Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PEMENUHAN KEBUTUHAN GANGGUAN MOBILISASI

OLEH :

1. Eliya Desi Nursanti (2002014)


2. Laila Dwi Rahmawati (2002024)
3. Nova Rizqi Salamah (2002068)
4. Zumrotul Faizzah (2002082)

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

PURWODADI

2022
I. KONSEP DASAR PEMENUHAN MOBILISASI
A. Pengertian
1. Pengertian Mobilisasi
Gangguan mobilisasi adalah keterbatasan dalam Gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri. Dampak gangguan mobilitas pada pasien
yaitu seperti difungsi neurologi berupa kelemahan pada anggota gerak Hidayat
(2009).
Gangguan mobilitas fisik merupakan suatu kondisi yang relatif dimana
individu tidak hanya mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan normalnya
kehilangan tetapi juga kemampuan geraknya secara total (Ernawati, 2012).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya. (Hidayat &
Uliyah, 2012).
2. Jenis-Jenis Mobilisasi
Menurut Hidayat dan Uiyah (2012).
a. Mobilisasi penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh, bebas tanpa pembatasan jelas yang dapat mempertahankan
untuk berinteraksi sosial dan menjalankan peran sehari-harinya.
b. Mobilisasi sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan batasan jelas, tidak mampu bergerak secara bebas, hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuh
seseorang. Mobilisasi sebagian ini ada dua jenis, yaitu :
1) Mobilisasi sebagian temporer
Mobilisasi sebagian temporer merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan bersifat sementara, hal tersebut dapat disebabkan
adanya trauma reversible pada sistem muskuloskeletal.
2) Mobilisasi sebagian permanen
Mobilisasi sebagian permanen merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan bersifat menetap, hal tersebut disebabkan karena
rusaknya sistem saraf yang reversible sebagai contoh terjadinya paraplegia
karena injuri tulang belakang, pada poliomyelitis karena terganggunya system
saraf motorik dan sensorik.

