

peningkatan kebutuhan oksigen.


2.      Perubahan sistem respiratory :

Klien pasca operasi dan imobilisasi berisiko tinggi mengalami

komplikasi paru-paru. Komplikasi paru yang paling umum adalah

atelektasis dan pneumonia hipstatik.

3.      Perubahan sistem  kardiovaskuler  :

Sistem kardiovaskuler juga dipengaruhi oleh imobilisasi ada tiga

perubahan utama yaitu :

1)      Hipotensi ortostatik

Penurunan tekanan darah sistolik 25mmHg dan distolik 10 mmHg

ketika klien bangun dari posisi berbaring atau duduk keposisi

berdiri. Pada klien imobilisasi terjadi penurunan sirkulasi volume

cairan, pengumpulan darah, pada ekstremitas bawah dan

penurunan respons otonom. Faktor-faktor tersebut menyebabkan

penurunan aliran balik vena, diikuti oleh penurunan curah jantung

yang terlihat pada penurunan tekanan darah.

2)      Meningkatkan beban kerja jantung

Peningkatan beban kerja jantung maka konsumsi oksigen juga

bertambah. Oleh karena itu jantung bekerja lebih keras dan kurang

efisien selama masa istirahat yang lama. Jika imobilisasi

meningkat maka curah jantung menurun, penurunan efisiensi

jantung yang lebih lanjut dan peningkatan beban kerja.


3)      Pemebentukan trombus

Klien juga beresiko terjadi pembentukan trombus . trobus adalah

akumolasi trombosit, fibrin, faktor-faktor pembekuan darah dan

elemen sel-sel darah yang menempel pada dinding bagaian anterior

vena atau arteri kadang-kadang menutup lumen pembuluh darah.

Ada tiga faktor pembentukan trombosit :

·         Hilangnya integritas dinding pembuluh darah

 (mis :atherosklerosis)

·         Kelainan aliran darah (mis : aliran darah vena yang lambat

akibat tirah baringdan imobilisasi)

·         Perubahan unsur-unsur darah ( mis: perubahan dalam faktor

pembekuan darah atau peningkatan aktifitas trombosit)

2.      Pengaruh psikososial

Imobilisasi menyebabkan respons emosional, intelektual, sensori

dan sosiokultural. Perubahan status emosional biasa terjadi

bertahap. Bagaimana juga lansia lebih rentan terhadap perubahan-

perubahan tersebut, sehingga perawat harus mengobservasi lebih

dini. Perubahan emosional paling umum adalah depresi, petubahan

perilaku, perubahan siklus tidur bangun dan ganguan dan koping.


A.          DEFINISI

Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering

dijumpai dan harus ditangani secara cepat dan tepat. Stroke

merupakan kelainan fungsi otak yang timbul mendadak yang

disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan

bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik

yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau

global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau

lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain

yang jelas selain vaskuler

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi

aliran darah otak . Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah 

kehilangan fungsi otak yang diakibatkan  oleh berhentinya suplai

darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi penyakit

serebrovaskuler selama beberapa tahun.

B.           KLASIFIKASI

1.      Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala

kliniknya, yaitu:

a.       Stroke Hemoragi,

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan

subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak


pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan

aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat

istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan otak

dibagi dua, yaitu:

1)      Perdarahan intraserebral

Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena

hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,

membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan

edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat

mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.

Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering

dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.

2)      Perdarahan subaraknoid

Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.

Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi

willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim

otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid

menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur

peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang

berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)

maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)

b.       Stroke Non Hemoragi


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral,

biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur

atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia

yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema

sekunder. Kesadaran umumnya baik.

2.      Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:

a.       TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat

yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja.

Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna

dalam waktu kurang dari 24 jam.

b.       Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang

dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah

buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

c.       Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul

sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke

komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

C.          ETIOLOGI

Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):

1.      Thrombosis Cerebral

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami

oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat

menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis


biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun

tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan

penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.

Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah

trombosis.

Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis

otak:

a.       Aterosklerosis

Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu

penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti

koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).

Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.

Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan

dapat terjadi melalui mekanisme berikut:

Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran

darah.

a. Oklusi mendadak pembuluh darah  karena terjadi

trombosis.

b. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian

melepaskan kepingan thrombus (embolus).

c. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma

kemudian robek dan terjadi perdarahan.


b.      Hyperkoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit

meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c.       Arteritis( radang pada arteri )

d.      Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak

oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli

berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala

timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini

dapat menimbulkan emboli:

a.       Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart

Desease (RHD).

b.      Myokard infark

c.       Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk

pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil

dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan

embolus-embolus kecil.

d.      Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan

terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.

2.      Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan

dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri.


Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.

Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan

darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan

penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang

berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak

tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin

herniasi otak.

