Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA

DENGAN TERMINAL ILNESS

Disusun oleh :

1. Siti Zulaikhah 22632204 6. Ilham Muhammad 22632221

2. Mutia Hasna N. 22632205 7. Berlian Nurbaya 22632222

3. Supriyanto 22632207 8. Imron Mustofa 22632225

4. Anton Sujarwo 22632219 9. Triana Puji R. 22632241

5. Faris Antoni 22632220

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO


1
2022 / 2023

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatan individu,

keluarga, dan masyarakat sehingga mereka dapat mencapai,

mempertahankan, atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas

hidup dari lahir sampai mati.

Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani pasien

karena peran perawat adalah membimbing rohani pasien yang merupakan

bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya memenuhi

kebutuhan biologis- psikologis-sosiologis-spritual (APA, 1992 ), karena

pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual

( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ).

Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi

ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual)

merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO,

1984).

Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk

memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang

komprehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam


2
tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya sesuai dengan Sabda

Rasulullah yang menyatakan bahwa amalan yang terakhir sangat

menentukan, sehingga perawat dapat bertindak sebagai fasilisator

(memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal

mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering kali

diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting

terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya

sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.

Menurut Dadang Hawari (1977,53) “ orang yang mengalami

penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami

penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga

pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan

perhatian khusus”. Pasien terminal biasanya mengalami rasa depresi

yang berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan.

Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien tersebut selalu berada di

samping perawat. Oleh karena itu, pemenuhan kebutuhan spiritual dapat

meningkatkan semangat hidup klien yang didiagnosa harapan sembuhnya

tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi alam yang

kekal.

Oleh karena itu penulis membuat makalah asuhan keperawatan

asuhan klien dengan penyakit terminal, agar nantinya perawat juga

memberikan perhatian khusus untuk masalah ini, dan permasalahan tidak


3
memjadi suatu aspek yang terabaikan seperti saat ini.

B. Tujuan

1. Mendefinisikan bagaimana kondisi seseorang yang berada pada tahap

terminal

2. Mengetahui konsep teori dari kebutuhan terminal atau menjelang

ajal.

3. Mengkaji dan memaparkan diagnosa dari kebutuhan terminal.

4. Memberi intervensi serta mengevaluasi pada klien yang menjelang

ajal.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Latar belakang permasalahan terminal pada klien.

2. Bagaimana Konsep materi tentang kebutuhan terminal pada klien.

3. Bagaimana Diagnosa keperawatan pada pasien terminal.

4. Bagaimana Intervensi masalah.

5. Bagaimana Evaluasi masalah

4
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Penyakit Terminal

Keadaan Terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal

sehat tidak ada harapan lagi bagi si sakit untuk sembuh. Keadaan sakit

itu dapat disebabkan oleh suatu penyakit atau suatu kecelakaan. Kondisi

terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan

melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual

bagi individu (Kubler-Rosa, 1969). Kondisi terminal adalah suatu proses

yang progresif menuju kematian berjalan melalui suatu tahapan proses

penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu (Carpenito, 1999).

Menjelang ajal adalah kondisi yang secara medis dan legal sudah

tidak dapat diobati dan amat berhubungan dengan kematian atau fase

akhir dari kehidupan

Kematian adalah tahap akhir kehidupan. Kematian bisa datang

tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti periode sakit yang panjang.

Kematian adalah suatu pengalaman sendiri, dimana setiap individu akan

mengalami atau menghadapinya seorang diri, sesuatu yang tidak dapat


5
dihindari dan merupakan suatu kehilangan.

B. Manifestasi Klinik Fisik

1. Gerakan pengindaran menghilang secara berangsur-angsur dimulai

dari ujung kaki dan ujung jari

2. Aktivitas dari GI berkurang.

3. Reflek mulai menghilang.

4. Suhu klien biasanya tinggi tapi merasa dingin dan lembab

terutama pada kaki dan tangan dan ujung-ujung ekstremitas.