B. FUNGSI FISIOLOGIS
1. Anatomi Mobilisasi
Menurut Potter and Perry (2010),sistem anatomi fisiologi ada beberapa macam
yaitu:
a. Sistem rangka
Rangka memberikan hubungan antara otot dan ligamen, dan memberikan
sesuatu pengungkit yang membutuhkan untuk bergerak di bentuk oleh 4 jenis
tulang yaitu:
1) Tulang panjang, berhubungan dengan tinggi ( misalnya tulang femur,
fibula, dan Tibia pada kaki ) dan lebar ( misalnya: tulang falanges pada
jari tangan dan kaki)
2) Tulang pendek ( misalnya tulang kepala pada kaki dan tulang tulang patela
pada lutut ) berada dalam bentuk kelompok, sehingga saat di gabungkan
dengan ligamen dan kartilago, kemungkinan gerakan pada ekstremitas
3) Tulang pipih, seperti beberapa tulang dibagian tengkorak dan rusuk pada
dada
b. Tulang ireguler membentuk kolumna vertebralis dan beberapa tulang di
bagian tengkorak seperti mandibula
c. Sendi
Sendi adalah penghubung antara tulang sendi. Sendi di klasifikasikan menjadi:
1) Sendi sinostotik adalah sendi yang menghubungkan antar tulang (ikatan
tulang dengan tulang) ini adalah jenis sendi dalam atau tidak ada
pergerakan, jaringan tulang yang terbentuk ditulang memberikan
kekuatan dan stabilitas contoh : tengkorak yang peleburan sendinya
terjadi di usia yang akan bertambah
2) Sendi kartilago berfungsi menggabungkan komponen tulang. Jenis sendi
ini kemungkinan pertumbuhan tulang dan tetepa stabil
4) Sendi fibrosa atau sendi sindesmotis adalah sendi yang ligen atau
membrannya menyatukan dua permukaan tulang, kemungkinan jumlah
pergerakan terbatas. Tulang yang berpasangan pada kaki bawah (Tibia dan
fibula) adalah contoh sendi sindesmotis
5) Sendi sinovial atau sendi nyata adalah sendi yang terbebas bergerak
dimana permukaan tulang kontigus di tutupi oleh tulang kartilago
artikular, dihubungkan dengan ligamen serta di selubungi oleh membran
sinovial. Penggabungan tulang radius humeral dan ulnaris oleh tulang
kartilago dan ligamen membentuk sendi yang sangat penting. Jenis lain
dari sendi sinovial adalah sendi bola dan kantung misalnya sendi pinggul
dan sendi engsel, contohnya sendi interfalanges pada jari
d. Ligamen
Ligamen berwarna putih bercahaya dan memiliki ikatan jaringan fibrosa
fleksibel yang berikatan pada sendi dan menghubungkan tulang serta tulang
kartilago. Ligamen bersifat elastis dan membantu fleksibilitas serta
mendukung sendi. Beberapa ligamen memiliki fungsi protektif. Misalnya
ligamen yang berada di antara tubuh vertebral dan ligamen, flavum mencegah
tulang belakang rusak selama melakukan gerakan ke belakang
e. Tendon
Tendon berwarna putih, berkilau dan memiliki ikatan jaringan fibrosa
yang menghubungkan otot pada tulang. Tendon bersifat kuat, fleksibel dan
elastis serta memiliki panjang dan tebal berbeda beda. Tendon ini berada
Deket bagian tengah kaki bagian belakang, menghubungkan otot
gastronemeus dan otot soleus pada betis dengan tulang kalkaneus di belakang
kaki
f. Kartilago
Kartilago tidak memiliki pembuluh darah: mendukung jaringan
penghubung, terutama berada pada sendi dan toraks, trakea, laring hidung dan
telinga. Fetus memiliki tulang kartilago dengan dengan jumlah yang akan di
gantikan dengan tulang yang berkembang selama masa bayi. Kartilago
permanen tidak mengalami osifikasi (penebalan) kecuali pada usia lanjut dan
penyakit serta osteoarthritis
g. Otot rangka
Pergerakan tulang dan sendi meliputi proses akhir yang di integrasikan
dengan hati-hati untuk meningkatkan koordinasi. Otot rangka karena
kemampuannya berkontraksi dan relaksasi serta melekat pada rangka, akan
meningkatkan kontratilitas elemen elemen pada otot rangka, ada 2 tipe
kontraksi otot:
1) Kontraksi isotonik dan dinamik
Reaksi otot konsentrik dan ekstrensik sangat penting untuk pergerakan
aktif
2) Kontraksi isometrik (kontraksi statis)
Menyebabkan peningkatan tekanan otot dan kerja otot meningkat tetapi
tidak memendek atau melakukan gerakan aktif pada otot
h. Sistem syaraf
Sistem syaraf meregulasi pergerakan dan postur . Girus presentral atau
strip motorik adalah area motorik volunter yang utama dan berada pada
korteks serebral. Sebagian besar serat motorik menurun dari strip motorik dan
melintasi medulla. Oleh karena itu serat motorik dan strip motorik kanan
menginisiasi pergerakan volunter sisi tubuh bagian kiri dan serat motorik dan
strip motorik kiri menginisiasi pergerakan volunter tubuh bagian kanan.
2. Proses Mobilisasi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat
dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui
kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung. Imobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus
otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari
empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi
Menurut Mubarak dkk (2015) mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya :
a. Gaya hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-
nilai yang dianut, serta lingkungan ia tinggal (masyarakat). Sebagai
contoh : wanita jawa, tabu bagi mereka melakukan aktivitas yang berat.
Orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan
mobilitas yang kuat. Sebaliknya, ada orang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk beraktivitas.
b. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan terbagi
menjadi dua macam, yakni ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit
atau trauma. Sementara ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dapak
dari ketidakmampuan primer (misal kelemahan otot dan tirah baring).
Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap
mobilitas.
c. Tingkat energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal
ini, energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi. Agar
seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi
yang cukup. Disamping itu, ada kecenderungan seseorang untuk menghindari
stressor guna mempertahankan kesehatan fisik dan psikologis.
d. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Karena terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat
usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi
alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
e. Sistem neuromuskular
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago, dan saraf.
C. Gangguan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Mobilisasi
1. Ganguan gerak Mobilisasi
Gangguan gerak mobilisasi dapat didefinisikan sebagai sindrom neurologik
dengan gejala gerakan yang berlebihan atau gerakan yang kurang, yang tidak
berkaitan dengan kelemahan (paresis) atau spatisitas. Untuk kelainan ini
sering digunakan kata diskinesia. Banyak kelainan neurologi yang ditandai
dengan gangguan gerak (diskinesia). Gangguan gerak dapat berupa:
a. Gerakan yang lamban (bradikinesia), berkurang atau tidak ada gerakan
(akinesia),walaupun penderitanya tidak lumpuh.
b. Gerakan involunter yang berlebihan (hiperkinesia).
Ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan mobilisasi
dapat menimbulkan berbagai dampak, baik dari segi fisik maupun
psikologis. Secara psikologis, imobillitas dapat menyebabkan penurunan
motivasi, kemunduran kemampuan dalam memecahkan masalah, dan
perubahan konsep diri. Selain itu, kondisi ini juga disertai dengan
ketidaksesuaian antara emosi dan situasi, perasaan tidak berharga dan
tidak berdaya, serta kesepian yang diekspresikan dengan perilaku menarik
diri, dan apatis. Sedangkan masalah fisik yang dapat terjadi adalah sebagai
berikut:
1) Gangguan Sistem Muskuloskeletal
Pada sistem ini, imobilitas dapat menimbulkan berbagai masalah,
seperti osteoporosi, atrofi otot,kontraktur, dan kekakuan serta nyeri
pada sendi.
a) Osteoporosis Tanpa adanya aktivitas yang memberi beban pada
tulang, tulang akan mengalami demineralisasi (osteoporosis).
Proses ini akan menyebabkan tulang kehilangan kekuatan dan
kepadatannya sehingga tulang mennjadi keropos dan mudah
patah.
b) Atrofi Otot Otot yang tidak dipergunakan dalam waktu lama akan
kehilangan sebagian besar kekuatan dan fungsi normalnya.
c) Kontraktur Pada kondisi imobilisasi, serabut otot tidak mampu
memendek atau memanjang. Lama kelamaan kondisi ini akan
menyebabkan kontraktur (pemendekan otot permanen). Proses ini
sering mengenai sendi, tendon dan ligamen.
d) Kekakuan Dan Nyeri Sendi Pada kondisi imobilisasi, jaringan
kolagen pada sendi dapat mengalami ankilosa. Selain itu, tulang
juga mengalami demineralisasi yang akan menyebabkan
akumulasi kalsium pada sendi yang dapat mengakibatkan
kekakuan pada sendi.
2) Gangguan eliminasi urine
Masalah yang umum ditemui pada sistem perkemihan akibat
imobilisasi antara lain:
a) Stasis Urine
Pada individu yang mobil, grivitasi memerankan peran yang
penting dalam proses pengosongan ginjal dan kandung kemih.
Sebaiknya saat individu dalam posisi berbaring untuk waktu yang
lama gravitasi justru akan menghambat proses tersebut akibatnya,
pengosongan urine menjadi terhambat, dan terjadilah stasis urine
( terhentinya atau terhambatnya aliran urine)
b) Batu Ginjal
Pada kondisi imobilisasi, terjadi ketidak seimbangan antara
kalsium dan asam sitrat yang mengakibatkan kelebihan kalsium.
Akibatnya urine menjadi lebih basa, dan garam kalsium
mempresipitasi terbentuknya batu ginjal.
c) Retensi Urine
Kondisi imobilisasi menyulitkan upaya seseorang untuk
melemaskan otot perineum pada saat berkemih. Selain itu,
penurunan tonus otot kandung kemih juga menghambat
kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih secara tuntas.
d) Infeksi Berkemih
Urine yang statis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri. Selain itu, sifat urine yang basa akibat hiperkalsiuria juga
mendukung proses tersebut. Organisme yang umumnya
menyebabkan infeksi saluran kemih adalah Escherichia coli.
3) Gangguan gastrointestinal Kondisi imobilisasi mempengaruhi 3 fungsi
sistem pencernaan yaitu fungsi ingesti, digesti, dan eliminasi.Dalam
hal ini, masalah yang umum ditemui salah satunya adalah
konstipasi.Konstipasi terjadi akibat penurunan peristaltik dan motilitas
usus. Jika konstipasi terus berlanjut, feses akan menjadi sangat keras
dan diperlukan upaya yang kuat untuk mengeluarkannya.