3.      Hipoksia Umum

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum

adalah:

a.       Hipertensi yang parah.

b.      Cardiac Pulmonary Arrest

c.       Cardiac output turun akibat aritmia

4.      Hipoksia Setempat

Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat

adalah:

a.       Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan

subarachnoid.

b.      Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.


D.          PATOFISIOLOGI

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.

Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya

pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang

disuplai oleh pembuluh darah yang  tersumbat. Suplai darah ke otak dapat

berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,

perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum

(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/

cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal

dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,

dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.

Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai

emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan

otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Areaedema ini menyebabkan disfungsi yang lebih

besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam

beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan

berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena

thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi

pada pembuluh darah serebral oleh  embolus menyebabkan edema dan

nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada

dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau

jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat

menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan

menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan

hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan

menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro

vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,

peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan

herniasi otak.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan

perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.

Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus

perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.

Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.

Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka


waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.

Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah

satunya henti jantung.

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif

banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan

mentebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya

drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade

iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron

di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.

Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah

lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan

dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan

serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan

kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons

sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

Pathway

E.           MANIFESTASI KLINIS

Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi

(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak

adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan

gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.


1.            Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau

hemiplegia)

2.            Lumpuh pada salah satu sisi wajah  anggota badan (biasanya

hemiparesis) yang timbul mendadak.

3.            Tonus otot lemah atau kaku

4.            Menurun atau hilangnya rasa

5.            Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”

6.            Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)

7.            Disartria (bicara pelo atau cadel)

8.            Gangguan persepsi

9.            Gangguan status mental

10.        Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

F.           KOMPLIKASI

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,

komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

1.      Berhubungan dengan immobilisasi è infeksi pernafasan, nyeri pada

daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

2.      Berhubungan dengan paralisis         è nyeri pada daerah punggung,

dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh

3.      Berhubungan dengan kerusakan otak è epilepsi dan sakit kepala.

4.      Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol

respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

ASUHAN KEPERAWATAN MOBILISASI

1. Pengkajian mobilisasi

a. Kaji rentang gerak klien

b. Kaji gaya berjalan klien

c. Kaji kondisi klien preaktifitas meliputi :

d. Status pernapasan

e. Gangguan fisik  contoh : penyakit, pembedahan, Hb, Ht,

kesimbangan cairan dan elektrolit

f. TTV

g. Kenyamanan misalkan nyrei

h. Usia, BB daan jenis kelamin

i. Terakhir makan /minum obat status emosional dan motivasi

j. Tingkat aktifitas sebelum sakit

k. Kaji toleransi pasien terhadap aktifitas, meliputi :

1. Kecepatan dan kekuatan nadi

2. Tekanan darah
2. Diagnosa Yang Mungkin Muncul

a. Intoleransi aktifitas b.d kesejajaran tubuh yang buruk, penurunan

imobilisasi

b. Resiko cidera b.d ketidaktepatan mekanika tubuh, ketidaktepatan

posisi

c. Hambatan mobilitas fisik b.d tidak berfungsinya anggota tubuh

secara normal

d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan keterbatasan

mobilisasi, tekanan permukaan kulit  

e. Resiko gangguan eleminasi b/d keterbatasan mobilisasi

f. Kurangnya pengetahuan keluarga terhadap penyakit b/d


keterbatasan informasi

3. Perencanaan dan Implementasi Untuk Mobilitas

a. Membantu pasien berjalan

b. Berikan latihan fleksi dan ekstensi tulang panggul, ekstensi

lutut fleksi dan ekstensi pergelangan kaki, pengencangan otot

perut, pantat dan paha

Identifikasi latihan dan aktifitas yang tepat untuk klien


c. Lakukan program latihan yang terencana bersama klien

Kaji sistem muskuloskeletal

Inspeksi : eritema, atrofi otot, kontarktur sendi ; palpasi

peningkatan diameter betis/paha, kontraktur sendi


Kaji sistem  integumen

Inspeksi adanya kerusakan integritas kulit dan higienisnya

Kaji sistem eliminasi

Inspeksi saluran urin : warna, jumlah dan penurunan frekuensi BAK ;

inspeksi frekuensi dan kontraksi feses, palpasi : distensi kandung kemih 

4. Evaluasi klien dengan gangguan mobilitas

a. Posisi tubuh tegap waktu sewaktu berjalan

b. Dapat berjalan tanpa bantuan dari tempat ke ruang perawat 3

kali sehari

c. Tidak mengalami kontraktur

d. Tidak terjadi atrofi otot

e. Tidak ada rasa nyeri ataupun kaku pada persediaan

f. Melakukan latihan rentang gerkan tanpa bantuan 2 kali

sehari

Anda mungkin juga menyukai