5. Kulit kelihatan kebiruan dan pucat.

6. Denyut nadi tidak teratur dan lemah.

7. Nafas berbunyi, keras dan cepat ngorok.

8. Penglihatan mulai kabur.

9. Klien kadang-kadang kelihatan merasa nyeri.

10. Klien dapat tidak sadarkan diri.

Respon individu yang mungkin muncul terhadap kondisi menjelang

ajal, yaitu :

a. Usia 12 -18 tahun

1) Takut menghadapi kematian

2) Banyak memiliki bayangan tentang kematian


6
3) Bertingkah laku yang membahayakan/ menantang maut.

4) Kadang-kadang berfikir kematian dari sudut agama/keyakinan dan

filosofinya

5) Beberapa sama secara emosi belum dapat menerimanya

6) Kemungkinan menerima tahap-tahap menjelang ajal secara

bertahap

b. Usia 18 – 45 tahun

Memiliki perilaku menjelang ajal sesuai dengan agama dan budaya

yang dianut

c. Usia 45 – 65 tahun

1) Menerima kematian

2) Mengalami kelemahan menjelang ajal

3) Kecemasan menjelang kematian diakhiri dengan tenang

d. Usia lebih dari 65 tahun

1) Takut akan sakit yang berkepanjangan

2) Melihat kematian sebagai kebebasan dari rasa nyeri

3) Melihat kematian akan bertemu dengan keluarga terdahulu/ sesuatu

yang diharapkan akan ditemuinya.

Tanda dan gejala pada anxietas menjelang ajal ditemui:

a. Menarik diri dan pasif

7
b. Menyesali diri dan rasa bersalah

c. Takut

d. Sukar tidur dan gelisah

e. Ketidakmampuan konsentrasi

f. Sedih dan menangis

C. Tahap Berduka

Dr.Elisabeth Kublerr-Ross telah mengidentifikasi lima tahap

berduka yang dapat terjadi pada pasien dengan penyakit terminal :

1. Denial (Pengingkaran)

Dimulai ketika orang disadarkan bahwa ia akan meninggal dan dia

tidak dapat menerima informasi ini sebagai kebenaran dan bahkan

mungkin mengingkarinya. Tugas perawat pada tahap ini adalah

identifikasi persesi pasien terhadap kematian, mendorong pasien

untuk mengekspresikan perasaan takut dan dan menghadapi kematian

dg cara: perawat duduk bersama dan mendengarkan keluhan pasien

serta memberi informasi singkat dan jelas tentang tindakan yang akan

dilakukan

2. Anger (Marah)

Terjadi ketika pasien tidak dapat lagi mengingkari kenyataan bahwa

ia akan meninggal. Tugas perawat adalah memberikan kesempatan

pada pasien untuk mengekspresikan kemarahannya dan memahami

8
kemarahan pasien (perawat harus hati-hati dalam menilai).

3. Bergaining (Tawar-menawar)

Merupakan tahapan Proses berduka Dimana pasien mencoba

menawar waktu untuk hidup. Tugas perawat adalah mendorong

pasien agar mau mendiskusikan perasaan kehilangan & takut

menghadapi kematian serta mendorong pasien untuk menggunakan

kelebihan yang ada

4. Depression (Depresi)

Tahap dimana pasien datang dengan kesadaran penuh bahwa ia akan

segera mati.ia sangat sedih karna memikirkan bahwa ia tidak akan

lama lagi bersama keluarga dan teman-teman. Tugas perawat adalah

menyediakan waktu untuk pasien, mendorong pasien agar mau

melakukan aktivitas sehari-hari, dan membantu menghilangkan rasa

bersalah, perawat tidak boleh banyak bergurau

5. Acceptance (Penerimaan)

Merupakan tahap selama pasien memahami dan menerima

kenyataan bahwa ia akan meninggal. Ia akan berusaha keras untuk

menyelesaikan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan. Tugas

perawatadalah dengan memberikan sentuhan tangan sebagai bentuk

komunikasi nonverbal, memotivasi pasien agar berdoa, dan

menyediakan waktu & tempat untuk beribadah serta menyediakan


9
bimbingan rohani.

D. Tipe-tipe Perjalanan Menjelang Kematian

Ada 4 type dari perjalanan proses kematian, yaitu:

1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya

perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.

2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, baisanya

terjadi pada kondisi penyakit yang kronik.