4) Gangguan respirasi
a) Penurunan gerak pernafasan
Kondisi ini dapat disebabkan oleh pembatasan gerak,hilangnya
kondisi otot, atau karena jarangnya otot-otot tersubut digunakan;
obat –obat tertentu (misalnya,sedatif dan analgesik) dapat pula
menyebabkan kondisi ini.
b) Penumpukan secret Normalnya, sekret pada saluran penafasan
dikeluarkan dengan perubahan posisi atau postur tubuh, setra
dengan batu. Pada kondisi imobilisasi, sekret terkumpul pada jalan
nafas akibat gravitasi sehingga mengganggu proses difusi oksigen
dan karbon dioksida di alveoli. Selain itu, upaya batuk untuk
mengeluarkan sekret juga terhambat kerena melemahnya tonus
otot-otot penafasan.
c) Ataelektasis Pada kondisis tirah baring (imobilisasi), perubahan
aliran darah regional dapat menurunkan produksi
surfaktan.Kondisi ini, ditambah dengan sumbatan sekret pada jalan
nafas, dapat mengakibatkan atelektasi.
5) Gangguan sistem kardiovaskular
a) Hipotensi ortostatik
Terjadi karena sistem saraf otonom tidak dapat menjaga
keseimbangan suplai darah ke tubuh sewaktu individu bangun dari
posisi berbaring dalam waktu yang lama.Darah berkumpul di
ekstremitas, dan tekanan darah menurun dratis.Akibatnya, perfusi
di otak mengalami gangguan yang bermakna, dan individdu dapat
mengalami pusing, berknangkunang, bahkan pingsan.
b) Pembentukan Trombus
Trombus atau massa pada yang terbentuk di jantung atau
pembuluh daraasanya disebabkan oleh tiga faktor, yakni gangguan
aliran balik vena menuju jantung, hiperkoagulabilitas darah , dan
cidera pada dinding pembluh darah. Jika trombus lepas dari
dinding pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi disebut sebagai
embolus.
c) Edema dependen
Terjadi di area-area yang menggantung, seperti kaki dan tungkai
bawah pada individu yang sering duduk berjuntai di kursi. Edema
ini akan meghambat aliran balik vena menuju jantung yang akan
menimbulkan lebih banyak edema.
6) Gangguan metabolisme dan nutrisi
a) Penurunan laju metabolism
Laju metabolisme basal adalah jumlah energi minimal yang
digunaan untuk mempertahankan proses metabolisme. Pada
kondisi imobilisasi, laju metabolisme basal, motilitas usus, serta
sekresi kelenjar digestif menurun seiring dengan penurunan
kebutuhan energi tubuh.
b) Balans nitrogen negative
Pada kondisi imobilisasi, terdapat ketidakseimbangan atara
proses anabolisme dan katabolisme protein. Dalam hal ini, proses
katabolisme meleihi anbolisme.Akibatnya, jumlah nitrogen yang
diekskresikan meningkat (akibat proses katabolisme) dan
menyebabkan balans nitrogen negatif.
c) Anoreksia
Penurunan nafsu makan (anoreksia) biasanya terjadi akibat
penurunan laju metabolisme dan peningkatan katabolisme yang
kerap menyertai kondisi imobilisasi.Jika asupan protein
berkurang, kondisi ini bisa menyebabkan etidakseimbangan
nitrogen yang dapat berlanjut pada status malnutrisi.
7) Gangguan sistem integumen
a) Turgor kulit menurun Kulit dapat mengalami atrofi akibat
imobilitas yang lama.Selain itu, perpindahan cairan antar –
konpartemen pada area tubuh yang menggantung dapat
menggangu keutuhan dan kesehatan dermis dan jaringan
subkutan. Pada akhirnya kondisi ini akan menyebabkan penurunan
elastisitas kulit.
b) Kerusakan Kulit Kondisi imobilitas menggangu sirkulasi dan
suplai nutrien menuju area tertentu.Ini mengakibatkan iskemia dan
nekrosis jaringan superfisial yang dapat menimbulkan ulkus
dekubitus.
8) Gangguan sistem neurosensorik Ketidakmampuan mengubah posisis
menyebakan tehambatnya input sensorik, menimbulkan perasaan lelah,
iritabel, persepsi tidak realistis, dan mudah bingung.
2. Tanda Dan Gejala
a. Tanda dan Gejala Minor
1) Subjektif
a) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
2) Objektif
a) Kekuatan otot menurun.
b) Rentang gerak (ROM) menurun.
b. Tanda Dan Gejala Mayor
1) Subjektif
a) Enggan melakukan pergerakan.
b) Nyeri saat bergerak.
c) Merasa cemas saat bergerak.
2) Objektif
a) Sendi kaku.
b) Gerakan tidak terkoordinasi.
c) Gerakan terbatas.
d) Fisik lemah. (SDKI, 2016:124)
3. Penyebab
a. Kerusakan integritas struktur tulang
b. Perubahan metabolisme
c. Ketidakbugaran fisik
d. Penurunan kendali otot
e. Penurunan massa otot
f. Penurunan kekuatan otot
g. Keterlambatan perkembangan
h. Kekakuan sendi
i. Kontraktur
j. Malnutrisi
k. Gangguan muskuloskeletal
l. Gangguan neuromuskular
m. Indeks massa tubuh di atas persentil ke 75 sesuai usia
n. Efek agen farmakologis
o. Program pembatasan gerak
p. Nyeri
q. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
r. Kecemasan
s. Gangguan kognitif
t. Keengganan melakukan pergerakan
u. Gangguan sensori persepsi (SDKI,2016)
D. Penatalaksanaan Gangguan Mobilisasi Secara Umum
Menurut Saputra (2013), ada beberapa penatalaksanaan gangguan
mobilisasi secara umum diantaranya, yaitu :
1. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas dapat
disesuaikan dengan tingkat gangguan, seperti posisi fowler, sim,
trendelenburg, dorsal recumbent, lithotomi, dan genu pectoral.
a. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk, di mana
bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini
dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi
pernapasan pasien. Cara :
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Dudukkan pasien
3) Berikan sandaran / bantal pada tempat tidur pasien atau atur tempat
tidur, untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90
derajat). Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk.
b. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau ke kiri. Posisi ini
dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus
(supositoria). Cara :
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan
posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha
kanan ditekuk kearah ke dada.
3) Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan
kanan diatas tempat tidur.
4) Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup
dan kaki kanan lurus, lutut dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada.
5) Tangan kanan diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kiri
diatas tempat tidur.
c. Posisi Trendelenburg
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala
lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan
peredaran darah ke otak. Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Pasien dalam keadaan berbaring telentang, letakkan bantal diantara
kepala dan ujung tempat tidur pasien, dan berikan bantal di bawah
lipatan lutut.
3) Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur
tempat tidur khusus dengan meninggalkan bagian kaki pasien.
d. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi
(ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan
untuk merawat dan memeriksa genitalia serta pada proses persalinan.
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan Pasien dalam keadaan
berbaring telentang, pakai bawah dibuka.
2) Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat
tidur, dan renggangkan kedua kaki
3) Pasang selimut
e. Posisi Lithotomi
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua
kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan
untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat
kontrasepsi. Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Pasien dalam keadaan berbaring, telentang, kemudian angkat kedua
pahanya dan tarik ke arah perut.
3) Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
4) Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi
lithotomi
5) Pasang selimut
f. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk
memeriksa daerah rektum dan sigmoid. Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada kasur tempat tidur.
3) Pasang selimut pada pasien
2. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau
trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas.
Menurut Junaidi (2011) setelah keadaan pasien membaik dan kondisinya
telah stabil baru diperbolehkan dilakukannya mobilisasi. Latihan berikut
dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta
memelihara mobilitas persendian.
a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan pasin dengan menjauhi sisi tubuh dan siku
menekuk dengan lengan
3) Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegang pergelangan tangan pasien
4) Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
5) Catat perubahan yang terjadi
b. Fleksi dan Ekstensi Siku
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan
telapak mengrah ke tubuhnya
3) Letakkan tangan diatas siku pasien dan pegang tangannya degan
tangan lainnya
4) Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu
5) Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
6) Catat perubahan yang terjadi
c. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dan pegang
3) tangan pasien dengan tangan lainnya.
4) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya
5) Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjauhinya
6) Kembalikan ke posisi semula.
7) Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke
arahnya.
8) Kembalikan ke posisi semula
9) Catat perubahan yang terjadi
d. Pronasi Fleksi Bahu
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
3) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya Angkat lengan pasien pada posisi
semula
4) Catat perubahan yang terjadi
e. Abduksi dan Adduksi
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan pasien disamping badannya
3) Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang
tangan pasien dengan tangan lainnya
4) Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi
f. Rotasi Bahu
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku menekuk
3) Letakkan satu tangan perawat di lengan ats pasien dekat siku
dan pegang tangan pasien dengan tangan yang lain
4) Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke bawah
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat
tidur, telapak tangan menghadap ke atas
7) Kembalikan lengan ke posisi semula
8) Catat perubahan yang terjadi
g. Fleksi dan Ekstensi Jari – jari
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan
lain memegang kaki
3) Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah
4) Luruskan jari-jari kemudian dorong kebelakang
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang teradi
h. Infersi dan Efersi Kaki
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan
pegang pergelangan kaki dengn tangan satunya
3) Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki
lainnya
4) Kembalikan ke posisi semula
5) Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang
lain
6) Kembalikan ke posisi semula
7) Catat perubahan yang terjadi
i. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu
tangan yang lain diatas pergelangan kaki. Jaga kaki lurus dan
rileks
3) Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari – jari kaki ke arah dada
pasien
4) Kembalikan ke posisi semula
5) Tekuk pergelangan kaki menjauh dada pasien
6) catat perubahan yang terjadi
j. Fleksi dan Ekstensi Lutut
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Letakkan atu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain
3) Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha
4) Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin
5) Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas
6) Kembalikan ke posisi semula
7) Catat perubahan yang terjadi
k. Rotasi Pangkal Paha
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu
tangan yang lain di atas lutut
3) Putar kaki menjauhi perawat
4) Putar kaki ke arah perawat
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi
l. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
Cara:
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu
tangan pada tumit
3) Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8 cm
dari tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi badan pasien
4) Gerakkan kaki mendekati badan pasien
5) Kembalikan ke posisi semula
6) Catat perubahan yang terjadi
3. Ambulasi
a. Duduk diatas tempat tidur
Prosedur kerja :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien
2) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan disamping badannya
dengan telapak tangan menghadap kebawah
3) Berdirilah disamping tempat tidur dan letakkan tangan pada bahu
pasien
4) Bantu pasien untuk duduk dan beri penompang atau bantal
b. Turun dari tempat tidur, berdiri, kemudian duduk dikursi roda
Prosedur kerja :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien
2) Pasang kunci kursi roda
3) Berdirilah menghadap pasien dengan kadua kaki merenggang
4) Tekuk sedikit lutut dan pinggang anda
5) Anjurkan pasien untuk meletakkan kedua tangannya dibahu anda
6) Letakkan kedua tangan anda disamping kanan dan kiri pinggang
pasien Ketika kaki pasien menapak dilantai, tahan lutut anda
pada lutut pasien Bantu pasien duduk dikursi roda dan atur posisi
agar nyaman
c. Membantu berjalan
Prosedur kerja :
1) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada
pasien Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan disamping badan
atau memegang telapak tangan anda
2) Berdiri disamping pasien dan pegang telapak tangan dan lengan
bahu pasien
3) Bantu pasien berjalan
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN SDKI, SLKI, SIKI
A. Pengkajian
 Identitas
a. Pasien
b. Penanggung jawab
 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang dirasakan saat pengkajian
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan yang dirasakan oleh pasien sesuai dengan gejala-gejala yang ada
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat yang pernah di alami pasien
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Informasi tentang kesehatan keluarga, termasuk penyakit kronik(menahun/terus
menerus)
 Pola Pengkajian Fungsional
a. Pola Oksigenasi
Keluhan sesak napas, bersihan napas, pola napas
b. Pola Nutrisi
Asupan nutrisi, pola makan, kecukupan gizi, pantangan makanan
c. Pola Eliminasi
Pola BAB dan BAK
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Meliputi gerakan (mobilitas), aktivitas
e. Pola Istirahat Tidur
Meliputi kebiasaan tidur/istirahat pasien
f. Pola Kognitif dan Persepsi
Meliputi apa yang dirasakan oleh pasien
g. Pola Konsep Diri
Meliputi Harga diri Pasien, Ideal diri, Identitas diri, Gambaran diri, Peran diri
h. Pola Peran dan Hubungan
Meliputi peran pasien didalam keluarga
i. Pola Sekesualitas
Hubungan dengan pasien dan jumlah anak
j. Pola Mekanisme Koping dan Stress
Meliputi dengan siapa pasien cerita mengenai penyakitnya
k. Pola Kepercayaan
Meliputi kepercayaan yang dianut oleh pasien
 Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
1) General Appearance/Penampilan umum
2) Tingkat kesadaran
a) Kualitatif (composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma, delirium)
b) Kuantitatif (GCS : Glascow Coma Scale)
E = Eye M = Motorik V = Verbal
b. Tanda – Tanda Vital
1). Tekanan darah : mmHg
2). Respiratory Rate : x/menit
3). Nadi : x/menit
4.) Temperatur : °C
c. Pemeriksaan Antropometri
1) Tinggi Badan (TB) :
2) Berat Badan (BB) :
3) LIngkar Lengan Atas (LILA) :
4) Indeks Masa Tubuh (IMT) : BB(kg)/TB (m) 2
d. Kepala
1) Bentuk Kepala
Simetrs?, Merata muka dan tenggorokan? Mesochepal (bentuk)?

