Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN MOBILITAS FISIK

Oleh:
NAMA : SITI AZLINDA
NIM : 20020081

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr SOEBANDI JEMBER
YAYASAN JEMBER INTERNATIONAL SCHOOL
2020/2021
1.1 Pengertian
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara mudah, bebas dan teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan bantuan
orang lain dan hanya dengan bantuan alat (Widuri, 2012). Mobilitas adalah
proses yang kompleks yang membutuhkan adanya koordinasi antara sistem
muskuloskeletal dan sistem saraf. Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana
tubuh dapat melakukan kegiatan dengan bebas (Kozier, 2012)
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu
atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Menurut North American Nursing Diagnosis Association (NANDA)
gangguan mobilitas fisik atau immobilisasi merupakan suatu kedaaan dimana
individu yang mengalami atau berisiko mengalami keterbatasan gerakan fisik
(Kozier, 2012)

1.2 Etiologi
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu:
1. Penurunan kekuatan otot
Kekuatan otot melemah dapat disebabkan oleh hal-hal di luar penyakit
yang mendasari. Contohnya meliputi kondisi fisik yang buruk, olahraga
yang intens, pemulihan seusai latihan otot, atau malnutrisi.
2. Kekakuan sendi
Radang sendi atau artritis adalah peradangan yang terjadi pada satu atau
beberapa sendi, sehingga menyebabkan sendi menjadi kaku dan sulit untuk
digerakkan.
3. Kontraktur
Jaringan ikat kolagen pada otot dan persendian akan digantikan oleh
jaringan fibrosa yang tidak elastis sehingga akan menyebabkan kekakuan
pada pergerakan persendian. Hal ini karena untuk sintesis kolagen
diperlukan rangsangan pergerakan.
4. Fraktur
Fraktur/Patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan/tulang
rawan yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya yang bisa terjadi akibat
trauma langsung dan trauma tidak langsung.
5. Gangguan muskuloskletal
Gangguan muskuloskeletal adalah kondisi terjadinya gangguan fungsi
pada ligamen, otot, saraf, sendi dan tendon, serta tulang belakang. Sistem
muskuloskeletal tubuh sendiri adalah struktur yang mendukung anggota
badan, leher, dan punggung.
6. Gangguan neuromuskular
Kelainan neuromuskular adalah kondisi medis yang ditandai dengan
ketidakmampuan sistem saraf dan otot untuk bekerja sebagaimana
mestinya.
7. Keengganan melakukan pergerakan
Keengganan pasien dalam pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh
atau satu ekstremitas atau lebih tersebut akan menimbulkan masalah
keperawatan hambatan mobilitas fisik.

1.3 Klasifikasi
1. Jenis Mobilitas:
a. Mobilitas penuh
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan
bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran seharihari. Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik
volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
b. Mobilitas sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini
dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian padaekstremitas bawah karena kehilngan kontrol mekanik
dan sensorik. Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel.
Contohnya terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem
saraf motorik dan sensoris.
2. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu:
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot
dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif
misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan
aktifitas yang diperlukan
3. Jenis Immobilitas:
a. Imobilitas fisik: kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan
fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang
tersebut.
b. Imobilitas intelektual: kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya
pada kasus kerusakan otak.
c. Imobilitas emosional: kondisi ini bisa terjadi akibat proses
pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial: kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.

1.4 Patofisiologi
Terlampir

1.5 Pathway/WOC
Terlampir

1.6 Manifestasi Klinis


Adapun tanda dan gejala pada gangguan mobilitas fisik menurut Tim
Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu:
a. Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor subjektif dari gangguan mobilitas fisik,yaitu
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas. Kemudian, untuk tanda dan
gejala mayor objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan rentang gerak
menurun.
b. Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor subjektif dari gangguan mobilitas fisik, yaitu nyeri
saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan merasa cemas saat
bergerak. Kemudian, untuk tanda dan gejala minor objektifnya, yaitu sendi
kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan fisik lemah.