3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti,

biasanya terjadi pada pasien dengan operasi radikal karena adanya

kanker.

4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada

pasien dengan sakit kronik dan telah berjalan lama

E. Tanda-tanda Meninggal secara klinis Secara tradisional.

Tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-

perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World

Medical Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi

kematian, yaitu:

1. Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.

2. Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.

3. Tidak ada reflek.


10
4. Gambaran mendatar pada EKG

F. Macam Tingkat Kesadaran atau Pengertian Pasien dan

Keluarganya Terhadap Kematian

Strause et all (1970), membagi kesadaran ini dalam 3 type:

1. Closed Awareness/Tidak Mengerti.

Pada situasi seperti ini dokter biasanya memilih untuk tidak

memberitahukan tentang diagnosa dan prognosa kepada pasien

dan keluarganya. Tetapi bagi perawat hal ini sangat menyulitkan

karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada pasien dan

keluarganya. Perawat sering kal dihadapkan dengan pertanyaan-

pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan

sebagainya.

2. Matual Pretense/Kesadaran/Pengertian yang Ditutupi.

Pada fase ini memberikan kesempatan kepada pasien untuk

menentukan segala sesuatu yang bersifat pribadi walaupun

merupakan beban yang berat baginya.

3. Open Awareness/Sadar akan keadaan dan Terbuka.

Pada situasi ini, klien dan orang-orang disekitarnya mengetahui akan

adanya ajal yang menjelang dan menerima untuk mendiskusikannya,

walaupun dirasakan getir. Keadaan ini memberikan kesempatan

11
kepada pasien untuk berpartisipasi dalam merencanakan saat-saat

akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat melaksanaan hal tersebut.

G. Hak Asasi Pasien Menjelang Ajal

1. Berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai

mati.

2. Berhak untuk tetap punya harapan.

3. Berhak untuk diirawat.

4. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian.

5. Berhak untuk mengambil dan berpartisipasi mengenai perawatannya.

6. Berhak untuk mengharapkan terus mendapatkan pelayan medis.

7. Berhak untuk tidak mati kesepian.

8. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.

9. Berhak untuk memproleh jawaban yang jujur tidak ditipu mendapat

bantuan dari dan untuk keluarga.

10. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.

11. Berhak untuk mempertahankan individualitas.

12. Berhak untuk membicarakan dan memperluas pengalaman

keagamaan.

13. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan

dihormati sesudah mati.

12
H. Bantuan yang Dapat Diberikan Saat Tahap Berduka

Bantuan terpenting berupa emosional.

1. Pada Fase Denial

Perawat perlu waspada terhadap isyarat pasien dengan denial dengan

cara mananyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan pasien

dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.

2. Pada Fase Marah

Biasanya pasien akan merasa berdosa telah mengekspresikan

perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya agar mengerti

bahwa masih me rupakan hal yang normal dalam merespon perasaan

kehilangan menjelang kamatian. Akan lebih baik bila kemarahan

ditujukan kepada perawat sebagai orang yang dapat dipercaya,

memberikan rasa aman dan akan menerima kemarahan tersebut, serta

meneruskan asuhan sehingga membantu pasien dalam menumbuhkan

rasa aman.

3. Pada Fase Menawar

Pada fase ini perawat perlu mendengarkan segala keluhannya dan

mendorong pasien untuk dapat berbicara karena akan mengurangi

rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.

13
4. Pada Fase Depresi

Pada fase ini perawat selalu hadir di dekatnya dan mendengarkan

apa yang dikeluhkan oleh pasien. Akan lebih baik jika

berkomunikasi secara non verbal yaitu duduk dengan tenang

disampingnya dan mengamati reaksi-reaksi non verbal dari pasien

sehingga menumbuhkan rasa aman bagi pasien.

5. Pada Fase Penerimaan

Fase ini ditandai pasien dengan perasaan tenang, damai. Kepada

keluarga dan teman-temannya dibutuhkan pengertian bahwa pasien

telah menerima keadaanya dan perlu dilibatkan seoptimal mungkin

dalam program pengobatan dan mampu untuk menolong dirinya

sendiri sebatas kemampuannya.