2) Rambut dan kulit kepala


Penyebaran?, ketebalan?, kebersihan?, tekstur?, warna?, lubrikasi batang
(kringat?tidak), keadaa kulit kepala (benjolan, pembengkakan, lesi, nyeri
tekan, dll), kebersihan kulit kepala (ketombe)?,
3) Mata
Konjungtiva (anemis/tidak)?, sklera ikterik/tidak?, pupil isokor atau
anisokor?, diametric pupil?, reflek pupil terhadap cahaya?, simetris?,
bentuk?, konvergensi?, gerakan ekstaokuler mata?, lapang pandang?,
visus/ketajaman penglihatan?, memakai alat bantu penglihatan?

4) Hidung
Saluran hidung lapang/ada sumbatan?, septum hidung utuh?, epitaksis?,
terpasang O2?

5) Telinga
Bentuk simetris?, terdapat penumpukan serumen?, respon pendengar?,
memakai alat bantu pendengar?

6) Mulut
Keadaan lidah lembab/tidak?, kondisi lidah (pucat, simetris, gerakan, papil
ulus)?, gigi (karies, keutuhan, gigi)?, gusi (pendarahan, lesi, warna)?, bibir
(lesi, kering, lembab)?, tonsil (pembesaran)?

7) Leher
Adakah pembesaran getah bening, kelenjar tiroid?, adakah nyeri tekan?

e. Dada/ Thorax
1) Paru paru
Inspeksi : Bentuk, kesimetrisan, retraksi intercostal
Palpasi :Vocal fremitus, vibrasi, pengembangan paru simetris?
Perkusi :Bunyi sonor ( gangguan : hipersonor, redup, dll)
Auskultasi :Bunyi nafas normal (vesikuler, bronkovesikuler), atau
bunyi nafas tambahan (ronki, wheezing, krekels, dll).
2) Jantung
Inspeksi : Bentuk precordium simetris/tidak, iktus cordis
tampak/tidak?ada tidaknya denyutan di ICS kanan dan kiri.
Palpasi : Ketukan area ujung jantung untuk mengetahui
pembesaran jantung/tidak, iktus normal dapat teraba pada ruang
intercostal kiri V.
Perkusi : Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke redup
relatif, kita tetapkan sebagai batas jantung kiri.
Auskultasi : Terdapat mumur?bising jantung apa tidak.