1.7 Pemeriksaan Penunjang


1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligamentatau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll
4. Pemeriksaan Laboratorium: Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama,
Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

1.8 Diagnosa Banding


1. Gangguan Muskular
Menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas dapat menyebabkan
turunya kekuatan otot secara langsung. Menurunnya fungsi kapasitas otot
ditandai dengan menurunnya stabilitas. Kondisi berkurangnya massa otot
dapat menyebabkan atropi pada otot.
2. Gangguan Skeletal
Adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skletal, misalnya
akan mudah terjadinya kontraktur sendi dan osteoporosis. Kontraktur
merupakan kondisi yang abnormal dengan kriteria adanya fleksi dan
fiksasi yang disebabkan atropi dan memendeknya otot. Terjadinya
kontraktur dapat menyebabkan sendi dalam kedudukan yang tidak
berfungsi.

1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah
gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak.
Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan
Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana pasien
akan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik
secara pasif maupun aktif. Range of Motion (ROM) pasif diberikan pada
pasien dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada
tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri
yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga.
Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan
yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat
ataupun keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Potter &
Perry, 2012)
Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk gangguan
mobilitas fisik, antara lain:
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti
memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi trendelenburg,
posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan posisi litotomi.
b. Ambulasi dini
Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan
otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari
tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari
Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
mingkatkan fungsi kardiovaskular.
d. Latihan Range of Motion (ROM) aktif atau pasif

1.10 Komplikasi
Mobilisasi sangat penting untuk kesehatan. Imobilisasi yang
berkepanjangan dan bedrest akan meyebabkan serangkaian komplikasi pada
berbagai sistem tubuh, antara lain (Alimul, 2012):
1. Kontraktur
Jaringan ikat kolagen pada otot dan persendian akan digantikan oleh
jaringan fibrosa yang tidak elastis sehingga akan menyebabkan kekakuan
pada pergerakan persendian. Hal ini karena untuk sintesis kolagen
diperlukan rangsangan pergerakan.
2. Difusi atrofi
Atrofi otot adalah berkurangnya massa otot karena berkurangnya lapisan
aktin dan myosin dan myofibril.
3. Konstipasi
Imobilisasi menyebabkan peristaltik menururn sehingga menyebabkan
absorpsi cairan berlebihan pada intestinum.
4. Pressure ulcer
Pasien imobilisasi beresiko untuk mengalami luka tekan sebagai akibat
adanya penekanan pada tulang menonjol (bony prominen), keringat,
lembab, deficit self care, dan friksi dengan tempat tidur.
5. Gastritis
Selama bedrest, sekresi bikarbonat lambung menurun sehingga
meningkatkan keasaman pada lambung.

1.11 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
1. Riwayat Kesehatan
Pengkajian terkait aktivitas klien meliputi riwayat aktivitas dan
olahraga yang mencakup tingkat aktivitas, toleransi aktivitas, jenis dan
frekuensi olahraga, faktor yang mempengaruhi mobilitas serta pengaruh
imobilitas.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang
abnormal akibat tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan
bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis.Angulasi
abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik selain sendi
biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
1) Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
2) Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
3) Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
c. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
d. Mengkaji system ototKemampuan mengubah posisi, kekuatan otot
dan koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas
untuk mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah
satu ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi
neurologist yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.
cara berjalan spastic hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-
selangkah – penyakit lower motor neuron, cara berjalan bergetar –
penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau
lebih dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer
dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu
pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien
1) Kategori tingkat kemampuan aktivitas (Gunawan, 2006).
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat bergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
2) Rentang gerak (Range of motion-ROM)
Derajat
Gerak sendi rentang
normal
Bahu Adduksi : gerakan lengan ke lateral 180
dari posisi samping ke atas kepala,
telapak tangan menghadap ke posisi
yang paling jauh.
Siku Fleksi : angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu
Pergelangan Fleksi : tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah
Ekstensi : luruskan pergelangan 80-90
tangan dari posisi fleksi
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan 70-90
ke arah belakang sejauh mungkin.
Abduksi : tekuk pergelangan tangan 0-20
ke sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap keatas.
Adduksi : tekuk pergelangan tangan 30-50
ke arah kelingking telapak tangan
menghadap keatas.
Tangan dan Fleksi : buat kepalan tangan 90
jari
Ekstensi : luruskan jari 90
Hiperekstensi : tekuk jari-jari tangan 30
ke belakang sejauh mungkin
Abduksi : kembangkan jari tanagn 20
Adduksi : rapatkan jari-jari tangan 20
dari posisi abduksi
3) Derajat kekuatan otot
Skala Persentase Karakteristik
kekuatan normal
(%)
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot
dapat dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan
penuhyang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh

4) Katz index
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA Dengan pemantauan,
pemantauan, perintah perintah pendampingan
ataupun didampingi personal atau perawatan
total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi Mandi dengan bantuan
sendiri tanpa bantuan, lebih dari satu bagian
atau hanya tubuh, masuk dan keluar
memerlukan bantuan kamar mandi. Dimandikan
pada bagian tubuh dengan bantuan total.
tertentu (punggung,
genital, atau
ekstremitas lumpuh).
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap Membutuhkn bantuan
mandiri. Bisa jadi dalam berpakaian, atau
membutuhkan dipakaikan secara
bantuan untuk keseluruhan.
memakai sepatu.
TOLETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar Butuh bantuan menuju dan
kecil (toilet), keluar toilet,
mengganti pakaian, membersihkan sendiri atau
membersihkan genital menggunakan telepon.
tanpa bantuan.
PINDAH POSISI (1 poin) (0 poin)
Masuk dan bangun Butuh bantuan dalam
dari tempat tidur/kursi berpindah dari tempat tidur
tanpa bantuan. Alat ke kursi, atau dibantu total.
bantu berpindah posisi
bisa diterima
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol Sebagian atau total
secara baik inkontinensia bowel dan
perkemihan dan buang bladder.
air besar
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan Membutuhkan bantuan
makanan ke mulut sebagian atau total dalam
tanpa bantuan. makan, atau memerlukan
Persiapan makan bisa makanan parenteral.
jadi dilakukan oleh
orang lain.
Skor :
A = Mandiri dalam semua fungsi
B = Mandiri untuk 5 fungsi
C = Mandiri, kecuali mandi dan 1 fungsi lain
D = Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, dan 1 fungsi lain
E = Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, dan 1 fungsi lain
F = Mandiri, kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan 1 fungsi
lain
G = Ketergantungan untuk semua fungsi

5) Indeks ADL Barthel (BAI)


NO. FUNGSI SKOR KETERANGAN
1. Mengendalikan 0 Tak terkendali/ tak teratur
rangsang pembuangan (perlu pencahar)
tinja 1 Kadang-kadang tak terkendali
(1x seminggu)
2 Terkendali teratur
2. Mengendalikan 0 Tak terkendali atau pakai
rangsang berkemih kateter
1 Kadakng-kadang tak
terkendali (hanya 1x/24 jam)
2 Mandiri
3. Membersihkan diri 0 Butuh pertolongan orang lain
(seka muka, sisir 1 Mandiri
rambut, sikat gigi)
4. Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan
masuk dan keluar orang lain
(melepaskan, memakai 1 Perlu pertolongan pada
celana, membersihkan, beberapa kegiatan tetapi
menyiram) dapat mengerjakan sendiri
beberapa kegiatan yang lain.
2 Mandiri
5. Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong
makanan
2 Mandiri
6. Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk
bisa duduk
2 Mandiri
7. Berpindah/berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (berpindah) dengan kursi
roda
2 Berjalan dengan bantuan 1
orang
3 Mandiri
8. Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (mis:
memakai baju)
2 Mandiri
9. Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10. Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri
Total Skor BAI :
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan ringan
9-11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidak bugaran fisik yang
di tandai dengan fisik lemah, rentang gerak (ROM) menurun (D.0054)
2. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas gastrointestinal yang
ditandai dengan pengeluaran feses lama dan sulit, kelemahan umum
(D.0049)
3. Resiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif (D.0142)
C. Intervensi Keperawatan