I. Pendampingan Pasien Menjelang Ajal

1. Pendampingan Pasien Sakaratul Maut Menurut Kesehatan

Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas

kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus

jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya yaitu:

a. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada

pasien dan keluarganya

b. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien

14
disekitarnya

2. Pendampingan dengan alat-alat medis

a. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal

secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sign dan

beberapa tahap-tahap kematian

b. Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila

perlu dengan bantuan alat-alat kesehatan adalah tugas dari

petugas kesehatan

c. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal pada pasien yang

hampir meninggal

3. Bantuan pemenuhan kebutuhan fisiologis

a. Kebersihan Diri

Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kebersihan diri

sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut,

mulut, badan, dan sebagainya.

b. Mengontrol Rasa Sakit

Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada

pasien dengan sakit terminal, seperti morphin, heroin, dan

lainnya. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat

toleransi nyeri yang dirasakan pasien. Obat-obatan lebih baik

diberikan intra vena dibandingkan melalui intra

15
muskular/subkutan, karena kondisi sistem sirkulasi sudah

menurun.

c. Membebaskan Jalan Nafas

Untuk pasien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih

baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk

membebaskan jalan nafas, sedangkan bagi pasien yang tidak

sadar, posisi yang baik adalah dengan dipasang drainase dan

mulut dan pemberian oksigen

d. Bergerak

Apabila kondisinya mernungkinkan, pasien dapat dibantu untuk

bergerak, seperti : turun dan tempat tidur, ganti posisi tidur

(miring kiri, miring kanan) untuk mencegah decubitus dan

dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat

untuk menyokong tubuh pasien, karena tonus otot sudah

menurun.

e. Nutrisi

Pasien seringkali anoreksia, nausea karena adanya penurunan

peristaltik. Dapat diberikan anti ametik untuk mengurangi nausea

dan merangsang nafsu makan serta pemberian makanan tinggi

kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi tonus otot yang

berkurang, terjadi disfagia, dokter perlu menguji reflek menelan

klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan


16
makanan cair atau intra vena/infus.

f. Eliminasi

Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat

terjadi konstipasi, inkontinensia urin dan feses. Obat laxan perlu

diberikan untuk mencegah konstipasi. Pasien dengan

inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau

dipasang duk yang diganti setiap saat atau dipasang kateter.

Harus dijaga kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila

terjadi lecet, harus diberikan salep

g. Perubahan Sensori

Pasien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, pasien biasanya

menolak/menghadapkan kepala kearah lampu/tempat terang.

Pasien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu

merespon, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan

tidak berbisik-bisik.

h. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Sosial

Pasien dengan dying akan ditempatkan di ruang isolasi, dan

untuk memenuhi kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat

melakukan:

1) Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk

bertemu dengan pasien dan didiskusikan dengan

keluarganya, misalnya : teman- teman dekat, atau anggota


17
keluarga lain.

2) Menggali perasaan-perasaan pasien sehubungan dengan

sakitnya dan perlu diisolasi.

3) Menjaga penampilan pasien pada saat-saat menerima

kunjungan kunjungan teman-teman terdekatnya, yaitu

dengan memberikan pasien untuk membersihkan diri dan

merapikan diri.

4) Meminta saudara teman-temannya untuk sering

mengunjungi dan mengajak orang lain dan membawa buku-

buku bacaan bagi pasien apabila pasien mampu

membacanya.

i. Bantuan Memenuhi Kebutuhan Spiritual

1) Menanyakan kepada pasien tentang harapan-harapan

hidupnya dan rencana-rencana pasien selanjutnya

menjelang kematian.

2) Menanyakan kepada pasien untuk bila ingin

mendatangkan pemuka agama dalam hal untuk memenuhi

kebutuhan spiritual sesuai dengan keyakinannya.

3) Membantu dan mendorong pasien untuk melaksanakan

kebutuhan spiritual sebatas kemampuannya.

4) Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah sesuai

dengan keyakinannya harus diberi dukungan. Petugas


18
kesehatan dan keluarga harus rnampu memberikan

ketenangan melalui keyakinan spiritual pasien serta harus

smengerti dan sensitif terhadap kebutuhan ritual pasien

yang akan rnenghadapi kernatian. sehingga kebutuhan

spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL

A. PENGKAJIAN

1. Riwayat kesehatan sekarang berisi tantang penyakit yang diderita

klien pada saat sekarang

2. Riwayat kesehatan dahulu berisi tentang keadaan klien apakah klien


19
pernah masuk rumah sakit dengan penyakit yang sama.