f. Abdomen
Ada lesi atau tidak, suara bising usus
• Inpeksi : simetris, tidak ada benjolan.
• Palpasi : Nyeri tekan pada abdomen.
• Perkusi : Normal tidak ada gangguan.
• Auskultasi : Tidak terdengar bising usus.
g. Genito Urinari : kebersihan, apakah terpasang DC/ kateter.
h. Anus : adakah benjolan/ penonjolan pada anus.
i. Ekstermitas
1) Superior :
Kekuatan otot berapa, ada deformitas atau tidak, ada kelainan bawaan
atau tidak, akral hangat atau dingin, adakah varises, adakah oedem.
2) Inferior :
Kuku dan kulit : Warna, kelembaban, suhu, tekstur, turgor, adakah
lesi, gangguan pigmentasi kulit, warna dasar kulit, sudut antara kuku
dan dasar kuku, kokoh tidaknya dasar kuku, sirkulasi dan pengisian
kapiler (Campilary Refill Time : CRT) berapa detik?
 Pemeriksaan Penunjang
Dicantumkan hari dan tanggal
a. Pemeriksaan laboratorium saat pengkajian dan hasil normalnya
b. Terapi : ditulis jenis obat, dosis obat, cara pemberiaan obat
c. Pemeriksaan diagnostik yang lain (rontgen, EKG,USG,CT scan, MRI,
bronkoskopi, dll) ditulis hasil pemeriksaannnya

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
2. Intoleransi aktivitas (D.0056)
Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari

C. Intervensi keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
SIKI : Dukungan ambulasi I.06171
Observasi:
a. Identifikesi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
b. Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
c. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
d. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik:
a. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis tongkat, kruk)
b. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
c. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi:
a. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
b. Anjurkan melakukan ambulasi dini
c. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis berjalan dan temapt
tidur ke kur roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi berjalan sesuai
tolerans)
2. Intoleransi aktivitas (D.0056)
SIKI : Mnajemen energi I.05178
Observasi:
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyaman selama melakukan aktivitas

Terapeutik
a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya, suara,
kunjungan)
b. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
c. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
d. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
Edukasi:
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat Jika anda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi:
a. Kolaborasi dengan ahll gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.

D. Evaluasi
Menurut Setiadi dalam Februanti, 2019 tahapan penilaian atau Evaluasi adalah
perbandingan yang sistematis dan terencana tentang Kesehatan klien dengan tujuan
yang telah ditetapkan, dilakukan dengan Cara berkesinambungan dengan melibatkan
klien, keluarga dan tenaga Kesehatan lainnya. Terdapat dua jenis evaluasi Setiadi
dalam Februanti, 2019 :
1. Evaluasi formatif (proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan Hasil
tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera Setelah perawat
mengimplementasikan rencana keperawatan guna Menilai keefektifan tindakan
keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4
komponen yang dikenal Dengan istilah SOAP, yakni subjektif, objektif, analisis
data dan Perencanaan.
a. S (subjektif) yaitu Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali Pada klien
yang afasia.
b. O (objektif) yaitu Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan Oleh
perawat.
c. A (analisis) yaitu Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang Dianalisis
atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
d. P (perencanaan) yaitu Perencanaan kembali tentang pengembangan Tindakan
keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan Datang dengan tujuan
memperbaiki keadaan kesehatan klien.
2. Evaluasi sumatif (hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua Aktivitas
proses keperawatan selesai dilakukan. Evaluasi sumatif ini Bertujuan menilai dan
memonitor kualitas asuhan keperawatan yang Telah diberikan. Ada 3
kemungkinan evaluasi yang terkait dengan Pencapaian tujuan keperawatan, yaitu:
a. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan Perubahan
sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
b. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau Klien masih
dalam proses pencapaian tujuan jika klien Menunjukkan perubahan pada
sebagian kriteria yang telah Ditetapkan.
c. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
Menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama Sekali.
DAFTAR PUSTAKA

A.Azis Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. ( 2012 ). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Surabaya : Health Books Publishing
Ernawati. (2012). Konsep dan Aplikasi Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan
Dasar Manusia. (A. Rifai, Ed.). Jakarta: Trans Info Media.
Heriana, P. (2014). Buku ajar kebutuhan dasar manusia. Tangerang : Binarupa
Aksara.
Mubarak W.I., Lilis I., Joko S. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta:
Salemba Medika.
PPNI (2016).standar diagnosis keperawatan Indonesia: definisi dan indikator
Diagnostik, edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi Dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018) Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI
Susanto, A. V., & Fitriana, Y. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia (p. 9). Yogjakarta:
Pustaka Baru Press.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPN

Anda mungkin juga menyukai