STANDAR DIAGNOSIS STANDAR LUARAN KEPERAWATAN STANDAR INTERVENSI KEPERAWATAN


KEPERAWATAN INDONESIA (SLKI) INDONESIA (SIKI)
INDONESIA (SDKI)
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Teknik latihan penguatan sendi (1.05185)
berhubungan dengan ketidak 3x24 jam gangguan mobilitas fisik dapat teratasi. Tindakan:
bugaran fisik yang di tandai Kriteria hasil : O:
dengan fisik lemah, rentang Mobilitas fisik (L.05042)  Identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak sendi
gerak (ROM) menurun (D.0054) Indikator S.A S.T  Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan atau
Pergerakan ekstremitas 2 4 rasa sakit selama gerakan/aktivitas
Kekuatan otot 2 4 N:
 Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan
Rentang gerak (ROM) 2 4 sendi pasif atau aktif
 Fasilitasi menyusun jadwal latihan rentang
Keterangan :
gerak aktif atau pasif
1 = menurun
 Fasilitasi gerak sendi teratur dalam batas-batas
2 = cukup menurun
rasa sakit, ketahanan, dan mobilitas sendi
3 = sedang
4 = cukup meningkat
5 = meningkat E:
 Jelaskan kepada pasien/keluarga tujuan dan
rencanakan latihan bersama
 Ajarkan mobilisasi dini pada pasien post op
 Anjurkan melakukan latihan rentang gerak aktif
dan pasif secara sistematis
C:
 Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
mengembangkan dan melaksanakan program
latihan
Konstipasi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Manajemen konstipasi (1.04155)
penurunan motilitas 3x24 jam konstipasi dapat teratasi. Tindakan:
gastrointestinal yang ditandai Kriteria hasil : O:
dengan pengeluaran feses lama Eliminasi fekal (L.04033)  Periksa pergerakan usus, karakteristik feses
dan sulit, kelemahan umum Indikator S.A S.T (konsistensi, bentuk, volume dan warna)
(D.0049) Keluhan defekasi lama dan 2 4  Identifikasi faktor resiko konstipasi (mis. Obat-
sulit obatan, tirah baring, dan diet rendah serat)
Frekuensi defekasi 2 4
N:
Peristaltik usus 2 4
1 = menurun  Lakukan masase abdomen, jika perlu
2 = cukup menurun  Anjurkan diet tinggi serat
3 = sedang E:
4 = cukup meningkat  Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak
5 = meningkat ada kontraindikasi
 Ajarkan cara mengatasi konstipasi
C:
 Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika
perlu
 Konsultasi dengan tim medis tentang
penurunan/peningkatan frekuensi suara usus
Resiko infeksi ditandai dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Pencegahan infeksi (1.04539)
efek prosedur invasif (D.0142) 2x24 jam resiko infeksi dapat teratasi. Tindakan:
Kriteria hasil : O:
Integritas kulit dan jaringan (L.14125)  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Indikator S.A S.T sistemik
Nyeri 2 4 N:
Kemerahan 2 4  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
Kerusakan jaringan 2 4
Keterangan : dengan pasien dan lingkungan pasien
1 = menurun
2 = cukup menurun E:
3 = sedang  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
4 = cukup meningkat  Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
5 = meningkat operasi
C:
 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Alimul. (2012). Penganar KDM Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan.


Jakarta: Salemba Medika.

Kozier. (2012). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC.

Potter, & Perry. (2012). Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Saputra. (2013). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara.

T Heather Herdman, S. K. (2015). NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi. Jakarta: EGC.

Widuri. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Anda mungkin juga menyukai