3. Riwayat kesehatan keluarga apakah anggota keluarga pernah

menderita penyakit yang sama dengan klien.

4. Pemeriksaan Head to Toe, Perubahan fisik saat kematian mendekat:

a. Pasien kurang responsif

b. Fungsi tubuh melamban

c. Pasien berkemih dan defekasi tidak sengaja

d. Rahang cenderung jatuh

e. Pernafasan tidak teratur dan dangkal

f. Sirkulasi melambat dan ekstermitas dingin, cepat dan melemah.

g. Kulit pucat

h. Mata melalak dan tidak ada respon terhadap cahaya

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ansietas atau ketakutan individu, keluarga yang berhubungan

diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi

yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif

pada pada gaya hidup.

2. Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian

yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan

menarik diri dari orang lain

3. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan


20
kehidupan keluarga, takut akan hasil (kematian) dengan

lingkungnnya penuh dengan stres (tempat perawatan)

4. Resiko terhadap distress spiritual yang berhubungan dengan

perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau

ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Diagnosa I : Ansietas / ketakutan ( individu , keluarga ) yang

berhubungan dengan situasi yang tak dikenal. Sifat kondisi yang tak

dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negative pada gaya

hidup. Dengan kriteria hasil klien atau keluarga akan :

1) Mengungkapkan ketakutannya yang brhubungan dengan gangguan

2) Menceritakan tentang efek ganguan pada fungsi normal,

tanggung jawab, peran dan gaya hidup

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Bantu klien untuk Klien yang cemas mempunyai
mengurangi ansietasnya : penyempitan lapang persepsi
Berikan kepastian dan dengan penurunan kemampuan
kenyamanan tunjukkan untuk belajar.
perasaan tentang pemahman Ansietas cendrung untuk
dan empati, jangan memperburuk masalah.
menghindari pertanyaan Menjebak klien pada lingkaran
dorong klien untuk peningkatan ansietas tegang,
mengungkapkan setiap emosional dan nyeri fisik
ketakutan permasalahan
yang berhubungan dengan
pengobatannya identifikasi
dan dukung mekanisme
koping efektif
21
2. Kaji tingkat ansietas klien : Beberapa rasa takut didasari
rencanakan pernyuluhan bila oleh informasi yang tidak
tingkatnya rendah atau akurat dan dapat dihilangkan
sedang dengan memberikan informasi
akurat. Klien dengan ansietas
berat atau parah tidak
menyerap pelajaran
3. Dorong keluarga dan teman Pengungkapan memungkinkan
untuk mengungkapkan untuk saling berbagi dan
ketakutan-ketakutan mereka memberiakn kesempatan untuk
memperbaiki konsep yang
tidak
4. Berika klien dan keluarga Menghargai klien untuk koping
kesempatan dan penguatan efektif dapat menguatkan
koping positif renson

2. Diagnosa II : Berduka yang berhubungan penyakit terminal dan

kematian yang akan dihadapi penurunan fungsi, perubahan konsep

diri dan menark diri dari orang lain.

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Berikan kesempatan pada Pengetahuan bahwa tidak ada
klien dan keluarga untuk lagi pengobatan yang
mengungkapkan perasaan, dibutuhkan dan bahwa
didiskusikan kehilangan kematian sedang menanti
secara terbuka , dan gali dapat menyebabkan
makna pribadi dari menimbulkan perasaan
kehilangan.jelaskan bahwa ketidakberdayaan, marah dan
berduka adalah reaksi yang kesedihan yang dalam dan
umum dan sehat respon berduka yang lainnya.
Diskusi terbuka dan jujur
dapat membantu klien dan
anggota keluarga menerima
dan mengatasi situasi dan
2. Berikan dorongan pada Stategi koping positif
penggunaan strategi koping membantu penerimaan dan
positif yang terbukti yang pemecahan masalah
memberikan
3. Berikan dorongan pada klien Memfokuskan pada atribut
untuk mengekpresikan atribut yang positif meningkatkan
22
diri yang positif penerimaan diri dan
penerimaan kematian yang
terjadi
4. Bantu klien mengatakan dan Proses berduka, proses
menerima kematian yang berkabung adaptif tidak dapat
akan terjadi, jawab semua dimulai sampai kematian yang
pertanyaan dengan jujur akan terjadi di terima
5. Tingkatkan harapan dengan Penelitian menunjukkan
perawatan penuh perhatian, bahwa klien sakit terminal
menghilangkan ketidak paling menghargai tindakan
nyamanan dan dukungan keperawatan berikut :
a. Membantu berdandan
b. Mendukung fungsi
kemandirian
c. Memberikan obat nyeri saat
diperlukan
(Skoruka dan Bonet 1982)

3. Diagnosa III : Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan

gangguan kehidupan takut akan hasil (kematian) dan lingkungannya

penuh stress (tempat perawatan)

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Luangkan waktu bersama Kontak yang sering dan
keluarga atau orang terdekat mengkomunikasikan sikap
klien dan tunjukkan perhatian dan peduli dapat
pengertian yang empati membantu mengurangi
kecemasan dan meningkatkan
pembelajaran
2. Izinkan keluarga klien atau Saling berbagi memungkinkan
orang terdekat untuk perawat untuk mengintifikasi
mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekhawatiran
ketakutan dan kekawatiran kemudian merencanakan
intervensi untuk mengatasinya
3. Jelaskan lingkungan dan Informasi ini dapat membantu
peralatan ICU mengurangi ansietas yang
berkaitan dengan
ketidaktakutan
4. Jelaskan tindakan
23
keperawatan dan kemajuan
post operasi yang dipikirkan
dan berikan informasi
spesifik tentang kemajuan
klien
5. Anjurkan untuk sering Kunjungan dan partisipasi
berkunjung dan berpartisipasi yang sering dapat
dalam tindakan perawan meningakatkan interaksi
keluarga berkelanjutan
6. Konsul dengan atau berikan Keluarga denagan masalah
rujukan kesumber komunitas masalah seperti kebutuhan
dan sumber lainnya financial, koping yang tidak
berhasil atau konflik yang
tidak selesai memerlukan
sumber sumber tambahan
untuk membantu
mempertahankankan fungsi
keluarga

4. Diagnosa IV : Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan

dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi

atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian

NO. INTERVENSI RASIONAL


1. Gali apakah klien Bagi klien yang mendapatkan
menginginkan untuk nilai tinggi pada do’a atau
melaksanakan praktek atau praktek spiritual lainnya,
ritual keagamaan atau praktek ini dapat memberikan
spiritual yang di inginkan arti dan tujuan dan dapat
bila yang memberi menjadi sumber kenyamanan
kesempatan pada klien untuk dan kekuatan
melakukannya
2. Ekspesikan pengertrian dan Menunjukkan sikap tak
penerimaan anda tentang menilai dapat membantu
pentingnya keyakinan dan mengurangi kesulitan klien
praktik religius atau spiritual dalam mengekspresikan
klien keyakinan dan prakteknya
3. Berikan prifasi dan Privasi dan ketenangan
ketenangan untuk ritual memberikan lingkungan yang
spiritual sesuai kebutuhan memudahkan refresi dan
24
klien dapat dilaksanakan perenungan
4. Bila anda menginginkan Perawat meskipun yang tidak
tawarkan untuk berdo’a menganut agama atau
bersama klien lainnya atau keyakinan yang sama dengan
membaca buku keagamaan klien dapat membantu klien
memenuhi kebutuhan
spritualnya
5. Tawarkan untuk Tindakan ini dapat membantu
menghubungkan pemimpin klien mempertahankan ikatan
religius atau rohaniwan spiritual dan mempraktikkan
rumah sakit untuk mengatur ritual yang penting
kunjungan. (Carson 1989)

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/7637808/Askep_gerontik
25
Keperawatan Jiwa masalah Adaptasi bio-psiko-sosial-

spirit Scrdownloader.com_8vk9ernyw3.docx

26

Anda mungkin juga menyukai